Loading AI tools
Versi kitab suci Tripitaka yang diakui Buddhisme aliran Theravada Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Tripitaka Pali, juga dikenal sebagai Tipiṭaka (bahasa Pali), Kanon Pali, Pāli, Pāḷi, dan Mūla, adalah versi standar Tripitaka yang diakui oleh Buddhisme aliran Theravāda dan dilestarikan dalam bahasa Pāli.[1] Kanon ini merupakan satu-satunya kanon terlengkap yang masih tersedia sejak masa Buddhis awal, dan merupakan teks Buddhis yang dikodifikasi pertama kali.[2] Kanon ini disusun di India Utara dan dipertahankan secara lisan hingga dikodifikasi selama Sidang Buddhis Keempat yang berlangsung di Sri Lanka sekitar tahun 100 SM, kurang lebih 454 tahun setelah wafatnya Buddha Gotama.[note 1][3][4] Kanon Pāli pertama kali dicetak dengan mesin cetak pada abad ke-19.[5]
Tipiṭaka | |
---|---|
Jenis | Kitab kanonis |
Induk | Sastra Pāli |
Isi | Vinayapiṭaka; Suttapiṭaka; Abhidhammapiṭaka |
Komentar | Aṭṭhakathā |
Subkomentar | Ṭīkā |
Sastra Pāli |
Bagian dari seri tentang |
Buddhisme Theravāda |
---|
Buddhisme |
Sebagaimana struktur Tipiṭaka pada masa awal Buddhisme, Kanon Pāli dibagi menjadi tiga kategori umum yang biasa disebut sebagai piṭaka (Pāli piṭaka, yang berarti "keranjang"):[6]
Isi dari Vinayapiṭaka dan Suttapiṭaka dalam Kanon Pāli sangat mirip dengan kanon-kanon dari aliran Buddhis awal lainnya, meskipun terdapat perbedaan-perbedaan mendasar. Akan tetapi, isi dari Abhidhammapiṭaka cenderung khas aliran Theravāda, dan hanya memiliki sedikit kesamaan dengan kitab Abhidharma oleh aliran Buddhis lainnya.[7]
Tradisi para bhāṇaka (pelafal dan penghafal kitab suci) yang ada hingga periode-periode berikutnya, bersama dengan sumber-sumber lain, menunjukkan bahwa tradisi lisan terus ada berdampingan dengan kitab suci tertulis selama berabad-abad berikutnya. Dengan demikian, "penulisan kitab suci"[8] hanyalah awal dari bentuk tradisi baru, dan inovasi tersebut kemungkinan besar awalnya ditentang oleh para biksu yang lebih konservatif. Seperti halnya banyak inovasi lainnya, setelah beberapa waktu, penulisan kitab suci baru diterima secara umum. Oleh karena itu, bagian-bagian resmi Kanon kemudian diputuskan dalam "sidang" (saṅgayana atau saṅgiti) yang diadakan di bawah perlindungan Raja Vattagamani.
Tripitaka Pāli dibagi dalam tiga bagian sebagai berikut:
Keterangan lebih lanjut diberikan di bawah. Untuk informasi lebih lengkap, lihat referensi standar kepustakaan Pāli.[9]
Keranjang pertama, Vinayapiṭaka ("Keranjang Disiplin"), cenderung lebih mengandung peraturan-peraturan Saṅgha, untuk bhikkhu dan bhikkhuṇī. Peraturan ini didahului dengan cerita-cerita yang mendasari dibuatnya aturan-aturan tersebut oleh Sang Buddha, dan diikuti dengan penjelasan dan analisis aturan. Peraturan-peraturan ini ditambah bertahap ketika Buddha menjumpai permasalahan perilaku atau perselisihan di antara para pengikutnya. Piṭaka ini dibagi menjadi tiga bagian:
Keranjang kedua adalah Suttapiṭaka ("Keranjang Diskursus"; secara harafiah berarti "keranjang utas", atau "ucapan baik"; Sanskerta: Sūtrapiṭaka, mengikuti arti sebelumnya) yang umumnya berisikan pengajaran Buddha. Suttapiṭaka memiliki 5 bagian, atau nikāya:
Keranjang ketiga, Abhidhammapiṭaka ("Keranjang Dhamma Luhur"; secara harfiah berarti "melampaui dhamma", "dhamma tertinggi" atau "dhamma luhur", Sanskerta: Abhidharmapiṭaka), adalah sekumpulan teks yang memberikan penjelasan filosofis sistematik atas Dhamma. Abhidhammapiṭaka berisi tujuh kitab:
Dalam teks-teks awal, dinyatakan bahwa Abhidhammapiṭaka merujuk pada pengajaran dengan bahasa mutlak atau kebenaran hakiki, sedangkan Suttapiṭaka merujuk pada pengajaran dengan bahasa yang diadaptasikan sesuai pendengarnya atau kebenaran konvensional. Sebagian besar ahli, seperti Harvey[14] dan Gethin,[15] menggambarkan Abhidhammapiṭaka sebagai suatu usaha untuk mensistematisasikan pengajaran dalam Suttapiṭaka. Cousins mengatakan jika Suttapiṭaka "berpikir" dalam bentuk urutan atau proses, Abhidhammapiṭaka "berpikir" dalam bentuk peristiwa atau kejadian yang lebih rinci.[16]
Pada awalnya, Tripitaka Pali digambarkan oleh Buddhis Theravāda sebagai "Perkataan Sang Buddha" (Buddhavacana), meskipun tidak semata-mata dalam pengertian harfiah karena isi Tripitaka Pali juga mencakup ajaran yang disampaikan oleh para pengikut-Nya.[17]
Tafsiran umum Theravādin (Mahāvihāra) terhadap Tripitaka Pali disusun dalam sekumpulan kitab komentar yang menafsir hampir seluruh bagian Tripitaka Pali. Komentar-komentar tersebut dihimpun oleh Buddhaghosa (sekitar abad ke-4 hingga ke-5 Masehi) dan para biksu setelahnya, khususnya berdasarkan pada karya-karya lebih awal yang kini telah punah.[18] Menurut K.R. Norman, ada bukti jelas bahwa beberapa bagian komentar tersebut sudah sangat tua, bahkan mungkin sudah ada sejak zaman Sang Buddha.[18] Kitab subkomentar (komentar untuk kitab komentar) dituliskan sesudahnya, memberikan komentar atau tafsir terhadap kitab-kitab komentar. Ringkasan penafsiran umum Theravāda dihimpun dalam kitab Visuddhimagga yang disusun oleh Buddhaghosa.[19]
Menurut pendapat resmi yang diberikan oleh juru bicara Burma Buddha-Sasana Council (UBSC) dari Myanmar,[20] Tripitaka Pali berisikan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk menunjukkan jalan menuju Nirwana; kitab komentar dan subkomentar terkadang mengandung banyak permasalahan spekulatif, tetapi tetap pada pengajarannya dan sering kali memberikan penggambaran yang mencerahkan. Di Sri Lanka dan Thailand, Buddhisme "resmi" sebagian besar juga mengadopsi tafsiran dari para cendekiawan dunia Barat.[21]
Meskipun Tripitaka Pali telah ada dalam bentuk tulisan selama dua milenium, sifat tradisi lisan awalnya masih terus diteruskan dalam praktik Buddhis. Penghafalan dan resitasi Tripitaka Pali masih menjadi hal yang wajar. Naskah yang paling sering dibacakan disusun dalam bentuk paritta. Bahkan, umat awam biasanya paling tidak menghafal beberapa naskah pendek dan membacanya dengan teratur; hal ini dianggap sebagai bentuk meditasi, paling tidak bila ia mengerti makna sesungguhnya. Biksu atau biksuni tentu diharapkan untuk mengetahui isi Kanon lebih banyak (lihat Dhammapada di bawah sebagai contoh). Di Myanmar, para biksu penghafal Tripitaka Pali diberi gelar "Tipiṭakadhara" (terj. har. 'pengingat Tipiṭaka'). Seorang biksu Myanmar bernama Vicittasara bahkan telah menghafalkan seluruh Kanon untuk kepentingan Sidang Buddhis Keenam (menurut perhitungan Theravāda).[22] Ia mendeklamasikannya dalam bahasa Pali sebagai bahasa suci Theravāda.[23]
Hubungan antara naskah-naskah dan Buddhisme dalam keberadaannya antara biksu dan umat awam, seperti dengan kebanyakan tradisi agama lainnya, adalah problematikal: bukti-bukti menunjukkan bahwa hanya sebagian dari Kanon saja yang pernah dinikmati oleh lingkungan luas, dan bahwa karya-karya non-Kanon digunakan lebih luas lagi; keterangan beragam dari satu tempat dengan lainnya.[24] Menurut Dr. Rupert Gethin, seluruh sejarah Buddhis dapat dilihat sebagai sebuah dampak dari pelaksanaan praktik-praktik yang didasarkan pada teks-teks Buddhis awal.[25]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.