Loading AI tools
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Dalam Buddhisme, cinta kasih (Pali: mettā; Sanskerta: maitrī) atau kasih sayang (bedakan dari karuṇā) merupakan suatu sifat luhur yang perlu dikembangkan. Cinta kasih dirumuskan sebagai harapan untuk kebahagiaan semua makhluk tanpa terkecuali. Cinta kasih juga sering dikatakan sebagai niat baik yang mengharapkan kesejahteraan dan kebahagiaan makhluk-makhluk lainnya, seperti seorang sahabat mengharapkan kebahagiaan temannya.[1][2][3][4][5] Cinta kasih merupakan bagian pertama dalam empat sifat luhur (Brahmavihāra), bersama dengan belas kasih (karuṇā), simpati (mudita), dan keseimbangan batin (upekkhā); dan satu dari sepuluh paramita dalam kategorisasi aliran Theravāda.[6]
Menurut tradisi Abhidhamma aliran Theravāda, mettā dibedakan dari karuṇā (belas kasih) dan mudita (simpati) karena ciri dan objek yang diambil. Saat faktor mental tanpa-kebencian berkembang maksimal, maka tanpa-kebencian akan berubah menjadi mettā. Di sisi lain, faktor mental belas kasih (karuṇā) perlu mengambil makhluk-makhluk menderita sebagai objeknya, sedangkan faktor mental simpati (mudita) perlu mengambil makhluk-makhluk bahagia sebagai objeknya.[7] Kitab komentar untuk Suttanipāta dan kitab Visuddhimagga menjelaskan bahwa mettā adalah harapan untuk mendatangkan kesejahteraan dan kebahagiaan (hita-sukha-upanaya-kāmatā) bagi orang lain, sedangkan karuṇā adalah harapan untuk menghilangkan ketidaksejahteraan dan penderitaan (ahita-dukkha-apanaya-kāmatā) dari orang lain.[8]
Meditasi cinta kasih (mettā bhāvanā) merupakan suatu jenis meditasi yang populer dalam Buddhisme.[9]:318–319 Meditasi tersebut adalah bagian dari meditasi pengembangan empat sifat-sifat Brahmavihāra.[9] Mettā sebagai "meditasi cinta kasih" sering dipraktikkan di Asia dengan pelantunan syair-syair yang dipimpin oleh para biksu kepada para upasaka-upasika.[9]:318–319
Konsep cinta kasih universal mettā dibahas dalam berbagai diskursus berjudul Mettā Sutta, dan juga ditemukan dalam teks-teks kuno dan abad pertengahan agama Hindu dan Jainisme sebagai mettā atau maitri.[10]
Studi sampel kecil mengenai potensi meditasi cinta kasih menunjukkan adanya manfaat potensial.[11][12] Namun, telaah sejawat mempertanyakan kualitas dan ukuran sampel dari penelitian ini.[13][14]
Bagian dari seri tentang |
Buddhisme Theravāda |
---|
Buddhisme |
Dalam Tripitaka Pali, istilah mettā muncul di banyak diskursus Sutta Piṭaka, seperti Kakacūpama Sutta (MN 21) dan Karaniya Mettā Sutta (Snp 1.8 dan Kp 9) dan kitab-kitab lainnya, seperti dalam Paṭisambhidāmagga (Ps dalam KN), menguraikannya sebagai sebuah praktik. Namun, sumber-sumber lainnya, seperti Abhidhamma, menggarisbawahi peran utama cinta kasih dalam pengembangan karma yang baik untuk kelahiran kembali yang lebih baik.[15]
Meditasi mettā secara teratur direkomendasikan kepada para pengikut Buddhisme dalam kitab suci Pali. Kitab suci tersebut secara umum menyarankan untuk memancarkan mettā ke dalam keenam arah, kepada makhluk apa pun yang ada.[16] Seperangkat instruksi praktis yang berbeda, yang masih banyak digunakan saat ini, ditemukan dalam kitab Visuddhimagga; kitab ini juga merupakan sumber utama untuk "musuh dekat dan jauh" yang akan dijelaskan di bawah (lihat bagian Visuddhimagga). Selain itu, variasi pada praktik tradisional ini telah dipopulerkan oleh guru-guru modern dan diterapkan dalam lingkungan penelitian modern.
Dalam lebih dari selusin diskursus, deskripsi berikut (dalam bahasa Indonesia dan Pāli) diberikan untuk memancarkan cinta kasih ke enam arah. Di antaranya adalah Mahāsudassana Sutta (DN 17), Mahāgovinda Sutta (DN 19), Udumbarika-Sīhanāda Sutta (DN 25), dan Cakkavatti Sutta (DN 26).[17]
Penjelasan cinta kasih ke enam arah juga terdapat dalam diskursus-diskursus dalam Majjhima Nikāya (MN), Sutta Piṭaka.
So mettāsahagatena cetasā |
Ia berdiam dengan melingkupi satu arah dengan pikiran cinta kasih, |
—Vatthūpama Sutta, MN 7 (diulang di Jīvaka Sutta, MN 55) |
Dalam Subha Sutta (MN 99), rumusan dasar ini diperluas dalam berbagai cara. Misalnya, beberapa diskursus[20] berikan penjelasan berikut tentang bagaimana memperoleh kelahiran kembali di alam surgawi Brahmā (brahmānaṃ sahavyatāya maggo) :
Dalam Mettā Sutta (AN 11.15), Tripitaka Pali menyebutkan bahwa ada sejumlah manfaat dari praktik meditasi mettā, termasuk:
Tripitaka Pali, di AN 1.17 dalam kelompok Nīvaraṇappahāna Vagga (AN 1.11-20), juga menjunjung tinggi pengembangan mettā yang matang sepenuhnya sebagai penawar utama terhadap niat buruk:
Dalam kitab-kitab Khuddaka Nikāya, seperti Sutta Nipāta (Snp) dan Khuddakapāṭha (Kp), terdapat sebuah diskursus bernama sama, yaitu Mettā Sutta, yang isinya kurang lebih sangat mirip:
“Semoga makhluk-makhluk hidup berbahagia dan aman,
Dan semoga mereka berbahagia.
Makhluk apa pun juga yang bernapas,
Apakah lemah atau pun kuat,
Tanpa kecuali, apakah panjang atau pendek,
Atau sedang, atau besar atau kecil,
Atau padat, atau terlihat atau tidak terlihat,
Atau apakah mereka berdiam jauh atau dekat,
Mereka yang telah ada di sini, mereka yang segera menjelma—
Semoga mereka semua berbahagia.”
Jangan mencelakai makhluk lain
Dan jangan merendahkan dalam cara apa pun dan di mana pun;
Jangan saling mengharapkan kemalangan satu sama lain
Karena provokasi atau pun karena permusuhan
Seperti seorang ibu yang mempertaruhkan hidupnya
Menyayangi dan melindungi anaknya, anak tunggalnya,
Demikian pula ia harus mengembangkan cinta kasih tanpa batas ini
Terhadap semua yang hidup di seluruh alam semesta—
Merentang dari kesadaran luhur
Ke atas dan ke bawah dan ke sekeliling dunia,
Tanpa terganggu, bebas dari kebencian dan permusuhan.
Dan sewaktu ia berdiri dan sewaktu ia duduk
Atau ketika ia berbaring selagi masih terbebas dari kantuk,
Ia harus berfokus pada perhatian ini—
Ini adalah keberdiaman brahma di sini, mereka katakan.
Tetapi ketika ia hidup dengan cukup terbebas dari pandangan apa pun,
Bermoral, dengan memenangkan pandangan terang sempurna,
Dan meninggalkan keserakahan serta keinginan egois,
Maka ia pasti tidak akan terlahir kembali."— Mettā Sutta, Snp 1.8 dan Kp 9, diterjemahkan oleh Indra Anggara
"Sabbe sattā bhavantu sukhitattā" atau
"Sabbasattā bhavantu sukhitattā."
"Semoga semua makhluk hidup berbahagia."
Mettā atau cinta kasih di sini, kata Harvey, adalah aspirasi sepenuh hati untuk kebahagiaan semua makhluk. Ini berbeda dari "tidak adanya niat buruk", dan lebih merupakan penawar rasa takut dan kebencian. Cinta kasih adalah ajaran untuk menaklukkan kemarahan dengan kebaikan, menaklukkan pembohong dengan kebenaran, menaklukkan orang kikir dengan memberi, dan menaklukkan kejahatan dengan kebaikan, kata Harvey.[9]:279
"Semoga semua makhluk terbebas dari
kebencian, kesukaran, dan penderitaan,
dan semoga mereka hidup berbahagia."
Dalam kitab Paṭisambhidāmagga (Ps) yang merupakan bagian dari Khuddaka Nikāya, secara tradisional dikaitkan dengan Sāriputta, terdapat bagian yang berjudul Mettākathā (Ps 2.4, "Kisah Cinta Kasih").[30] Dalam petunjuk ini, diberikan sebuah rumusan umum (di bawah ini, dalam bahasa Indonesia dan Pāli), yang pada hakikatnya identik dengan syair Cunda Sutta (AN 10.176)—terutama terlihat jelas dalam bahasa Pāli—untuk memancarkan cinta kasih.
Selain itu, instruksi ini menjelaskan dua puluh dua aspek “kebebasan kehendak oleh cinta kasih dengan pemancaran” (mettācetovimutti) dapat dipancarkan dengan:[28]
Kemudian, pemancaran terarah dapat diterapkan pada masing-masing pemancaran yang tidak ditentukan dan pemancaran yang ditentukan. Misalnya, setelah memancarkan cinta kasih kepada semua makhluk di arah timur (Sabbe puratthimāya disāya sattā...), seseorang memancarkan cinta kasih ke semua makhluk di arah barat, lalu ke arah utara, lalu ke arah selatan, dan seterusnya; kemudian, seseorang memancarkannya ke semua makhluk bernapas dengan cara ini (Sabbe puratthimāya disāya pāṇā...), kemudian semua makhluk, semua pribadi, dan seterusnya hingga diperluas untuk semua yang lahir di alam rendah.
Dalam kitab Itivuttaka, Mettābhāvanā Sutta (Iti 27), diuraikan manfaat pengembangan cinta kasih:
Bagian dari Abhidhamma Theravāda |
52 Faktor Mental |
---|
Buddhisme Theravāda |
Menurut tradisi Abhidhamma aliran Theravāda, mettā merupakan hasil pengembangan maksimal dari faktor mental tanpa-kebencian (adosa). Faktor mental adosa dibedakan dari faktor mental karuṇā (belas kasih) dan faktor mental mudita (simpati) karena ciri dan objek yang diambil. Di sisi lain, faktor mental belas kasih (karuṇā) perlu mengambil makhluk-makhluk menderita sebagai objeknya, sedangkan faktor mental simpati (mudita) perlu mengambil makhluk-makhluk bahagia sebagai objeknya.[7]
Mettā, sebagai faktor mental tanpa-kebencian, didefinisikan dalam empat batasan:[7]
Kitab Visuddhimagga menjelaskan bahwa mettā adalah harapan untuk mendatangkan kesejahteraan dan kebahagiaan (hita-sukha-upanaya-kāmatā) bagi orang lain, sedangkan karuṇā adalah harapan untuk menghilangkan ketidaksejahteraan dan penderitaan (ahita-dukkha-apanaya-kāmatā) dari orang lain.[8] Selain itu, Visuddhimagga juga menjelaskan "musuh jauh" (dūrapaccatthika) dan "musuh dekat" (āsannapaccatthika) dari setiap sifat dalam Brahmavihāra:[33]
Sutta | Abhidhamma | Visuddhimagga | |
---|---|---|---|
Sifat luhur (brahmavihāra) | Faktor mental (cetasika) | Musuh dekat (āsannapaccatthika) | Musuh jauh (dūrapaccatthika) |
cinta kasih (mettā) | tanpa-kebencian (adosa) | nafsu (rāga) | niat jahat (byāpāda) |
belas kasih (karuṇā) | belas kasih (karuṇā) | dukacita (domanassa) | kekesalan/kekejaman (vihesā/vihiṃsā)[34] |
simpati (mudita) | simpati (mudita) | sukacita (somanassa) | ketidaksenangan (arati) |
ketenangan (upekkhā) | keseimbangan batin (tatramajjhattatā) | ketidaktahuan (aññāṇa) | nafsu dan antipati (rāgapaṭighā) |
"Musuh jauh" (dūrapaccatthika) merujuk pada keadaan batin yang jelas-jelas bertentangan, sedangkan "musuh dekat" (āsannapaccatthika) merujuk pada keadaan batin yang seolah-olah serupa, tetapi sebenarnya berlawanan dari sifat luhurnya.[33] Kitab Visuddhimagga menjelaskan bahwa "musuh jauh" dari mettā adalah kebencian atau niat jahat, suatu kondisi pikiran yang kualitasnya jelas-jelas bertentangan. "Musuh dekat" dari mettā adalah nafsu.[35]
Bagian dari seri tentang |
Buddhisme Mahāyāna |
---|
Memvisualisasikan makhluk hidup dan mengharapkan agar mereka bahagia adalah praktik dasar dari cinta kasih. Sebagai teknik untuk motivasi altruistik, Longchenpa merekomendasikan praktik empat sifat luhur (Sanskerta: catvāri brahmavihārā; Tibet: ཚངས་པའི་གནས་པ་བཞི, tsangpé népa zhi), di dalamnya termasuk cinta kasih (Sanskerta: maitrī; Tibet: བྱམས་པ་, jampa), untuk memperkuat aspirasi pencerahan, atau bodhicitta, yang merupakan inti dari Buddhisme Mahāyāna.[36]
Beberapa tradisi memerintahkan para praktisi untuk mulai mempraktikkan cinta kasih kepada orang tua, kemudian meluaskannya kepada anggota keluarga lain, teman, masyarakat, dan akhirnya mengarahkan pikiran tersebut kepada seluruh umat manusia dan semua makhluk hidup. Seseorang dapat terlebih dahulu memikirkan ibu dan berbagai cara yang telah dilakukannya untuk menunjukkan kebaikan, kemudian berharap untuk membalas kebaikannya dengan memberinya kebahagiaan dan sumber kebahagiaan. Secara bertahap, seseorang memperluasnya kepada makhluk hidup lainnya.[36]
Dalam tradisi lain, seseorang dianjurkan untuk membangkitkan jampa terlebih dahulu kepada musuh atau orang yang tidak disukainya. Namun, dalam tradisi lain, seseorang dapat mengembangkan cinta kasih kepada makhluk hidup tanpa pandang bulu dengan berpindah dari satu daerah ke daerah lain atau dari satu arah ke arah lain. Seseorang juga dapat mempraktikkannya dengan napas, dengan membayangkan napas saat mengembuskan napas sebagai substansi kebahagiaan yang lembut dan menenangkan yang menyelimuti dunia dan memenuhi semua makhluk hidup dengan kebahagiaan.[36]
Buddhis Bhutan biasanya menumbuhkan rasa cinta kasih dengan melantunkan syair ini:[36]
མ་ནམ་མཁའ་དང་མཉམ་པའི་སེམས་ཅན་ཐམས་ཅད་བདེ་བ་དང་བདེ་བའི་རྒྱུ་དང་ལྡན་པར་གྱུར་ཅིག
Semoga semua ibu makhluk hidup seluas angkasa meraih kebahagiaan dan menemukan sumber kebahagiaan.
Kitab Mahayana menguraikan delapan manfaat khusus dari pengembangan cinta kasih, yang memenuhi orang yang mengembangkannya dengan rasa bahagia, damai, dan gembira. Manfaat-manfaat tersebut adalah:[36]
Mettā adalah kata Pali yang diturunkan dari kata maitrī yang berasal dari mitra yang, menurut Monier-Williams, berarti "teman".[37] Istilah ini ditemukan dalam pengertian tersebut dalam kepustakaan Weda,[38] seperti Shatapatha Brahmana, berbagai teks dari Upanisad awal, dan literatur Wedangga (seperti Aṣṭādhyāyī 5.4.3 karya Pāṇini).[37] Mettā ditemukan dalam kitab-kitab Sanskerta pada masa pra-Buddhisme (Brahmanisme dan Jainisme) sebagai maitrī, maitra, dan mitra yang berasal dari akar kata kuno mid (cinta/kasih).[38]
Istilah Weda ini muncul di kitab Samhita, Aranyaka, Brahmana, dan lapisan syair Upanisad dalam Regweda, Samaweda, Yajurweda, dan Atharwaweda.[39]
Dengan mengatakan kebenaran, aku menginginkan ini:
Semoga aku menikmati cinta kasihnya seperti kamu,
Janganlah seorang pun di antara kamu menggantikan yang lain,
Dia telah menikmati cinta kasihku, yang maha tahu.
Speaking the truth I desire this:
May I enjoy her lovingkindness as do ye,
May not one of you supplant another,
She hath enjoyed my lovingkindness, the all-knower.
Istilah serupa juga muncul dalam himne ke-55 dari kitab 19 Atharwaweda,[41] dan berbagai bagian Upanisad.[42] Upanisad awal utama dalam agama Hindu, yang disebut Maitri Upanisad, membahas kebaikan dan persahabatan universal. Upanisad Maitri, kata Martin Wiltshire, memberikan landasan filosofis, dengan menegaskan, "apa yang dipikirkan seseorang, itulah yang akan terjadi, inilah misteri abadi". Ide ini, tambah Wiltshire, mencerminkan asumsi dalam pemikiran kuno bahwa seseorang memengaruhi lingkungan dan situasinya sendiri, kausalitas bersifat adil, dan "tindakan kehendak yang baik menghasilkan situasi yang menyenangkan, sementara tindakan kehendak yang buruk menghasilkan situasi yang tidak menyenangkan".[43][43]:94–95 Kitab Maitri Upanisad mengajarkan, kata Juan Mascaró, bahwa kedamaian dimulai dari pikiran sendiri, kerinduan akan kebenaran, melihat ke dalam diri sendiri, dan bahwa "ketenangan pikiran mengatasi perbuatan baik dan jahat, dan dalam ketenangan jiwa menjadi satu: maka seseorang merasakan kegembiraan keabadian."[44]
Kitab Isa Upanisad juga membahas tentang persahabatan universal dan cinta kasih, tetapi tanpa istilah mettā.[45] Ajaran tentang maitrī universal ini memengaruhi pemikiran Mahatma Gandhi.[46]
Dalam Jainisme, Yogabindu–kitab yoga abad ke-6 karya Haribhadra–menggunakan kata Sanskerta maitrī dalam bait 402–404, dalam arti cinta kasih terhadap semua makhluk hidup.[47]
Dalam suatu bidang ilmu psikologi yang didasarkan pada konsep mettā, meditasi mettā, atau dikenal dengan "meditasi cinta kasih", adalah praktik yang berkaitan dengan pengembangan mettā. Praktik ini umumnya terdiri dari pengulangan frasa-frasa di dalam hati seperti “semoga Anda terbebas dari penderitaan” (compassion) atau “semoga Anda bahagia” (loving-kindness), misalnya ditujukan kepada seseorang yang, tergantung pada tradisi, mungkin atau mungkin tidak divisualisasikan secara internal.[48]
Dua pendekatan metodologis yang berbeda telah ditemukan dalam makalah tinjauan terkini: praktik yang berfokus pada compassion, dan praktik yang berfokus pada loving-kindness. Berfokus pada compassion berarti meditasi terdiri dari harapan untuk membebaskan makhluk dari penderitaan, sedangkan berfokus pada loving-kindness berarti mengharapkan kebahagiaan bagi para makhluk.[48][49]
Latihan ini secara bertahap akan semakin sulit jika dikaitkan dengan target yang menerima compassion atau loving-kindness dari praktisi. Pada awalnya, praktisi menargetkan "diri sendiri, kemudian orang-orang yang dicintai, orang-orang yang netral, orang-orang yang tak disukai, dan akhirnya semua makhluk, dengan variasi di berbagai tradisi".[48]
Beberapa studi penelitian percontohan tentang efek meditasi mettā menunjukkan adanya peningkatan emosi positif bagi para praktisi.[50][51] Secara khusus, dampak langsung pada emosi positif setelah latihan serta efek jangka panjang dapat ditunjukkan, meskipun efek ini mungkin tidak berlaku untuk semua orang.[50] Dalam sebuah studi pembuktian konsep, yang tidak terkontrol dalam pemilihan sampel dan pembandingan, para peneliti melaporkan potensi terapeutik untuk masalah psikologis, seperti depresi atau kecemasan sosial, bila dikombinasikan dengan pengobatan lain yang dapat diandalkan.[51]
Penerapan meditasi mettā untuk pengobatan masalah psikologis dan masalah terkait perawatan kesehatan lainnya merupakan topik penelitian. Hofmann dkk. membahas potensi penggunaan untuk terapi dan melaporkan data yang tidak memadai, dengan beberapa penelitian yang menjanjikan sejauh ini. Penelitian tersebut dapat menunjukkan dampak positif pada masalah seperti skizofrenia, depresi, dan kecemasan. Menurut Hofmann dkk., perlu ada penelitian yang lebih ketat, terutama dengan penerapan pendekatan Buddhis terhadap meditasi compassion dan loving-kindness.[51]
Dalam studi percontohan delapan minggu pada tahun 2005, meditasi loving-kindness menyebabkan berkurangnya rasa sakit dan kemarahan pada orang dengan nyeri punggung bawah kronis.[52] Meditasi compassion, menurut artikel Science Daily, dapat mengurangi respons peradangan dan perilaku terhadap stres yang telah dikaitkan dengan depresi dan sejumlah penyakit medis.[53]
Meditasi mettā adalah praktik inti dalam mindfulness-based pain management (MBPM),[54] yang efektivitasnya telah didukung oleh berbagai penelitian.[55]
Sebuah meta-analisis tahun 2015, yang mensintesis berbagai eksperimen berkualitas tinggi tentang meditasi cinta kasih, menemukan peningkatan sedang [kuantifikasi] pada emosi positif harian, dengan meditasi pada aspek loving-kindness dari mettā memiliki efek yang lebih besar daripada praktik dengan fokus pada compassion. Lamanya waktu bermeditasi tidak memengaruhi besarnya dampak positif dari praktik tersebut.[50]
S. R. Bishop, dalam ulasannya tahun 2002, menyarankan kehati-hatian dalam klaim manfaat, dan menyatakan, "apa yang telah dipublikasikan penuh dengan masalah metodologi. Saat ini, kita hanya tahu sedikit tentang efektivitas pendekatan [mindfulness-lovingkindness-compassion] ini; namun, ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa pendekatan ini mungkin menjanjikan."[56]
Dalam tinjauan beberapa studi tahun 2014, Galante dkk. mencapai kesimpulan serupa, dengan menyatakan "hasilnya tidak meyakinkan untuk beberapa outcomes, khususnya terhadap kontrol aktif; kualitas metodologi laporan rendah hingga sedang; hasil tidak akurat karena CI (selang kepercayaan) yang lebar yang berasal dari studi kecil" dan bahwa "metode meditasi loving-kindness menunjukkan bukti manfaat individu dan komunitas melalui efeknya pada kesejahteraan dan interaksi sosial mereka".[57]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.