Loading AI tools
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Dhammayuttika Nikāya (Pāli; Thai: ธรรมยุติกนิกาย; RTGS: Thammayuttika Nikai; Khmer: ធម្មយុត្តិកនិកាយ, Thômmôyŭttĕkâ Nĭkay), atau Ordo Dhammayut[1] (Thai: คณะธรรมยุต), adalah sebuah ordo biksu Buddhisme Theravāda di Thailand, Kamboja, dan Myanmar, dengan cabang signifikan di dunia Barat. Namanya berasal dari kata Pali dhamma ("ajaran Buddha") + yutti (sesuai dengan) + ka (kelompok).
Singkatan | Dhammayut |
---|---|
Tanggal pendirian | 1833 |
Pendiri | Bhikkhu Vajirañāṇo (kemudian menjadi Raja Mongkut) |
Tipe | Ordo monastik Buddhis |
Kantor pusat | Wat Bowonniwet Vihara, Phra Nakhon District, Bangkok, Thailand |
Superior general | Somdet Phra Ariyavongsagatanana IX (Petahana sejak 2017) |
Bagian dari seri tentang |
Buddhisme Theravāda |
---|
Buddhisme |
Ordo ini dimulai di Thailand sebagai gerakan reformasi yang dipimpin oleh seorang pangeran yang kemudian menjadi Raja Mongkut dari Siam, sebelum juga menyebar ke Kamboja dan Myanmar. Awalnya, Raja Mongkut merasa frustrasi karena tidak dapat menemukan biksu yang memahami ajaran asli Buddha dan benar-benar mematuhi aturan kebiksuan. Hal tersebut terjadi karena sinkretisme Buddhisme dengan agama rakyat Thailand. Kemudian, Raja Mongkut menekankan penggunaan Tripitaka Pali sebagai otoritas utama untuk praktik monastik dan juga berupaya untuk menghapus semua unsur sinkretis takhayul dan agama rakyat. Gerakan tersebut secara resmi diakui sebagai ordo monastik yang berdiri sendiri oleh pemerintah Thailand pada tahun 1902, dan setiap biksu Theravāda Thailand yang tidak termasuk dalam ordo tersebut disebut sebagai bagian dari ordo Mahā Nikāya.
Dhammayuttika Nikāya memainkan peran politik yang penting di Thailand. Ordo ini secara historis diistimewakan oleh pemerintah dan monarki Thailand sebagai ordo yang memegang mayoritas gelar monastik kerajaan di Thailand dan sebagian besar gelar "Sesepuh Tertinggi" (kepala komunitas monastik Thailand). Ordo ini mewadahi kurang dari 10% biksu di Thailand.
Dhammayuttika Nikāya (Thai: Thammayut) bermula pada tahun 1833 sebagai gerakan reformasi yang dipimpin oleh Mongkut (kemudian menjadi Raja Rama IV), putra Raja Rama II dari Siam. Gerakan ini tetap menjadi gerakan reformasi hingga disahkannya Undang-Undang Sangha tahun 1902, yang secara resmi mengakuinya sebagai ordo Theravāda yang lebih kecil dari dua ordo Theravāda di Thailand, yang lainnya adalah Mahā Nikāya.[2]
Pangeran Mongkut adalah seorang biksu (nama religius: Vajirañāṇo) selama 27 tahun (1824–1851) sebelum menjadi Raja Thailand (1851–1868). Pangeran yang saat itu berusia 20 tahun itu memasuki kehidupan monastik pada tahun 1824. Pada masa awal pelatihan meditasinya, Mongkut merasa frustrasi karena guru-gurunya tidak dapat mengaitkan teknik meditasi yang mereka ajarkan dengan ajaran asli Sang Buddha. Selain itu, ia menggambarkan apa yang ia lihat sebagai perbedaan serius antara vinaya (aturan monastik) dan kenyataan praktik dari para biksu Thailand. Mongkut, yang khawatir bahwa garis penahbisan monastik di Thailand telah terputus karena kurangnya kepatuhan terhadap tata tertib monastik ini, mencari garis penahbisan biksu yang berbeda dengan praktik yang lebih sesuai dengan vinaya.
Ada beberapa aturan dalam tata aturan aliran Theravāda yang, jika dilanggar, dapat mengakibatkan seorang biksu "dikalahkan"—ia bukan lagi seorang biksu meskipun ia terus mengenakan jubah dan diperlakukan sebagai seorang biksu. Setiap upacara penahbisan dalam Buddhisme Theravāda dilakukan oleh sepuluh biksu untuk mencegah kemungkinan penahbisan tersebut menjadi tidak sah karena memiliki seorang "biksu yang kalah" sebagai pembimbing. Meskipun demikian, Mongkut khawatir bahwa garis keturunan tradisi daerah tersebut telah terputus. Ia melakukan segala upaya untuk menugaskan sekelompok biksu di Thailand untuk memiliki garis keturunan yang tidak terputus yang dapat ditelusuri kembali ke zaman Sang Buddha dengan kemungkinan tertinggi.[3]
Mongkut akhirnya menemukan garis penahbisan di antara para biksu dari suku Mon di Thailand yang memiliki praktik yang lebih ketat. Ia ditahbiskan kembali dalam kelompok ini dan memulai gerakan reformasi yang pada kemudian hari akan menjadi ordo Thammayut (Dhammayuttika). Dalam mendirikan ordo Thammayut, Mongkut berupaya untuk menghapus semua unsur non-Buddhis, agama rakyat, dan takhayul yang selama bertahun-tahun telah menjadi bagian dari Buddhisme Thailand. Ia menekankan penggunaan Tripitaka Pali sebagai otoritas utama sebagai dasar untuk praktik-praktik monastik. Selain itu, para biksu Thammayut diharapkan hanya makan sebelum tengah hari dan makanan tersebut harus dikumpulkan selama putaran pindapata tradisional.[4]
Pada tahun 1836, Mongkut menjadi kepala wihara pertama dari Wat Bowonniwet yang baru. Wat Bowonniwet menjadi pusat administrasi ordo Thammayut hingga saat ini.[3]
Tak lama kemudian, Mongkut memerintahkan para biksu lain yang dekat dengannya untuk ditahbiskan kembali dalam garis keturunan para biksu dari suku Mon tersebut. Mereka termasuk para putra Mongkut, Vajirañāṇavarorasa dan Somdet Phra Wannarat "Thap", seorang sarjana Pali kelas sembilan.[5]
Menurut antropolog Jim Taylor, otobiografi Vajirañāṇavarorasa menceritakan bagaimana "Thap memiliki perbedaan dengan para biksu yang agak lebih 'duniawi' di Wat Bowornniwet, yang menyebabkan pertikaian dan akhirnya gerakan tersebut terbagi menjadi empat faksi utama yang saling bersaing (garis atau "tangkai" monastik)." Pada pertengahan abad ke-19, cabang-cabang ini menjadi begitu terasing sehingga masing-masing mengembangkan gaya chanting, interpretasi, dan penerjemahan teks Pali sendiri, dan berbeda dalam hal-hal yang terkait dengan tata tertib monastik.[6]
Baru pada tahun 1892, ketika Vajirañāṇavarorasa mengambil alih fase baru reformasi sangha, hierarki administratif Thammayut mulai membentuk visi yang kohesif. Secara resmi, Pusso Saa adalah seorang saṅgharāja (raja sangha atau kepala sangha); namun, ia hanya menjadi seorang pemimpin boneka.[7][6] Thanissaro, seorang biksu yang ditahbiskan di Tradisi Hutan Thai, mencatat bahwa pada awal abad ke-20, garis penahbisan kammaṭṭhāna Ajahn Mun membentuk kubu tersendiri dalam ordo Thammayut yang berselisih dengan reformasi Vajirañāṇavarorasa.[8]
Sementara Dhammayuttika Nikāya awalnya dimulai sebagai gerakan reformasi Buddhis di Thailand, yang kemudian mengarah pada pengembangan Tradisi Hutan Thailand, ordo ini juga telah memainkan peran politik yang signifikan di Thailand.
Sejak awal mulanya, Dhammayuttika Nikāya secara historis telah menjadi pilihan utama pemerintah dan monarki Thailand.[9][10] Didirikan oleh seorang pangeran Thailand, ordo ini selalu memiliki hubungan dekat dengan kerajaan dan secara historis memainkan peran penting dalam memastikan dukungan publik terhadap istana. Jurnalis Paul Handley menulis bahwa:
Meskipun perbedaan doktrinal antara ordo-ordo tersebut sudah tidak terlalu signifikan, menempatkan Thammayut [sic] di atas memastikan bahwa sangha tetap bersekutu erat dengan istana.[11]
Favoritisme elit Thailand terhadap ordo Dhammayuttika ini paling jelas terlihat dalam proporsi gelar monastik yang diberikan kepada para biksu senior. Meskipun hanya menaungi sekitar enam persen dari keseluruhan biksu di Thailand, lebih dari setengah gelar dan hak istimewa monastik Thailand diberikan kepada biksu-biksu dari ordo Dhammayuttika,[12] dan sembilan dari tiga belas Patriark Tertinggi Thailand di masa lalu merupakan anggota ordo Dhammayuttika.
Preferensi pemerintah dan istana Thailand untuk Dhammayuttika bahkan telah menyebabkan penindasan terhadap beberapa biksu Mahā Nikāya berperingkat tinggi yang dianggap sebagai ancaman terhadap hierarki Dhammayuttika atau pemerintah Thailand. Kasus yang paling terkenal adalah kasus Phra Phimontham, seorang biksu Maha Nikāya berperingkat tinggi yang dikenal karena pandangan pro-demokrasi dan penentangannya terhadap elitisme Dhammayuttika, yang kemungkinan akan menjadi Patriark Tertinggi Thailand berikutnya pada saat itu.[9] Pada tahun 1962, Phra Phimontham dipenjara dan dicopot dari jabatannya oleh junta militer Thailand saat itu dan dicemarkan nama baiknya secara luas di media Thailand atas beberapa tuduhan pidana. Skandal tersebut memungkinkan junta militer untuk meloloskan undang-undang reformasi Sangha yang selanjutnya memusatkan administrasi Sangha Thailand di bawah kendali Dhammayuttika. Menyusul perubahan pemerintahan, berbagai tuduhan pidana terhadap Phra Phimontham kemudian ditetapkan sebagai tuduhan palsu selama ini. Kenyataannya, junta militer menindas Phra Phimontham karena pandangan politiknya dan menyebarkan tuduhan palsu di media untuk menangkapnya dan membatasi pengaruhnya, serta untuk mengonsolidasikan kekuasaannya atas Sangha.[9][11]
Seiring berjalannya waktu, analis berita juga menggambarkan tindakan penolakan junta militer 2014 terhadap Wat Phra Dhammakaya dan Wat Paknam Bhasichareon sebagai tindakan politis kedua Nikāya ini.[13] Dari tahun 2013-2017, biksu yang menjadi calon Patriark Tertinggi berikutnya adalah seorang biksu Maha Nikāya, Somdet Chuang Varapuñño, dari Wat Paknam Bhasicheroen.[14][15][note 1] Namun, tuntutan hukum yang melibatkan Somdet Chuang dan Wat Phra Dhammakaya yang berafiliasi menyebabkan pengangkatannya ditunda dan akhirnya ditarik, dengan kandidat lain dari persaudaraan Dhammayuttika ditunjuk sebagai gantinya. Tuntutan hukum terhadap Wat Phra Dhammakaya dan Somdet Chuang, pada kenyataannya, akhirnya digunakan sebagai alasan oleh junta untuk menarik pencalonannya.[17][18] Dua hari setelah pencalonan Somdet Chuang secara resmi ditarik, Wat Paknam kemudian dibebaskan dari semua tuduhan.[19][20][21]
Pada tanggal 7 Februari 2017, Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha mengonfirmasi pengangkatan Somdet Phra Maha Muniwong sebagai Patriark Tertinggi Thailand ke-20 dalam pidato yang disiarkan di televisi. Ia adalah kepala wihara Wat Ratchabophit dan anggota terkemuka dari ordo Dhammayuttika Nikāya[22] Perdana menteri menyatakan: "Saya menyerahkan nama lima biksu yang memenuhi syarat untuk dipertimbangkan oleh Yang Mulia. Pada Senin malam, saya diberitahu bahwa Yang Mulia memilih Somdet Phra Maha Muniwong."[23]
Selama investigasi kasus penipuan kuil Thailand tahun 2017–18, antropolog Jim Taylor menggambarkan penangkapan yang dilakukan selama investigasi sebagai "rezim istana yang berkuasa" yang mencoba mengonsolidasikan kekuasaan kerajaan pusat tradisional dengan menyingkirkan beberapa biksu Maha Nikāya berperingkat tinggi dan anggota Dewan Tertinggi Sangha. Taylor berpendapat bahwa hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa patriark tertinggi berikutnya juga berasal dari Dhammayuttika Nikāya, dengan menunjuk pada campur tangan junta sebelumnya terhadap posisi tersebut pada tahun 2017 dan bahwa semua tersangka adalah biksu non-kerajaan berperingkat tinggi.[24] Faktanya, pada bulan Juli 2018, junta mengesahkan undang-undang yang memberikan Raja Thailand hak untuk memilih anggota Dewan Tertinggi Sangha alih-alih para biksu. Dugaan korupsi dalam Sangha dari investigasi ini dikutip sebagai alasan perubahan tersebut.[25]
Pada tahun 1855, Raja Norodom dari Kamboja mengundang Preah Saukonn Pan, juga dikenal sebagai Maha Pan, seorang biksu Khmer yang dididik dalam Dhammayuttika Nikāya, untuk mendirikan cabang ordo Dhammayuttika di Kamboja.[26] Maha Pan menjadi Saṅgharāja pertama dari silsilah Dhammayuttika, yang bertempat di Wat Botum, sebuah wihara baru yang didirikan oleh raja yang dikhususkan untuk para biksu Dhammayuttika. Ordo Dhammayuttika Kamboja mendapat keuntungan dari perlindungan kerajaan tetapi terkadang juga dicurigai karena hubungan dekatnya dengan monarki Thailand.[27]
Ordo Dhammayuttika di Kamboja sangat menderita di bawah pemerintahan Khmer Merah. Pada masa pemerintahan tersebut, ordo ini kerap menjadi sasaran penindasan karena dianggap memiliki ikatan dengan monarki dan negara asing. Antara tahun 1981 dan 1991, Dhammayuttika Nikāya digabungkan dengan Mohanikay (Māha Nikāya) Kamboja dalam sistem saṅgha terpadu yang didirikan di bawah dominasi Vietnam. Pada tahun 1991, Raja Norodom Sihanouk kembali dari pengasingan dan menunjuk Dhammayuttika Saṅgharāja baru untuk pertama kalinya dalam sepuluh tahun, yang secara efektif mengakhiri kebijakan penggabungan resmi sebelumnya. Dhammayuttika tetap ada di Kamboja, meskipun para biksu di dalamnya merupakan minoritas yang sangat kecil. Dalam menanggapi isu-isu seperti peran biksu dalam pengobatan dan pendidikan HIV/AIDS, Saṅgharāja saat ini, Bour Kry, telah mengambil posisi yang lebih liberal dibandingkan pemimpin Mohanikay (Mahā Nikāya), Tep Vong, namun tidak seradikal kelompok Buddhisme Terjun Aktif tertentu dalam ordo Mohanikay.[27]
Dhammayutti Mahayin Gaing (Burma: ဓမ္မယုတ္တိနိကာယမဟာရင်ဂိုဏ်း; dari Pali: gaṇa "kelompok, perkumpulan") bermula dari "tradisi reformasi Mon pada akhir abad ke-19 [yang] menelusuri garis keturunannya hingga ordo Thai Thammayut (sic)."[28] Ordo ini adalah salah satu dari 9 ordo monastik (nikāya) yang legal secara hukum di Myanmar, berdasarkan Undang-Undang tentang Organisasi Saṅgha tahun 1990.[29]
Menurut statistik tahun 2016 yang diterbitkan oleh Komite Saṅgha Mahā Nāyaka, 823 biksu tergabung dalam ordo monastik ini, mewakili 0,15% dari seluruh biksu di negara tersebut, menjadikannya ordo monastik terkecil kedua yang lergal secara hukum. Sehubungan dengan representasi geografis, mayoritas biksu Mahayin tinggal di Negara Bagian Mon (76,91%), diikuti oleh Negara Bagian Kayin yang berdekatan (13,61%).[30]
Pada tanggal 23 Oktober 1976, dibentuk Saṅgha Theravāda Indonesia di Vihāra Mahā Dhammaloka (sekarang Vihāra Tanah Putih), Semarang. Saṅgha Theravāda Indonesia dibentuk oleh para biksu yang bukan anggota dari Saṅgha yang sudah ada di Indonesia pada waktu itu. Organisasi saṅgha tersebut didirikan oleh 5 orang biksu yang ditahbiskan dalam tradisi Dhammayuttika Nikāya Thailand, yaitu Bhikkhu Aggabalo, Bhikkhu Khemasarano, Bhikkhu Sudhammo, Bhikkhu Khemiyo, serta Bhikkhu Ñaṇavutto.[31] Peristiwa bersejarah itu turut disaksikan oleh dua Dhammaduta Thailand, yaitu Bhante Suvirayan (sekarang Phra Dhamchetiyachan) dan Bhante Sombat Pavitto (sekarang Phra Vidhurdhammabhorn) yang ditahbiskan di Wat Bowonniwet, wihara yang menjadi pusat ordo Dhammayuttika.[32]
Selain itu, juga ada Sangha Theravāda Dhammayut Indonesia yang menaungi para biksu asli Thailand dengan garis penahbisan Dhammayuttika Nikāya.[33]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.