Loading AI tools
Konsep nafsu keinginan yang menjadi salah satu dari sumber kejahatan dalam Buddhisme Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Nafsu kehausan (Pali: taṇhā; Sanskerta: तर्ष, tarśa, atau तृष्णा, tṛṣṇā), juga dikenal sebagai nafsu keinginan (bedakan dari chanda) dan kegandrungan, adalah suatu konsep dalam Buddhisme yang merujuk pada nafsu kehausan baik mental maupun fisik.[1][2][3] Dalam tradisi Abhidhamma Theravāda, taṇhā sinonim dengan lobha (keserakahan).[4] Sinonim lainnya adalah rāga (nafsu) dan abhijjhā (ketamakan).[5] Konsep ini merupakan konsep yang penting dalam Buddhisme.[6]
Terjemahan dari taṇhā | |
---|---|
Indonesia | nafsu, nafsu kehausan, nafsu keinginan, keserakahan, ketamakan |
Inggris | thirst, craving, desire, dll. |
Pali | taṇhā, lobha (sinonim), rāga (sinonim), abhijjhā (sinonim) |
Sanskerta | tṛṣṇā, trishna (Dev: तृष्णा) |
Tionghoa | 贪爱 / 貪愛 (Pinyin: zh-cn: tānài) |
Jepang | 渇愛 (katsu ai) |
Korea | 갈애 (gal-ae) |
Tibetan | སྲེད་པ་ (Wylie: sred pa; THL: sepa) |
Myanmar | တဏှာ (MLCTS: tən̥à) |
Thai | ตัณหา (IPA: tan-hăː) |
Vietnam | ái |
Sinhala | තණ්හාව,තෘෂ්ණාව |
Daftar Istilah Buddhis |
Nafsu kehausan diidentifikasi sebagai sebab penderitaan dalam Empat Kebenaran Mulia, dengan tiga jenis: kāma-taṇhā (nafsu kehausan atas kesenangan sensual), bhava-taṇhā (nafsu kehausan atas keberadaan), dan vibhava-taṇhā (nafsu kehausan atas ketidakberadaan).[7][8] Secara tradisional, nafsu kehausan atau nafsu keinginan (taṇhā) bersifat negatif dan dibedakan dari keinginan atau hasrat (chanda) yang bersifat netral.
Lobha (keserakahan), sinonim dari taṇhā dalam Abhidhamma Theravāda, merupakan suatu faktor mental berupa pengotor batin yang menjadi salah satu dari tiga akar kejahatan (ti akusalamūla)—lobha, dosa, dan moha.[4][9][10]
Istilah taṇhā muncul dalam Empat Kebenaran Mulia.[11][12][13] Berdasarkan pada Kebenaran Mulia Kedua, asal dari penderitaan (samudaya) diidentifikasi sebagai taṇhā (nafsu kehausan) yang menciptakan keberadaan dan punarbawa (ponobhavikā); yang menyatu dengan keserakahan (nandīrāgasahagatā); dan yang mencari kesenangan saat ini dan yang akan datang (tatratatrābhinandinī).
Dr. Walpola Rahula Mahāthera menjelaskan bahwa taṇhā memang sebab dukkha (penderitaan), tetapi bukanlah sebab utamanya. Taṇhā adalah sebab terdekat, paling jelas, dan langsung. Kemunculan taṇhā bergantung pada sesuatu yang lain, yaitu perasaan (vedanā). Perasaan (vedanā) muncul bergantung pada kontak (phassa) antara indra dan objeknya, dan seterusnya, sebagaimana dijelaskan dalam Kemunculan Bersebab. Beberapa teks kitab suci menjelaskan bahwa asal penderitaan juga termasuk pengotor batin dan ketidakmurnian lainnya (kilesā, sāsavā dhammā), selain taṇhā yang berada di urutan pertama.[14]
Terdapat tiga jenis taṇhā yang dijelaskan dalam berbagai diskursus Sutta Piṭaka, yaitu:
Taṇhā dianggap sebagai penyebab utama penderitaan (dukkha) dan siklus kelahiran kembali (saṃsāra).[6][17][19] Buddha mengajarkan pengikut-Nya untuk melenyapkan taṇhā dengan mengikuti Jalan Mulia Berunsur Delapan.
Secara tradisional, nafsu kehausan atau nafsu keinginan (taṇhā) bersifat negatif dan dibedakan dari keinginan atau hasrat (chanda) yang bersifat netral. Dalam tradisi Abhidhamma Theravāda, nafsu keinginan merupakan sebuah faktor mental tidak baik, sedangkan keinginan merupakan sebuah faktor mental sesekali.
Ajahn Sucitto menyatakan:[20]
"... Bahkan, Anda dapat meringkas latihan Dhamma sebagai transformasi taṇhā menjadi chanda [yang positif]."
Ajahn Jayasāro menyatakan:[21]
Penyajian ajaran Buddha di negara-negara Barat sering kali mengarah pada pemahaman bahwa penderitaan muncul karena keinginan, dan oleh karena itu Anda tidak boleh tidak menginginkan apa pun. Padahal, sebenarnya Sang Buddha telah berbicara tentang dua macam keinginan: keinginan yang muncul dari ketidaktahuan dan delusi–yang disebut taṇhā–dan keinginan yang muncul dari kebijaksanaan dan kecerdasan, yang disebut kusala-chanda, atau dhamma-chanda, atau secara sederhana disebut chanda. Chanda tidak hanya bermakna hal ini saja, namun dalam kasus khusus ini saya menggunakan chanda dengan makna keinginan dan motivasi yang bijaksana dan cerdas, dan Sang Buddha menekankan bahwa hal ini mutlak diperlukan untuk kemajuan di Jalan Mulia Berunsur Delapan.... '
Kitab Abhidhammattha-sangaha menyatakan:
Bagian dari Abhidhamma Theravāda |
52 Faktor Mental |
---|
Buddhisme Theravāda |
Dalam tradisi Abhidhamma Theravāda, taṇhā adalah sinonim dari faktor mental lobha yang berarti "keserakahan". Faktor mental lobha didefinisikan dalam empat batasan sebagai berikut:
Lobha adalah faktor mental yang menginginkan, mendambakan, atau merindukan objek. Lobha adalah faktor mental yang membuat seseorang tergila-gila (sārāga) pada saṃsāra. Keserakahan adalah penanggung jawab utama atas terjadinya pelekatan batin pada objeknya.[4]
Trio keserakahan atau lobha tri adalah suatu kelompok faktor mental buruk yang terdiri dari tiga faktor mental, yaitu:
Keserakahan berperan sebagai akar dan pemimpin dari dua faktor mental lainnya. Faktor mental pandangan-salah dan kesombongan hanya bisa muncul jika keserakahan muncul. Tiga faktor mental ini disebut sebagai dhamma yang memperpanjang saṃsāra (Pāli: papañca dhamma).
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.