Remove ads
masjid tersuci Islam yang terletak di Mekkah, Arab Saudi Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Masjidil Haram (bahasa Arab: المسجد الحرام, translit. al-masjidil-ḥarām; pelafalan dalam bahasa Arab: [ʔælmæsʤɪd ælħaram]) adalah sebuah masjid yang berlokasi di pusat kota Makkah[1] yang dipandang sebagai tempat tersuci bagi umat Islam. Masjid dan kota Makkah merupakan tujuan utama dalam ibadah haji. Masjid ini dibangun mengelilingi Ka'bah yang menjadi arah kiblat bagi umat Islam dalam mengerjakan ibadah salat di seluruh dunia. Masjid ini juga merupakan masjid terbesar di dunia, diikuti oleh Masjid Nabawi di Madinah al-Munawarah sebagai masjid terbesar kedua di dunia serta merupakan dua masjid suci utama bagi umat muslim. Luas keseluruhan masjid ini mencapai 356.800 m2 (3.841.000 sq ft) dengan kemampuan menampung jemaah sebanyak 820.000 jemaah ketika musim haji dan mampu bertambah menjadi dua juta jemaah ketika salat Id.[4]
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. (Juni 2018) |
Artikel ini menggunakan kata-kata yang berlebihan dan hiperbolis tanpa memberikan informasi yang jelas. |
Penyuntingan Artikel oleh pengguna baru atau anonim untuk saat ini tidak diizinkan. Lihat kebijakan pelindungan dan log pelindungan untuk informasi selengkapnya. Jika Anda tidak dapat menyunting Artikel ini dan Anda ingin melakukannya, Anda dapat memohon permintaan penyuntingan, diskusikan perubahan yang ingin dilakukan di halaman pembicaraan, memohon untuk melepaskan pelindungan, masuk, atau buatlah sebuah akun. |
Masjidil Haram | |
---|---|
Koordinat: 21°25′21″N 39°49′34″E
Koordinat: 21°25′21″N 39°49′34″E
| |
Agama | |
Afiliasi | Islam |
Kepemimpinan | Yasser Al-Dosari (Imam) Abdurrahman as-Sudais (Imam) Saud asy-Syuraim (Imam) Abdullah Al-Juhany (Imam) Mahir al-Mu'aiqly (Imam) Shalih bin Abdullah bin Hamid (Imam) Faisal Ghazawi (Imam) Bandar bin Abdul Aziz Balilah (Imam) Ali Ahmad Mulla (Muazin) |
Lokasi | |
Lokasi | Makkah, Hijaz (sekarang Arab Saudi)[1] |
Administrasi | Presidensi Umum Urusan Dua Masjid Suci |
Arsitektur | |
Tipe | Masjid |
Spesifikasi | |
Kapasitas | 2,5 juta[2] |
Menara | 9 |
Tinggi menara | 89 m (292 ft) |
Luas kawasan | 356.000 meter persegi (88 ekar)[3] |
Kepentingan masjid ini sangat diperhitungkan dalam agama Islam, karena selain menjadi kiblat, masjid ini juga menjadi tempat bagi para jemaah haji melakukan beberapa ritual wajib, yaitu tawaf, dan sai.
Pengertian Masjidil Haram tidak hanya diartikan sebagai masjid di kota Makkah saja. Para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini ada yang mengatakan bahwa arti Masjidil Haram adalah semua tempat di kota Makkah.[3]
Imam Besar masjid ini adalah Syekh Abdurrahman As-Sudais seorang imam yang dikenal dalam membaca Alquran dengan artikulasi yang jelas dan suara yang merdu dan Syekh Shuraim.
Muazin besar dan paling senior di Masjid Al-Haram adalah Ali Ahmed Mulla yang suara azannya sangat terkenal di dunia Islam termasuk pada media internasional.
Dalam tradisi Islam, sejarah Masjidil Haram tidak lepas dari pembangunan Ka'bah jauh sebelum manusia pertama, Adam, diciptakan. Setelah Adam dan Hawa turun ke bumi, mereka diperintahkan oleh Allah untuk membangun bangunan di sebuah lembah yang bernama Bakkah (saat ini menjadi bagian dari Kota Makkah al-Mukarramah).[5] Namun, bangunan tersebut hancur akibat air bah pada masa Nuh. Selama beberapa abad kemudian, Allah memerintahkan kepada Ibrahim dan putranya, Ismail untuk membangun sebuah bangunan di tengah perempatan kota Makkah untuk dijadikan tempat beribadah[6] Mereka berdua diyakini sebagai orang yang pertama kali meletakkan Hajar Aswad dan Maqam Ibrahim di sekitar Ka'bah.[7] Sejak pembangunan tersebut, Ka'bah dan Masjidil Haram dijaga oleh para keturunan Ismail.
Masjidil Haram menjadi pusat atau tujuan utama para peziarah, terutama Ka'bah. Akibatnya, Abrahah dari Yaman, merasa iri dan ingin menghancurkan Ka'bah mereka membawa pasukan bergajah untuk menghancurkan Ka'bah.[8] Namun ketika dalam perjalanan, semua pasukan itu dilempari batu berapi dari neraka oleh burung-burung ababil,[9] sehingga pasukan tersebut mati dalam keadaan tubuh yang rusak dan berlubang-lubang selayaknya daun-daun yang dimakan ulat.[10] Peristiwa itu terjadi pada tahun gajah, yakni tahun saat Nabi Islam Muhammad dilahirkan, yaitu pada tahun 571 M.
17 Tahun setelah percobaan penyerangan Ka'bah, bangunan Ka'bah hancur akibat banjir besar yang melanda kota Makkah. Para petinggi Quraisy sepakat untuk menggunakan uang yang halal dalam pembangunan Ka'bah,[11] akibatnya ukuran Ka'bah menjadi lebih kecil dari ukuran sebelumnya sehingga Hijir Ismail tidak termasuk kedalam Ka'bah. Pertikaian terjadi antara para petinggi Quraisy setelah masanya peletakkan batu Hajar Aswad.[12] Mereka berselisih tentang siapa yang berhak meletakkan batu itu. Hingga akhirnya, datanglah Muhammad yang mengusulkan agar batu itu diletakkan di sebuah kain yang setiap ujungnya dipegang oleh masing-masing ketua kabilah. Berkat peristiwa ini Muhammad digelari sebagai al-amin.[13]
Masjidil Haram sejak dibangunnya Ka'bah sampai dengan masa permulaan Islam terdiri dari halaman yang luas dan ditengahnya ada Ka'bah, tidak ada dinding yang mengelilinginya, hanya bangunan rumah-rumah penduduk Makkah yang mengelilingi halaman itu, seakan-akan dia adalah dindingnya.[14]
Di sela rumah-rumah tersebut teradapat lorong-lorong yang mengantar ke Ka'bah, dinamakan dengan nama-nama kabilah-kabilah yang melaluinya atau yang berdekatan dengannya, diperkirakan luas Masjidil Haram pada masa Muhammad antara 1490 sampai 2000 m².[15]
Dari masa ke masa, tempat tawaf diperluas berkali-kali, agar dapat mencukupi dengan bertambahnya jumlah orang-orang yang tawaf, maka dari itu pada tahun 17 H/638 M Umar bin Khattab al-Faruq membeli rumah-rumah yang menempel dengan Masjidil Haram dan menghancurkannya, serta memasukkan area tanahnya ke dalam Masjidil Haram, mengubininya dengan hamparan kerikil, kemudian dia membangun tembok mengelilingi masjid setinggi kurang satu depa (6 kaki), dan membuatkan beberapa pintu, dan lampu-lampu minyak penerang masjid diletakkan di dinding ini, diperkiran luas tambahan ini adalah 840 m2.[16]
Ini adalah perluasan pertama untuk Masjidil Haram. Pada tahun 26 H/646 M Khalifah Utsman bin Affan menjadikan bagi masjid koridor-koridor sebagai tempat berteduh untuk orang-orang, diperkirakan luas perluasan ini mencapai 2040 m2. Pada tahun 65 H/ 684 M setelah Abdullah bin Zubair menyelesaikan pemugaran Ka'bah. dia memperluas Masjidil Haram dengan sangat besar, sehingga menuntut untuk memberikan atap di sebagian darinya, diperkirakan perluasan ini mencapai 4050 m2
Dan pada tahun 91H/709 M,[17] Khalifah Kesultanan Umayah Umawi Walid bin Abdul Malik [18] memerintahkan untuk perluasan Masjidil Haram, dan membangunnya dengan bangunan yang kukuh,[19] dan mendatangkan pilar-pilar marmer dari Mesir dan Syam, dan ujungnya diberi lempengan emas, dan masjid diatapi dengan kayu sajj (semacam kayu jati) yang dihiasi[20][21] dan dibuat untuknya beranda, di temboknya diberi lengkungan dan di alas lengkungannya di beri mozaik (kepingan batu), perluasaan ini adalah untuk bagian timur,[22] diperkirakan tambahan ini seluas 2300 m2[23]
Pada tahun 137 H/754 M Khalifah Kekhalifahan Abbasiyah Abu Ja'far an-Nilansyur al-Abbasi memerintahkan untuk memugar Masjidil Haram dan memperluasnya serta menghiasinya dengan emas dan mozaik,[24] dan dia adalah orang pertama yang menutup Hijir Ismail dengan marmer, diperkirakan tambahan ini seluas 4700 m2.[25] Dan pada tahun 160 H/776 M Khalifah al-Mahdi memperluas Masjidil Haram dari arah timur, barat dan utara, dan tidak memperluas bagian selatan disebabkan adanya jalan untuk air bah Wadi Ibrahim, tambahan perluasan ini diperkirakan 7950 m2.[26] Dan tatkala Khalifah al-Mahdi menunaikan haji tahun 164 H/ 780 M dia memerintahkan agar jalan air bah wadi Ibrahim dipindah, dan memperluas bagian selatan sehingga Masjidil Haram menjadi segi empat, tambahan perluasan ini di perkirakan mencapai 2360 m2.[27]
Pada tahun 281 H/894 M, Khalifah al-Mu'tadhid Billahi memasukkan Daar An-Nadwah ke dalam Masjidil Haram, rumah ini cukup luas terletak di arah utara masjid, memiliki halaman yang luas, dahulunya biasa disinggahi oleh para khalifah dan gubernur, kemudian ditinggalkan, maka dimasukkanlah ke dalam masjid, dibangun di atasnya menara. dan diramaikan dengan pilar-pilar dan kubah-kubah serta koridor-koridor, diatapi dengan kayu sajj yang dihiasi, tambahan ini diperkirakan seluas 1250 m2.[28] Dan pada tahun 306 H/918 M [29] Khalifah al-Muqtadir Billahi al-Abbasi memerintahkan agar menambah pintu Ibrahim di arah barat masjid, dahulunya adalah halaman yang luas di antara dua rumah Siti Zubaidah, luasnya diperkirakan 850 m2.[30]
Pada tahun 979H/1571 M Sultan Salim al-Utsmani memugar bangunan masjid secara total, tanpa menambah diluasnya, dan bangunan ini tetap ada sampai sekarang dikenal dengan bangunan Usmaniah.[31]
Pada 1579, Sultan Selim II dari Kesultanan Usmaniah menugaskan arsitek ternama Turki, Mimar Sinan untuk merenovasi Masjidil Haram.[32][33] Sinan mengganti atap masjid yang rata dengan kubah lengkap dengan hiasan kaligrafi di bagian dalamnya.[33]
Sinan juga menambah empat pilar penyangga tambahan yang disebut-sebut sebagai rintisan dari bentuk arsitektur masjid-masjid modern. Pada tahun 1621 dan 1629, banjir bandang melanda Makkah dan sekitarnya, mengakibatkan kerusakan pada Masjidil Haram dan Ka'bah. Pada masa kekuasaan Sultan Murad IV tahun 1629, Ka'bah dibangun kembali dengan batu-batu dari Makkah, sedangkan Masjidil Haram juga mengalami renovasi kembali.[32][33]
Pada renovasi tersebut, ditambahkan tiga menara tambahan sehingga keseluruhan menara menjadi tujuh. Marmer pelapis lantai pun diganti dengan yang baru. Sejak saat itu, arsitektur Masjidil Haram tak berubah hingga hampir tiga abad.[32][33]
Renovasi besar pertama yang dilakukan pada masa raja-raja Saudi berlangsung pada tahun 1955 hingga tahun 1973. Selain penambahan tiga menara, atap masjid pun diperbaiki, sementara lantai masjid diganti dengan marmer yang baru. Pada renovasi ini, dua bukit kecil Shofa dan Marwah dibuat di dalam Masjidil Haram. Dalam renovasi ini pula, seluruh fitur yang dibangun oleh arsitek kekaisaran Usmaniah, termasuk empat pilar, dirobohkan.[32][33]
Renovasi kedua dilakukan ketika Arab Saudi dipimpin oleh Raja Fahd bin Abdulaziz Al Saud. Raja Fahd, pada tahun 1982 hingga 1988, membangun sebuah sayap bangunan baru dan kawasan salat ruang terbuka di Masjidil Haram. Renovasi ketiga dilakukan pada tahun 1988 hingga 2005. Pada renovasi ini, dibangun beberapa menara tambahan, serta area salat di dalam dan sekitar masjid. Sebuah kediaman untuk raja juga dibangun berhadapan dengan masjid.[32][33]
Selain itu, dibangun pula 18 gerbang tambahan, tiga kubah, serta 500 pilar marmer. Masjidil Haram juga dilengkapi dengan pendingin udara, eskalator, dan sistem pengairan.[33]
Pada tahun 2007, Raja Abdullah memulai proyek raksasa untuk memperluas kapasitas masjid agar bisa menampung hingga 2 juta jemaah. Proyek ini diprakirakan selesai pada tahun 2020. Perluasan masjid dimulai pada bulan Agustus 2011. Kawasan masjid yang semula seluas 356.000 meter persegi akan dikembangkan menjadi 400.000 meter persegi. Sebuah gerbang yang diberi nama Gerbang Raja Abdullah dibangun bersama tambahan dua menara masjid.[33]
Takhta Kerajaan Arab Saudi jatuh ke tangan Salman bin Abdul Aziz, setelah Raja Abdullah wafat. Raja Salman, pada bulan Juli 2015 lalu, meluncurkan lima proyek ekspansi Masjidil Haram agar bisa mengakomodasi lebih dari 1,6 juta jemaah haji.[32]
Proyek ini mencakup pembangunan gedung, terowongan, gedung-gedung tempat tinggal bagi jemaah haji, serta sebuah jalan lingkar. Perluasan bangunan mencakup 1,47 juta meter persegi dan pembangunan 78 gerbang baru. Sebanyak enam lantai untuk salat atau sembahyang, 680 eskalator, 24 elevator untuk jemaah berkebutuhan khusus, 21.000 toilet dan tempat wudu.
Nilai proyek yang sudah digelar pada tahun 2011 oleh Raja Abdullah ini mencapai 26,6 miliar Dolar AS. Pemegang tender proyek raksasa ini adalah Binladin Group.[34]
Pendudukan Masjidil Haram adalah serangan dan pendudukan yang dilancarkan oleh kelompok "Ikhwan" dari tanggal 20 November hingga 4 Desember 1979 di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi.[35] Gerakan ini dipimpin oleh Juhaiman bin Muhammad ibn Saif al Otaibi. Para pembangkang menyatakan salah seorang dari antara mereka, yaitu Mohammed Abdullah al-Qahtani, adalah seorang Mahdi. Mereka menyerukan semua Muslim untuk mematuhinya.[36] Dengan senapan, mereka lalu menguasai Masjidil Haram dan menyandera peziarah-peziarah yang sedang melaksanakan ibadah haji. Tentara keamanan Arab Saudi kemudian mengepung kompleks masjid dan setelah dua minggu, para militan berhasil dikalahkan.[37]
Pada 11 September 2015, 111 orang meninggal dunia dan 394 lainnya terluka akibat sebuah derek yang jatuh ke dalam masjid.[38][39][40][41][42][43] Jatuhnya alat berat ini diakibatkan oleh badai hujan yang disertai angin kencang yang melanda kota Makkah pada waktu itu. Korban luka-luka dirawat di Rumah Sakit setempat dan dibiyayai oleh kerajaan Arab Saudi secara penuh, korban luka-luka pun dijenguk oleh Raja Salman di rumah sakit.[44]
kiblat adalah kata Arab yang merujuk arah yang dituju saat seorang Muslim mendirikan salat.
Menurut Ibnu Katsir,[45] Muhammad dan para sahabat salat dengan menghadap Baitulmaqdis. Namun, Muhammad lebih suka salat menghadap kiblatnya Ibrahim, yaitu Ka'bah. Oleh karena itu, dia sering salat di antara dua sudut Ka'bah sehingga Ka'bah berada di antara diri dia dan Baitulmaqdis. Dengan demikian, dia salat sekaligus menghadap Ka'bah dan Baitulmaqdis.
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. |
Haji adalah rukun Islam yang kelima setelah syahadat, salat, zakat dan puasa. Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan kaum muslim sedunia yang mampu dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang dikenal sebagai musim haji (bulan Zulhijah).
Secara historis, pembangunan besar-besaran pada masa Turki Usmani itu antara lain terjadi pada tahun 979 H/ 1571 M, ketika Sultan Salim al-Utsmani memugar bangunan masjid secara total dan bangunan ini sebagian tetap ada sampai sekarang dan dikenal secara internasional dengan bangunan Usmani.
Sebelumnya, Sultan Salim sudah memerintahkan arsitek Turki kenamaan Mimar Sinan untuk merenovasi Masjidil Haram secara keseluruhan, yang kukuh, megah dan artistik. Sinan lalu mengganti atap masjid yang rata dengan kubah, lengkap dengan hiasan kaligrafi di bagian dalamnya. Sinan juga menambah empat pilar penyangga tambahan yang disebut-sebut sebagai rintisan dari bentuk arsitektur masjid-masjid modern.
Pada masa ini juga dibuat atap-atap kecil berbentuk kerucut yang masih dapat kita lihat hingga renovasi besar-besaran pada tahun 2013-2016 ini. Bentuk dasar bangunan Masjidil Haram hasil renovasi Kesultanan Usmaniah itulah yang dapat dilihat saat ini. Hanya saja pada bagian utara masjid sudah terbongkar untuk perluasan kawasan tawaf.
Pada tahun 1621 dan 1629, banjir bandang melanda Makkah dan sekitarnya, mengakibakan kerusakan pada Masjidil Haram dan Ka'bah. Pada masa kekuasaan Sultan Murad IV tahun 1629, Ka'bah dibangun kembali dengan batu-batu dari Makkah, sedangkan Masjidil Haram juga mengalami renovasi kembali.
Karya Sinan di Masjidil Haram mengesankan jutaan muslim yang setiap tahun berhaji dari tahun ke tahun, sehingga melahirkan jenis baru seni yang kemudian dikenal dengan sebagai arsitektur Islami.
Ciri menonjol karya Sinan yang kemudian dijadikan rujukan arsitektur Islam itu adalah pola bangunan yang memanfaatkan sepenuhnya cahaya dan bayangan, kehangatan dan kesejukannya, angin dan sirkulasinya, air dan efek penyejukannya, tanah dan ciri-ciri isolatifnya serta sifat-sifat protektifnya terhadap cuaca.
Sebenarnya wujud arsitektur Islami sebagaimana tecermin dalam Masjidil Haram adalah sebuah kristalisasi dari spiritualitas yang memberi kedamaian serta keselarasan alam yang suci. Ciri itu tampak jelas dalam jejak-jejak arsitektur peninggalan Kesultanan Turki Usmani di Masjidil Haram yang dipelihara beratus-ratus tahun itu.[46]
Secara keseluruhan, ada 129 pintu di Masjidil Haram. Untuk memasuki Masjidil Haram, terdapat 4 pintu utama dan 45 pintu biasa yang biasanya buka selama 24 jam sehari, masing masing pintu tersebut memiliki sebuah nama, di antara pintu pintu tersebut ada yang bernama Shafa, Darul Arqam, Ali, Abbas, Nabi, Bani Syaibah, dan lain-lain, pintu pintu tersebut berada di sekeliling Masjidil Haram.
Di antara pintu-pintu tersebut terdapat sebuah pintu yang sangat populer dan paling utama dan biasanya sering menjadi terdapat bergerombol para jemaah yang menginginkannya untuk memasuki pintu tersebut, pintu tersebut bernama Babus Salam. dengan melalui pintu tersebut akan dapat langsung melihat Ka'bah, Hajar Aswad, Maqam Ibrahim dan Hijir Ismail.
Pintu sejumlah 129 buah tersebut telah dilengkapi dengan lampu penunjuk berwarna merah dan hijau, jika lampu hijau menyala, berarti di dalam masjid masih terdapat tempat yang kosong. Namun, jika lampu merah menyala, berarti tak ada tempat lagi di dalam masjid, masjid tersebut juga menyediakan 50 pintu yang dikhususkan bagi para penyandang cacat dan mereka yang tidak bisa berjalan.[butuh rujukan]
Masjidil Haram memiliki beberapa pintu atau gerbang, dengan dikelompokkan menjadi pintu terdahulu dan pintu-pintu baru.
Beberapa pintu lain seperti pintu Hunain, pintu Shafa, pintu Marwah, pintu Qararah, pintu al-Fath, pintu Madinah, pintu Umrah, pintu (64), dan pintu (74), pintu (84), dan pintu (94).[51]
Menara-menara terdapat pada beberapa bagian atas dari pintu-pintu Masjidil Haram. Seperti halnya pintu Masjidil Haram, menara juga di kelompokkan ke dalam menara terdahulu dan menara baru.
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. |
Pada masa Raja Fahd ibn Abdul Aziz, telah dibangun tangga-tangga elektronik (Eskalator) untuk melayani jemaah yang ingin shalat di lantai atas dan lantai atap. Jumlahnya ada 7 buah, dengan luas 375 m persegi, yaitu di Bab Ajyad dan Shafa, di Marwa, Babul Fath, di asy-Syamiyyah, dan di samping bangunan perluasan kedua. Setiap tangga mengangkut rata-rata 1500 orang per jam.
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. |
Masjidil Haram memiliki sebuah bangunan pusat pendingin udara untuk bagian bangunan perluasan kedua dan lantai dasar tempat sai yang berjarak 600 m dari Masjidil Haram, yaitu di Jalan Ajyad. Pusat tersebut terdiri dari gedung 6 tingkat yang dilengkapi dengan sistem pendingin udara canggih. Udara dingin disalurkan lewat terowongan yang menghubungkan antara pusat dengan satuan-satuan pendingin udara pada bangunan perluasan dan disalurkan pula ke satuan-satuan pendingin udara yang terdapat pada tiang-tiang masjid.
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. |
Toilet dan tempat wudu untuk pria dan wanita dibangun secara terpisah, masing-masing terdiri dari dua lantai di bawah tanah, yaitu yang berada di halaman pasar kecil (depan Babul Mailik Abdul Aziz), dan dekat dengan halaman Marwa dengan luas keseluruhan mencapai 14.000 m persegi. Toilet dan tempat wudu tersebut didesain mengikuti model terbaru, dan dilapisi dengan marmer, serta dilengkapi dengan tempat untuk ganti baju baik di tempat wudu laki-laki maupun perempuan. Selain itu, terdapat pula beberapa toilet dan tempat wudu di arah timur masjid.
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. |
Masjidil Haram terletak di tengah-tengah lembah. Oleh karena itu, aliran air akibat hujan dan lain sebagainya sangat membahayakan bangunan masjid. Maka, Umar bin Khattab dan para khalifah sesudahnya sepanjang masa selalu berupaya untuk mengantisipasi bahaya banjir akibat aliran air yang akan menggenang di lembah sehingga Raja Fahd bin Abdul Aziz memerintahkan untuk melaksanakan proyek besar dalam hal ini guna mengalihkan aliran air sekaligus membuat tempat penampungannya di terowongan bawah tanah.
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. |
Untuk menghindari kemacetan lalu lintas, dibuatlah terowongan sepanjang 1500 m yang terbentang dari jembatan Asy-Syubaikah sebelah barat sampai ke jembatan Jabal Abu Qubais di sebelah Timur. Dilengkapi empat terminal, sistem pencahayaan, pengaturan udara, dan kamera pemantau yang baik.[55]
Ka'bah adalah Bait Suci atau tempat beribadah kepada Allah yang pertama kali didirikan di muka bumi.[56] Bentuk bangunan Ka'bah mendekati bentuk kubus yang terletak di tengah Masjidil Haram di Makkah. Bangunan ini adalah monumen suci bagi kaum muslim (umat Islam) dan merupakan bangunan yang dijadikan patokan arah kiblat atau arah patokan untuk hal-hal yang bersifat ibadah bagi umat Islam di seluruh dunia seperti salat.[57] Selain itu, Ka'bah juga merupakan bangunan yang wajib dikunjungi atau diziarahi pada saat musim haji dan umrah.[57][58][59]
Hajar Aswad (Arab: حجر أسود) merupakan sebuah batu yang diyakini oleh umat Islam berasal dari surga, dan yang pertama kali menemukannya Ismail dan yang meletakkannya adalah Ibrahim.[60] Dahulu kala, batu ini memiliki sinar yang terang dan dapat menerangi seluruh jazirah Arab. Namun, semakin lama sinarnya semakin meredup dan hingga akhirnya sekarang berwarna hitam. Batu ini memiliki aroma yang unik dan ini merupakan aroma wangi alami yang dimilikinya semenjak awal keberadaannya, dan pada saat ini batu Hajar Aswad tersebut ditaruh di sisi luar Ka'bah sehingga mudah bagi seseorang untuk menciumnya.[61] Adapun mencium Hajar Aswad merupakan sunah Muhammad karena ia selalu menciumnya setiap saat tawaf.[62]
Maqam Ibrahim merupakan bangunan (struktur) yang mencakup batu lebar kecil yang terletak kurang lebih 20 hasta di sebelah timur Ka'bah.[63] Tempat ini bukanlah tempat yang menjadi kuburan Ibrahim sebagaimana dugaan atau pendapat kebanyakan orang. Sebaliknya, di dalam bangunan kecil ini terdapat sebuah batu yang diturunkan oleh Allah dari surga bersamaan dengan dengan batu-batu kecil lainnya yang terdapat di Hajar Aswad.[64] Di atas batu Maqam Ibrahim ini, Ibrahim pernah berdiri di waktu ia membangun Ka'bah disamping putranya Isma'il memberikan bongkah-bongkah batu kepadanya.
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. |
Masjidil Haram merupakan tempat dari Ka'bah, titik tujuan utama salat bagi seluruh muslim. Shofa — yang merupakan tempat dimulainya ritual sai (Arab: سعى) — terletak kurang lebih setengah mil dari Ka'bah. Marwah terletak sekitar 100 yard dari Ka'bah. Jarak antara Shofa dan Marwah sekitar 450 meter, sehingga perjalanan tujuh kali berjumlah kurang lebih 3,15 kilometer. Kedua tempat itu dan jalan diantaranya sekarang berada di dalam bagian masjid.
Hijir Ismail adalah sebuah tempat sebelah utara bangunan Ka'bah, berbentuk setengah lingkaran, dibangun oleh Nabi Ibrahim alaihi salam, termasuk bangunan suci umat Islam.
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail telah membangun Ka’bah secara sempurna termasuk di dalamnya Hijir ini. Kemudian, dinding Ka’bah sempat roboh akibat bekas kebakaran dan banjir yang menerjangnya. Kemudian pada tahun 606 M, kaum Quraisy merobohkan sisa dinding Ka’bah lalu merenovasi kembali. Akan tetapi, karena kekurangan dana yang halal untuk menyempurnakan pembangunan sesuai fondasi yang dibangun Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, akhirnya mereka mengeluarkan bagian bangunan Hijir dan sebagai gantinya mereka membangun dinding pendek, sebagai tanda bahwa ia termasuk di dalam Ka’bah. Hal ini dilakukan karena mereka telah memberikan syarat pada diri mereka sendiri untuk tidak akan menggunakan dana untuk pembangunan Ka'bah kecuali dari dana yang halal. Mereka tidak menerima biaya dari hasil pelacuran, tidak juga jual beli riba dan tidak juga dana dari menzalimi seseorang.[65]
Sumur Zamzam terletak 11 meter dari Ka'bah. Menurut salah satu keterangan, ia dapat menyedot air sebanyak 11-18,5 liter per detik,[66] sehingga dapat menghasilkan 660 liter air per menit dan 39.600 liter per jamnya.
Dari mata air ini terdapat beberapa celah, di antaranya ada celah ke arah Hajar Aswad dengan panjang 75 cm, dengan tinggi 30 cm yang juga menghasilkan air sangat banyak. Beberapa celah mengarah kepada Shafa dan Marwa,[67] serta ada yang mengarah pula ke arah pengeras suara dengan panjang 70 cm dan tinggi 30 cm.[66]
Dahulu, di atas sumur zamzam ada bangunan dengan luas 8 m × 10,7 m = 88.8 m2. Akan tetapi, bangunan ini ditiadakan untuk meluaskan tempat tawaf, sehingga ruang minumnya dipindahkan ke ruang bawah tanah di bawah tempat tawaf, dengan 23 anak tangga yang dilengkapi penyejuk udara.[68] Tempat masuk ruang minumnya terpisah antara laki-laki dan perempuan. Di situ, terdapat 350 keran air minum, yaitu 220 ada di sisi ruang laki-laki dan 130 di sisi ruang perempuan. Sumur Zamzam yang telah dipagari dengan kaca tebal itu dapat dilihat dari ruangan laki-laki .[67]
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. |
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. |
Berikut nama-nama para Imam Masjidil Haram Makkah Al-Mukarramah:
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. |
Muazin di Masjidil Haram bertugas di sebuah kantor ruangan khusus didalam Masjidil Haram yang bernama Mukabariyah. Secara administratif, dewan Muazin Masjidil Haram diketuai oleh Syekh Ali Ahmed Mulla sebagai muazin paling senior di Masjidil Haram yang telah melayani sejak tahun 1960-an Masehi. Para Muazin di Masjidil Haram kebanyakan melakoni tugasnya secara turun-temurun dari keluarga mereka.
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. |
Bagi umat Muslim, Masjidil Haram memiliki beberapa keutamaan yang membuatnya menjadi sebuah masjid paling penting dalam agama Islam, yaitu:[71]
Perkembangan dan perluasan Masjidil Haram menyebabkan beberapa situs-situs penting agama Islam hilang dan dihancurkan,[76] seperti situs-situs berikut:[77][78]
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. |
Pada mulanya, para jemaah melakukan salat bersama imam di belakang Maqam Ibrahim. Namun, lama kelamaan dirasa semakin sempit, sehingga menuntut Khalid ibn Abdullah al Qusary, yaitu Gubernur Makkah (wafat 120 H) untuk menata dan menertibkan saf orang-orang salat. Perbuatan ini mendapat dukungan dari ulama-ulama besar dari tabiin dan para ulama salaf yang saleh. Maka, diteruskanlah upaya baik menata saf tersebut.
Setelah perluasan Saudi pertama dan kedua, sulit bagi orang-orang yang salat untuk melihat langsung Ka'bah sebab kadang kala terhalang bangunan atap, tempat sai, halaman sekitar masjid, dan lain sebagainya sehingga mengharuskan pemerintah Kerajaan Saudi di bahwa komando Raja Fahd untuk memberi garis melingkar di lantai pada sekeliling dan sekitar Ka'bah guna memudahkan orang-orang yang salat membuat saf menghadap Ka'bah.
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.