Loading AI tools
merek mi instan di Indonesia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Indomie adalah merek mi instan yang diproduksi oleh Indofood CBP, anak perusahaan Indofood Sukses Makmur di Indonesia.[1] Indofood sendiri merupakan produsen mi instan terbesar di dunia, dengan puluhan pabrik di berbagai negara. Pasar ekspor utama Indofood termasuk Timor Leste, Australia, Papua Nugini, Arab Saudi, Taiwan, dan negara-negara lain di Eropa, Afrika, Timur Tengah, dan Asia.[2]
Penyuntingan Artikel oleh pengguna baru atau anonim untuk saat ini tidak diizinkan. Lihat kebijakan pelindungan dan log pelindungan untuk informasi selengkapnya. Jika Anda tidak dapat menyunting Artikel ini dan Anda ingin melakukannya, Anda dapat memohon permintaan penyuntingan, diskusikan perubahan yang ingin dilakukan di halaman pembicaraan, memohon untuk melepaskan pelindungan, masuk, atau buatlah sebuah akun. |
Jenis produk | Mi instan |
---|---|
Pemilik | Jangkar Jati Group (1972–1992) Salim Group (Indofood Sukses Makmur) (1984–sekarang) |
Produsen | Indofood CBP |
Negara | Indonesia |
Diluncurkan | 1972 |
Pasar | Seluruh dunia |
Pemilik sebelumnya | PT Sanmaru Food Manufacturing Co. Ltd. (1972–1994) PT Indofood Sukses Makmur Tbk (1994–2009) |
Jargon |
|
Situs web | www |
Merek Indomie pertama kali dirintis oleh Djajadi Djaja (lewat PT Djangkar Djati, bersama Wahyu Tjuandi, Ulong Senjaya, dan Pandi Kusuma).[3] Selanjutnya, Djangkar Djati akan berubah nama menjadi PT Wicaksana Overseas International Tbk, salah satu distributor produk-produk consumer goods terbesar di Indonesia).[4] Pada 27 April 1970,[5] sebagai anak usaha dari Djangkar Djati, Djajadi mendirikan PT Sanmaru Food Manufacturing Co. Ltd.[lower-alpha 1] dan memperkenalkan ke publik merek baru: Indomie (gabungan dari kata Indonesia dan Mie) pada tahun 1972.[7] Indomie merupakan salah satu merek mi instan terawal yang muncul di pasaran Indonesia, dengan kala itu hanya memiliki dua rasa (kaldu ayam dan udang). Selain memasarkan produknya dalam negeri, pada 1982—1983 Sanmaru juga mulai melakukan ekspor ke negara tetangga, seperti Brunei, Malaysia, dan Singapura, serta ke Eropa, Australia, dan Amerika Serikat.[8] Pabriknya ada di Ancol, Jakarta Utara.[9]
Pada tahun 1982, barulah kerajaan bisnis Salim Group memasuki bisnis mi instan dengan memperkenalkan merek lain bernama Sarimi. Awalnya, mengingat pada saat itu posisi Salim yang kuat (bahkan memonopoli) perdagangan terigu dengan Bogasari, Salim menginginkan merek Indomie yang populer itu agar berpindah kepadanya. Selain itu, pada saat itu Indonesia sedang mengalami swasembada beras sehingga pabrik Sarimi menjadi kelebihan operasional. Diharapkan, jika Indomie mau bekerja sama dengan Sarimi, maka Salim Group tidak perlu merugi. Namun, Djajadi menolak keinginan itu. Respon Salim adalah membesarkan produk Sarimi-nya dengan agresif dengan banyak iklan dan promosi, sehingga bisa meraih pasar 40% dalam waktu cepat. Melihat "keperkasaan" Salim Group itu, Djajadi pun melunak dengan tawaran baru dari Salim. Pada 20 Juli 1984,[6] keduanya sepakat untuk membentuk perusahaan patungan bernama PT Indofood Interna Corporation. Di sini, Djajadi dkk mendapat 57,5% dan Salim dkk 42,5%.[lower-alpha 2][11] Lalu, pada 30 Agustus 1986, saham PT Sanmaru yang memproduksi Indomie diambil alih oleh PT Indofood Interna (serta selanjutnya juga diakuisisi PT Super Mi Indonesia dari pemegang saham lain).[10]
Dalam periode ini, Indomie sudah memiliki beberapa varian, seperti kari ayam (1980),[12] sop sapi, mi goreng (1982),[13] udang spesial, ayam spesial,[14] dan rendang ayam (1984).[15] Menurut tesis Mutiara Sari Dewi (2015), lewat perkenalan rasa-rasa baru tersebut yang cocok dengan lidah masyarakat (ditambah faktor lain, seperti adanya pesaing kuat dan sumber gandum baru dari Australia yang lebih baik), Indomie mulai diminati masyarakat Indonesia.[16] Menjelang tahun 1986, Indomie sudah memiliki 4 pabrik, yaitu di Jakarta (Ancol), Medan, Surabaya, dan Palembang,[17] dengan karyawan pada tahun 1990 mencapai 2.900 orang.[18]
Entah bagaimana, kemudian saham Djajadi (dan rekan-rekan) di PT Indofood Interna seluruhnya menjadi kekuasaan Salim Grup. Menurut Anthony Salim, saham itu bisa menjadi milik mereka karena Djajadi (dan rekan-rekannya) sibuk berkonflik sehingga Salim dapat mencari untung di saat itu. Memang, pada saat itu salah satu partner Djajadi di PT Wicaksana, Pandi Kusuma justru memilih menjadi partner Salim. Namun, ada juga rumor bahwa Salim "memaksa" Djajadi untuk menyerahkan sahamnya, misalnya dengan menghentikan suplai terigu ke pabrik PT Sanmaru. Selain itu, pada tahun 1992 Salim memutuskan tidak lagi memakai perusahaan Djajadi, Wicaksana sebagai distributor, melainkan kini memakai anak usahanya bernama Indomarco Adi Prima. Walaupun demikian, pihak Salim membantah rumor bahwa Djajadi dan mereka memliki hubungan yang tidak baik maupun rumor-rumor negatif tersebut.[19] Pasca Juni 1992, Djajadi sudah tidak lagi memiliki saham di pabrik Indomie setelah melepas saham miliknya yang tersisa ke Salim Grup.[20][6]
Di awal 1994, PT Indofood Interna dan PT Sanmaru digabung dalam perusahaan baru: PT Indofood Sukses Makmur Tbk (kemudian sejak 2009, produksinya dialihkan ke anak usahanya, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk). Di bawah kekuasaan Indofood inilah, Indomie makin meluas dan memproduksi banyak sekali varian, dari varian biasa, varian daerah, varian khusus (seperti mi keriting dan mi siram), dan lain-lain. Indomie pun menjadi mi instan No. 1 di Indonesia. Kemudian, di bawah Salim pula Indomie berhasil berkembang menjadi merek internasional, seperti ke Nigeria dan Arab Saudi.[21][22]
Pasca kejatuhan Orde Baru, Djajadi tampaknya berusaha mengambil peluang dengan kondisi masyarakat yang tidak menyukai budaya kronisme Soeharto. Pada 17 Desember 1998 ia menggugat Indofood ke pengadilan, karena ia merasa telah dipaksa menjual sahamnya dan mereknya di PT Indofood Interna dengan harga rendah. Djajadi juga menuduh Salim telah memanipulasi kepemilikan saham agar sahamnya makin mengecil.[23] Menuntut ganti rugi Rp620 miliar, Djajadi kalah sampai banding di Mahkamah Agung.[24][10][11] Kalah dari Salim, Djajadi lebih memilih untuk melanjutkan bisnis pabrik mi instan baru yang sudah dirintisnya sejak Mei 1993, di bawah PT Jakarana Tama yang kini memasarkan merek GaGa.[25][26] Di bawah Salim Group, sejak 1984 sampai sekarang, Indomie tetap sukses dan dikenal luas masyarakat Indonesia maupun luar negeri.
Indomie selalu mengeluarkan varian rasa baru setiap tahunnya. Indomie sempat mengganti desain kemasan standarnya pada bulan Januari 2005, yang saat ini masih dipakai untuk varian Rasa Ayam Spesial. Kemasan Indomie standar yang beredar saat ini diperkenalkan pada bulan Desember 2009 dan diluncurkan ke pasaran pada tanggal 3 Januari 2010.[27] Namun, untuk pasar ekspor, kemasan lama tetap dipertahankan di beberapa negara hingga beberapa tahun kemudian.
Saat ini, Indomie memiliki banyak pilihan rasa yang tersedia di seluruh Indonesia. Selain itu, juga terdapat beberapa pilihan rasa Indomie yang tersedia di wilayah tertentu.
Indomie merupakan salah satu merek yang penyebarannya paling luas di Indonesia, dan satu dari sedikit brand lokal yang penyebarannya sudah mendunia (tersedia di 100 negara). Untuk memproduksinya Indofood CBP memiliki 30 pabrik di berbagai negara dengan kapasitas produksi mencapai 35 miliar bungkus per tahun, baik untuk keperluan domestik maupun ekspor. Laporan dari Kantor Brand Footprint di tahun 2022 menempatkan Indomie di posisi merek paling dipilih konsumen di Indonesia, merek makanan paling dipilih ketiga di dunia, dan merek paling dipilih ke-8 di dunia.[44] Di Indonesia Indofood CBP saat ini memiliki 15 pabrik mi instan yang tersebar di kota-kota berikut:[45]
Indofood sendiri memiliki jaringan distribusi yang kuat[59] dan dukungan bahan baku yang terintegrasi (juga memproduksi mulai dari minyak sawit, terigu hingga saus), yang ikut membantu kinerja bisnis mi instannya.
Selain di Indonesia, pabrik Indomie juga didirikan di sejumlah negara seperti Malaysia, Arab Saudi, Turki, Nigeria, Kenya, Mesir, Ghana, Maroko dan Serbia.[59] Banyak pabrik-pabrik tersebut yang dibangun dan dimiliki secara patungan dengan perusahaan lain. Adapun di Afrika Barat, rekan utama Salim Grup/Indofood adalah Tolaram Group, sebuah konglomerasi perdagangan Singapura. Sedangkan di Afrika Timur dan Timur Tengah, Salim bekerjasama dengan Said Bawazir Trading Corporation (dimiliki keluarga Bawazir dari Arab Saudi) dalam tiga wadah: Pinehill, Salim Wazaran Group dan Golden Coast Group. Posisi Salim/Indofood di sini adalah sebagai pemegang saham utama, ditambah menjual lisensi penggunaan merek dan bahan baku, bantuan teknis produksi, dll.[60] Variasi Indomie yang beredar di luar negeri bisa berbeda juga dengan yang ada di Indonesia.[19] Misalnya Indomie di Nigeria memiliki varian Relish, sementara di Mesir, dijual Indomie rasa sosis, dan di beberapa negara sempat dipasarkan Indomie rasa chicken tikka masala dan chicken pepper flavour.[61] Perbedaan target pasar juga menyebabkan perbedaan pada berbagai hal lain seperti wujud kemasan dan bentuk bumbu.[62]
Menurut pimpinan Indofood, Franky Welirang, perusahaannya mulai serius menggarap pasar ekspor sejak tahun 1992 dengan pendirian Direktorat Ekspor Indofood (meskipun sebenarnya Indomie tercatat sudah diekspor sejak awal 1980-an). Pasar yang awalnya difokuskan adalah yang negara-negara yang menjadi tujuan pengiriman buruh migran Indonesia, seperti Taiwan, Hong Kong dan Arab Saudi, ditambah negara tujuan pelajar Indonesia seperti Amerika Serikat dan Australia. Untuk membantu ekspor maupun pemasarannya Indofood memiliki regional office dan pabrik di negara-negara yang ditargetkan.[63] Tidak kalah penting menurut Franky adalah bantuan dari diaspora Indonesia yang melalui teknik dari mulut ke mulut, mampu memperkenalkan Indomie di negara mereka tinggal.[64]
Adapun penyebaran Indomie di beberapa negara selain Indonesia adalah sebagai berikut:
Indomie memasuki Malaysia pada awal 1980-an (diperkirakan 1982)[65] lewat pendirian dua perusahaan, yaitu Sanmaru Overseas Marketing Sdn. Bhd. (importir merangkap distributor) pada Juli 1983 dan Far East Food Industries Sdn. Bhd. (manufaktur, berbasis di Sibu, Sarawak). Menargetkan pasar Malaysia, Singapura dan Brunei, kedua perusahaan ini dimiliki oleh pemilik Indomie saat itu, Djajadi Djaja (mayoritas) berpatungan dengan pengusaha lokal Yeoh Jin Beng.[6] Produksinya yang terkenal adalah Indomie varian Mi Goreng, yang diklaim berhasil memimpin pangsa pasar mi instan goreng di Malaysia selama dua dekade.[65]
Sama seperti kisah Indomie di Indonesia, di ketiga negara tersebut (khususnya Malaysia) sempat terjadi perebutan merek Indomie antara Yeoh dan Indofood Sukses Makmur selama beberapa tahun yang akhirnya dimenangkan Indofood. Cerita bermula ketika didirikan, merek Indomie awalnya didaftarkan di Malaysia atas nama Sanmaru Overseas (sedangkan di Indonesia atas nama Djajadi secara personal). Ketika PT Indofood Interna Corp. didirikan pada tahun 1984 oleh Djajadi dan Grup Salim, direncanakan seluruh penguasaan merek Indomie akan diserahkan kepada Indofood Interna. Adapun untuk Sanmaru Overseas, merek Indomie (bersama merek Top Mie, Pop Mie, Nutrimi - Yin Duo dan Indomie Mi Goreng) ditargetkan akan diserahkan selambat-lambatnya pada 26 September 1990. Sebagai salah satu pemegang saham Sanmaru Overseas, Yeoh rupanya menganggap merek Indomie yang populer itu sudah menjadi miliknya juga, sehingga meminta ganti rugi US$ 680.000. Namun, pihak Indofood Interna hanya menjanjikan RM 10, sehingga Yeoh kecewa dan menolak menyerahkan 5 merek tersebut kepada Indofood Interna.[6]
Maka dimulailah saling gugat-menggugat antara Indofood dan Yeoh selama bertahun-tahun. Pada 13 Oktober 1993 gugatan pertama dilayangkan oleh PT Indofood Interna dan PT Sanmaru Food Manufacturing kepada Sanmaru Overseas Sdn. Bhd., Far East Sdn. Bhd. dan Yeoh di pengadilan Kuala Lumpur yang meminta ketiganya segera menyerahkan 5 hak merek kepada pemiliknya yang sah.[66] Namun gugatan tersebut tidak dilanjutkan dan dibiarkan mati sejak 12 Mei 1994.[6] Nampaknya terjadi uneasy relationship antara pemilik Indomie yang baru (Salim Grup) dan Yeoh. Meskipun Sanmaru Overseas tetap secara nominal dikuasai Yeoh, namun Far East Food Industries secara efektif sejak 15 Desember 1991 sudah berada di tangan Salim Grup sebagai pemegang saham mayoritas (lewat PT Indofood Interna).[6] Bahkan pada 1 Januari 1992 51% saham produsen Indomie di Malaysia itu diakuisisi oleh Indocement bersama perusahaan makanan Salim Grup lainnya.[67]
Keadaan berubah kemudian ketika Yeoh menguasai perusahaan lain milik Djajadi di Malaysia (Wicaksana Overseas International (M) Sdn. Bhd., didirikan pada 1989) dan mengubah namanya menjadi Biz-Allianz International (M) Sdn. Bhd. Meskipun awalnya juga berbisnis sama seperti Wicaksana (importir dan distributor), Biz-Allianz kemudian juga mengklaim merek Indomie di Malaysia, sedangkan produksi mi-nya dimaklonkan ke Selera Citarasa Sdn. Bhd.[68] Beberapa varian Indomie yang diproduksi seperti Indomie Mi Goreng Asli, Indomie Mi Goreng Kari Kapitan, Indomie Mi Goreng Perisa Ala Thai, Indomie Mi Goreng Sambal Udang, Indomie Lifestyle Curry, Indomie Ayam dan merek lain (Miko dan bihun).[69][70][71] Kemudian pada 2 Mei 2002, 77,78% saham Biz-Allianz dijual oleh Yeoh Jin Beng (bersama Yeoh Jin Hoe dan Yeoh Jin Aik) kepada sebuah perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Kuala Lumpur bernama OCB Berhad. Pada saat bersamaan OCB juga membeli 50% saham Selera Citarasa Sdn. Bhd. dan 100% saham pabrik mi lain, Ibufood Corporation Sdn. Bhd.[72] Yeoh lalu diangkat menjadi salah satu pimpinan OCB bidang consumer goods, dan Biz-Allianz bersama Selera Citarasa menjadi anak usaha Ibufood Corporation. Hal ini membuat Indomie memiliki "saudara" baru di Malaysia bernama Ibumie[73] dan Rindumie.[74]
Tidak terima dengan aksi tersebut, pada 22 Oktober 2002 Indofood Sukses Makmur (sebagai pengganti PT Sanmaru Food Manufacturing dan PT Indofood Interna Corp.) melayangkan gugatan kembali mengenai merek Indomie. Pihak Yeoh membalasnya dengan meminta gugatan Indofood SM dihentikan karena dirasa perlu menyajikan relasi antara Sanmaru, Indofood Interna dan Indofood SM. Namun usaha Yeoh (bersama Sanmaru Overseas dan Far East Food) gagal, dimana hal yang sama terjadi pada putusan banding yang dibacakan pengadilan Malaysia pada 2008 dan 2009. Ditemukan dalam proses persidangan bahwa Yeoh telah berbohong, kesaksiannya berubah-ubah dan berniat menunda persidangan. Faktanya, pembayaran yang disepakati hanya RM 10, bukannya US$ 680.000 dan dirinya saat perjanjian transfer merek adalah "anak buah" dari pabrik Indomie di Indonesia. Sebaliknya, perwakilan Indofood SM berhasil membuktikan kesahihan kesaksiannya.[6][66][75] Secara efektif, maka merek Indomie harus diserahkan kepada Indofood SM oleh Yeoh ketika putusan terakhir dibacakan.[76]
Saat sengketa merek Indomie masih disidangkan di pengadilan Malaysia, Indofood Sukses Makmur melakukan ekspor mi instannya ke Malaysia, Singapura dan Brunei dengan menggunakan merek Indofood[77] yang sempat dipasarkan dalam beberapa varian. Akibat kemenangan gugatan tersebut, sejak 2009, Indofood menggunakan nama Indomie untuk ekspor ke Malaysia, yang versi awalnya dipasarkan dalam rasa "Perisa Asli" dan "Perisa Spesial". Sedangkan Indomie buatan Ibufood Corporation mengganti namanya menjadi Ibumie (sampai saat ini), meskipun tetap menyandang wordmark "Mi Goreng".[78][79][80][81][82]
Importir Indomie di Malaysia awalnya adalah UDI Marketing Sdn. Bhd.[78] Belakangan Indofood Sukses Makmur (kini Indofood CBP) menggunakan anak usahanya yang berbasis di Malaysia, Indofood (M) Food Industries Sdn. Bhd. (didirikan pada tahun 1997 dan diakuisisi Indofood SM pada 2006)[83][84] sebagai produsen Indomie di Malaysia. Pabriknya ada di Ipoh, Perak, Malaysia yang memproduksi sejumlah varian Indomie untuk pasar lokal dan ekspor. Selain Indomie Goreng, sejak 2015 mereka juga memperkenalkan varian Indomie kuah (kari dan soto)[85] dan produk makanan ringan Chitato dan Trenz.[86] Pada tahun 2017 diperkirakan merek Indomie memiliki pangsa pasar 3,4% (sedangkan eks-saudaranya Ibumie 7,5% dan Mie Sedaap 5,1%) untuk pasar Malaysia.[87]
Untuk pasar Singapura produk buatan Indofood (M) Food Industries Sdn. Bhd. diimpor dan didistribusikan oleh Universal Integrated Corporation Consumer Products Pte. Ltd., pabrik sabun milik Grup Salim[88] di "Negeri Singa".[89] Sedangkan Brunei Darussalam menjadi satu-satunya negara dimana merek yang digunakan bukanlah Indomie, melainkan Indofood. Mi instan Indofood tersedia dalam tiga varian Mi Goreng, yaitu Pedas, Original dan BBQ Chicken (Ayam Panggang), dengan kemasan yang digunakan diambil dari versi ketika Indomie goreng diluncurkan pertama kali di Indonesia (1982).[90][91] Importir untuk Brunei adalah Syarikat Aliaa Sdn. Bhd. (importir utama dengan merek Indofood),[92] Lo Eng Chang Importer,[93] dan Alking Trading Co. Sdn. Bhd.[94]
Produk mi instan ini memasuki pasar Papua Nugini pada pertengahan 2000-an, diperkirakan pada tahun 2007.[95] Rasa yang populer adalah kakaruk (ayam) dan mi goreng.[96][97] Impor Indomie di Papua Nugini diageni oleh Super Value Stores Ltd., sebuah perusahaan ritel lokal.[98]
Di "Negeri Kanguru" ini, Indomie mulai beredar kira-kira pada 1990-an, dibawa oleh para pelajar Indonesia yang sedang berkuliah.[99] Saat ini Indomie merupakan produk yang cukup populer di banyak penduduk Australia, terutama varian mi goreng.[100] Indofood pun tercatat sebagai salah satu importir mi instan terbesar di Australia.[101] Beberapa cerita unik pun muncul dari popularitasnya. Seperti selain populer di mata mahasiswa dan masyarakat bawah (karena harganya yang murah, karena sebungkus Indomie di Australia dibanderol sekitar Rp 6.000 atau AU$ 3 per pak isi 5 bungkus),[102] Indomie juga populer di kalangan narapidana. Sampai-sampai pemerintah negara bagian Victoria harus menganggarkan Rp 5,3 miliar untuk menyediakan Indomie di penjara.[103] Indomie juga sering dikreasikan dalam bentuk yang unik, seperti sandwich, keripik kentang, onigiri, donat, dan kentang goreng.[104]
Meskipun tidak memiliki pabrik di tiga wilayah ini (diimpor), namun Indomie tetap memiliki peminat yang besar. Di Hong Kong dan Taiwan, yang membawa Indomie dan menjadi pasar utamanya adalah para TKW Indonesia yang bekerja di kedua wilayah tersebut.[105][106] Belakangan mi instan ini juga populer di kalangan warga lokal, bahkan memiliki resep dan bungkus sendiri yang menyesuaikan pasar lokal. Di Taiwan baru-baru ini misalnya varian mi goreng dipecah menjadi dua, yaitu rasa bawang otentik dan rasa original otentik.[107] Sedangkan di Hong Kong, ada varian "mi goreng original flavour" dengan kemasan yang tidak ditemukan di Indonesia.[108] Di Taiwan juga dapat ditemukan Indomie rasa sate dan Indomie goreng dalam kemasan cup.[109]
Indomie juga memasuki pasar Tiongkok. Pada Maret 2023 sempat muncul kehebohan di media sosial Indonesia ketika sebuah akun di TikTok mengunggah sebuah mi instan lokal yang wujudnya mirip dengan Indomie. Merespon hal tersebut, pihak Indofood CBP menyebut bahwa mi instan itu bukan produk mereka.[110]
Pada tahun 2021 Indomie mulai menjajaki pasar Pakistan lewat pendirian pabrik di Kawasan Industri Faisalabad. Mulai beroperasi pada akhir 2021,[111] pabrik ini ada di bawah Pinehill Private Limited.[112] Ada tiga rasa yang ditawarkan Indomie di Pakistan, yaitu ayam, sayur dan sapi dalam kemasan 70 dan 120 gram.[113]
Indomie terbilang produk baru di Turki, dengan mulai didistribusikan pada awal 2010 oleh perusahaan Adkoturk Gida Sanayi Ve Ticaret Limited Şirketi yang berbasis di Adana milik Salim Wazaran dan keluarga Birincikşi.[114] Pada saat mulai dipasarkan Indomie merupakan produk yang asing bagi masyarakat Turki. Hal ini karena sikap warga Turki yang cenderung cinta buatan dalam negeri dan tidak biasa mengonsumsi mi instan. Adkoturk pun berjuang dengan melakukan riset, berusaha mengeksplor pasar ritel dan anak muda, melakukan promosi dengan berbagai medium, dan mendirikan kantor di Istanbul pada 2011 untuk mempopulerkan mi instan ini. Hasilnya cukup memuaskan, dengan pada tahun 2019 sudah merengkuh 90% pangsa pasar, mampu didapatkan dengan mudah di banyak wilayah Turki, ditambah memiliki sebuah pabrik di Tekirdağ. Pabrik milik Adkoturk ini mampu memproduksi 550.000 karton mi perbulan (450.000 karton Indomie bungkus dan 50.000 karton Indomie cup).[115][114][116][117][118]
Indomie merupakan merek mi instan terpopuler di Arab Saudi dengan merengkuh 95% pangsa pasar di sana. Mulanya Indomie diperkenalkan oleh buruh migran Indonesia yang bekerja di Saudi, sebelum akhirnya diluncurkan secara resmi pada tahun 1986. Orang-orang Saudi yang memperkerjakan TKW Indonesia pun ikut tertarik menyantap Indomie yang menaikkan popularitasnya dalam waktu singkat. Untuk memenuhi permintaan pada Oktober 1992 didirikan pabrik pertama yang berlokasi di Jeddah, yang disusul pabrik kedua yang ada di kota Dammam pada 2005.[119][120] Kedua pabrik tersebut bisa memproduksi 5,5 juta bungkus mi per hari dengan merek Indomie dan Toya.[121] Adapun kedua pabrik berada di bawah Pinehill Arabia Food Ltd.[122] yang merupakan joint venture antara Indofood CBP (59%)[123] dan Said Bawazir Trading Corporation.[19]
Negara Timur Tengah lainnya yang menjadi pasar utama Indomie adalah Mesir. Mulanya mi instan ini diperkenalkan sebagai hasil perdagangan antara negara tersebut dengan Indonesia dan Arab Saudi, dan adanya warga Mesir yang berkunjung ke Saudi. Indomie merupakan pelopor produk mi instan di Mesir. Popularitasnya yang meningkat di era 1990-an mendorong pengusaha lokal, Maher Abu Alata dan Grup Wazaran (yang juga dimiliki pengusaha Saudi pemilik Pinehill) menjadi pengimpor resmi Indomie dari Arab Saudi. Untuk memuluskan lagi pemasarannya pada tahun 2005 dibentuk kerjasama antara Wazaran-Grup Salim-Abu Alata dalam wadah Salim Wazaran Abu Elata LLC (Sawata) yang didirikan pada 27 November 2006. Pabrik Indomie yang berlokasi di Kota Badr diresmikan pada 1 Oktober 2009,[124][19] yang disusul pabrik lainnya di Robeki. Diperkirakan pabrik Indomie di Mesir mempekerjakan lebih dari 1.000 karyawan lokal dan memproduksi 1,2 juta bungkus mi instan per hari[125] dengan merek Indomie dan Supermi. Adapun perusahaan ini merupakan joint venture antara Salim Wazaran Group sebesar 85% dan Abu Alata 15%.[114]
Sama seperti di negara-negara Timur Tengah lainnya, pemasaran Indomie di Suriah ditangani Salim Wazaran (sejak 2023 dikuasai Golden Coast Group)[126] lewat anak usahanya Salim Wazaran Brinjikji Co. Ltd. (Sawab). Perusahaan ini dimiliki secara patungan oleh Salim Wazaran/Golden Coast (80%) dan pengusaha lokal Ayman Bergenjiki (20%).[127][128] Pada mulanya Indomie yang dipasarkan di Suriah diimpor dari pabrik Indomie yang ada di Dammam, Arab Saudi,[129] namun belakangan Sawab memiliki satu pabrik di Adra Industrial City, Damaskus sejak 2006. Indomie merupakan salah satu produk paling populer di Suriah, khususnya bagi rakyat miskin dengan harga SYP 1.000/bungkus. Munculnya Perang Saudara Suriah sejak 2011 sempat menghambat kinerja Sawab dalam memasarkan Indomie, dan pabrik ini dikabarkan hampir berhenti beroperasi karena sejumlah alasan. Misalnya dari 2014 hingga 2018, Indomie sempat tidak dapat dipasarkan di kota Aleppo akibat kehancuran sarana distribusi di tengah perebutan kota itu.[130] Pabriknya di Damaskus, walaupun tetap beroperasi selama perang,[131][19] sempat dikabarkan beberapa kali akan ditutup, seperti pada akhir 2016 dan September 2022. Rencana penutupan itu, yang dikarenakan sulitnya mengakses bahan baku yang diimpor dan masalah perpajakan, akhirnya tidak jadi dilanjutkan akibat rayuan pemerintah Suriah. Menurut seorang pengamat politik, "rayuan" (atau tekanan) pemerintah Suriah terhadap Bergenjiki disebabkan begitu populernya Indomie di Suriah, sehingga jika mi instan ini sampai berhenti diproduksi, pemerintah Suriah (yang hingga saat ini masih harus melawan pemberontak) akan semakin kehilangan legitimasinya.[132][133]
Salim Wazaran (sejak 2023 diambil alih oleh Golden Coast Group) juga memasarkan Indomie di negara Timur Tengah lainnya yaitu Sudan, lewat Salim Wazaran Bashary Food Co. Ltd. (disingkat Sawabash), yang juga dimiliki bersama pengusaha lokal.[126] Pabrik ini ada di ibukota Sudan, Khartoum yang selesai dibangun pada Juni 2010 dan mulai memproduksi Indomie pada Juli 2011. Varian yang diproduksi sama seperti di sejumlah negara-negara Arab lainnya (chicken, beef, special chicken, dll) dan merek Supermi varian vegetables.[134] Produk Indomie saat ini tersebar luas di berbagai toko, namun konsumsinya tidak besar seperti di Mesir dan Arab Saudi. Hal ini mengingat kultur masyarakat Sudan yang menganggap mi sebagai makanan asing dari Tiongkok dan harga Indomie yang jauh lebih mahal dibanding roti yang merupakan makanan pokok di sana.[135]
Di pabrik Indomie milik Sawabash, juga dipekerjakan sejumlah WNI; mereka dipulangkan menyusul pecahnya Perang Sudan 2023.[136]
Di negara ini Salim Wazaran memiliki anak usaha bernama Salim Wazaran Hilabi Co. Ltd. (disingkat Sawahi).[137] Sawahi pernah memiliki pabrik Indomie di Aden, namun tutup sejak Perang Saudara Yaman pecah di bulan April 2015.[138] Adapun pekerjanya dialihkan ke pabrik Indomie di negara lain.[139]
Bisnis Indomie di Etiopia ada di bawah perusahaan milik Salim Wazaran (sejak 2023 Golden Coast Group)[126] Salim Wazaran Yahya Food Mfg. Plc. (disingkat Sawaya),[140] yang dimiliki bersama pengusaha lokal Etiopia Yasin Sayed Omar.[141] Produk Indomie mulai memasuki pasar negara itu pada 2005, mulanya masih diimpor. Pada tahun 2014 didirikan pabrik yang berlokasi sekitar 30 km selatan ibukota Etiopia Addis Ababa dan mulai beroperasi pada pertengahan 2015. Pabrik ini mempekerjakan sekitar 200 karyawan dan berkapasitas produksi 80 juta setahun, yang produknya dipasarkan dalam merek Indomie dan Supermi.[142][143][139] Saat ini produk Indomie dapat ditemukan di banyak toko-toko di Etiopia dan berhasil merengkuh pangsa pasar yang memuaskan.[144] Popularitasnya ditolong salah satunya oleh sejarah, dimana dahulu Etiopia pernah berada di bawah kekuasaan Italia (1936-1941) yang mengenalkan tradisi konsumsi pasta,[145] dan harganya yang terjangkau (sekitar Rp 3.000/bungkus). Pabrik Sawaya juga mengekspor Indomie ke negara tetangganya seperti Djibouti, Somalia dan Sudan.[146]
Pada tahun 2010 Salim Wazaran mulai menjajaki pasar Maroko, dan pada tahun 2011 sudah mampu mencatatkan penjualan 10.000 kardus/hari. Keberhasilan ini mendorong pendirian Indo Morocco Distribution Company SA yang dimiliki bersama Salim Wazaran dan pengusaha lokal Abdullah Al Ghazi (atau Ghozy).[147][148] Pada Januari 2015 pabrik Indomie di Maroko resmi dibangun dan mulai beroperasi sejak Juni 2016. Pabrik yang berlokasi di Kawasan Industri Ain Johra, Rabat ini berada di bawah Salim Wazaran Maghreb Manufacturing SA (Sawamag).[114][149][148] Merupakan pabrik Indomie terbesar di luar Indonesia, produksi Sawamag juga diekspor ke sejumlah negara Afrika Utara.[150]
Di negara tetangganya, Aljazair, produk Indomie dipasarkan oleh Sawaben Distribution Sarl dan Sawaben Food Manufacturing Sarl yang juga dimiliki Salim Wazaran.[151]
Di negara ini, produksi dan distribusi Indomie ditangani oleh Salim Wazaran Kenya Company Limited. Indomie mulai dipasarkan di Kenya pada tahun 2009, dan seiring permintaan yang terus meningkat, Salim Wazaran Kenya mendirikan pabrik yang berlokasi di Mombasa pada tahun 2013 senilai US$ 7,3 juta. Kapasitas pabrik ini adalah sebesar 430.000 bungkus/hari atau 115 juta bungkus/tahun dan mulai beroperasi di tahun 2014. Selain untuk pasar Kenya, pabrik Mombasa juga mengekspor Indomie ke Rwanda, Uganda, Burundi dan Tanzania.[152][153][154] Terdapat tiga rasa yang dipasarkan Indomie di Kenya yaitu ayam, sapi dan supa mojo (sayuran). Indomie merupakan produk mi instan dominan di Kenya, dan saat ini bersaing dengan merek mi asal Korea Selatan dan Nissin di negara itu.[155]
Di Nigeria, Indomie mulai diperkenalkan sejak tahun 1988 dan mulai diproduksi tahun 1996 melalui Dufil Prima Foods[156][157] (selengkapnya lihat Indomie di Nigeria).
Indomie mulai menembus pasar Ghana pada tahun 2005-2006. Masuknya Indomie ke negara tersebut dilakukan oleh pabrik Indomie di Nigeria, Dufil Prima Foods Plc. yang mengekspornya ke Ghana lewat Multi-Pro Pvt. Ltd. (milik Tolaram Group, pemilik sebagian saham Dufil).[158] Dari awalnya merupakan pemain baru, Indomie dengan cepat menjadi populer sebagai pemain utama dan mampu menjual 150 juta bungkus di tahun 2019. Keberhasilan ini mendorong pembentukan anak usaha Dufil bernama De United Foods Industries Ghana Limited di tahun 2013[159] sebagai importir utama produk-produk Indomie di Ghana. Pada Maret 2020 pabrik Indomie pertama di Ghana diresmikan, yang berlokasi di ibukota Ghana, Accra. Pabrik senilai US$ 20 juta ini memiliki kapasitas produksi 30.000 ton mi dan 8.000 ton spageti per tahun.[160][161][162] 7 bulan kemudian di tahun yang sama, De United Foods Industries Ghana mengakuisisi merek dan pabrik mi instan lokal Yum-mie dari Blow Chem Industries.[163]
Slogan Indomie di Ghana adalah "...tastes great". Adapun varian yang ditawarkan tidak jauh berbeda dengan yang ada di Nigeria (seperti chicken, onion chicken, dll).
Sejak 2016 Indomie memiliki pabriknya yang pertama di Eropa, yang berlokasi di Inđija, Serbia (berlokasi 80 km dari ibukota Beograd) di bawah Indoadriatic Industry d.o.o. Indija. Kepemilikan pabrik ini ada di tangan Salim Wazaran (via Hearty Ivory Holdings Limited, 80%) bersama Al Shourafa Investment LLC (20%). Indoadriatic didirikan pada 7 Juni 2013,[114] dan mulai merencanakan pembangunan pabriknya sejak November 2013 lewat pembelian lahan 500 ha di kota tersebut.[164] Adapun pabrik ini dibangun dari 2013-2015 dengan biaya EUR 11 juta dan diresmikan di tanggal 2 September 2016, dalam sebuah seremoni yang dihadiri Presiden Serbia Tomislav Nikolić, walikota Inđija Vladimir Gak, pejabat-pejabat Serbia dan KBRI Beograd, perwakilan Indofood (seperti Anthoni Salim dan Axton Salim), dan undangan lainnya dari Indonesia dan Serbia. Pabrik Indoadriatic berkapasitas produksi 500.000 karton Indomie/hari dan mempekerjakan 140-200 orang.[165][166]
Sebenarnya produk Indofood sudah hadir di Serbia sejak 2009, dibawah importir tunggal Indo Serbia Food d.o.o. Beograd milik Salim Wazaran yang juga memasarkan Indomie untuk Serbia, Makedonia Utara, Bulgaria, Rumania dan negara-negara eks-Yugoslavia.[164] Produk Indomie diklaim mendapatkan respon positif dari masyarakat Serbia hanya beberapa tahun setelah dipasarkan.[167] Pada awalnya untuk membidik pasar Eropa, Indofood direncanakan akan menggunakan pabriknya yang akan dibangun di Turki. Namun, karena awalnya (2014-2016) kinerja Indomie di Turki kurang memuaskan, menurut Anthoni Salim, maka pabrik di Turki lebih akan difokuskan untuk menjangkau pasar baru, yaitu Uni Emirat Arab. Pihak Indofood juga sempat berencana membangun pabrik di Eropa pada 2012, namun saat itu pilihan mereka ada di Ukraina. Berkat rayuan pemerintah RI dan beberapa tawaran menarik (seperti lokasi Serbia dan kebijakan pemerintahnya yang terbuka) maka Salim Grup/Indofood menjatuhkan pilihan pada Serbia sebagai lokasi pabrik Indomie.[168] Selain untuk pasar lokal, Indoadriatic Industry juga memproduksi Indomie untuk pasar negara-negara di Eropa[165] (seperti Jerman, Belanda, Hungaria dan Austria).[169] Beberapa rasa yang dipasarkan Indomie untuk pasar Serbia seperti mi goreng, sapi (piletina), sayuran (povrće), ayam spesial (specijalna piletina), dll.
Di negara tetangganya, Kroasia, Indomie diperkenalkan oleh perusahaan bernama Tasali d.o.o.[170] sejak 2012.[171] Kini pemasarannya ada di bawah Indo Baltic d.o.o.[172]
Di Lebanon, dikabarkan bahwa Indomie dapat dengan mudah ditemukan di berbagai ritel kecil sekalipun.[150] Sedangkan di Madagaskar, Indomie menjadi pesaing utama Mie Sedaap Supreme dan didistribusikan oleh perusahaan lokal.[173] Adapun di Amerika Serikat dan banyak negara Eropa, Indomie dapat ditemukan di toko daring (seperti Amazon) dan supermarket Asia.[174]
Pihak berwenang Taiwan pada tanggal 7 Oktober 2010 mengumumkan bahwa Indomie yang dijual di sana mengandung dua bahan pengawet yang terlarang, yaitu natrium benzoat dan metil p-hidroksibenzoat. Dua unsur itu hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik. Sehingga dilakukan penarikan semua produk mi instan "Indomie" dari pasaran Taiwan. Selain di Taiwan, dua jaringan supermarket terkemuka di Hong Kong untuk sementara waktu juga tidak menjual mi instan Indomie. Menurut harian Hong Kong The Standard, dalam pemberitaan Senin, 11 Oktober 2010, dua supermarket terkemuka di Hong Kong, Park n' Shop dan Wellcome, menarik semua produk Indomie dari rak-rak mereka. Selain itu, Pusat Keselamatan Makanan di Hong Kong juga melakukan pengujian atas Indomie dan akan menindaklanjutinya dengan pihak importir dan penjual. Selain di Taiwan, larangan juga berlaku di Kanada dan Eropa. Menurut The Standard, bila bahan-bahan dikonsumsi, konsumen berisiko muntah-muntah. Selain itu, bila dikonsumsi secara rutin atau dalam jumlah yang substansial, konsumen akan menderita asidosis metabolik, atau terlalu banyak asam di dalam tubuh.
Sebaliknya, importir Indomie di Hong Kong, Fok Hing (HK) Trading, menyatakan bahwa mi instan itu tetap aman dikonsumsi dan memenuhi standar di Hong Kong dan Organisasi Kesehatan Dunia. Hal tersebut berdasarkan hasil pengujian kualitas pada Juni lalu, yang tidak menemukan adanya bahan berbahaya.[175] Sedangkan menurut Indofood, produk Indomie dengan kandungan metil p-hidroksibenzoat bukan untuk dipasarkan di Taiwan. Indomie di Taiwan sudah disesuaikan dengan regulasi yang ada di Taiwan yang tidak memakai pengawet tersebut. Indofood dalam situs resminya pada Senin (11/10/2010) menyatakan bahwa yang diberitakan media di Taiwan itu adalah produk mi instan dari Indofood, yang sebenarnya bukan untuk dipasarkan di Taiwan.[176] Mi instan yang dianggap berbahaya di Taiwan itu sebenarnya ditujukan untuk pasar Indonesia, bukan pasar Taiwan.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Endang Rahayu Sedyaningsih dalam tanggapannya menyatakan Indomie masih aman untuk dimakan tetapi tetap menyarankan masyarakat untuk mengurangi konsumsi mi instan.[177] Akibat dari isu ini, harga saham Indofood CBP sebagai produsen Indomie sempat anjlok.[178]
Pada April 2023, Taiwan kembali melakukan penarikan terhadap Indomie Ayam Spesial, yang disusul penarikan serupa di Malaysia dengan tuduhan mi instan ini mengandung pestisida etilena oksida yang dianggap sebagai pemicu kanker. Menurut dua Direktur Indofood, Franky Welirang dan Taufik Wiraatmaja, penarikan tersebut "salah kaprah" karena Indofood sebagai produsen sudah berusaha mengikuti standar POM, FDA hingga Codex Standard for Instant Noodles.[179][180] Isu tentang residu pestisida juga sempat menimpa Indomie yang dipasarkan di Mesir. Pada April 2022, dua varian Indomie (ayam dan sayuran) sempat diperintahkan untuk ditarik otoritas kesehatan Mesir akibat masalah residu pestisida dan aflatoksin yang berlebihan.[181] Penarikan Indomie di Mesir ini sempat memicu kekhawatiran akan keamanan mi instannya di sejumlah negara, seperti Kenya.[182]
Indomie digunakan sebagai alat transaksi untuk prostitusi di Ghana.[183][184] Menurut sebuah penelitian dari Star Ghana Foundation, kemiskinan yang tinggi di negara itu (apalagi setelah munculnya pandemi COVID-19) membuat banyak perempuan di Ghana terpaksa/ditekan keluarganya untuk melacurkan dirinya dengan bayaran uang, Indomie atau telepon seluler. Kejadian ini mengakibatkan melonjaknya kehamilan remaja di negara tersebut.[185]
Indomie tak hanya menjadi sekadar makanan, melainkan juga menjelma ikon budaya populer khususnya di Indonesia. Dalam media sosial, misalnya Indomie diidentikkan sebagai "makanan anak kos".[186] Banyak hal-hal (bahkan yang mungkin hanya dianggap "picisan") mengenai mi instan ini yang populer dan mudah menjadi viral di media sosial Indonesia, misalnya ketika ada kabar bahwa orang-orang asing mencicipi Indomie dan ketagihan,[187] kabar ketika seorang peracik rasa-rasa dari Indomie, Nunuk Nuraini meninggal pada 27 Januari 2021,[188] adanya rumor (kemudian diketahui hanya lelucon) Indomie rasa saksang, klepon, hingga boba,[189] donat Indomie,[190] dan ketika ada berbagai rasa baru.[191]
Tampak bahwa pihak Indofood tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Misalnya, Indomie telah mengeluarkan varian "hype abis" dengan rasa-rasa populer, seperti ayam geprek, seblak, Chitato dan spageti bolognese yang banyak pemasarannya dimulai dari e-commerce dan sering kali sudah viral dulu di media sosial sebelum dipasarkan.[192][193][194][195]
Pada 6 Desember 2018 lalu, Indomie secara resmi berkolaborasi dengan Goods Dept meluncurkan beberapa jenis barang fesyen, di antaranya kemeja, kaos, tas, dan topi yang memiliki corak bernuansa Indomie.[196] Selain itu, desainer Jonathan “Jonas” Gustana mengkreasikan sepatu kustomisasi bertema Indomie dari Nike seri Air Jordan 1 Mid. Sepatu ini kemudian menjadi perbincangan yang cukup signifikan di media sosial dan berhasil terjual habis hanya dalam waktu dua hari sejak pertama kali diumumkan pada 16 Juni 2019.[197]
Sebuah akun Twitter bernama Agama Indomie muncul pada tahun 2015 dan aktif mengirim cuitan beragam kreasi Indomie dengan gaya bahasa agamawi. Akun ini mendapatkan puluhan ribu pengikut.[198]
Indomie sudah beredar di pasaran nasional selama lebih dari setengah abad. Dalam periode yang panjang itu, selain menjadi produk yang digemari oleh masyarakat Indonesia, tidak hanya menjadi ikon budaya populer, Indomie kini juga bisa dianggap sudah menjadi semacam simbol identitas nasional.[199][200] Hal ini terjadi meskipun mi bukanlah makanan asli Indonesia.
Adanya iklan dan lagu Indomie yang terkandung di dalamnya, "Dari Sabang sampai Merauke" (ciptaan A. Riyanto pada tahun 1980) menjadi salah satu contohnya. Lagu ini dapat diinterpretasikan sebagai bentuk "imajinasi" nasionalisme Indonesia yang dapat dinikmati dalam sepiring Indomie.[201] Bahkan, lagu tersebut sempat digunakan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika berkampanye di Pilpres 2009, yang dinyanyikan ulang Mike Mohede dengan judul "SBY Presidenku".[202] Belum lagi ketika pada awal 2000-an Indomie meluncurkan varian "Selera Nusantara" (kini Kuliner Indonesia), yang berusaha mengeksplor rasa-rasa makanan tradisional yang ada di Indonesia dalam rangka menghadapi otonomi daerah[203] dan merayakan apa yang disebutnya sebagai "berbeda-beda tapi satu selera".[204]
Simbolisme Indomie sebagai tanda "Indonesia" makin kuat ketika melihat kiprah produk mi instan ini di luar negeri. Hal ini nampak ketika masyarakat Indonesia tertarik melihat Indomie dikonsumsi orang-orang asing,[187] atau menemukan Indomie saat berada di luar negeri. Yang terakhir ini bahkan pernah dijadikan iklan oleh Indofood pada 2011 dalam wadah "Cerita Indomie", yang salah satunya mengeksplor mahasiswa Indonesia yang kesulitan mencari mi instan ini di luar negeri.[205] Tidak bisa dipungkiri bahwa kandungan kata "Indo" dalam nama "Indomie" membuatnya menjadi spesial, seakan-akan mampu "mewakilkan" Indonesia.[150] Bahkan banyak yang beranggapan bahwa karena penyebarannya yang luas, Indomie bisa menjadi alat gastrodiplomasi Indonesia di luar negeri.[206] Tidak hanya itu, posisi Indonesia sebagai salah satu eksportir mi instan terbesar di dunia juga mampu mendatangkan devisa (US$ 271,3 juta pada 2020).[207] Menariknya potensi tersebut membuat pihak KBRI dan pemerintah RI disebutkan ikut terlibat dalam mengenalkan hingga menegosiasikan pendirian usaha atau pemasaran Indomie di luar negeri.[150] Sebagai contoh, di Afrika Selatan, pihak KJRI Cape Town pernah menyumbang 100 karton Indomie di tahun 2020 sebagai tanda kepedulian dalam menghadapi pandemi COVID-19.[208]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.