Istilah bahasa Indonesia untuk bangunan kuno tempat sembahyang penganut ugama Hindu dan Buddha, istilah lazim yang digunakan di Malaysia ialah kuil From Wikipedia, the free encyclopedia
Candi (Jawi: چندي) adalah istilah di Nusantara terutamanya dalam Bahasa Jawa yang merujuk kepada sebuah tempat yang terbuat daripada batu yang lazimnya mempunyai kegunaan sebagai tempat sembahyang untuk penganut agama Hindu dan Buddha[1] Candi juga boleh menggambarkan betapa kuatnya pengaruh Hindu-Buddha di sesuatu tempat. Hal ini dapat diperlihat melalui karya ukiran atau arca yang terdapat pada dinding candi. Candi juga merujuk kepada monumen-monumen agama Hindu-Buddha yang telah wujud sebelum kedatangan agama Islam di Nusantara.
Di Malaysia, kuil tertua yang dipercayai ialah Lembah Bujang, Kedah, utara Malaysia Barat. Beberapa artifak telah ditemui dalam beberapa aktiviti arkeologi dan kini disimpan dalam Muzium Arkeologi Lembah Bujang.
Perkataan candi meminjam dari Sanskrit: चण्डी Caṇḍī atau चण्डीक Caṇḍīka melalui bahasa Kawi (Hanacaraka: ꦕꦤ꧀ꦝꦶ ) yang bermaksud nama atau jelmaan Durga, dewi kematian dalam kepercayaan Hindu.[2][3] Penamaan ini tercermin pada kegunaan candi sebagai bangunan peringatan atau "pedarmaan" untuk memuliakan raja yang sudah mangkat, contohnya candi Kidal yang dibina bertujuan memuliakan Raja Anusapati.
Di negara moden Indonesia, binaan candi dapat ditemukan di pulau-pulau Jawa, Bali, Sumatra, dan Kalimantan tapi paling banyaknya di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kebanyakan orang Indonesia mengetahui adanya candi-candi di Indonesia yang termasyhur seperti Borobudur, Prambanan, dan Mendut.[4]
Pada suatu era dalam sejarah Indonesia: dalam kurun abad ke-8 hingga ke-10 tercatat sebagai masa paling produktif dalam pembangunan candi. Pada kurun kerajaan Medang Mataram ini candi-candi besar dan kecil memenuhi dataran Kedu dan dataran Kewu di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Hanya peradaban yang cukup makmur dan terpenuhi kebutuhan sandang dan pangannya sajalah yang mampu menciptakan karya cipta arsitektur bernilai seni tinggi seperti ini. Beberapa candi yang bercorak Hindu di Indonesia adalah Candi Prambanan, Candi Jajaghu (Candi Jago), Candi Gedongsongo, Candi Dieng, Candi Panataran, Candi Angin, Candi Selogrio, Candi Pringapus, Candi Singhasari, dan Candi Kidal.[5] Candi yang bercorak Buddha antara lain Candi Borobudur dan Candi Sewu.[5] Candi Prambanan di Jawa Tengah adalah salah satu candi Hindu-Siwa yang paling indah.[6] Candi itu didirikan pada abad ke-9 Masehi pada masa Kerajaan Mataram Kuno.[6]
Kebanyakan candi-candi yang ditemukan di Indonesia tidak dapat dikenal pasti apatah lagi diketahui nama aslinya, sedikit sahaja yang diketahui berdasarkan nama kampung asal (atau "desa") tempat ditemukannya candi tersebut oleh penduduknya dengan legenda tersendiri. Berikut adalah sebilangan kecil candi-candi yang dapat diketahui kemungkinan nama aslinya oleh para ahli arkeologi :
Nama Candi | Dusun dan Desa | Nama asal | Nama lain |
---|---|---|---|
Angin | Tempur, Keling, Jepara | Bayu (?) (berdasarkan warga) | |
Gunung Wukir (Jawa: "gunung berukir") | Canggal, Kadiluwih | Siwalingga (?) (berdasarkan prasasti Canggal) | |
Borobudur | Bumisegoro, Borobudur | Bhumisambharabudhara (Sanskrit: "sepuluh tingkatan kebajikan bodhisatwa", berdasarkan prasasti Tri Tepusan) | Jinalaya (berdasarkan prasasti Karangtengah), Budur (berdasarkan Nagarakretagama) |
Mendut | Mendut, Mungkid | Venuvana (Sanskrit: "hutan bambu" berdasarkan prasasti Karangtengah) | |
Pawon (Jawa: ꦥꦮꦺꦴꦤ꧀ "dapur" atau "pa-awu-an", tempat abu) | Brojonalan, Wanurejo | Vajranala (?) (Sanskrit: "api halilintar" berdasarkan nama desa) | |
Prambanan | Bokoharjo, Prambanan | Shivagrha (Sanskrit: "rumah Siwa", berdasarkan prasasti Siwagrha) | Rara Jonggrang (legenda setempat) |
Sewu (Jawa: "seribu", terkait legenda Rara Jonggrang) | Bener, Bugisan | Manjusrigrha (Sanskrit: "rumah Manjusri", berdasarkan prasasti Kelurak dan prasasti Manjusrigrha) | |
Ratu Boko (Jawa: "raja Boko", terkait legenda Rara Jonggrang) | Gatak, Bokoharjo | Abhayagiri (Sanskrit: "gunung yang aman dari bahaya", prasasti Abhayagiri Wihara) | |
Kalasan | Kalibening, Tirtomartani | Tārābhavanaṃ (Sanskrit: "Buana Tara", berdasarkan prasasti Kalasan candi ini dipersembahkan untuk dewi Tara) | Kalaça (nama desa berdasarkan prasasti Kalasan) |
Penataran | Penataran, Nglegok | Palah (Nagarakretagama) | |
Jawi | Jawi, Candi Wates | Jajawa (Nagarakretagama) | |
Jago | Jago, Tumpang | Jajaghu (Nagarakretagama) | |
Bajang Ratu (Jawa:"raja cacat") | Temon, Trowulan | Çrenggapura atau Sri Ranggapura (Sanskrit: "Istana Sri Rangga", berdasarkan Nagarakretagama, pedharmaan raja Jayanegara) | |
Jabung | Jabung Candi, Paiton | Vajrajinaparamitapura (Sanskrit: "Istana Wajra Jina (Buddha) Paramita", berdasarkan Nagarakretagama) | Sajabung (Pararaton) |
Selebihnya, nama candi-candi lain biasanya dinamakan berdasarkan nama desanya.
Binaan candi andi dapat dibezakan daripada ciri yang menunjukkan cara amalan yang dipersembahkan mengikut agama yang dipercayai masyarakat menduduki tersebut
Dari ukuran, kerumitan, dan kemegahannya candi terbahagi atas beberapa hierarki, dari candi terpenting yang biasanya sangat megah, hingga candi sederhana. Dari tingkat skala kepentingannya atau peruntukannya, candi terbagi menjadi:
Candi dapat berfungsi sebagai:
Beberapa bangunan purbakala, seperti batur-batur landasan pendopo berumpak, tembok dan gerbang, dan bangunan lain yang sesungguhnya bukan merupakan candi, sering kali secara keliru disebut pula sebagai candi. Bangunan seperti ini banyak ditemukan di situs Trowulan, ataupun paseban atau pendopo di kompleks Ratu Boko yang bukan merupakan bangunan keagamaan.
Pembangunan candi dibuat berdasarkan beberapa ketentuan yang terdapat dalam suatu kitab vastusastra atau silpasastra yang dikerjakan jurubina khas yakni silpin. Salah satu bahagian dari kitab Vastusastra adalah Manasara yang berasal dari India Selatan, yang tidak hanya berisi pedoman-pedoman membuat kuil beserta seluruh komponennya saja, melainkan juga seni bina profan, bentuk kota, desa, benteng, penempatan kuil-kuil di kompleks kota dan desa.
Kitab-kitab ini juga memberikan pedoman mementukan tapak candi akan dibangun. Hal ini terkait dengan pembiayaan candi, kerana biasanya untuk pemeliharaan candi maka ditentukanlah tanah sima: tanah swatantra bebas cukai yang ditampung pembangunan dan pemeliharaan dengan kutipan tuaian pad. Beberapa prasasti menyebutkan hubungan antara bangunan suci dengan tanah sima ini. Selain itu pembangunan tata letak candi juga sering kali memperhitungkan letak astronomi (perbintangan).
Beberapa ketentuan dari kitab selain Manasara namun sangat penting di Indonesia adalah syarat bahwa bangunan suci sebaiknya didirikan di dekat air, baik air sungai, terutama di dekat pertemuan dua buah sungai, tasik danau, laut, bahkan kalau tidak ada harus dibuat kolam buatan atau meletakkan sebuah jambangan berisi air di dekat pintu masuk bangunan suci tersebut. Selain di dekat air, tempat terbaik mendirikan sebuah candi iaitu di puncak bukit, di lereng gunung, di hutan, atau di lembah. Seperti kita ketahui, candi-candi pada umumnya didirikan di dekat sungai, bahkan candi Borobudur terletak di dekat pertemuan sungai Elo dan sungai Progo. Sedangkan candi Prambanan terletak di dekat sungai Opak. Sebaran candi-candi di Jawa Tengah banyak tersebar di kawasan subur dataran Kedu dan dataran Kewu.
Kebanyakan bentuk bangunan candi meniru rupa Gunung Mahameru iaitu gunung yang dipercayai tempat tinggal para dewa Hindu. Oleh kerana itu, binaan-binaan ini sering dihias pelbagai macam ukiran dan pahatan yang menggambarkan alam gunung tersebut.[7]
Peninggalan-peninggalan purbakala seperti bangunan candi, patung, prasasti, dan ukiran pada umumnya menunjukkan sifat kebudayaan setempat yang dilapisi oleh unsur-unsur Hindu-Buddha.[7] Pada hakikatnya, bentuk candi-candi di pulau-pulau Indonesia adalah punden berundak yang unsur asli.[8]
Berdasarkan bahagian-bahagiannya, bangunan candi terdiri atas tiga bahagian penting, antara lain, kaki, tubuh, dan atap.[9]
Bangunan candi ada yang tunggal berdiri sendiri ada pula yang berkelompok. Ada dua sistem dalam pengelompokan atau tata letak kompleks candi::
Bahan binaan bangunan pembuat candi bergantung kepada lokasi dan ketersediaan bahan serta teknologi arsitektur masyarakat pendukungnya. Candi-candi di Jawa Tengah menggunakan batu andesit, sedangkan candi-candi pada masa Majapahit di Jawa Timur banyak menggunakan bata merah. Demikian pula candi-candi di Sumatra seperti Biaro Bahal, Muaro Jambi, dan Muara Takus yang berbahan bata merah. Bahan-bahan untuk membuat candi antara lain:
Soekmono, seorang arkeolog terkemuka di Indonesia, mengidentifikasi perbedaan gaya arsitektur (langgam) antara candi Jawa tengah dengan candi Jawa Timur. Langgam Jawa Tengahan umumnya adalah candi yang berasal dari sebelum tahun 1000 masehi, sedangkan langgam Jawa Timuran umumnya adalah candi yang berasal dari sesudah tahun 1000 masehi. Candi-candi di Sumatra dan Bali, kerana kemiripannya dikelompokkan ke dalam langgam Jawa Timur.[7][10][11]
Bahagian candi | Langgam Jawa Tengah | Langgam Jawa Timur |
---|---|---|
Bentuk bangunan | Cenderung tambun | Cenderung tinggi dan ramping |
Atap | Jelas menunjukkan undakan, umumnya terdiri atas 3 tingkatan | Atapnya merupakan kesatuan tingkatan. Undakan-undakan kecil yang sangat banyak membentuk kesatuan atap yang melengkung halus. Atap ini menimbulkan ilusi perspektif sehingga bangunan berkesan lebih tinggi |
Kemuncak atau mastaka | Stupa (candi Buddha), Ratna, Wajra, atau Lingga Semu (candi Hindu) | Kubus (kebanyakan candi Hindu), terkadang Dagoba yang berbentuk tabung (candi Buddha) |
Gawang pintu dan hiasan relung | Gaya Kala-Makara; kepala Kala dengan mulut menganga tanpa rahang bawah terletak di atas pintu, terhubung dengan Makara ganda di masing-masing sisi pintu | Hanya kepala Kala tengah menyeringai lengkap dengan rahang bawah terletak di atas pintu, Makara tidak ada |
Relief | Ukiran lebih tinggi dan menonjol dengan gambar bergaya naturalis | Ukiran lebih rendah (tipis) dan kurang menonjol, gambar bergaya seperti wayang Bali |
Kaki | Undakan jelas, biasanya terdiri atas satu bahagian kaki kecil dan satu bahagian kaki lebih besar. Peralihan antara kaki dan tubuh jelas membentuk selasar keliling tubuh candi | Undakan kaki lebih banyak, terdiri atas beberapa bahagian batur-batur yang membentuk kaki candi yang mengesankan ilusi perspektif agar bangunan terlihat lebih tinggi. Peralihan antara kaki dan tubuh lebih halus dengan selasar keliling tubuh candi lebih sempit |
Tata letak dan lokasi candi utama | Mandala konsentris, simetris, formal; dengan candi utama terletak tepat di tengah halaman kompleks candi, dikelilingi jajaran candi-candi perwara yang lebih kecil dalam barisan yang rapi | Linear, asimetris, mengikuti topografi (penampang ketinggian) lokasi; dengan candi utama terletak di belakang, paling jauh dari pintu masuk, dan sering kali terletak di tanah yang paling tinggi dalam kompleks candi, candi perwara terletak di depan candi utama |
Arah hadap bangunan | Kebanyakan menghadap ke timur | Kebanyakan menghadap ke barat |
Bahan bangunan | Kebanyakan batu andesit | Kebanyakan bata merah |
Meskipun demikian terdapat beberapa pengecualian dalam pengelompokkan langgam candi ini. Sebagai contoh candi Penataran, Jawi, Jago, Kidal, dan candi Singhasari jelas masuk dalam kelompok langgam Jawa Timur, akan tetapi bahan bangunannya adalah batu andesit, sama dengan ciri candi langgam Jawa Tengah; dikontraskan dengan reruntuhan Trowulan seperti candi Brahu, serta candi Majapahit lainnya seperti candi Jabung dan candi Pari yang berbahan bata merah. Bentuk candi Prambanan adalah ramping serupa candi Jawa Timur, tetapi susunan dan bentuk atapnya adalah langgam Jawa Tengahan. Lokasi candi juga tidak menjamin kelompok langgamnya, misalnya candi Badut terletak di Malang, Jawa Timur, akan tetapi candi ini berlanggam Jawa Tengah yang berasal dari kurun waktu yang lebih tua pada abad ke-8 masehi.
Bahkan dalam kelompok langgam Jawa Tengahan terdapat perbedaan tersendiri dan terbagi lebih lanjut antara langgam Jawa Tengah Utara (misalnya kelompok Candi Dieng) dengan Jawa Tengah Selatan (misalnya kelompok Candi Sewu). Candi Jawa Tengah Utara ukirannya lebih sederhana, bangunannya lebih kecil, dan kelompok candinya lebih sedikit; sedangkan langgam candi Jawa Tengah Selatan ukirannya lebih raya dan mewah, bangunannya lebih megah, serta candi dalam kompleksnya lebih banyak dengan tata letak yang teratur.
Pada kurun akhir Majapahit, gaya arsitektur candi ditandai dengan kembalinya unsur-unsur langgam asli Nusantara bangsa Austronesia, seperti kembalinya bentuk punden berundak. Bentuk bangunan seperti ini tampak jelas pada candi Sukuh dan candi Cetho di lereng gunung Lawu, selain itu beberapa bangunan suci di lereng Gunung Penanggungan juga menampilkan ciri-ciri piramida berundak mirip bangunan piramida Amerika Tengah.
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.