Loading AI tools
sistem angkutan cepat di Indonesia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
KRL Commuter Line adalah sistem transportasi angkutan cepat komuter berbasis kereta rel listrik (KRL) yang dioperasikan oleh PT Kereta Commuter Indonesia (KAI Commuter),[3] anak perusahaan dari PT Kereta Api Indonesia (Persero). KRL ini telah beroperasi di wilayah Jakarta sejak tahun 1925, hingga kini melayani rute komuter di wilayah Jabodetabek serta lintas Yogyakarta–Solo.
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. (Maret 2018) |
Penyuntingan Artikel oleh pengguna baru atau anonim untuk saat ini tidak diizinkan. Lihat kebijakan pelindungan dan log pelindungan untuk informasi selengkapnya. Jika Anda tidak dapat menyunting Artikel ini dan Anda ingin melakukannya, Anda dapat memohon permintaan penyuntingan, diskusikan perubahan yang ingin dilakukan di halaman pembicaraan, memohon untuk melepaskan pelindungan, masuk, atau buatlah sebuah akun. |
KRL Commuter Line | |||
---|---|---|---|
Info | |||
Pemilik | PT Kereta Api Indonesia (Persero) | ||
Wilayah |
| ||
Jenis | Transportasi umum, Kereta api komuter | ||
Jumlah jalur | 7 | ||
Jumlah stasiun | 93 | ||
Penumpang harian | 1.039.303 (Agustus 2019) 1.154.080 (puncak, Juni 2018)[1] | ||
Penumpang tahunan | 334.102.903 (2019)[2] | ||
Kantor pusat | Stasiun Juanda, Gambir, Kota Jakarta Pusat | ||
Situs web | www | ||
Operasi | |||
Dimulai | 6 April 1925 (sebagai Elektrische Staatsspoorwegen) April 1999 dibawah nama PT Kereta Api (sebagai Divisi Angkutan Perkotaan Jabotabek) 15 September 2008 (sebagai KAI Commuter Jabodetabek) 20 September 2017 (sebagai Kereta Commuter Indonesia) | ||
Operator | Kereta Commuter Indonesia (KCI)[3] | ||
Panjang kereta | 8, 10 dan 12 kereta per rangkaian KRL | ||
Waktu antara | 5-60 menit | ||
Teknis | |||
Panjang sistem | 293,4 km (182,31 mi)[4][5] | ||
Lebar sepur | 1.067 mm (3 ft 6 in) Lebar sepur Cape | ||
Listrik | 1.500 V DC (Listrik aliran atas) | ||
Kecepatan rata-rata | 40 km/h (25 mph) | ||
Kecepatan tertinggi | 70–95 km/h (43–59 mph) | ||
|
Layanan ini dahulu dioperasikan dengan nama KRL Jabotabek sejak era 1970-an hingga pemekaran Kota Depok pada 1999 dengan nama alternatif KRL Jabodetabek. Divisi Jabotabek menjadi operator KRL pada masa itu. Pada 2008, layanan KRL dioperasikan oleh perusahaan baru bernama PT KAI Commuter Jabodetabek yang kelak sejak 2017 berubah menjadi Kereta Commuter Indonesia (KCI, kini KAI Commuter).
Perjalanan KRL ini cukup panjang dan berlika-liku. KRL dahulu dihadirkan di Hindia Belanda sejak 1925 untuk memperingati 50 tahun Staatsspoorwegen beroperasi di Jawa. Semenjak 1960-an, transportasi listrik di Jakarta berada pada titik nadirnya karena dicap sebagai penyebab kemacetan sehingga Trem Batavia ditutup dan KRL dibatasi. Memasuki era 1970-an, KRL kemudian mengalami regenerasi dengan hadirnya KRL Rheostatik yang diimpor dari Jepang. Kini KRL didominasi oleh armada KRL bekas Jepang, dan minoritas produksi PT INKA, Madiun.
Wacana elektrifikasi jalur kereta api sudah didengungkan sejak 1917 oleh perusahaan kereta api milik pemerintah Hindia Belanda Staatsspoorwegen (SS). Saat itu, elektrifikasi jalur kereta api diprediksi akan menguntungkan secara ekonomi. Elektrifikasi jalur kereta api kemudian dilakukan dari Tanjung Priuk sampai dengan Meester Cornelis (Jatinegara) dimulai pada tahun 1923. Pembangunan ini selesai pada 24 Desember 1924.[6]
Proyek elektrifikasi terus berlanjut. Jalur lingkar Jakarta selesai dielektrifikasi pada 1 Mei 1927 dan pada 1930, elektrifikasi jalur Jakarta–Bogor sudah mulai dioperasikan. Kereta yang digunakan ialah lokomotif listrik seri 3000 buatan pabrik SLM–BBC (Swiss Locomotive and Machine Works–Brown, Boveri, & Cie), lokomotif listrik seri 3100 buatan pabrik AEG (Allgemaine Electricitat Geselischaft) Jerman, lokomotif listrik seri 3200 buatan pabrik Werkspoor Belanda serta kereta listrik buatan pabrik Westinghouse dan kereta listrik buatan pabrik General Electric.[6]
Jalur kereta yang terelektrifikasi tersebut terus digunakan dan diperluas wilayah operasionalnya sejak kemerdekaan Indonesia. Pengoperasian jalur kereta api di Indonesia dilaksanakan oleh Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKA) hingga era PT Kereta Api Indonesia pada saat ini.
Pada tahun 1960-an, transportasi di Jakarta berada di titik nadir. Soekarno memerintahkan Gubernur Sudiro untuk menghapus trem listrik karena dianggap menyebabkan kemacetan. Akhirnya pada tahun 1960, trem sepenuhnya berhenti beroperasi di Jakarta.[7] Kereta listrik pun ikut dihentikan operasinya akhir 1965. Selanjutnya pada November 1966, seluruh pengangkutan kereta api jurusan Manggarai–Jakarta Kota dibatasi.[8] Hal ini berkaitan dengan merosot tajamnya jumlah penumpang dan kondisi umum kota Jakarta yang tidak kondusif. Biro Pusat Statistik mencatat, jumlah penumpang lokal yang dilayani Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) tahun 1965 merosot 47 persen dibandingkan 1963. Tahun 1965, hanya 16.092 penumpang per hari yang memakai kereta lokal.[8] Semenjak kereta listrik buatan Belanda tidak dapat beroperasi lagi, rute ini terkadang digunakan oleh kereta lokal yang menggunakan lokomotif, biasanya seri BB 200 atau BB 201 digunakan sebagai penariknya.
Baru pada tahun 1972, kereta listrik mulai muncul kembali. Harian Kompas tanggal 16 Mei 1972 memberitakan bahwa PNKA memesan 10 set kereta listrik dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan Jakarta. Langkah ini untuk meningkatkan penggunaan angkutan umum dan mengurangi kemacetan yang mulai terasa saat itu.[8]
KRL dan kereta rel diesel (KRD) dari Jepang tiba di Jakarta empat tahun kemudian, 1976. KRL-KRL ini akan menggantikan lokomotif listrik lama peninggalan Belanda yang sudah dianggap tidak layak. Tiap rangkaian KRL terdiri atas empat kereta dengan kapasitas angkut 134 penumpang per kereta.[8] KRL generasi pertama ini kemudian dikenal sebagai KRL Rheostatik dan telah melayani masyarakat Jakarta hingga akhir pengoperasian KRL Ekonomi pada tahun 2013.
Pada Mei 2000, pemerintah Jepang melalui JICA dan Pemerintah Kota Tokyo menghibahkan 72 unit KRL bekas yang sebelumnya dioperasikan oleh Biro Transportasi Metropolitan Tokyo. Kereta ini diresmikan pada tanggal 25 Agustus 2000 dan menjadi KRL berpendingin udara (AC) pertama di Indonesia.[9] Sejak saat itu, Indonesia rutin mendatangkan KRL bekas Jepang untuk memperkuat armada KRL di Jakarta.
Pada tahun 2008 dibentuk anak perusahaan PT KA, yakni PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ), yang fokus pada pengoperasian jalur kereta listrik di wilayah Daerah Operasional (DAOP) 1 Jabotabek, yang saat itu memiliki 37 rute kereta yang melayani wilayah Jakarta Raya. Anak perusahaan baru ini merupakan suksesor dari Divisi Angkutan Perkotaan Jabotabek yang telah berdiri sebelumnya. PT KCJ memulai proyek modernisasi angkutan KRL pada tahun 2011, dengan menyederhanakan rute yang ada menjadi 5 rute utama, penghapusan KRL komuter ekspres, penerapan gerbong khusus wanita, dan mengubah nama KRL ekonomi-AC menjadi Kereta Commuter. Proyek ini dilanjutkan dengan renovasi, penataan ulang, dan sterilisasi sarana dan prasarana termasuk jalur kereta dan stasiun kereta, serta penempatan satuan keamanan pada tiap gerbong. Saat Stasiun Tanjung Priuk diresmikan kembali setelah dilakukan renovasi total pada tahun 2009, jalur kereta listrik bertambah menjadi 6, walaupun belum sepenuhnya beroperasi. Pada Juli 2013, PT KCJ mulai menerapkan sistem tiket elektronik COMMET (Commuter Electronic Ticketing) dan perubahan sistem tarif kereta.[10]
Pada tahun 2017, PT KAI Commuter Jabodetabek berganti nama menjadi PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), 3 hari setelah ulang tahun perusahaan tersebut yang ke-9.[11] Perubahan nama ini juga mewadahi penugasan penyelenggaraan kereta api komuter yang lebih luas di seluruh Indonesia,[12] sehingga nantinya jalur KRL Commuter Line di wilayah Jabodetabek dan sekitarnya bukan lagi satu-satunya jalur kereta api perkotaan yang dioperasikan oleh PT KCI.
Selain di Jabodetabek, KRL Commuter Line telah dibangun untuk menghubungkan kota penting di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu Kota Yogyakarta dan Surakarta untuk menggantikan tugas KA Prambanan Ekspres.[13] Proyek tersebut telah dicanangkan dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (Ripnas) 2030 Direktorat Jenderal Perkeretaapian sejak 2011.[14] Pada Januari–Februari 2020, tiang-tiang tersebut mulai dipancang—pertama kali dilakukan di Stasiun Klaten. Untuk langkah awal, Direktorat Jenderal Perkeretaapian melalui Balai Teknik Perkeretaapian wilayah Jawa bagian Tengah memutuskan untuk memulai operasi KRL Commuter Line di ruas pertama, yaitu Yogyakarta–Klaten.[15][16]
Meskipun terjadi pandemi Covid-19 di Indonesia, proyek KRL Yogyakarta–Solo tetap berjalan hingga KRL beroperasi secara penuh pada 10 Februari 2021[17][18]. Per 17 Agustus 2022, layanan KRL Yogyakarta–Solo mulai menjangkau wilayah Solo Jebres dan Palur, setelah elektrifikasi Solo Balapan–Palur telah rampung dan dilakukan uji coba sebelumnya.[19]
Pada awal perkenalan pola loop line pada tahun 2011, KRL Commuter Line Jabodetabek memiliki 6 jalur. Saat ini jumlah tersebut bertambah menjadi 6 jalur yang melayani seluruh wilayah Jabodetabek dan Lebak di Wilayah I Jakarta; serta Yogyakarta dan Surakarta di Wilayah VI Yogyakarta. Jumlah jalur di wilayah Jabodetabek sendiri berkurang menjadi 5 sejak tahun 2022 lalu akibat dinonaktifkannya Lin Lingkar yang jalurnya diambil alih Lin Bogor dan Lin Lingkar Cikarang.
Jalur | Relasi | Jumlah stasiun | Jarak | Dibuka | Dioperasikan sebagai
jalur KRL Commuter Line |
---|---|---|---|---|---|
Wilayah I Jakarta | |||||
Commuter Line Bogor | Jakarta Kota–Bogor | 24† | 54,8 km | 1930 | 5 Desember 2011[20] |
Jakarta Kota–Nambo | 23† | 51,0 km | 2015 | 28 Mei 2022[21] | |
Commuter Line Cikarang | Cikarang–Pasar Senen/Manggarai–Kampung Bandan (full-racket) | 29^ | 87,4 km | 1930 | 5 Desember 2011[20] (Jakarta Kota-Bekasi (via Manggarai)) 1 April 2017 (Jakarta Kota-Bekasi (via Pasar Senen))[22] 8 Oktober 2017 (Jakarta Kota-Cikarang)[23] 28 Mei 2022 (Lingkar Cikarang)[21] |
Cikarang–Manggarai–Angke (half-racket) | 20 | 38,9 km | 2022 | 28 Mei 2022[21] | |
Commuter Line Rangkasbitung | Tanah Abang–Rangkasbitung | 19 | 72,8 km | 1992 | 5 Desember 2011[20] (Tanah Abang-Tigaraksa) 1 April 2017 (Tanah Abang-Rangkasbitung)[24] |
Commuter Line Tangerang | Duri–Tangerang | 11 | 19,3 km | 1997 | 5 Desember 2011[20] |
Commuter Line Tanjung Priuk | Jakarta Kota–Tanjung Priuk | 4 | 8,1 km | 2015 | 5 Desember 2011 (sebagian, hanya feeder)[20]
22 Desember 2015 (beroperasi penuh)[25] |
Wilayah VI Yogyakarta | |||||
Y Commuter Line Yogyakarta | Yogyakarta–Palur | 13 | 65,5 km | 2021 | 10 Februari 2021 (Yogyakarta-Solo Balapan)
17 Agustus 2022 (Solo Balapan-Palur)[19] |
† Tidak termasuk Stasiun Gambir (tidak melayani Commuter Line) ^ Termasuk Stasiun Pasar Senen. Stasiun ini hanya melayani perjalanan ke arah utara (menuju Kampung Bandan). Perjalanan ke arah selatan (menuju Jatinegara) tidak berhenti di stasiun ini. |
Perpanjangan elektrifikasi di seluruh wilayah operasional KCI dimulai dari jalur Hijau pada akhir 2009, dengan koridor Serpong-Parung Panjang. KRL pada akhirnya beroperasi sampai Parung Panjang pada tahun 2010. Kemudian, perpanjangan elektrifikasi dilanjutkan ke koridor Parung Panjang-Maja yang mulai beroperasi pada tahun 2013, dan Maja-Rangkasbitung yang mulai beroperasi pada tahun 2017.[26] Proses elektrifikasi ini juga meliputi pembangunan jalur ganda Serpong-Rangkasbitung yang sudah beroperasi pada koridor Serpong-Maja, pembangunan tiang listrik aliran atas dan pembangunan gardu listrik. Pada tahun 2020, wacana penggandaan dan elektrifikasi lanjutan di jalur Hijau kembali muncul dengan wacana elektrifikasi koridor Rangkasbitung-Serang. Tak menutup kemungkinan, koridor Serang-Merak juga akan digandakan dan dielektrifikasi.[27]
Selain di jalur Hijau yang membentang ke barat, jalur Biru yang membentang ke timur juga telah dilanjutkan sampai Stasiun Cikarang. Pengerjaan konstruksi dimulai sejak akhir tahun 2013. Jalur Manggarai-Cikarang akan digandakan menjadi 4 jalur kereta api. Pembangunan elektrifikasi sampai Cikarang selesai pada tahun 2017, sedangkan pembangunan jalur dwiganda diperkirakan akan selesai pada tahun 2024. Di jalur ini pun dibangun empat stasiun baru di mana dua stasiun merupakan stasiun yang benar-benar baru, sedangkan dua stasiun lainnya adalah pembaruan dari stasiun lama.[28] Saat ini, pemerintah sedang mengkaji untuk memperpanjang kembali elektrifikasi di jalur Biru sampai Stasiun Cikampek[29] serta refungsionalisasi Stasiun Gambir sebagai stasiun pemberhentian dan pemberangkatan KRL Commuter Line.
Dengan beroperasinya kembali jalur kereta api Citayam-Nambo, ada kemungkinan untuk melanjutkan kembali pembangunan jalur kereta api baru Parung Panjang–Tanjung Priuk yang merupakan jalur kereta api lingkar luar Jabodetabek. Jalur ini sudah pernah direncanakan oleh pemerintah Orde Baru pada dekade 1990-an, dan sudah terealisasikan sebagian dengan selesainya pembangunan jalur Citayam-Nambo. Pembangunan rute yang belum sempat terbangun antara Parung Panjang-Citayam, Nambo-Cikarang, dan Cikarang-Tanjung Priuk ini sempat dibatalkan karena Krisis finansial Asia 1997 dan jatuhnya Suharto pada tahun 1998, tetapi akhirnya rencana ini dimasukkan ke dalam rencana induk perkeretaapian nasional 2014-2030.[30][31]
Pada tahun 2022, PT KCI mengumumkan adanya perubahan rute Commuter Line Jabodetabek dalam rangka pembangunan Stasiun Manggarai[32]. Lin Lingkar, yang sebelumnya melayani jalur lingkar Jatinegara–Manggarai ke arah Bogor dengan cabang Nambo, resmi dinonaktifkan pada 28 Mei 2022. Lin Cikarang mengambil alih jalur lingkar tersebut dengan melingkari Jatinegara–Manggarai–Pasar Senen–Jatinegara untuk kembali ke Cikarang, dan sebagai akibatnya tidak lagi melayani jalur layang Manggarai–Jakarta Kota. Lin ini berubah nama menjadi Lin Lingkar Cikarang dengan kode "C". Sementara itu, cabang Nambo diambil alih Lin Sentral yang bercabang di Citayam, yang juga berubah nama menjadi Lin Bogor dengan kode "B".
Sebagai tahapan penerapan program e-ticketing, PT Kereta Api Indonesia dan PT KAI Commuter Jabodetabek mulai 2012 mengganti Kartu Trayek Bulanan (KTB)/Kartu Langganan Sekolah (KLS) secara bertahap hingga pada 1 Juli 2013 ditetapkan menjadi Commuter Electronic Ticketing (Commet). Kartu Commet adalah alat pembayaran pengganti uang tunai yang digunakan untuk transaksi perjalanan KA Commuter Line sebagai tiket perjalanan KA, yang disediakan dalam bentuk kartu sekali pakai (Single-Trip) dan prabayar (Multi-Trip). Penumpang diwajibkan untuk melakukan tap-in di gerbang masuk dan memasukkan kartu single-trip ke dalam gerbang keluar atau cukup tap-out bagi pengguna kartu prabayar di gerbang keluar.
Bersamaan dengan pemberlakuan Commet, sistem tarif progresif diberlakukan. Sistem ini menggunakan hitungan jumlah stasiun yang dilewati sebagai dasar perhitungan tarif tiap penumpang. Awalnya berlaku tarif normal, tetapi karena adanya subsidi dana public service obligations (PSO) Kementerian Perhubungan bagi KA Commuter, maka tarif berlaku tarif subsidi.[33]
Mulai 1 April 2015, tarif progresif mengalami perubahan. Sistem tarif progresif baru menghitung tarif berdasarkan jarak.[34] Selain itu, ketentuan uang jaminan untuk THB dan minimal saldo untuk tiket multi-trip dan kartu bank berubah.
Karena penerapan tiket single trip mengakibatkan banyaknya kejadian tiket perjalanan single trip hilang, pada tanggal 11 Agustus 2013 KCJ menerapkan sistem ticketing pengganti sistem single trip untuk penumpang KRL Commuter Line tanpa berlangganan. Penghitungan tarif sesuai dengan skema tarif perjalanan single trip, tetapi penumpang diharuskan untuk membayar uang jaminan untuk THB. Uang jaminan dapat diambil kembali di stasiun hingga jangka waktu maksimal 7 hari atau ditukarkan kembali dengan THB baru dengan membayar tarif untuk perjalanan selanjutnya.
Sejak 1 Agustus 2019, khusus Stasiun UI, Sudirman, Palmerah, Cikini, dan Taman Kota, resmi menghapus penjualan kartu THB. Hal ini karena mayoritas penumpang KRL Commuter Line di kelima stasiun tersebut sudah terbiasa menggunakan kartu multi trip maupun uang elektronik.[35][36] Per 5 Desember 2020, Stasiun Bogor, Stasiun Cilebut[37], Stasiun Rangkasbitung[38], dan Stasiun Cikarang melaksanakan penghapusan penjualan kartu THB secara bertahap guna mengurangi kontak penumpang dalam mengantisipasi penularan COVID-19[39], yang kemudian disusul pada 25 Maret 2021 dengan Stasiun Jakarta Kota, Stasiun Bekasi, Stasiun Kranji, Stasiun Bojonggede, Stasiun Citayam, Stasiun Depok, Stasiun Depok Baru, Stasiun Parung Panjang, Stasiun Tanah Abang dan Stasiun Angke.[a][40]
Akhirnya pada 3 September 2022, sistem THB resmi dihapuskan dan seluruh Stasiun Commuter Line, baik di Jabodetabek maupun di Wilayah VI Yogyakarta, ditetapkan sebagai Stasiun Uang Elektronik yang hanya menerima transaksi dengan Kartu Multi Trip (KMT), Kartu Uang Elektronik Bank, dan QR Code (LinkAjaǃ dan Go Transit) untuk dapat menggunakan layanan KRL Commuter Line. Dengan cara ini, antrean panjang pembelian tiket KRL dapat dipangkas.[41]
Selain tiket harian berjaminan, penumpang dapat menggunakan Kartu Multi Trip (KMT) berteknologi FeliCa.[42] Kartu Multi Trip adalah kartu prabayar isi ulang yang dapat digunakan penumpang sebagai tiket KRL dengan ketentuan saldo minimum. Kartu tersebut dapat digunakan untuk naik Commuter Line, Transjakarta, LRT Jabodebek, MRT Jakarta, LRT Jakarta, dan Trans Jogja.[43] dan dapat di isi ulang di seluruh stasiun Commuter Line di Jabodetabek dan Yogyakarta. Saat ini, saldo KMT sudah dapat dicek melalui ponsel pintar melalui aplikasi KRL Access dengan memanfaatkan fitur NFC.[44]
Sejak 8 Desember 2013, kartu Flazz BCA sudah dapat digunakan di Commuter Line, dan sejak tanggal 16 Juni 2014, kartu e-money (Bank Mandiri), Brizzi (Bank BRI), dan TapCash (Bank BNI kecuali Jak Lingko) juga sudah dapat digunakan di Commuter Line.[45] Cara penggunaan kartu tersebut sama halnya dengan cara penggunaan Kartu Multi Trip, akan tetapi keempat kartu tersebut tidak dapat dibeli dan diisi ulang di seluruh stasiun Commuter Line di Jabodetabek, melainkan di merchant-merchant terkait dan seluruh halte bus Transjakarta (tunai). Pengisian dapat dilakukan secara tunai maupun dengan kartu ATM bank terkait. Beberapa stasiun Commuter Line juga telah melayani pengisian ulang keempat kartu tersebut, seperti Sudirman dan Juanda, tetapi tidak bisa secara tunai dan harus menggunakan kartu ATM bank terkait (kartu debit maupun kredit). Keempat kartu tersebut juga dapat digunakan sebagai tiket LRT Jabodebek, LRT Jakarta, MRT Jakarta, dan Transjakarta.[46] Berikut ini daftar kartu uang elektronik perbankan yang beredar telah disahkan oleh KAI Commuter.
Pengguna dapat dikenakan denda (suplisi) jika melakukan perjalanan tanpa tiket (anak berumur 3 tahun ke atas/tinggi badan 90 cm wajib memiliki tiket [47]), menggunakan tiket harian berjaminan yang telah kedaluwarsa atau tiket multitrip yang saldonya kurang dari tarif tertinggi. Pengguna THB yang tidak melakukan tapping in/tapping out dengan benar atau tarif dalam tiketnya kurang (turun di stasiun yang lebih jauh), THB akan diambil dan tidak mendapatkan pengembalian uang jaminan. Sedangkan untuk pengguna multitrip yang tidak melakukan tapping in/tapping out dengan benar, maka pengguna harus menyelesaikan di loket dengan membayar tarif tertinggi.
Pengguna Tiket Harian Berjaminan juga mendapatkan fasilitas free out, fasilitas untuk dapat melakukan sekali tapping out pada stasiun yang sama dengan stasiun tapping in terhitung satu jam dari waktu transaksi pembelian THB di loket. Untuk pengguna tiket multritrip terhitung satu jam dari tapping in. Per tanggal 16 Desember 2015 fasilitas free out ditiadakan. Setiap penumpang yang masuk dan keluar di stasiun yang sama akan dikenankan denda. Untuk pengguna KMT atau Kartu Prabayar Bank dikenakan pemotongan saldo sesuai tarif terendah. Untuk pengguna THB, tarif relasi perjalanan di dalam kartu akan hangus, tetapi refund kartu masih dapat dilakukan.[48]
LinkAja! mulai diimplementasikan pada stasiun-stasiun KRL Commuter Line sejak 1 Oktober 2019 di 200 mesin tap-in dan tap-out stasiun. Prinsip kerjanya menggunakan kode QR yang diarahkan pada scanner yang ditanam pada mesin tap-in dan tap-out berlogo LinkAja!. Namun, aplikasi LinkAja! hanya bisa digunakan apabila saldo tidak kurang dari Rp13.000,00.[49][50]
Namun pada 16 Januari 2023, Penggunaan LinkAja! Sebagai Pembayaran Tarif KRL Commuter Line dihentikan. Hal ini berlaku baik bagi pembayaran KRL di Jabodetabek maupun KRL di Yogyakarta—Solo (kini Palur). Penumpang KRL pun dialihkan untuk menggunakan metode pembayaran lain yang tersedia.[51]
Pada 30 Mei 2022, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk selaku penyedia aplikasi Gojek meluncurkan layanan pembelian tiket KRL untuk turut mendukung upaya orang-orang berminat menaiki transportasi publik. Pembelian tiket dilakukan melalui fitur bernama GoTransit, dengan prinsip penggunaan yang tidak jauh berbeda dengan LinkAja!. Namun, pengguna harus menentukan terlebih dahulu stasiun keberangkatan dan stasiun tujuan dan melakukan pembayaran sebelum mendapatkan kode QR tiket KRL.[52]
Access by KAI diluncurkan praresmi oleh PT Kereta Api Indonesia di Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, pada tanggal 7 Juli 2023, dan diluncurkan penuh pada 10 Agustus 2023. Aplikasi tersebut merupakan kelanjutan dari KAI Access dengan user interface yang dirombak seluruhnya untuk mengakomodasi seluruh layanan dalam Grup KAI, termasuk LRT (Jabodebek dan Sumatera Selatan), KA Bandara, semua layanan Commuter Line, dan Whoosh.[53][54]
Selain itu, KAI Commuter juga menyediakan aplikasi yang dikembangkannya sendiri, C-Access, yang diluncurkan secara praresmi pada tanggal 18 Januari 2023. Pendahulu aplikasi ini, KRL Access, awalnya hanya digunakan untuk memantau posisi KRL. Namun, seiring kebutuhan yang semakin meningkat, C-Access menyertakan opsi pembayaran digital Gopay, isi ulang Kartu Multi-Trip, dan QR Tiket.[55] C-Access diluncurkan secara resmi di sela-sela konser tur Addie M. S. bersama Twilite Orchestra di Taman Pracima, kompleks Pura Mangkunagaran, Kota Surakarta pada tanggal 3 Desember 2023.[56][57]
Jalur KA Commuter Jabodetabek dilayani oleh beberapa tipe dan jenis kereta. Sekarang, Jalur ini hanya dilayani oleh KRL AC. KRL Ekonomi non-AC sudah dihentikan operasionalnya pada tahun 2013.
KRL Ekonomi adalah unit armada KRL yang ditujukan untuk masyarakat kelas ekonomi menengah dan bawah. Kelas ini menggunakan armada KRL lama yang tidak menggunakan fasilitas pendingin udara (AC). Sejumlah rangkaian dibuat oleh Nippon Sharyo dan Kawasaki, juga Hitachi, Ltd. (Jepang), BN-Holec (Belanda), ABB-Hyundai(Korea) yang bekerjasama dengan PT INKA. KRL jenis ini sudah tidak dioperasikan lagi di semua jalur, dan seluruhnya disimpan di Depo KRL Depok atau Balai Yasa Manggarai. Beberapa rangkaian KRL non-AC tipe Rheostatik telah dikirim ke Stasiun Purwakarta untuk dibesituakan (afkir). Kini, seluruh KRL ekonomi dikirim ke Purwakarta dan Cikaum.
KRL BN-Holec adalah unit KRL ekonomi termuda. KRL ini dibuat oleh Bombardier Transportation Belgium (dahulu La Brugeoise et Nivelles) dengan mesin oleh Holland Electric, bekerja sama dengan pabrik PT INKA Madiun. Unit ini dulunya sempat melayani KRL Ekspres dan Ekonomi. Dari seluruh rangkaian ekonomi yang ada, KRL BN-Holec tergolong paling sulit dirawat. Selain karena masalah suku cadang yang susah dicari (pabriknya sudah lama tutup), KRL ini pun juga sering mengalami mogok karena kelebihan beban (overload). Sehingga banyak KRL BN-Holec yang rusak dan mangkrak di Balai Yasa Manggarai, lalu dijadikan KRDE (Kereta Rel Diesel Elektrik) yang dioperasikan di beberapa kota di luar Jakarta. "Rekondisi" KRL Holec adalah KRDE yang dioperasikan di rute Kutoarjo-Yogyakarta-Solo (Prameks dan Sriwedari), serta Padalarang-Cicalengka (Baraya Geulis). Selain itu KRL Holec juga direkondisi menjadi KRL Holec AC yang sudah beroperasi di jalur Tangerang. Hampir seluruh KRL Holec telah dikirim ke Purwakarta untuk dirucat.
KRL Rheostatik adalah KRL buatan Jepang yang dibuat dari tahun 1976 sampai tahun 1987 dengan teknologi Rheostat. Umumnya, KRL ini dibuat oleh perusahaan Nippon Sharyo, Hitachi, dan Kawasaki dari Jepang, untuk melayani kelas KRL Ekonomi. KRL Rheostatik buatan pabrik Kawasaki dan Hitachi tahun 1986-1987 dulunya melayani KRL Pakuan Ekspres, Depok Ekspres, dan Bekasi Ekspres pada tahun '90-an. Setelah KRL Hibah (KRL Toei 6000) datang, KRL ini mulai terlupakan dan dijadikan rangkaian KRL Ekonomi. Khusus untuk KRL Rheostatik yang datang pada tahun 1986-1987, bodinya sudah stainless steel dan satu set KRL Rheostatik Stainless merupakan KRL AC pertama di Indonesia.
Untuk KRL buatan Nippon Sharyo tahun 1976, 1978, 1983, dan 1984, kereta ini sudah mengalami banyak perubahan, baik kaca depan maupun skema warna/livery. Semula menggunakan skema PJKA yaitu berwarna merah polos dengan "wajah" kuning terang dari tahun 1976-1990-an, kemudian pada era Perumka diubah menjadi merah dan biru dengan garis putih seperti KA Ekonomi pada era 90-an awal, di mana saat itu, pintu KRL mulai mengalami kerusakan dan pada tahun 1993 yaitu: satu set KRL Rheostatik mild dan stainless mengalami kecelakaan di antara Stasiun Depok dan Citayam.[59] Di era 90-an akhir, tepatnya tahun 1995-2000, KRL ini dicat dengan warna putih-hijau dengan garis biru tua dan biru muda Pada era PT KAI, kemudian diubah menjadi orange dengan garis kuning, dan terakhir putih dengan garis merah. Kedua KRL ini mulanya seperti KRL Ekonomi AC atau Ekspres, yakni pintunya dapat tertutup secara otomatis, dan cukup nyaman. Namun, seiring berjalannya waktu kondisi kedua KRL ini menurun. Kerusakan pada pintu KRL terjadi disebabkan pengganjalan pintu oleh penumpang.
Pada 2009, telah dioperasikan KRL Rheostatik dengan kabin masinis yang telah dimodifikasi dan diberi nama "Djoko Lelono". KRL ini adalah hasil modifikasi dari sejumlah unit KRL rheostatik dengan kabin masinis yang menjadi aerodinamis yang konon terinspirasi dari KA Intercity-Express (ICE). Pintu penumpang juga diaktifkan kembali sehingga dapat membuka dan menutup seperti sediakala.
Sejak tak lagi dioperasikannya seluruh KRL ekonomi non-AC, KRL Rheostatik disimpan di Depo KRL Depok dan Balai Yasa Manggarai. KRL Rheostatik dengan bodi mild steel sebagian besar dikirim ke Stasiun Purwakarta untuk dibesituakan (afkir). Sementara KRL Rheostatik Stainless masih ada yang disimpan di Depo KRL Depok atau Balai Yasa Manggarai, mengingat tidak menutup kemungkinan untuk direkondisi menjadi KRL AC atau ikut dirucat ke Purwakarta. Kini, masih ada beberapa rangkaian KRL rheostatik yang bernasib mujur dibandingkan KRL lainnya. Namun, KRL yang masih aktif ini dioperasikan untuk logistik antar depo atau sebagai KRL penolong jika sedang diperlukan.
KRL ini dibuat pada tahun 1997 di PT INKA bekerjasama dengan Hitachi, dibuat sebanyak 64 unit (8 set) berteknologi Variable Voltage Variable Frequency-Insulated Gate Bipolar Transistor (VVVF-IGBT). Kereta ini memiliki ciri yang khas yaitu ketika mulai bergerak yang sangat halus dan tidak menyentak. Jenis KRL ini pernah digunakan sebagai KA Pakuan Ekspres kelas bisnis sampai akhirnya turun tingkat ketika era KRL Toei 6000 datang dari Jepang. Saat ini rangkaian KRL Hitachi yang telah dikirim ke Purwakarta untuk ditanahkan.
KRL ini dibuat atas kerjasama antara PT INKA, ABB, dan Hyundai, dirakit di PT INKA pada tahun 1985-1992 dibuat sebanyak 8 kereta (2 set) berteknologi VVVF-GTO (Gate Turn Off) dan disebut-sebut merupakan prototype kereta MagLev yang dikembangkan Hyundai untuk jalur Seoul-Pusan. KRL Hyundai ini sempat mangkrak dalam waktu yang lama, lalu beroperasi kembali dan kemudian pensiun. Saat ini KRL ABB Hyundai telah dikonversi menjadi KRDE dan beroperasi di jalur Surabaya-Mojokerto sebagai Arek Surokerto.
KRL AC adalah KRL dengan fasilitas AC, sehingga lebih nyaman dari KRL Ekonomi. Era peng-AC-an KRL dimulai tahun 1990-an, ketika diluncurkannya KRL Pakuan Ekspres Utama Jakarta Kota-Bogor. Saat ini, KRL AC di Jabodetabek sudah menjamur, kini semua KRL Commuter Line sudah dipasangi AC.
KRL ini adalah KRL yang diimpor dari operator kereta bawah tanah milik Biro Transportasi Pemerintah Daerah Tokyo (Toei Transportation), dalam rangka kerjasama strategis Indonesia-Jepang saat itu. Meramaikan jalur Jabodetabek mulai tahun 2000, Toei 6000 ini dioperasikan di sebagian besar rute untuk layanan ekspres dengan tambahan pendingin udara (AC). Karena berstatus hibah dari Pemerintah Daerah Kota Tokyo, KRL ini sering disebut sebagai KRL hibah.
Pada mulanya, didatangkan 72 unit kereta dari Jepang dengan masing-masing rangkaian terdiri dari 8 kereta. Namun, pada akhirnya hanya sebanyak 3 rangkaian yang memiliki 8 kereta (6121F, 6161F, 6171F), sedangkan sisanya dijadikan 6 kereta per rangkaian. Namun mulai tahun 2012 akhir formasi Toei 6000 banyak diubah karena rangkaian yang memiliki 6 kereta diperpanjang menjadi 8 kereta. Ada 4 rangkaian (sebelumnya 3 rangkaian) menggunakan kabin modifikasi, yang dibuat oleh Balai Yasa Manggarai.
Sejak kedatangan KRL JR 205, KRL Toei 6000 satu persatu mulai dipensiunkan. Pada pertengahan tahun 2014, tersisa 5 rangkaian (6121F, 6161F, 6181F, 6177F, 6227F) yang masih beroperasi. Dari jumlah 5 rangkaian itu berkurang menjadi 3 rangkaian pada akhir 2014 (6121F, 6161F, 6177F). Kini, seluruh KRL Toei 6000 sudah berhenti beroperasi. Rangkaian disimpan atau ditanahkan di Depo Depok dan Stasiun Cikaum, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
KRL eks Tokyu Corporation (atau disebut Tokyu) mulai meramaikan armada komuter Jabodetabek sejak masuknya KRL Tokyu 8000 dan Tokyu 8500. KRL Tokyu 8000 dibuat pada tahun 1969 dan KRL Tokyu 8500 dibuat pada tahun 1975 dan merupakan pengembangan dari Tokyu 8000. Khusus untuk unit bernomor depan 07xx dan 08xx (mis. 0715 dan 0815) adalah unit yang dibuat pada tahun 1985 ke atas.
KRL ini diimpor dari Jepang dengan harga sekitar 800 juta per unit, atau sekitar 6,5 miliar per rangkaian dengan 8 kereta. Berkat perawatan yang baik, KRL Tokyu selama ini jarang bermasalah dan dapat dioperasikan sampai sepuluh tahun mendatang di Jabodetabek.
KRL eks East Japan Railway Company seri 103 didatangkan pada 2004. KRL JR 103 ini adalah salah satu rangkaian yang mulanya digunakan untuk layanan Bojonggede Ekspres dan Depok Ekspres. Akibat bertambahnya jumlah penumpang, KRL ini pun diganti dengan rangkaian lain yang memiliki 8 kereta per set.
KRL ini masing-masing rangkaiannya terdiri dari 4 kereta (1 rangkaian), dan pernah menjadi salah satu rangkaian KRL dengan AC terdingin di Jabodetabek. KRL ini berada di bawah alokasi Depo KRL Depok. KRL JR 103 telah berhenti beroperasi sejak 1 Januari 2016.
KRL ini dapat dioperasikan dalam formasi 8 kereta, dengan menggabungkan masing-masing dua rangkaian 4 kereta menjadi satu. KRL ini memiliki beberapa skema warna. Skema pertama yang digunakan adalah warna asli Jepang, skema kedua adalah skema asli Jepang ditambah warna kuning di bagian jendela, skema ketiga adalah warna biru, skema keempat adalah skema warna putih, dan skema terakhir adalah skema seperti pada KRL milik PT KCJ yang berwarna merah-kuning.
Kini, seluruh rangkaian KRL seri 103 tidak beroperasi dan ditanahkan di Stasiun Cikaum.
KRL eks East Japan Railway Company seri 203, tiba di Indonesia pada tanggal 2 Agustus 2011. Di Indonesia, KRL ini dioperasikan dalam 3 jenis formasi sejak pengaturan ulang formasi KRL seri 203 yang dilakukan bulan Desember 2016,[61] yaitu 8, 10, dan 12 kereta.
KRL eks East Japan Railway Company 205, tiba di Indonesia pada tanggal 3 November 2013. KRL ini dulunya beroperasi di jalur Saikyo dan dimiliki oleh Depo Kawagoe sebanyak 18 rangkaian (180 unit). Sebanyak 3 rangkaian pengiriman kelompok pertama tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, pada tanggal 10 November 2013 dengan nomor rangkaian HaE 7, 11, dan 15, dan 2 rangkaian pengiriman kelompok kedua pada tanggal 16 November 2013 dengan nomor rangkaian HaE 14 dan 25. Selanjutnya KRL ini datang secara bertahap dengan jumlah per kedatangan sebanyak 2-3 rangkaian. KRL ini digunakan untuk menggantikan KRL yang AC-nya akan diperbaiki.
KRL ini juga dikenal karena memiliki unit dengan 6 pintu per sisinya. Unit ini merupakan kereta dengan bangku yang bisa dilipat untuk memaksimalkan kapasitas saat jam sibuk. Namun ada juga rangkaian standar dengan seluruh unit dengan 4 pintu per sisi.
Pada tanggal 6 Februari 2014, rangkaian HaE 15 telah menjalani ujicoba operasional, dan menjadi rangkaian JR 205 pertama yang dipakai untuk mengangkut penumpang. Sejak 5 Maret 2014, KRL JR 205 resmi berdinas reguler di jalur Jakarta-Bogor.[62]
Mulai bulan Mei 2014, didatangkan juga KRL JR 205 dari jalur Yokohama yang dulunya dimiliki oleh Depo Kamakura sebanyak 22 rangkaian (176 unit). Rangkaian KRL JR 205 dari Yokohama ini terdiri dari 8 kereta dengan 1 unit kereta yang memiliki 6 pasang pintu.
Mulai bulan Juli 2015, didatangkan juga KRL JR 205 dari jalur Nambu yang dulunya dimiliki oleh Depo Nakahara sebanyak 20 rangkaian (120 unit). Rangkaian KRL JR 205 dari Nambu ini terdiri dari 6 kereta dan akan dioperasikan sepanjang 12 kereta dengan menggabungkan 2 rangkaian KRL.
Mulai Maret 2018, didatangkan juga KRL JR 205 dari jalur Musashino yang dulunya dimiliki oleh Depo Keiyo sebanyak 32 rangkaian (336 unit).[63] Rangkaian KRL JR 205 dari Musashino ini terdiri dari 8 kereta dengan sebagian besar bermesin VVVF-IGBT.
Keseluruhan rangkaian seri 205 ini formasinya diacak-acak mulai awal tahun 2016 yang lalu,[64] sehingga mengakibatkan tercampurnya kereta-kereta dari rangkaian Saikyo, Yokohama, Nambu, dan Musashino.
Selain beroperasi di Jabodetabek, KRL seri 205 juga beroperasi di Yogyakarta.
KRL eks Toyo Rapid 1000 (1061F, 1081F, 1091F) didatangkan dengan masing-masing 10 kereta per set, pada awalnya hanya dioperasikan dengan 8 kereta per set akibat terbatasnya panjang peron dan kurangnya daya pada saat itu. Namun rangkaian 1081F dikembalikan menjadi 10 kereta pada tahun 2017. Seluruh rangkaian KRL Toyo Rapid 1000, baik yang dikirim ke Indonesia maupun yang tidak, merupakan modifikasi dari KRL Tokyo Metro (saat itu Eidan) 5000 pada tahun 1995.
KRL eks Tokyo Metro 05 mulai tiba di Jakarta pada bulan Agustus 2010, diawali dengan rangkaian 05-02F dan 05-07F. Total keseluruhan ada 8 rangkaian KRL seri 05 yang telah tiba di Indonesia.
KRL eks Tokyo Metro 5000 (5809F/59F, 5816F/66F, 5817F/67F) didatangkan dengan masing-masing 10 kereta per set, tetapi hanya dioperasikan dengan 8 kereta akibat terbatasnya panjang peron dan kurangnya daya pada saat itu. Namun rangkaian 5817F dikembalikan menjadi 10 kereta pada tahun 2017.
KRL eks Tokyo Metro 6000 kedatangan 2011-2013 (6105F, 06F, 07F, 11F, 12F, 13F, 15F, 23F, 25F, 26F, 27F, 33F, dan 34F) didatangkan dengan masing-masing 10 kereta, tetapi hanya dioperasikan dengan 8 kereta akibat terbatasnya panjang peron dan kurangnya daya pada saat itu. Namun untuk kedatangan 2016 (6101F, 08F, 16F, 17F, 18F, 31F) dan 2017 (6119F, 20F, 21F, 24F, 29F, 32F) dioperasikan dengan formasi 10 kereta.
KRL eks Tokyo Metro 7000, (7117F, 21F, 22F, 23F) didatangkan dengan masing-masing 10 kereta per set, tetapi hanya dioperasikan dengan 8 kereta akibat terbatasnya panjang peron dan kurangnya daya pada saat itu.
Saat ini rangkaian 7121F tidak bisa dioperasikan karena mengalami tabrakan dengan truk pengangkut bahan bakar di pintu perlintasan Pondok Betung, Jakarta Selatan pada tanggal 9 Desember 2013.[65] Akibat kecelakaan tersebut, kereta KuHa 7121 (K1 1 10 11) mengalami kerusakan berat pada struktur badan kereta, yang sebagian besar terbuat dari bahan alumunium alloy. Bagian kabin masinis penyok dan meleleh akibat benturan dan kobaran api yang berasal dari truk pengangkut bahan bakar setelah kejadian.
KRL-I dibuat tahun 2001, sebagai hasil produk PT INKA yang merupakan pabrik kereta api nasional. Dengan alasan biaya pengadaan yang terlalu tinggi dan sering bermasalah, KRL-I jarang digunakan. KRL ini disebut sebagai KRL Prajayana. KRL-I yang digunakan oleh PT KAI pada awalnya terdiri dari 2 rangkaian, masing-masing dengan 4 kereta. Terakhir, KRL-I dicat dengan striping biru. Saat ini KRL-I sudah tidak beroperasi dan ditanahkan di Stasiun Cikaum.
KRL i9000 (KfW) mulai diproduksi pada tahun 2010 dan diresmikan bersamaan dengan kereta api Gajahwong pada hari Rabu tanggal 24 Agustus 2011. KRL ini dibuat sebanyak 40 unit (10 set), dengan setiap rangkaian terdiri dari 4 kereta dengan kodefikasi baru (K3 1 11 xx). Mulai bulan Oktober 2015 hingga pertengahan 2019, KRL KfW dihentikan operasionalnya secara bertahap dan mulai dikembalikan ke PT INKA untuk perbaikan. Istilah KfW berasal dari nama bank milik Pemerintah Jerman, yakni "Kreditanstalt für Wiederaufbau".
KRL ini sebelumnya dioperasikan di rute feeder di Jakarta di mana KRL ini dioperasikan dengan 1 rangkaian saja. Kini, KRL ini beroperasi di Lin Yogyakarta.
KRL Holec AC adalah hasil modifikasi dan peremajaan dari KRL Holec non-AC yang beroperasi di Jabotabek. Modifikasi dilakukan di lingkungan PT INKA, pabrik yang juga membuat KRL Holec non AC medio 1994-2001.
Modifikasi meliputi penggantian material kursi, penggantian mesin KRL (dari Bombardier menjadi Woojin), kabin masinis, pemasangan GPS dan TMS (Train Monnitoring System), serta pemasangan AC. Rangkaian ini telah beroperasi secara resmi pada tanggal 29 Maret 2014 di jalur Duri–Tangerang. Namun operasional KRL Holec AC ini terbilang sebentar, karena pada kuartal ketiga 2014 KRL Holec AC dikembalikan ke PT INKA untuk perbaikan. Hingga saat ini, KRL Holec AC masih berada di PT INKA, Madiun.
Meskipun tidak lagi menggunakan komponen dari BN-Holec dan Bombardier, KRL ini tetap disebut KRL Holec AC.
Pada tanggal 4 Oktober 2012, KRL Commuter Line dengan nomor perjalanan 435 (Bogor-Jakarta Kota) anjlok dan menabrak peron di Stasiun Cilebut, menyebabkan perjalanan kereta dari Jakarta hanya sampai Stasiun Bojong Gede. Rangkaian yang terlibat dalam insiden ini adalah KRL TM 05-007F dengan rangkaian yang anjlok adalah gerbong ketiga bernomor rangkaian 05-307.[66]
Pada tanggal 9 Desember 2013, KRL Commuter Line dengan nomor perjalanan 1131 (Maja-Tanah Abang) menabrak truk tangki Pertamina hingga meledak dan terbakar. Rangkaian yang terlibat dalam insiden ini adalah KRL TM 7121F.[67]
Pada tanggal 23 September 2015, pukul 15.25 WIB, terjadi kecelakaan yang melibatkan dua KRL JR 205 SF 10 (rangkaian 205-54F dan 205-123F) di Stasiun Juanda. Kondisi kedua kabin KRL JR 205 (KuHa 204 / 205) tersebut rusak berat. Kondisi kereta nomor 1-9 pada kedua rangkaian kereta tersebut juga mengalami kerusakan yang cukup berat, terutama di bagian persambungannya yang seluruhnya juga mengalami kerusakan berat dan remuk. Empat puluh dua orang luka-luka akibat kecelakaan tersebut.[68][69] Kejadian ini mengakibatkan sang masinis KRL 1156, Gustian, terluka parah dan harus dirujuk ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta Pusat.[70]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.