Loading AI tools
domain dari mikro-organisme Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Bakteri (nama ilmiah: Bacteria) adalah kelompok mikroorganisme bersel satu yang diklasifikasikan pada tingkat domain. Bersama dengan domain Arkea, bakteri digolongkan sebagai prokariota[4]. Sel bakteri memiliki bentuk tertentu, misalnya menyerupai bola, batang, atau spiral, yang biasanya berukuran beberapa mikrometer. Bakteri merupakan salah satu bentuk kehidupan pertama yang muncul dan saat ini menghuni sebagian besar habitat di Bumi. Bakteri dapat hidup di tanah, air, mata air panas yang asam, limbah radioaktif, hingga kerak Bumi. Bakteri juga menjalin hubungan simbiosis dengan tumbuhan dan hewan. Sebagian besar bakteri belum diketahui karakternya, dan hanya sekitar 27 persen filum bakteri yang memiliki spesies yang dapat ditumbuhkan di laboratorium. Studi tentang bakteri disebut bakteriologi, salah satu cabang mikrobiologi.
Bakteri Rentang waktu: | |
---|---|
Mikrograf pemindai elektron basilus Escherichia coli | |
Klasifikasi ilmiah | |
Domain: | Bacteria (Woese dkk., 1990)[1] |
Filum | |
| |
Sinonim | |
Eubacteria (Woese & Fox, 1977)[3] |
Hampir semua hewan bergantung pada bakteri agar mereka dapat bertahan hidup karena hanya bakteri dan sejumlah arkea yang memiliki gen dan enzim yang diperlukan untuk menyintesis vitamin B12. Vitamin ini diperoleh hewan melalui rantai makanan atau dihasilkan oleh mikroorganisme yang hidup dalam sistem pencernaan mereka. Terdapat sekitar 40 juta sel bakteri dalam satu gram tanah dan satu juta sel bakteri dalam satu mililiter air tawar. Secara keseluruhan, ada sekitar 4–6 x 1030 bakteri dan arkea di Bumi, yang membentuk biomassa yang hanya dilampaui oleh tumbuhan. Bakteri sangat berperan dalam siklus nutrisi, misalnya dalam proses pengikatan nitrogen dari atmosfer dan dekomposisi mayat. Pada komunitas organisme di sekitar ventilasi hidrotermal dan ventilasi dingin, bakteri ekstremofil menyediakan nutrisi yang dibutuhkan untuk menopang kehidupan dengan mengubah senyawa terlarut, seperti hidrogen sulfida dan metana, menjadi energi.
Pada manusia dan sebagian besar hewan, bakteri paling banyak berada di saluran pencernaan. Kulit juga dihuni bakteri dalam jumlah besar. Mayoritas bakteri dalam tubuh tidak berbahaya karena tubuh dilindungi sistem imun. Di samping itu, banyak bakteri yang bermanfaat, terutama sebagai flora usus. Namun, beberapa spesies bakteri bersifat patogenik dan menyebabkan penyakit menular, antara lain kolera, sifilis, gonore, antraks, kusta, dan pes. Penyakit bakterial mematikan yang paling banyak ditemukan adalah infeksi saluran pernapasan. Tuberkulosis membunuh sekitar dua juta orang per tahun, yang kebanyakan terjadi di Afrika Sub-Sahara. Antibiotik digunakan untuk mengobati infeksi bakteri dan juga digunakan dalam pertanian, yang membuat resistansi antibiotik menjadi masalah yang terus berkembang. Di bidang perindustrian, bakteri berperan penting dalam pengolahan limbah dan penguraian tumpahan minyak, produksi keju dan yoghurt melalui fermentasi, pemurnian emas, paladium, tembaga, dan logam lainnya pada sektor pertambangan, serta dalam bioteknologi seperti pembuatan antibiotik dan bahan kimia lainnya.
Bakteri merupakan organisme mikroskopik sehingga sulit dideteksi, terutama sebelum ditemukannya mikroskop. Organisme ini pertama kali diamati pada tahun 1676 oleh Antony van Leeuwenhoek, pedagang dan ilmuwan Belanda. Ia menggunakan mikroskop berlensa tunggal yang dirancangnya sendiri.[5] Leeuwenhoek lalu menerbitkan pengamatannya dalam serangkaian surat kepada Royal Society of London,[6][7][8] yang kemudian dipublikasikan dalam bahasa Inggris pada 1684.[9] Bakteri merupakan objek yang berada dalam batas yang bisa dilihat oleh lensa sederhana Leeuwenhoek dan tak ada orang lain yang bisa melihatnya selama lebih dari satu abad.[10] Leeuwenhoek juga mengamati protozoa, yang kesemuanya ia sebut sebagai "hewan kecil".[11]
Christian Gottfried Ehrenberg, ilmuwan Jerman, memperkenalkan kata bacterium pada tahun 1838.[12][13] Kata ini berasal dari romanisasi bahasa Yunani βακτηριον (bakterion),[14] bentuk diminutif dari βακτηρία (bakteria) yang memiliki arti "batang" atau "tongkat" karena bakteri pertama yang ditemukan berbentuk batang.[15][16]
Pada pertengahan abad ke-19, Ferdinand Cohn, seorang ahli botani asal Breslau, Prusia (sekarang bagian dari Polandia), tertarik pada bakteri yang tahan panas. Ia menemukan bahwa sejumlah bakteri membentuk endospora yang resistan terhadap suhu tinggi, termasuk Bacillus yang mampu beralih dari bentuk vegetatif menjadi endospora dan sebaliknya. Cohn juga menginisiasi pengelompokan bakteri berdasarkan bentuknya (bulat, batang, filamen, dan spiral) serta mengembangkan beberapa metode untuk mencegah kontaminasi pada kultur bakteri, seperti penggunaan kapas sebagai penutup pada tabung reaksi.[9][17]
Louis Pasteur, ahli kimia Prancis, menemukan bahwa pemanasan dapat membunuh atau menonaktifkan bakteri dan mikroorganisme lain pada anggur sehingga anggur tersebut tidak mudah rusak dan memiliki umur simpan yang lebih panjang.[18] Metode ini kemudian disebut pasteurisasi. Pada periode 1859 hingga 1864, Pasteur membantah konsep pembentukan spontan melalui eksperimen-eksperimennya yang kemudian diterima secara luas.[19] Bersama Robert Koch yang hidup sezaman dengannya, Pasteur adalah pendukung awal teori kuman penyakit.[20]
Pada masa itu, mikroorganisme telah diketahui menyebabkan penyakit menular. Namun, belum ada bukti definitif yang mendukung teori ini sampai Robert Koch, dokter berkebangsaan Jerman, berhasil mengisolasi dan membuat biakan murni bakteri, serta menumbuhkannya di laboratorium. Bacillus anthracis dan Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri yang digunakan Koch untuk membuktikan teori kuman penyakit hingga ia diberikan penghargaan Nobel Fisiologi atau Kedokteran pada 1905.[21][22] Postulat Koch yang dirumuskannya untuk menentukan kausalitas antara patogen dan penyakit infeksi masih dipakai hingga saat ini.[23]
Meskipun berbagai penyakit bakterial telah diketahui, tetapi saat itu belum ada pengobatan yang memadai.[24] Sekitar tahun 1910, Paul Ehrlich bersama rekan-rekannya mengembangkan antibiotik sintetis pertama, yaitu Salvarsan (yang kemudian dikenal sebagai Arsfenamina) untuk mengobati sifilis yang diakibatkan oleh Treponema pallidum.[25] Ehrlich menerima penghargaan Nobel pada 1908 atas karyanya di bidang imunologi.[26] Ia juga memelopori penggunaan bahan pewarna untuk mendeteksi dan mengidentifikasi bakteri, yang menjadi dasar berbagai teknik pewarnaan seperti Ziehl–Neelsen.[27]
Perkembangan besar pada bakteriologi terjadi pada tahun 1977 ketika Carl Woese memublikasikan bahwa arkea memiliki garis keturunan evolusioner yang terpisah dari bakteri.[3] Taksonomi filogenetik ini bergantung pada pengurutan RNA ribosomal 16S dan membagi prokariota menjadi dua domain, sebagai bagian dari sistem tiga domain.[1]
Nenek moyang bakteri masa kini adalah mikroorganisme uniseluler yang merupakan bentuk kehidupan pertama di Bumi sekitar 4 miliar tahun yang lalu. Selama sekitar 3 miliar tahun, mayoritas organisme berukuran mikroskopis, yang didominasi oleh bakteri dan arkea.[28][29] Walaupun fosil bakteri ditemukan, misalnya dalam bentuk stromatolit, morfologinya yang tidak terlalu khas mengakibatkan mereka tak bisa digunakan untuk mengetahui riwayat evolusi bakteri atau waktu munculnya spesies bakteri tertentu. Meskipun demikian, urutan gen dapat digunakan untuk merekonstruksi filogeni bakteri, yang menunjukkan bahwa bakterilah yang pertama kali membentuk cabang dan keluar dari garis keturunan arkea/eukariota.[30] Nenek moyang bersama paling terkini dari bakteri dan arkea mungkin adalah hipertermofil yang hidup sekitar 2,5 hingga 3,2 miliar tahun yang lalu.[31][32] Bentuk kehidupan paling awal di darat mungkin berupa bakteri yang hidup sekitar 3,22 miliar tahun yang lalu.[33]
Bakteri juga terlibat dalam divergensi evolusioner besar kedua yang menciptakan percabangan arkea dan eukariota. Saat itu, eukariota terbentuk dari peristiwa masuknya bakteri purba ke dalam nenek moyang sel eukariota (yang mungkin masih berhubungan dekat dengan arkea) melalui asosiasi endosimbiotik.[34][35] Secara lebih spesifik, sel-sel proto-eukariota “menelan” Alphaproteobacteria sebagai simbion sehingga terbentuk salah satu dari mitokondria atau hidrogenosom, yang masih ditemukan di semua sel eukariota yang diketahui (kadang-kadang dalam bentuk yang sangat tereduksi, misalnya dalam protozoa kuno tanpa mitokondria). Belakangan, beberapa eukariota yang sudah memiliki mitokondria juga menelan organisme mirip sianobakteri yang pada akhirnya membentuk kloroplas pada alga dan tumbuhan. Hal ini dikenal sebagai endosimbiosis primer.[36][37]
Satu kelompok bakteri, sianobakteri atau "blue green algae," telah meninggalkan fosil jauh dari zaman Prakambrium. Fosil cyanobacteria tertua yang diketahui hingga saat ini berusia hampir 3,5 miliar tahun. Sianobakteri lebih besar dari bakteri pada umumnya, dan dapat mengeluarkan dinding sel yang tebal. Selain itu, sianobakteri juga dapat membentuk struktur berlapis besar, yang disebut stromatolit (jika berbentuk kubah) atau onkolit (jika bulat). Struktur ini terbentuk sebagai alas sianobakteri yang tumbuh di lingkungan akuatik, membentuk sedimen dan terkadang mengeluarkan kalsium karbonat. Ketika dipotong sangat tipis, sianobakteri dan alga fosil yang terawetkan dengan baik dapat ditemukan pada fosil stromatolit.
Selain sianobakteri , tidak banyak fosil bakteri yang dipublikasikan. Dalam kondisi tertentu, sel bakteri dapat di salah pahamkan dengan mineral, terutama dengan pirit atau siderit (besi karbonat), mineral yang dapat membentuk replika dari sel hidup atau pseudomorphs. Beberapa bakteri juga mengeluarkan selubung berlapis besi yang terkadang memfosil. Adapula bakteri yang masuk ke dalam cangkang atau batu dan membentuk saluran mikroskopis di dalam cangkang; bakteri tersebut disebut sebagai endolitik. Bakteri juga telah ditemukan dalam damar, fosil resin pohon, dan dalam jaringan mumi.[38]
Bakteri memiliki berbagai macam bentuk dan ukuran. Sel bakteri besarnya sekitar sepersepuluh sel eukariota dan biasanya berukuran 0,5 hingga 5 mikrometer. Namun, beberapa spesies bisa dilihat dengan mata telanjang, misalnya Thiomargarita namibiensis yang panjangnya mencapai setengah milimeter[39] dan Epulopiscium fishelsoni yang mencapai 0,7 mm.[40] Contoh bakteri terkecil adalah anggota genus Mycoplasma yang berukuran 0,3 mikrometer, kurang lebih sama dengan ukuran virus terbesar.[41] Beberapa bakteri bahkan mungkin lebih kecil, tetapi jenis-jenis bakteri ultramikro ini belum dipahami dengan baik.[42]
Sebagian besar spesies bakteri berbentuk bulat (disebut kokus; dari bahasa Yunani kókkos yang artinya butir atau biji) atau berbentuk batang (disebut basilus, dari bahasa Latin baculus yang artinya tongkat).[43] Beberapa jenis bakteri berbentuk seperti batang yang agak melengkung atau berbentuk koma (disebut vibrio); bakteri-bakteri lainnya bisa berbentuk spiral (disebut spirillum) atau melingkar rapat (disebut spiroket). Bentuk yang tidak umum juga telah dijumpai, misalnya bakteri berbentuk bintang.[44] Berbagai macam bentuk ini ditentukan oleh dinding sel bakteri dan sitoskeleton, yang berperan penting karena dapat memengaruhi kemampuan bakteri dalam memperoleh nutrisi, menempel pada permukaan, berenang dalam cairan, dan melarikan diri dari predator.[45][46]
Banyak spesies bakteri hanya berupa sel tunggal, sementara bakteri yang lain berkelompok dalam pola yang khas: Neisseria berbentuk diploid (berpasangan), Streptococcus membentuk rantai, sedangkan Staphylococcus bergerombol bersama-sama menyerupai sekumpulan anggur. Bakteri juga dapat berkelompok membentuk struktur multiseluler yang lebih besar, seperti Actinobacteria dengan filamen yang memanjang, miksobakteri yang membentuk agregat, dan Streptomyces yang mempunyai hifa kompleks.[47] Struktur-struktur multiseluler ini sering kali hanya terlihat pada kondisi tertentu. Sebagai contoh, ketika kekurangan asam amino, miksobakteri mendeteksi sel-sel di sekitarnya melalui proses yang dikenal sebagai pengindraan kuorum untuk bermigrasi menuju satu sama lain dan berkumpul membentuk tubuh buah dengan panjang hingga 500 mikrometer dan mengandung sekitar 100.000 sel bakteri.[48] Dalam tubuh buah ini, bakteri-bakteri melakukan tugas terpisah; misalnya, sekitar satu dari sepuluh sel bermigrasi ke bagian atas tubuh buah dan berdiferensiasi menjadi bentuk dorman khusus yang disebut miksospora yang lebih tahan terhadap kondisi kering dan keadaan lingkungan yang merugikan.[49]
Bakteri sering kali menempel pada suatu permukaan dan membentuk agregasi padat yang disebut biofilm, sementara formasi yang lebih besar dikenal sebagai tikar mikrob. Ketebalan biofilm dan tikar ini sekitar beberapa mikrometer sedangkan kedalamannya dapat mencapai setengah meter, dan mungkin mengandung banyak spesies bakteri, protista, dan arkea. Bakteri yang hidup dalam biofilm menampilkan susunan sel dan komponen ekstraseluler yang kompleks, serta membentuk struktur sekunder, seperti mikrokoloni, yang di dalamnya terdapat jejaring saluran untuk memungkinkan difusi nutrisi yang lebih baik.[50][51] Di lingkungan alami, seperti tanah atau permukaan tumbuhan, sebagian besar bakteri terikat dalam bentuk biofilm.[52] Biofilm merupakan hal penting dalam kedokteran karena struktur ini sering kali muncul saat infeksi bakteri berlangsung kronis atau saat terjadi infeksi pada implan peralatan medis. Bakteri yang terlindung dalam biofilm jauh lebih sulit dibunuh dibandingkan bakteri yang hidup sendiri-sendiri.[53]
Sel bakteri dikelilingi oleh membran sel, yang terutama terbuat dari fosfolipid. Membran ini membungkus isi sel dan menjadi pembatas bagi nutrien, protein, dan komponen-komponen penting lainnya di sitoplasma agar mereka tetap berada di dalam sel.[54] Tidak seperti eukariota, sel bakteri biasanya tidak memiliki struktur besar yang terbungkus membran di dalam sitoplasma mereka, seperti nukleus, mitokondria, kloroplas, dan organel-organel lainnya.[55] Meskipun demikian, sejumlah bakteri mempunyai organel yang berikatan dengan protein, contohnya karboksisom,[56] yang menciptakan kompartemen untuk memisahkan aspek-aspek metabolisme bakteri.[57][58] Selain itu, bakteri memiliki sitoskeleton multikomponen untuk mengatur lokalisasi protein dan asam nukleat di dalam sel, serta untuk mengelola proses pembelahan sel.[59][60][61]
Banyak reaksi biokimia esensial, seperti pembangkitan energi, terjadi karena adanya gradien konsentrasi lintas membran. Akibatnya, tercipta perbedaan potensial yang serupa dengan baterai. Secara umum, kurangnya jumlah membran internal pada bakteri mengakibatkan reaksi-reaksi ini, misalnya rantai transpor elektron, berlangsung melintasi membran sel, baik antara sitoplasma (di bagian dalam sel) dengan bagian luar sel ataupun dengan periplasma.[62] Namun, pada banyak bakteri fotosintetik, membran plasma sangat terlipat dan mengisi sebagian besar sel dengan lapisan-lapisan membran pengumpul cahaya.[63] Kompleks pengumpul cahaya ini dapat membentuk struktur yang ditutupi lipid yang disebut klorosom pada bakteri belerang hijau.[64]
Bakteri tidak memiliki nukleus yang terbungkus membran. Materi genetiknya biasanya berupa nukleoid, yaitu DNA yang terletak di sitoplasma secara ireguler yang membentuk kromosom melingkar tunggal.[65] Nukleoid mengandung kromosom yang lengkap dengan struktur protein dan RNA-nya. Seperti semua organisme lain, bakteri memiliki ribosom untuk menghasilkan protein, tetapi struktur ribosom bakteri berbeda dari ribosom pada eukariota dan arkea.[66]
Sejumlah bakteri menghasilkan butiran penyimpanan nutrisi di dalam selnya, seperti glikogen,[67] polifosfat,[68] belerang,[69] atau polihidroksi alkanoat.[70] Beberapa bakteri, seperti sianobakteri fotosintetik, mempunyai vakuola gas internal yang mereka gunakan untuk mengatur daya apung sehingga mereka dapat berpindah untuk naik atau turun di dalam lap air yang memiliki intensitas cahaya dan tingkat nutrisi yang berbeda.[71]
Lapisan yang mengelilingi bagian luar membran sel adalah dinding sel. Dinding sel bakteri terbuat dari peptidoglikan (disebut juga murein), yang disusun oleh rantai polisakarida yang terhubung secara silang dengan peptida yang mengandung asam amino-D.[72] Dinding sel bakteri berbeda dari dinding sel tumbuhan dan fungi, yang masing-masing terbuat dari selulosa dan kitin.[73] Dinding sel bakteri juga berbeda dengan arkea yang tidak mengandung peptidoglikan. Bagi banyak bakteri, dinding sel sangat penting untuk kelangsungan hidup mereka karena beberapa zat, misalnya penisilin (antibiotik yang diproduksi oleh jamur Penicillium), mampu membunuh bakteri dengan menghalangi satu langkah reaksi dalam sintesis peptidoglikan.[73]
Secara garis besar, ada dua jenis dinding sel pada bakteri, yang mengelompokkan bakteri menjadi bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif. Penamaan tersebut didasarkan dari reaksi sel terhadap pewarnaan Gram, suatu metode yang telah lama dilakukan untuk mengklasifikasikan jenis bakteri.[74]
Bakteri Gram-positif mempunyai dinding sel tebal yang mengandung banyak lapisan peptidoglikan dan asam teikoat. Sebaliknya, bakteri Gram-negatif memiliki dinding sel yang relatif tipis yang terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang dikelilingi oleh membran lipida dwilapis yang mengandung lipopolisakarida dan lipoprotein. Sebagian besar bakteri memiliki dinding sel bertipe Gram-negatif, dan hanya filum Firmicutes dan Actinobacteria (sebelumnya masing-masing dikenal sebagai bakteri Gram-positif dengan G+C rendah dan G+C tinggi) yang memiliki susunan Gram-positif alternatif.[75] Perbedaan struktur ini dapat menghasilkan perbedaan kerentanan terhadap antibiotik; misalnya, vankomisin hanya dapat membunuh bakteri Gram-positif dan tidak efektif melawan patogen Gram-negatif, seperti Haemophilus influenzae atau Pseudomonas aeruginosa.[76] Sebagian bakteri mempunyai struktur dinding sel yang tidak tergolong Gram-positif atau Gram-negatif, termasuk bakteri yang penting secara klinis seperti Mycobacterium yang mempunyai dinding sel dengan peptidoglikan tebal seperti bakteri Gram-positif, tetapi juga memiliki lapisan lipid kedua di bagian luarnya.[77]
Pada banyak bakteri, lapisan-S berupa molekul protein yang tersusun secara kaku menutupi bagian luar sel.[78] Lapisan ini melindungi permukaan sel secara fisik dan kimiawi dan dapat bertindak sebagai penghalang difusi makromolekul. Lapisan-S memiliki fungsi yang beragam, tetapi sebagian besar fungsinya kurang dipahami. Sejauh ini, lapisan-S diketahui bertindak sebagai faktor virulensi pada Campylobacter dan mengandung enzim permukaan pada Bacillus stearothermophilus.[79]
Banyak bakteri memiliki struktur ekstrasel lainnya seperti flagela, fimbria, dan pili yang digunakan untuk bergerak, melekat, dan berkonjugasi.[80] Flagela merupakan struktur protein kaku yang digunakan untuk motilitas. Diameter flagela sekitar 20 nanometer dan panjangnya mencapai 20 mikrometer. Flagela digerakkan oleh energi yang dilepaskan oleh transfer ion, yang terjadi karena gradien elektrokimia lintas membran sel.[81] Fimbria (kadang-kadang disebut "pili yang melekat") adalah filamen protein yang halus, dengan diameter sekitar 2–10 nanometer dan panjang beberapa mikrometer. Mereka tersebar di permukaan sel dan terlihat seperti rambut halus bila diamati melalui mikroskop elektron. Fimbria diyakini terlibat dalam perlekatan bakteri ke permukaan padat atau ke sel lain, dan berperan dalam virulensi beberapa bakteri patogen.[82] Sementara itu, pili adalah struktur pelengkap yang sedikit lebih besar dari fimbria. Struktur ini disebut sebagai pili konjugasi atau pili kelamin saat menjadi sarana transfer materi genetik antarsel bakteri dalam proses yang disebut konjugasi (lihat genetika bakteri di bawah).[83] Mereka juga dapat menghasilkan gerakan yang disebut pili tipe IV.[84]
Banyak bakteri memproduksi glikokaliks untuk mengelilingi sel mereka. Kompleksitas struktur glikokaliks bervariasi, mulai dari lapisan lendir tak teratur yang terbuat dari zat polimer ekstraseluler hingga kapsul yang sangat terstruktur. Struktur-struktur ini dapat melindungi sel bakteri dari sel eukariota, misalnya makrofag (bagian dari sistem imun manusia), yang hendak menelan mereka.[85] Glikokaliks juga memiliki beberapa peran lain: bertindak sebagai antigen, terlibat dalam pengenalan sel, serta membantu perlekatan ke suatu permukaan dan pembentukan biofilm.[86]
Perakitan struktur-struktur ekstraseluler bergantung pada sistem sekresi bakteri, yang mentransfer protein dari sitoplasma ke periplasma atau ke lingkungan di sekitar sel. Para ilmuwan telah mengetahui bermacam-macam sistem sekresi bakteri dan menemukan bahwa struktur-struktur ekstrasel yang dihasilkannya sering kali berperan penting dalam menentukan virulensi patogen. Oleh karenanya, mereka dipelajari secara intensif.[87]
Beberapa genus bakteri Gram-positif, seperti Bacillus, Clostridium, Sporohalobacter, Anaerobacter, dan Heliobacterium, dapat membentuk struktur yang sangat resistan yang disebut endospora.[88] Endospora berkembang di dalam sitoplasma dan umumnya ada satu endospora yang berkembang di setiap sel. Setiap endospora mengandung DNA dan ribosom yang dikelilingi oleh lapisan korteks dan dilindungi oleh berlapis-lapis selubung kaku yang terdiri dari peptidoglikan dan berbagai protein.[89]
Endospora tidak menunjukkan tanda-tanda metabolisme dan dapat bertahan dari tekanan fisik dan kimia, seperti sinar ultraungu, radiasi gama, detergen, disinfektan, panas, pembekuan, tekanan, dan pengeringan, dalam tingkatan yang ekstrem.[90] Dalam keadaan yang tidak aktif ini, suatu organisme dapat tetap hidup selama jutaan tahun,[91][92] dan endospora bahkan memungkinkan bakteri bertahan hidup pada kondisi hampa udara dan radiasi di ruang angkasa sehingga mungkin bakteri dapat didistribusikan ke seluruh Alam semesta melalui debu kosmik, meteoroid, asteroid, komet, planetoid, atau melalui panspermia terarah.[93] Bakteri pembentuk endospora juga dapat menyebabkan penyakit. Sebagai contoh, antraks dapat ditularkan dengan menghirup endospora Bacillus anthracis, sementara luka-tusuk dalam yang terkontaminasi endospora Clostridium tetani dapat menyebabkan tetanus.[94] Selain itu, endospora Clostridium botulinum membuatnya terlindung dari suhu dan tekanan tinggi pada pemrosesan makanan kaleng sehingga dapat mengakibatkan keracunan saat dikonsumsi.[95]
Bakteri menunjukkan tipe metabolisme yang sangat beragam.[96] Perbedaan sifat metabolik dalam suatu kelompok bakteri awalnya digunakan untuk menentukan taksonomi mereka, tetapi sifat-sifat ini sering kali tidak selaras dengan klasifikasi modern berbasis genetik.[97] Metabolisme bakteri dibagi menjadi beberapa kelompok nutrisi berdasarkan tiga kriteria utama: sumber energi, donor elektron yang digunakan, dan sumber karbon yang digunakan untuk pertumbuhan.[98]
Bakteri memperoleh energi dengan salah satu dari dua cara: berfotosintesis untuk mengubah energi dari cahaya (mereka disebut fototrof) atau dengan memecah senyawa kimia menggunakan oksidasi (disebut kemotrof).[99] Bakteri kemotrof menggunakan senyawa kimia sebagai sumber energi dengan mentransfer elektron dari donor ke akseptor terminal dalam reaksi redoks. Reaksi ini melepaskan energi yang dapat digunakan untuk bermetabolisme. Kemotrof selanjutnya dibagi berdasarkan jenis senyawa yang mereka gunakan untuk mentransfer elektron. Bakteri yang menggunakan senyawa anorganik seperti hidrogen, karbon monoksida, atau amonia sebagai sumber elektron disebut litotrof, sedangkan yang menggunakan senyawa organik disebut organotrof. Senyawa yang digunakan untuk menerima elektron juga digunakan untuk mengklasifikasikan bakteri: organisme aerob menggunakan oksigen sebagai akseptor elektron terminal, sedangkan organisme anaerob menggunakan senyawa lain seperti nitrat, sulfat, atau karbon dioksida.[99]
Banyak bakteri mendapatkan karbon untuk selnya dari karbon organik lain; mereka disebut heterotrof. Bakteri lainnya seperti sianobakteri dan beberapa bakteri ungu merupakan autotrof, artinya mereka memperoleh karbon dengan memfiksasi karbon dioksida.[100] Dalam situasi tertentu, gas metana dapat digunakan oleh bakteri metanotrof sebagai sumber elektron dan sebagai substrat untuk anabolisme karbon.[101]
Tipe nutrisi | Sumber energi | Sumber karbon | Contoh |
---|---|---|---|
Fototrof | Cahaya matahari | Senyawa organik (fotoheterotrof) atau fiksasi karbon (fotoautotrof) | Sianobakteri, bakteri belerang hijau, Chloroflexi, dan bakteri ungu |
Litotrof | Senyawa anorganik | Senyawa organik (litoheterotrof) atau fiksasi karbon (litoautotrof) | Thermodesulfobacteriaceae, Hydrogenophilaceae, dan Nitrospiraceae |
Organotrof | Senyawa organik | Senyawa organik (kemoheterotrof) atau fiksasi karbon (kemoautotrof) | Bacillus, Clostridium, dan Enterobacteriaceae |
Dalam banyak hal, metabolisme bakteri memberi manfaat bagi stabilitas ekologi dan kehidupan manusia. Sebagai contoh, beberapa bakteri mampu memfiksasi gas nitrogen menggunakan enzim nitrogenase. Sifat ini penting bagi lingkungan dan dapat ditemukan pada sebagian besar tipe metabolisme bakteri yang disebutkan di atas,[102] yang mengarah pada proses denitrifikasi, reduksi sulfat, dan asetogenesis, yang semuanya penting secara ekologis.[103][104] Proses metabolisme bakteri juga berperan penting dalam pencemaran; misalnya, bakteri pereduksi sulfat sangat bertanggung jawab atas produksi bentuk merkuri yang sangat beracun (metilmerkuri dan dimetilmerkuri) di lingkungan.[105] Bakteri anaerob nonrespiratori menggunakan fermentasi untuk menghasilkan energi dan mengurangi daya, serta mengeluarkan produk sampingan metabolik (seperti etanol dalam pembuatan bir) sebagai limbah. Bakteri anaerob fakultatif dapat beralih antara fermentasi dan beberapa bentuk akseptor elektron terminal yang berbeda, tergantung pada kondisi lingkungan tempat mereka berada.[106]
Bakteri hidup di mana-mana dengan jumlah berlimpah. Ekosistem tempat bakteri hidup mencakup ekosistem terestrial, ekosistem akuatik, di dalam tubuh makhluk hidup lainnya, dan di struktur buatan manusia.[107] Menurut sebuah penelitian tahun 1998, jumlah bakteri dan arkea yang ada di Bumi diperkirakan sebanyak 4–6 x 1030, yang mayoritas hidup di biosfer dalam. Sekitar 3,5 x 1030 prokariota hidup di biosfer dalam di laut (lapisan dasar laut yang lebih dalam dari 10 cm) dan antara 0,25–2,5 x 1030 di biosfer dalam di terestrial (lapisan bawah tanah yang lebih dalam dari 8 m). Jumlah yang lebih rendah ditemukan di habitat-habitat terestrial, yaitu 2,6 x 1029 sel, dan di habitat-habitat akuatik, yaitu 1,2 x 1029 sel. Proporsi yang jauh lebih kecil ditemukan di dalam tubuh hewan (termasuk manusia), di daun dan bagian tumbuhan lain, serta di udara.[108] Kesemuanya membentuk biomassa terbesar di Bumi yang hanya dilampaui oleh tumbuhan.[109]
Di tanah, yang merupakan habitat penting bagi berbagai organisme, jumlah dan kepadatan bakteri berbeda-beda tergantung tipe ekosistemnya. Secara umum, jumlah bakteri tanah di ekosistem hutan lebih rendah dibandingkan tipe ekosistem lainnya, seperti gurun bersemak, sabana, dan lahan pertanian. Hingga kedalaman satu meter, jumlah prokariota diperkirakan 40 juta sel per gram tanah hutan, sedangkan di tipe ekosistem terestrial lainnya mencapai 2 miliar sel per gram tanah. Di lingkungan akuatik, kepadatan bakteri tertinggi ditemukan di sedimen pada ketebalan 0 hingga 10 cm di dasar laut, yakni 460 juta sel per ml.[108] Di sedimen dasar laut ini, bakteri mempunyai peran penting dalam siklus biogeokimia, misalnya pada siklus belerang yang diperankan oleh Desulfobulbaceae.[110] Di sekitar ventilasi hidrotermal dan ventilasi dingin, bakteri ekstremofil menyediakan nutrisi yang dibutuhkan untuk menopang kehidupan dengan mengubah senyawa terlarut, seperti hidrogen sulfida dan metana, menjadi energi melalui kemosintesis.[111][112] Sementara itu, konsentrasi prokariota yang lebih rendah ditemukan di ekosistem sungai, danau air tawar, dan danau garam yaitu 10 juta sel per ml, sedangkan kepadatan 5 juta sel per ml ada di perairan landas benua dan di laut lepas hingga kedalaman 200 m.[108]
Bakteri dapat ditemukan di dalam tubuh manusia, terutama di dalam saluran pencernaan. Banyak media populer dan tulisan ilmiah menyebutkan bahwa jumlah sel bakteri yang menghuni tubuh manusia sekitar 10 kali lipat lebih banyak dibandingkan jumlah sel manusianya sendiri, dengan perkiraan 100 triliun sel bakteri dan 10 triliun sel manusia.[114] Meskipun demikian, jumlah mereka sangat bergantung pada banyak hal, seperti usia, ukuran tubuh, lingkungan, hingga pangan yang dikonsumsi.[115] Di sisi lain, sebuah studi yang diterbitkan pada 2016 menemukan bahwa perbandingannya sekitar 1,3 sel bakteri untuk setiap sel manusia.[116]
Jumlah bakteri di saluran pencernaan manusia cukup bervariasi. Mereka paling banyak ditemukan di usus besar, yaitu sekitar 1011 sel per gram isi usus, sedangkan di usus halus sebanyak 108 sel per gram, dan di lambung yang asam jumlahnya 104 sel mikrob per gram.[117] Dari segi variasi, hanya dua filum utama yang menghuni tubuh manusia, yaitu Firmicutes dan Bacteroidetes. Selain mereka, tercatat pula filum Actinobacteria, Proteobacteria, Fusobacteria, dan Verrucomicrobia.[113][118] Contoh yang biasa ditemukan adalah bakteri asam laktat Lactobacillus acidophilus.[119] Jenis ini tergolong probiotik, yang dilaporkan bermanfaat bagi tubuh dan mencegah gangguan kesehatan seperti diare dan penyakit degeneratif.[120][121] Bakteri juga dapat ditemukan di permukaan kulit dan mulut. Di dalam mulut, bakteri dapat membentuk biofilm berupa plak yang mengakibatkan bau mulut.[122]
Kondisi lingkungan dapat memacu maupun menghambat pertumbuhan dan reproduksi bakteri. Faktor-faktor lingkungan yang sangat memengaruhi kehidupan bakteri adalah suhu, pH, ketersediaan air, dan oksigen.[123] Meskipun demikian, serupa dengan arkea, bakteri mampu hidup di lingkungan yang tidak memungkinkan organisme lain untuk hidup, misalnya lingkungan yang terlalu panas atau terlalu dingin, terlalu asam atau basa, dan terlalu bergaram. Habitat-habitat yang ekstrem menuntut mikroorganisme mengembangkan kemampuan untuk bertahan hidup. Kelompok mikroorganisme ini disebut sebagai ekstremofil.[124]
Suhu sangat berkaitan dengan metabolisme. Seiring dengan naiknya suhu, reaksi enzimatik akan berlangsung lebih cepat hingga mencapai suhu optimum yang memungkinkan sel bakteri tumbuh dengan kecepatan tertinggi. Akan tetapi, setelah melewati suhu tertentu, protein dan komponen-komponen sel lainnya akan mengalami denaturasi sehingga sel akan mati.[123] Demikian pula bila suhu lingkungan berada di bawah batas toleransi sel, membran sel akan kehilangan wujud semicairnya sehingga tak bisa menjalankan fungsinya. Berdasarkan kisaran suhu aktivitasnya, bakteri dibagi menjadi empat golongan: psikrofili yang hidup di lingkungan bersuhu rendah dengan suhu optimum sekitar 4 °C, mesofili yang hidup di lingkungan bersuhu sedang dengan suhu optimum sekitar 40 °C, termofili yang hidup di lingkungan bersuhu tinggi dengan suhu optimum sekitar 60 °C, dan hipertermofili yang hidupnya di lingkungan bersuhu sangat tinggi dengan suhu optimum 88 °C dan bahkan di atasnya.[125] Sebagai contoh, Thermus aquaticus merupakan salah satu spesies bakteri termofili yang hidup di mata air panas.[126] Di Antarktika, sejumlah bakteri melakukan vetrifikasi untuk bertahan hidup pada suhu hingga −20 °C.[127]
Selain suhu, pertumbuhan dan reproduksi bakteri juga ditentukan oleh derajat keasaman (pH). Sebagian besar lingkungan alam memiliki pH antara 3 hingga 9 sehingga hampir semua bakteri hidup pada kisaran pH ini. Tiap jenis mikroorganisme memiliki kisaran pH optimum sendiri-sendiri, dengan rentang 2–3 unit pH.[128] Oleh karena itu, bakteri juga bisa dikelompokkan berdasarkan pH lingkungannya. Organisme neutrofili tumbuh di pH netral, sedangkan asidofili tumbuh di lingkungan asam dan alkalifili tumbuh di lingkungan basa.[129]
Pada umumnya bakteri memerlukan kelembaban relatif yang cukup tinggi, kira-kira 85%.[130] Kelembaban relatif dapat didefinisikan sebagai kandungan air yang terdapat di udara.[130] Pengurangan kadar air dari protoplasma menyebabkan kegiatan metabolisme terhenti, misalnya pada proses pembekuan dan pengeringan.[130] Sebagai contoh, bakteri Escherichia coli akan mengalami penurunan daya tahan dan elastisitas dinding selnya saat RH lingkungan kurang dari 84%.[131] Bakteri gram positif cenderung hidup pada kelembaban udara yang lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri gram negatif terkait dengan perubahan struktur membran selnya yang mengandung lipid bilayer.[132]
Cahaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri.[133] Secara umum, bakteri dan mikroorganisme lainnya dapat hidup dengan baik pada paparan cahaya normal.[133] Akan tetapi, paparan cahaya dengan intensitas sinar ultraviolet (UV) tinggi dapat berakibat fatal bagi pertumbuhan bakteri.[133] Teknik penggunaan sinar UV, sinar x, dan sinar gamma untuk mensterilkan suatu lingkungan dari bakteri dan mikroorganisme lainnya dikenal dengan teknik iradiasi yang mulai berkembang sejak awal abad ke-20.[133][134] Metode ini telah diaplikasikan secara luas untuk berbagai keperluan, terutama pada sterilisasi makanan untuk meningkatkan masa simpan dan daya tahan.[134] Beberapa contoh bakteri patogen yang mampu dihambat ataupun dihilangkan antara lain Escherichia coli 0157:H7 dan Salmonella.[134]
Radiasi pada kekuatan tertentu dapat menyebabkan kelainan dan bahkan dapat bersifat letal bagi makhluk hidup, terutama bakteri.[135] Sebagai contoh pada manusia, radiasi dapat menyebabkan penyakit hati akut, katarak, hipertensi, dan bahkan kanker.[135] Akan tetapi, terdapat kelompok bakteri tertentu yang mampu bertahan dari paparan radiasi yang sangat tinggi, bahkan ratusan kali lebih besar dari daya tahan manusia tehadap radiasi, yaitu kelompok Deinococcaceae.[136] Sebagai perbandingan, manusia pada umumnya tidak dapat bertahan pada paparan radiasi lebih dari 10 Gray (Gy, 1 Gy = 100 rad), sedangkan bakteri yang termasuk dalam kelompok ini dapat bertahan hingga 5.000 Gy.[136][137]
Pada umumnya, paparan energi radiasi dapat menyebabkan mutasi gen dan putusnya rantai DNA.[138] Apabila terjadi pada intensitas yang tinggi, bakteri dapat mengalami kematian.[138] Deinococcus radiodurans memiliki kemampuan untuk bertahan terhadap mekanisme perusakan materi genetik tersebut melalui sistem adaptasi dan adanya proses perbaikan rantai DNA yang sangat efisien.[138]
Ada pula bakteri halofili yang dapat hidup di lingkungan dengan kadar garam yang sangat tinggi, seperti Salinibacter ruber yang tumbuh optimal pada konsentrasi garam antara 20 hingga 30%.[139] Selain itu, sejumlah bakteri lain yang mampu hidup pada kadar gula tinggi (kelompok osmofil), kadar air rendah (kelompok xerofil), serta derajat keasaman yang sangat tinggi dan rendah.[130]
Beberapa komunitas bakteri dapat bertahan hidup di dalam awan dengan ketingian hingga 10 kilometer. Sebuah tim peneliti menggunakan pesawat tua DC-8 yang dimodifikasi sebagai laboratorium terbang berhasil menggambil sampel sejumlah bakteri di awan dalam kondisi badai. Bakteri yang hidup dalam nukleasi es terbawa badai dan bertahan dalam ionisasi awan.[140]
Pada organisme uniseluler, penambahan ukuran sel (pertumbuhan sel) dan reproduksi (melalui pembelahan sel) merupakan dua hal yang terkait erat. Bakteri tumbuh hingga mencapai ukuran yang tetap dan kemudian berkembang biak melalui pembelahan biner, salah satu bentuk reproduksi aseksual.[141] Dalam kondisi optimal, bakteri dapat tumbuh dan membelah dengan sangat cepat; populasi bakteri dapat bertambah dua kali lipat setiap 9,8 menit.[142] Pembelahan sel menghasilkan dua sel anakan yang identik. Meskipun masih bereproduksi secara aseksual, beberapa bakteri membentuk struktur reproduksi yang lebih kompleks untuk membantu menyebarkan sel anak yang baru terbentuk. Contohnya pembentukan tubuh buah oleh miksobakteri, pembentukan hifa oleh Streptomyces, serta pembentukan tunas. Pertunasan terjadi saat sebuah sel membentuk tonjolan yang kemudian memisahkan diri dari sel induk menjadi sel anak.
Di laboratorium, bakteri biasanya ditumbuhkan dengan menggunakan media padat atau media cair. Media pertumbuhan padat, seperti lempeng agar, digunakan untuk mengisolasi kultur murni suatu galur bakteri. Sementara itu, media pertumbuhan cair digunakan saat ilmuwan ingin mengukur pertumbuhan bakteri atau memerlukan sejumlah besar volume sel bakteri. Media cair dapat diaduk sampai terbentuk suspensi sel yang merata sehingga kultur bakteri mudah dibagi-bagi dan dipindahkan ke wadah lainnya. Penggunaan media selektif (media dengan penambahan atau pengurangan nutrisi tertentu atau dengan penambahan antibiotik) dapat membantu mengidentifikasi organisme spesifik.[144]
Sebagian besar teknik untuk menumbuhkan bakteri di laboratorium menggunakan nutrisi yang tinggi untuk menghasilkan sel dalam jumlah besar dengan murah dan cepat. Namun, di lingkungan alami, jumlah nutrisi terbatas. Artinya, bakteri tidak dapat terus berkembang biak selamanya. Keterbatasan nutrisi menyebabkan bakteri berevolusi dengan strategi pertumbuhan yang berbeda (lihat teori pemilihan r/K). Beberapa organisme dapat tumbuh sangat cepat ketika tersedia cukup nutrisi, seperti ledakan populasi alga (dan sianobakteri) yang sering terjadi di danau selama musim panas.[145] Bakteri lainnya beradaptasi terhadap lingkungan yang keras, seperti Streptomyces yang menghasilkan beberapa antibiotik untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme pesaing.[146] Di alam, banyak organisme yang hidup dalam komunitas (misalnya biofilm), yang memungkinkan peningkatan pasokan nutrisi dan perlindungan dari tekanan lingkungan.[52] Hubungan-hubungan ini menjadi penting bagi pertumbuhan organisme tertentu atau kelompok organisme tertentu (disebut sebagai sintrofi).[147]
Pertumbuhan bakteri terdiri atas empat fase. Ketika populasi bakteri pertama kali memasuki lingkungan bernutrisi tinggi yang memungkinkan pertumbuhan, mereka perlu beradaptasi dengan lingkungan barunya. Fase pertama adalah fase lamban. Pertumbuhan terjadi secara perlahan saat sel-sel bakteri beradaptasi dengan lingkungan kaya nutrisi dan bersiap untuk pertumbuhan cepat. Fase lamban memiliki tingkat biosintesis yang tinggi karena protein yang diperlukan untuk pertumbuhan diproduksi dengan cepat.[148][149] Fase pertumbuhan yang kedua adalah fase logaritmik, yang juga dikenal sebagai fase eksponensial. Fase log ditandai dengan pertumbuhan eksponensial yang cepat. Laju peningkatan jumlah sel selama fase ini dikenal sebagai laju pertumbuhan (k), sementara waktu yang dibutuhkan sel untuk menggandakan diri dikenal sebagai waktu pembentukan (g). Selama fase log, nutrisi dimetabolisme dengan kecepatan maksimum hingga salah satu nutrisi habis sehingga pertumbuhan mulai terbatas. Fase ketiga adalah fase stasioner atau fase diam akibat nutrisi yang terkuras. Sel-sel mengurangi aktivitas metaboliknya dan mengonsumsi protein internal sel yang nonesensial. Fase diam merupakan transisi dari kondisi pertumbuhan cepat ke kondisi yang menanggapi stres. Ada peningkatan ekspresi gen yang terlibat dalam perbaikan DNA, metabolisme antioksidan, dan transportasi nutrisi.[150] Fase terakhir adalah fase kematian saat bakteri kehabisan nutrisi dan mati.
Sebagian besar bakteri memiliki kromosom melingkar tunggal yang panjangnya dapat berkisar dari 160.000 pasangan basa (bp) pada bakteri endosimbiotik Carsonella ruddii,[151] hingga 12.200.000 pasangan basa (12,2 Mbp) pada bakteri penghuni tanah Sorangium cellulosum.[152] Ada banyak variasi bentuk kromosom bakteri, misalnya beberapa spesies Streptomyces dan Borrelia yang mempunyai satu kromosom linier,[153][154] sementara beberapa spesies Vibrio memiliki lebih dari satu kromosom.[155] Bakteri juga dapat mengandung plasmid, molekul DNA ekstrakromosomal kecil yang mungkin mengandung gen-gen yang berguna mengembangkan berbagai fungsi, seperti resistansi antibiotik, kemampuan metabolisme, atau faktor virulensi.[156]
Genom bakteri biasanya menyandi beberapa ratus hingga beberapa ribu gen. Gen-gen tersebut umumnya tersusun saling menyambung dalam satu bentangan DNA dan meskipun beberapa jenis intron ditemukan dalam genom bakteri, frekuensinya jauh lebih sedikit dibandingan dengan intron pada eukariota.[157]
Sebagai organisme aseksual, bakteri mewarisi salinan genom yang identik dengan sel induknya dan bersifat klonal. Walaupun begitu, semua bakteri dapat berevolusi dan mengalami perubahan DNA akibat rekombinasi genetik atau mutasi. Mutasi disebabkan oleh kesalahan yang terjadi selama replikasi DNA atau oleh paparan mutagen. Laju mutasi sangat bervariasi di antara berbagai spesies bakteri dan bahkan di antara klon yang berasal dari satu spesies bakteri.[158] Mutasi bisa muncul secara acak selama replikasi atau akibat “dorongan stres”, saat terjadi peningkatan laju mutasi pada gen-gen tertentu yang terlibat dalam situasi yang membatasi pertumbuhan.[159]
Sejumlah bakteri bisa melakukan transfer materi genetik antarsel melalui tiga cara utama. Pertama, bakteri dapat mengambil DNA eksogen dari lingkungan sekitarnya melalui proses yang disebut transformasi.[160] Secara alami, banyak bakteri yang memiliki kompetensi untuk mengambil DNA dari lingkungan, sementara bakteri lain harus dimodifikasi secara kimiawi untuk menginduksi mereka agar mengambil DNA.[161] Kemampuan ini dapat dikembangkan secara alami dan biasanya dikaitkan dengan kondisi lingkungan yang penuh tekanan, sebagai adaptasi bakteri untuk memperbaiki DNA yang rusak. Cara kedua untuk mentransfer materi genetik adalah dengan transduksi, ketika bakteriofag (suatu jenis virus) memasukkan DNA asing ke dalam kromosom bakteri. Ada banyak jenis bakteriofag; beberapa di antaranya hanya menginfeksi dan melisiskan bakteri inangnya, sementara yang lain masuk ke dalam kromosom bakteri.[162] Bakteri melawan infeksi fag melalui sistem modifikasi restriksi yang mendegradasi DNA asing[163] dan sistem yang menggunakan CRISPR yang memungkinkan mereka untuk memblokir replikasi virus melalui interferensi RNA.[164][165] Metode ketiga untuk mentransfer gen adalah konjugasi, saat DNA ditransfer melalui kontak antarsel secara langsung. Dalam keadaan biasa, transfer DNA melalui transduksi, konjugasi, dan transformasi melibatkan individu bakteri dari spesies yang sama, tetapi terkadang transfer DNA dapat terjadi antara individu bakteri yang spesiesnya berbeda dan hal ini dapat menimbulkan efek yang signifikan, seperti transfer kemampuan resistansi antibiotik.[166][167]
Banyak bakteri bersifat motil (dapat bergerak sendiri) dengan menggunakan berbagai mekanisme. Alat gerak yang paling dipelajari dengan baik adalah flagela, filamen panjang menyerupai cambuk yang pangkalnya menempel pada rotor yang berputar untuk menghasilkan gerakan seperti baling-baling.[168] Arah putaran flagela bersifat reversibel, yang menggunakan gradien elektrokimia lintas membran untuk menciptakan daya.[169]
Spesies bakteri yang berbeda memiliki jumlah dan susunan flagela yang berbeda. Ada spesies yang mempunyai flagela tunggal (disebut bakteri monotrik), ada juga yang memiliki flagela di setiap ujungnya (amfitrik), memiliki kelompok flagela di kutub sel (lofotrik), atau flagela yang terdistribusi di seluruh permukaan sel (peritrik). Flagela pada spiroket ditemukan di tempat yang unik, yaitu antara dua membran di ruang periplasmik. Kelompok bakteri ini memiliki tubuh heliks khas yang ikut berputar saat mereka bergerak.[168]
Bakteri motil mendekati atau menjauhi rangsangan tertentu. Perilaku ini disebut taksis, yang mencakup kemotaksis, fototaksis, energitaksis, dan magnetotaksis.[170][171][172] Pada satu kelompok khusus, miksobakteri, individu bakteri bergerak bersama-sama untuk membentuk gelombang sel yang kemudian berdiferensiasi membentuk tubuh buah yang mengandung spora.[49] Miksobakteri hanya bergerak pada permukaan padat, tidak seperti E. coli, yang bergerak dalam media cair atau padat.[173]
Sebagai patogen intraseluler, beberapa spesies Listeria dan Shigella bergerak di dalam sel inang dengan mengambil alih sitoskeleton, yang biasanya digunakan untuk memindahkan organel di dalam sel inang. Dengan mendorong polimerisasi aktin di salah satu kutub selnya, mereka dapat membentuk semacam ekor agar dapat bergerak di dalam sitoplasma sel inang.[174]
Bentuk komunikasi antarbakteri dijumpai pada biofilm. Sel-sel bakteri yang membentuk agregat saling bertukar sinyal molekuler untuk berkomunikasi dan terlibat dalam perilaku multiseluler yang terkoordinasi. Manfaat dari kerja sama multiseluler di antaranya mengatur pembagian kerja seluler, mengakses sumber daya yang tidak dapat digunakan secara efektif oleh sel tunggal, secara kolektif bertahan melawan antagonis, dan mengoptimalkan kelangsungan hidup populasi dengan berdiferensiasi menjadi sel-sel yang berbeda jenisnya.[175] Sebagai contoh, sekumpulan bakteri dalam biofilm dapat meningkatkan resistansi terhadap agen antibakteri hingga lebih dari 500 kali lipat dibandingkan bakteri-bakteri planktonik (bakteri yang cenderung hidup bebas) yang spesiesnya seragam.[176]
Salah satu jenis komunikasi antarsel yang menggunakan sinyal molekuler adalah pengindraan kuorum. Mekanisme ini berfungsi untuk menentukan kepadatan lokal bakteri sejenis. Jika kepadatannya cukup tinggi, bakteri-bakteri tersebut akan bersama-sama melakukan hal yang sama, misalnya mengeluarkan enzim pencernaan atau memancarkan cahaya.[177][178]
Pada pengindraan kuorum, bakteri akan menghasilkan, melepaskan, dan mendeteksi sinyal molekuler. Jika sinyal molekulernya banyak (sebagai akibat dari banyaknya jumlah bakteri sejenis), mereka kemudian melakukan ekspresi gen yang terkoordinasi, yang akan menghasilkan protein dan menginisiasi perilaku yang serupa.[179]
Taksonomi bertujuan menguraikan keanekaragaman spesies bakteri dengan cara memberi nama dan mengelompokkan bakteri berdasarkan kesamaan mereka. Bakteri dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur sel, metabolisme sel, atau perbedaan komponen selnya, seperti DNA, asam lemak, pigmen, antigen, dan kuinon.[144] Meskipun metode ini memungkinkan identifikasi dan klasifikasi hingga galur bakteri, tetapi perbedaan yang ditemukan masih tidak jelas, apakah mewakili variasi di antara spesies yang berbeda atau di antara galur pada spesies yang sama. Ketidakpastian ini disebabkan oleh kurangnya struktur pembeda pada sebagian besar bakteri serta adanya transfer gen horizontal di antara spesies yang tidak terkait.[181] Akibat transfer gen horizontal, sejumlah bakteri yang berkerabat dekat dapat memiliki morfologi dan metabolisme yang sangat berbeda. Untuk mengatasi ketidakpastian ini, klasifikasi bakteri modern menggunakan filogenetika molekuler, yang memakai teknik genetik seperti penentuan rasio sitosina-guanina, hibridisasi genom-genom, serta pengurutan gen yang belum mengalami transfer gen horizontal secara ekstensif, seperti gen rRNA.[182] Klasifikasi bakteri ditentukan oleh publikasi dalam International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology dan Bergey's Manual.[183][184] Komite Internasional Sistematika Prokariota (ICSP) menetapkan aturan internasional mengenai penamaan bakteri, kategori taksonomi, dan peringkat mereka dalam Peraturan Internasional bagi Nomenklatur Prokariota.[185]
Pada awalnya, istilah "bakteri" digunakan untuk menyebut semua prokariota mikroskopis bersel tunggal. Namun, filogenetika molekuler menunjukkan bahwa prokariota terdiri dari dua domain terpisah, yang awalnya disebut Eubacteria dan Archaebacteria, tetapi sekarang disebut Bacteria dan Archaea; keduanya berevolusi secara independen dari satu nenek moyang bersama.[1] Hubungan kekerabatan antara arkea dan eukariota lebih dekat dibandingkan antara mereka dengan bakteri. Kesemuanya, yaitu Bacteria, Archaea, dan Eukarya, membentuk sistem tiga domain yang saat ini menjadi sistem klasifikasi yang paling banyak digunakan.[186] Namun, karena penerapan filogenetika molekuler masih relatif baru dan jumlah urutan genom yang diketahui meningkat dengan cepat, klasifikasi bakteri tetap menjadi bidang yang berubah dan berkembang.[187][188] Sebagai contoh, Cavalier-Smith, ahli biologi evolusioner, berpendapat bahwa arkea dan eukariota berevolusi dari bakteri Gram-positif.[189]
Identifikasi bakteri di laboratorium sangat relevan dalam ilmu kedokteran karena terapi yang tepat ditentukan oleh keakuratan identifikasi bakteri penyebab infeksi. Akibatnya, kebutuhan untuk mengidentifikasi patogen merupakan dorongan utama untuk mengembangkan teknik identifikasi bakteri.
Pewarnaan Gram, yang dikembangkan pada tahun 1884 oleh Hans Christian Gram, mengelompokkan bakteri berdasarkan struktur dinding selnya. Lapisan tebal peptidoglikan di dinding sel bakteri "Gram-positif" menunjukkan warna ungu, sedangkan dinding sel bakteri "Gram-negatif" yang tipis tampak merah muda. Dengan menggabungkan morfologi dan pewarnaan Gram, sebagian besar bakteri dapat diklasifikasikan sebagai salah satu dari empat kelompok: kokus Gram-positif, basil Gram-positif, kokus Gram-negatif, dan basil Gram-negatif. Sejumlah bakteri lebih baik diidentifikasi dengan pengecatan selain pewarnaan Gram, terutama Mycobacterium atau Nocardia, yang menunjukkan sifat tahan asam pada pewarnaan Ziehl–Neelsen atau pewarnaan serupa.[190] Bakteri lainnya mungkin perlu diidentifikasi dengan ditumbuhkan di media khusus, atau dengan teknik lain, seperti serologi.[191]
Kultur bakteri dirancang untuk mendorong pertumbuhan dan mengidentifikasi bakteri spesifik, sekaligus membatasi pertumbuhan bakteri lain dalam sampel. Jenis spesimen tertentu biasanya diperlakukan dengan teknik tertentu; misalnya, spesimen dahak akan ditangani untuk mengidentifikasi organisme penyebab pneumonia, sedangkan spesimen feses dikultur pada media selektif yang dapat mengidentifikasi organisme penyebab diare, sekaligus mencegah pertumbuhan bakteri nonpatogenik. Spesimen yang biasanya steril, seperti darah, urine, atau cairan serebrospinal, dikultur dalam kondisi yang dirancang untuk menumbuhkan semua kemungkinan mikroorganisme.[144][192] Setelah bakteri patogenik berhasil diisolasi, mereka dapat dikarakterisasi lebih lanjut berdasarkan morfologi, pola pertumbuhan (seperti pertumbuhan aerobik atau anaerobik), pola hemolisis, dan respons mereka terhadap pewarnaan.[193]
Seperti klasifikasi, teknik identifikasi bakteri juga semakin meningkat dengan adanya metode molekuler. Diagnosis menggunakan metode berbasis DNA, seperti reaksi berantai polimerase, semakin populer karena kecepatan dan spesifisitasnya dibandingkan metode berbasis kultur.[194] Metode molekuler juga memungkinkan deteksi dan identifikasi sel yang "dapat hidup tetapi tidak dapat dibiakkan", yaitu bakteri yang aktif secara metabolik tetapi tidak membelah.[195] Akan tetapi, bahkan dengan menggunakan metode-metode modern, jumlah spesies bakteri belum diketahui dan bahkan tidak dapat diperkirakan dengan pasti. Berdasarkan klasifikasi saat ini, jumlah spesies prokariota (bakteri dan arkea) yang diketahui hampir mencapai 9.300. Di sisi lain, studi yang memperkirakan keseluruhan jumlah keanekaragaman bakteri berkisar dari 107 hingga 109 spesies—dan bahkan perkiraan berinterval besar ini mungkin saja meleset jauh.[196][197]
Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya. |
Meskipun terlihat sederhana, bakteri dapat membentuk asosiasi yang kompleks dengan organisme lain. Asosiasi berupa simbiosis ini dapat dibedakan menjadi parasitisme, mutualisme, dan komensalisme. Karena ukurannya yang kecil, bakteri komensal ada di mana-mana, baik di permukaan maupun di dalam tubuh hewan dan tumbuhan, serta di permukaan benda lainnya. Pertumbuhan bakteri dapat ditingkatkan oleh suhu hangat dan keringat; pada manusia, populasi bakteri yang besar merupakan penyebab bau badan.[198]
Bakteri predator yaitu spesies bakteri yang membunuh dan kemudian memakan mikroorganisme lain.[199] Contohnya adalah Myxococcus xanthus yang membentuk kawanan sel yang membunuh dan mencerna bakteri yang mereka temui.[200] Predator bakteri lain mampu menempel pada mangsanya untuk mencerna dan menyerap nutrisi, seperti Vampirovibrio chlorellavorus,[201] atau menginvasi sel lain dan berkembang biak di dalam sitosolnya, seperti Daptobacter.[202] Bakteri predator diperkirakan telah berevolusi dari saprofag, yang memakan mikroorganisme mati, melalui adaptasi yang memungkinkan mereka untuk menjebak dan membunuh organisme lain.[203]
Beberapa jenis bakteri membentuk hubungan erat dengan organisme lain untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Salah satu simbiosis mutualisme ini disebut transfer hidrogen antarspesies, yang terjadi antara kelompok bakteri anaerob yang mengonsumsi asam organik (seperti asam butirat atau asam propionat) dan menghasilkan hidrogen dengan arkea metanogenik yang mengonsumsi hidrogen.[204] Bakteri-bakteri ini tidak dapat mengonsumsi asam organik dalam jumlah banyak karena reaksinya akan menghasilkan hidrogen yang terakumulasi di sekitarnya. Hanya dengan berhubungan dekat dengan arkea pengonsumsi hidrogen, konsentrasi hidrogen terjaga cukup rendah sehingga bakteri bisa tetap tumbuh.[205]
Di dalam tanah, mikroorganisme yang berada di rizosfer (zona yang meliputi permukaan akar dan tanah yang menempel pada akar tersebut setelah diguncang perlahan) melakukan fiksasi nitrogen, yang mengubah gas nitrogen menjadi senyawa yang mengandung nitrogen.[206] Reaksi ini berfungsi untuk menyediakan bentuk nitrogen yang mudah diserap bagi banyak tumbuhan yang tidak dapat mengikat nitrogen sendiri. Sementara itu, banyak bakteri lain ditemukan sebagai simbion pada manusia dan organisme lain. Misalnya, ada lebih dari 1.000 spesies bakteri sebagai flora normal pada usus manusia yang berperan dalam membentuk kekebalan usus, menyintesis vitamin seperti vitamin B7, vitamin B9, dan vitamin K, mengubah gula menjadi asam laktat (disebut bakteri asam laktat seperti Lactobacillus), serta memfermentasi karbohidrat kompleks yang tidak dapat dicerna manusia.[207][208][209] Kehadiran flora usus ini juga menghambat pertumbuhan bakteri yang berpotensi menjadi patogen (biasanya melalui eksklusi kompetitif) sehingga bakteri-bakteri bermanfaat ini dijual sebagai suplemen makanan dalam bentuk probiotik.[210]
Jika bakteri membentuk simbiosis parasitisme dengan organisme lain, mereka digolongkan sebagai patogen. Bakteri patogenik merupakan salah satu penyebab penyakit infeksi seperti tetanus (disebabkan oleh Clostridium tetani), demam tifoid (Salmonella serovar Typhi), difteri (Corynebacterium diphtheriae), sifilis (Treponema pallidum), kolera (Vibrio cholerae), kusta (Mycobacterium leprae), dan tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis), hingga beragam penyakit bawaan makanan. Suatu penyakit mungkin saja diketahui patogen penyebabnya setelah bertahun-tahun kemudian, seperti kasus penyakit tukak lambung dan Helicobacter pylori. Penyakit bakterial juga penting dalam pertanian dan peternakan, misalnya bakteri penyebab penyakit bercak daun, hawar api, dan kelayuan pada tumbuhan, serta paratuberkulosis, mastitis, dan antraks pada hewan ternak.[212]
Setiap spesies patogen memiliki spektrum interaksi yang khas dengan inangnya. Bakteri dalam genus Staphylococcus dan Streptococcus dapat mengakibatkan infeksi kulit, pneumonia, meningitis, dan sepsis, yaitu respons peradangan sistemik yang dapat berujung pada syok, vasodilasi masif, dan kematian.[213] Namun, mereka juga merupakan bagian dari flora normal manusia dan biasanya ada di kulit atau di hidung tanpa menyebabkan penyakit sama sekali. Bakteri lain selalu menyebabkan penyakit pada manusia, seperti Rickettsia yang merupakan parasit intraseluler obligat yang mampu tumbuh dan berkembang biak hanya di dalam sel organisme lain. Satu spesies Rickettsia menyebabkan tifus, sementara spesies yang lain menyebabkan demam berbintik Pegunungan Rocky. Chlamydia, patogen intraseluler obligat lainnya, mengandung spesies yang dapat menyebabkan pneumonia dan infeksi saluran kemih, serta mungkin terlibat dalam penyakit jantung koroner.[214] Beberapa spesies lainnya, seperti Pseudomonas aeruginosa, Burkholderia cenocepacia, dan Mycobacterium avium, merupakan patogen oportunistik yang menyebabkan penyakit terutama pada orang yang menderita imunosupresi atau fibrosis sistik.[215][216]
Infeksi bakteri dapat diobati dengan antibiotik, yang digolongkan sebagai bakterisida jika mereka membunuh bakteri atau bakteriostatik jika mereka hanya mencegah pertumbuhan bakteri. Ada banyak jenis antibiotik yang dikelompokkan menjadi beberapa golongan. Setiap golongan antibiotik mempunyai aksi yang berbeda dalam mencegah proses kimiawi tertentu dalam sel bakteri yang ditemukan dalam inang. Contoh antibiotik yang menghasilkan toksisitas selektif adalah kloramfenikol dan puromisina. Kedua golongan antibiotik ini menghambat ribosom bakteri, tetapi bukan ribosom eukariota yang strukturnya berbeda.[217] Antibiotik digunakan untuk mengobati penyakit manusia dan untuk mempercepat pertumbuhan hewan di peternakan intensif, yang mungkin berkontribusi pada cepatnya perkembangan resistansi antibiotik dalam populasi bakteri.[218] Infeksi bakteri dapat dicegah dengan tindakan antiseptik, misalnya mensterilkan kulit sebelum menusuknya dengan jarum suntik dan menjaga sterilitas kateter yang akan dimasukkan ke dalam tubuh. Peralatan bedah dan kedokteran gigi juga disterilkan untuk mencegah kontaminasi bakteri. Disinfektan seperti zat pemutih digunakan untuk membunuh bakteri atau patogen lain pada permukaan benda untuk mencegah kontaminasi dan mengurangi risiko infeksi.[219]
Keanekaragaman bakteri dan jalur metabolismenya menyebabkan bakteri memiliki peranan yang besar bagi lingkungan.[134] Sebagai contoh, bakteri saprofit menguraikan tumbuhan atau hewan yang telah mati dan sisa-sisa atau kotoran organisme.[134] Bakteri tersebut menguraikan protein, karbohidrat dan senyawa organik lain menjadi CO2, gas amoniak, dan senyawa-senyawa lain yang lebih sederhana.[134] Contoh bakteri saprofit antara lain Proteus dan Clostridium.[134] Tidak hanya berperan sebagai pengurai senyawa organik, beberapa kelompok bakteri saprofit juga merupakan patogen oportunis.[134]
Kelompok bakteri lainnya berperan dalam siklus nitrogen, seperti bakteri nitrifikasi.[130] Bakteri nitrifikasi adalah kelompok bakteri yang mampu menyusun senyawa nitrat dari senyawa amonia yang pada umumnya berlangsung secara aerob di dalam tanah.[220] Kelompok bakteri ini bersifat kemolitotrof.[220] Nitrifikasi terdiri atas dua tahap yaitu nitritasi (oksidasi amonia (NH4) menjadi nitrit (NO2-)) dan nitratasi (oksidasi senyawa nitrit menjadi nitrat (NO3)).[220] Dalam bidang pertanian, nitrifikasi sangat menguntungkan karena menghasilkan senyawa yang diperlukan oleh tanaman yaitu nitrat.[220] Setelah reaksi nitrifikasi selesai, akan terjadi proses dinitrifikasi yang dilakukan oleh bakteri denitrifikasi.[220] Denitrifikasi sendiri merupakan reduksi anaerobik senyawa nitrat menjadi nitrogen bebas (N2) yang lebih mudah diserap dan dimetabolisme oleh berbagai makhluk hidup.[130] Contoh bakteri yang mampu melakukan metabolisme ini adalah Pseudomonas stutzeri, Pseudomonas aeruginosa, and Paracoccus denitrificans.[221] Di samping itu, reaksi ini juga menghasilkan nitrogen dalam bentuk lain, seperti dinitrogen oksida (N2O).[130] Senyawa tersebut tidak hanya dapat berperan penting bagi hidup berbagai organisme, tetapi juga dapat berperan dalam fenomena hujan asam dan rusaknya ozon.[130] Senyawa N2O akan dioksidasi menjadi senyawa NO dan selanjutnya bereaksi dengan ozon (O3) membentuk NO2- yang akan kembali ke bumi dalam bentuk hujan asam (HNO2).[130]
Di bidang pertanian dikenal adanya suatu kelompok bakteri yang mampu bersimbiosis dengan akar tanaman atau hidup bebas di tanah untuk membantu penyuburan tanah.[134] Kelompok bakteri ini dikenal dengan istilah bakteri pengikat nitrogen atau singkatnya bakteri nitrogen. Bakteri nitrogen adalah kelompok bakteri yang mampu mengikat nitrogen (terutaman N2) bebas di udara dan mereduksinya menjadi senyawa amonia (NH4) dan ion nitrat (NO3-) oleh bantuan enzim nitrogenase.[222][223] Kelompok bakteri ini biasanya bersimbiosis dengan tanaman kacang-kacangan dan polong untuk membentuk suatu simbiosis mutualisme berupa nodul atau bintil akar untuk mengikat nitrogen bebas di udara yang pada umumnya tidak dapat digunakan secara langsung oleh kebanyakan organisme.[130][223] Secara umum, kelompok bakteri ini dikenal dengan istilah rhizobia, termasuk di dalamnya genus bakteri Rhizobium, Bradyrhizobium, Mesorhizobium, Photorhizobium, dan Sinorhizobium.[130] Contoh bakteri nitrogen yang hidup bersimbiosis dengan tanaman polong-polongan yaitu Rhizobium leguminosarum, yang hidup di akar membentuk nodul atau bintil-bintil akar.[130]
Terdapat beberapa kelompok bakteri yang mampu melakukan proses fermentasi dan hal ini telah banyak diterapkan pada pengolahan berbagi jenis makanan.[134] Bahan pangan yang telah difermentasi pada umumnya akan memiliki masa simpan yang lebih lama, juga dapat meningkatkan atau bahkan memberikan cita rasa baru dan unik pada makanan tersebut.[134] Beberapa makanan hasil fermentasi dan mikroorganisme yang berperan:
No. | Nama produk atau makanan | Bahan baku | Bakteri yang berperan |
---|---|---|---|
1. | Yoghurt | susu | Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus |
2. | Mentega | susu | Streptococcus lactis |
3. | Terasi | ikan | Lactobacillus sp. |
4. | Asinan buah-buahan | buah-buahan | Lactobacillus sp. |
5. | Sosis | daging | Pediococcus cerevisiae |
6. | Kefir | susu | Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus lactis |
Beberapa spesies bakteri pengurai dan patogen dapat tumbuh di dalam makanan.[224] Kelompok bakteri ini mampu memetabolisme berbagai komponen di dalam makanan dan kemudian menghasilkan metabolit sampingan yang bersifat racun.[224] Clostridium botulinum, menghasilkan racun botulinin, sering kali terdapat pada makanan kalengan dan kini senyawa tersebut dipakai sebagai bahan dasar botox.[224] Beberapa contoh bakteri perusak makanan:
Bakteri juga dapat menyebabkan penyakit pada tanaman. Ralstonia solanacearum merupakan salah satu bakteri penyebab layu pada tanaman tomat. Tanaman yang terserang menunjukkan gejala layu mendadak bahkan dapat menimbulkan kematian. [227] Salah satu penyakit yang menyerang tanaman anggrek yaitu busuk busuk lunak yang disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora. Dalam perkembangan patogennya, gejala yang ditimbulkan akan cepat meluas dan dapat mematikan titik tumbuh tanaman. [228] Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Swings et al. 1990) adalah bakteri patogen tanaman yang menyebabkan penyakit hawar daun pada padi, yang juga dikenal dengan sebutan penyakit kresek. [229] Penyakit busuk pangkal batang pada tanaman kedelai oleh Sclerotium rolsfii dapat menyebabkan rendahnya produksi kedelai. Penyakit ini sering ditemukan pada tanaman kedelai baik lahan kering, tadah hujan maupun pasang surut dengan intensitas serangan sebesar 5 - 55%. Tingkat serangan lebih dari 5% di lapang sudah dapat merugikan secara ekonomi. [230] Fusarium oxysporum f.sp. cubense (Foc) menyebabkan layu fusarium pada tanaman pisang. Infeksinya akan mengganggu proses penyerapan, transportasi air dan zat makanan di dalam tanah, sehingga tanaman menjadi layu dan akhirnya mati. [231]
Tidak hanya di bidang lingkungan dan pangan, bakteri juga dapat memberikan manfaat dibidang kesehatan. Antibiotik merupakan zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan mempunyai daya hambat terhadap kegiatan mikroorganisme lain dan senyawa ini banyak digunakan dalam menyembuhkan suatu penyakit.[134] Beberapa bakteri yang menghasilkan antibiotik adalah:
Terlepas dari peranannya dalam menghasilkan antibiotik, banyak jenis bakteri yang justru bersifat patogen.[232] Pada manusia, beberapa jenis bakteri yang sering kali menjadi agen penyebab penyakit adalah Salmonella enterica subspesies I serovar Typhi yang menyebabkan penyakit tifus, Mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan penyakit TBC, dan Clostridium tetani yang menyebabkan penyakit tetanus.[232][233] Bakteri patogen juga dapat menyerang hewan ternak, seperti Brucella abortus yang menyebabkan brucellosis pada sapi dan Bacillus anthracis yang menyebabkan antraks.[234] Untuk infeksi pada tanaman yang umum dikenal adalah Xanthomonas oryzae yang menyerang pucuk batang padi dan Erwinia amylovora yang menyebabkan busuk pada buah-buahan.[235]
Proses degradasi jasad makhluk hidup dilakukan oleh banyak organisme, salah satunya adalah bakteri. Beberapa jenis bakteri, terutama bakteri heterotrof, mampu mendegradasi senyawa organik dan menggunakannya untuk menunjang pertumbuhannya.[236] Proses dekomposisi ini dibantu oleh beberapa jenis enzim untuk memecah makromolekul, seperti karbohidrat, protein, dan lemak, untuk dipecah menjadi senyawa yang lebih sederhana. Sebagai contoh, enzim protease digunakan untuk memecah protein menjadi senyawa lebih sederhana, seperti asam amino.[236] Proses dekomposisi ini juga berperan dalam pengembalian unsur-unsur, terutama karbon dan nitrogen, ke alam untuk masuk ke dalam siklus lagi.[237]
Dekomposisi jasad makhluk hidup dimulai oleh bakteri yang hidup di dalam tubuh manusia, dimulai dari jaringan-jaringan otot.[237] Proses ini dipercepat saat tubuh telah dikuburkan. Reaksi pertama dalam dekomposisi ini adalah hidrolisis protein oleh protease membentuk asam amino.[237] Selanjutnya, asam amino akan diubah menjadi asam asetat, gas hidrogen, gas nitrogen, dan karbon dioksida sehingga pH lingkungan akan turun menjadi 4-5.[237] Reaksi ini dilakukan oleh bakteri acetogen. Pada tahap akhir, semua senyawa tersebut diubah menjadi gas metana oleh metanogen.[237]
Karena tingkat pertumbuhannya yang cepat dan manipulasi yang relatif mudah, bakteri memainkan peran penting dalam bidang biologi molekuler, genetika, dan biokimia. Dengan memperkenalkan mutasi ke dalam DNA bakteri dan memeriksa perubahan fenotip yang dihasilkan, para ilmuwan dapat mengungkap fungsi gen, enzim, dan jalur metabolisme pada bakteri. Pengetahuan ini kemudian dapat diekstrapolasi ke organisme yang lebih rumit.
Tujuan akhir dari memahami biokimia seluler dicontohkan dengan pembuatan model matematika yang komprehensif untuk seluruh organisme, yang menggabungkan data ekstensif tentang kinetika enzim dan ekspresi gen. Dalam kasus bakteri yang dipelajari dengan baik, seperti Escherichia coli, model-model ini saat ini sedang dalam pengembangan dan eksperimen.
Pemahaman mendalam tentang genetika dan metabolisme bakteri ini mendasari bidang bioteknologi, yang memungkinkan bioteknologi bakteri untuk memproduksi protein terapeutik seperti insulin, faktor pertumbuhan, dan antibodi.
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.