Loading AI tools
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Pemilihan kepala daerah (Pilkada atau Pemilihan kepala daerah) di Indonesia adalah dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah administratif lokal yang memenuhi syarat calon. Pemilihan kepala daerah dilakukan satu paket bersama dengan wakil kepala daerah. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dimaksud mencakup:
dahulu sebelum tahun 2005 kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),namun Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005,
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada. Pemilihan kepala daerah pertama yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini adalah Pilkada DKI Jakarta 2007.
Pada tahun 2011, terbit undang-undang baru mengenai penyelenggara pemilihan umum yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Di dalam undang-undang ini, istilah yang digunakan adalah Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.[1]
Pada tahun 2014, DPR-RI kembali mengangkat isu krusial terkait pemilihan kepala daerah secara langsung. Sidang Paripurna DRI RI pada tanggal 24 September 2014 memutuskan bahwa Pemilihan Kepala Daerah dikembalikan secara tidak langsung, atau kembali dipilih oleh DPRD. Putusan Pemilihan kepala daerah tidak langsung didukung oleh 226 anggota DPR-RI yang terdiri Fraksi Partai Golkar berjumlah 73 orang, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berjumlah 55 orang, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) berjumlah 44 orang, dan Fraksi Partai Gerindra berjumlah 32 orang.[2]
Keputusan ini mengecewakan sejumlah pihak. Keputusan ini dipandang sebagai langkah mundur dalam bidang "pembangunan" demokrasi, sehingga masih dicari cara untuk menggagalkan putusan tersebut melalui uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Bagi sebagian partai yang lain, Pemilukada tidak langsung atau langsung dinilai sama saja. Tetapi satu hal prinsip yang harus digarisbawahi (walaupun dalam pelaksanaan Pemilukada tidak langsung nanti ternyata menyenangkan rakyat) adalah: Pertama, Pemilukada tidak langsung menyebabkan hak pilih rakyat hilang. Sedangkan pencabutan hak rakyat merupakan tindakan pemberontakan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hukum dasar dan sumber hukum tertinggi yang berlaku di Indonesia, Bab 1 Bentuk dan Kedaulatan pasal 1. Kedua, Pemilukada tidak langsung menyebabkan anggota DPRD mendapat dua hak sekaligus, yakni hak pilih dan hak legislasi.
Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan diawasi oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab I pasal I ayat 1 sampai dengan ayat 3. Dengan mengedepankan prinsip Pancasila
Khusus di Aceh, Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) dengan diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih).
Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, UU Nomor 32 Tahun 2004, peserta pilkada adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ketentuan ini diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa peserta pilkada juga dapat berasal dari pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Undang-undang ini menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan beberapa pasal menyangkut peserta Pilkada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Khusus di Aceh, peserta Pilkada juga dapat diusulkan oleh partai politik lokal
Tingkat pendidikan calon kepala-wakil daerah yang terakreditasi A atau B serta mempunyai riwayat kepemimpinan jenjang wilayah menjadi prioritas utama dalam mewujudkan kualitas yang dimiliki setiap pemimpin.
Ketentuan mengenai syarat ikut serta dalam pemilihan kepada daerah gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati serta wali kota dan wakil wali kota yang didukung direkomendasikan oleh partai politik kepada penyelenggara pilkada adalah sebagai berikut:
Pemilu ini merupakan pemiluda yang digelar secara serentak di beberapa daerah di Indonesia untuk memilih DPRD Provinsi (DPRP) dan DPRD Kabupaten/Kota (DPRK) Pada saat itu, UU Pemilihan Kepala Daerah masih dalam proses penyusunan, untuk sementara waktu kepala daerah dipilih oleh DPRD. Meskipun dibayang-bayangi kondisi politik yang tidak menentu sebagai akibat menguatnya konflik kedaerahan dan darurat militer, secara umum Pemilu Daerah dapat terselenggara dengan baik.
Pemungutan suara dilaksanakan secara bertahap antara Juni 1957 hingga Januari 1958. Daerah yang melaksanakan pemilihan DPRD (DPRK) adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Sumatera Selatan, Riau, dan di Kalimantan pada 1958. Sedangkan daerah yang melaksanakan pemilihan DPRD (DPRP) adalah Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan di Kalimantan pada 1958 Hasil akhir dari keseluruhan rangkaian pemilu daerah itu mendapuk PKI sebagai partai tersukses. Sebagaimana dicatat Greg Fealy dalam Ijtihad Politik Ulama (2009, hlm. 257) PKI dengan mengesankan berhasil menambah perolehan suaranya hingga 27 persen dibanding dengan perolehan 1955 yang sebesar 16,4 persen.
Berbanding terbalik dengan PKI, perolehan suara tiga partai besar lainnya justru turun. Fealy mencatat, suara Masyumi dan NU—di Pemilu 1955 masing-masing meraup suara 20,9 persen dan 18,4 persen—turun dengan persentase hampir sama, 7 persen. Sementara PNI yang sebelumnya meraup 22,3 persen justru terpuruk dengan persentase penurunan suara hingga 20,8 persen. Sesuai dengan ketentuan UU No. 1/1957, DPRD Tingkat I (DPRP) dan DPRD Tingkat II (DPRK) yang terbentuk kemudian berwenang memilih kepala daerahnya masing-masing.[4]
Pemerintah eksekutif dan legislatif telah menyepakati pilkada serentak untuk daerah-daerah yang akan habis masa jabatannya pada tahun 2015 dan semuanya diselenggarakan pada 9 Desember 2015.[5] Daftar wilayah yang akan menjalankan pilkada serentak yaitu:[6][7]
Ada 9 Provinsi yang menggelar pilkada serentak, yaitu:[5]
No | Daerah | Pasangan Terpilih | Partai Pengusung |
---|---|---|---|
1 | Kabupaten Agam | Indra Catri Trinda Farhan Satria | Gerindra PKS |
2 | Kabupaten Asahan | ||
3 | Kabupaten Badung | I Nyoman Giri Prasta I Ketut Suiasa | PDIP Nasdem |
4 | Kabupaten Bangka Barat | Parhan Ali Markus | PDIP PAN Hanura |
5 | Kabupaten Bangka Selatan | Justiar Noer Riza Herdavid | Demokrat PKS |
6 | Kabupaten Bangka Tengah | Erzaldi Rosman Ibnu Saleh | Demokrat PPP Hanura PKS Nasdem Gerindra |
7 | Kabupaten Bangli | I Made Gianyar Sang Nyoman Sedana Arta | PDIP |
Pemerintah eksekutif dan legislatif telah menyepakati pilkada serentak untuk daerah-daerah yang akan habis masa jabatannya pada tahun 2015 dan semuanya diselenggarakan pada 15 Februari 2017. Daftar wilayah yang akan menjalankan pilkada serentak yaitu:[8]
Ada 7 Provinsi yang akan menggelar pilkada serentak, yaitu:[8]
Adapun provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang masa jabatan gubernurnya berakhir pada tanggal 10 Oktober 2017 tidak melaksanakan pemilihan gubernur sesuai UU No. 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Terdapat 17 provinsi yang melaksanan pilkada tahun ini, antara lain:[9]
Pemilihan kepala daerah di Indonesia pada tahun 2020 digelar secara serentak untuk daerah-daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada tahun 2021. Sistem pemilihan kepala daerah secara serentak pada tahun 2020 merupakan yang keempat kalinya diselenggarakan di Indonesia. Pelaksanaan pemungutan suara direncanakan digelar secara serentak pada bulan Desember 2020. Total daerah yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020 sebanyak 270 daerah dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.[13] Berikut ini adalah daftar daerah yang melaksanakan pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah serentak pada tahun 2020.[14]
Pilkada serentak tahun 2015 sempat membuat polemik karena di beberapa wilayah hanya terdapat satu pasang calon kepala daerah, atau calon tunggal. Namun Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk memperbolehkan pemilihan kepala daerah bagi daerah yang hanya memiliki calon tunggal. Mahkamah Konstitusi beralasan, jika pilkada ditunda karena kurangnya calon, maka akan menghapus hak konstitusional rakyat untuk memilih dan dipilih. Mahkamah juga menilai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang pilkada juga tidak memberikan jalan keluar seandainya syarat-syarat calon tidak terpenuhi.[15]
Untuk proses pemilihan kepala daerah calon tunggal, surat suara akan dibuat berbeda. Surat suara khusus ini hanya akan berisi satu pasangan calon kepala daerah, dengan pilihan "Setuju" atau "Tidak Setuju" di bagian bawahnya. Apabila pilihan "Setuju" memperoleh suara terbanyak, maka calon tunggal ditetapkan sebagai kepala daerah yang sah. Namun jika pilihan "Tidak Setuju" memperoleh suara terbayak, maka pemilihan ditunda hingga pilkada selanjutnya.[16]
Berbagai analis menyatakan bahwa pilkada serentak memiliki manfaat, diantaranya:
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.