Loading AI tools
molekul biologis Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik.[1][2] Fungsi enzim sebagai biokatalisator suatu reaksi kimia. Energi yang diperlukan oleh enzim di dalam reaksi kimia sangat kecil sehingga berfungsi menurunkan energi aktivasi.[3] Molekul awal yang disebut substrat akan dipercepat perubahannya menjadi molekul lain yang disebut produk. Semua proses biologis sel memerlukan enzim agar dapat berlangsung dengan cukup cepat dalam suatu arah lintasan metabolisme.
Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat untuk menghasilkan senyawa intermediat melalui suatu reaksi kimia organik yang membutuhkan energi aktivasi lebih rendah, sehingga percepatan reaksi kimia terjadi karena reaksi kimia dengan energi aktivasi lebih tinggi membutuhkan waktu lebih lama. Sebagai contoh:
Meskipun senyawa katalis dapat berubah pada reaksi awal, pada reaksi akhir molekul katalis akan kembali ke bentuk semula.
Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim α-amilase hanya dapat digunakan pada proses perombakan pati menjadi glukosa.
Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama substrat, suhu, keasaman, kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Di luar suhu atau pH yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh molekul lain. Inhibitor adalah molekul yang menurunkan aktivitas enzim, sedangkan aktivator adalah yang meningkatkan aktivitas enzim. Banyak obat dan racun adalah inihibitor enzim.
Setidaknya pada akhir abad ke-17 dan awal abad ke-18, beberapa proses yang melibatkan enzim telah diketahui, yaitu proses pencernaan daging oleh sekresi lambung[4] dan pemecahan pati menjadi gula oleh ekstrak tumbuhan serta air liur telah diketahui. Namun, mekanisme terjadinya proses-proses ini belum dikenali.[5]
Kimiawan Prancis, Anselme Payen, adalah ilmuwan pertama yang menemukan sebuah enzim, yaitu diastase, pada 1833. Berselang beberapa dasawarsa kemudian, Louis Pasteur yang sedang meneliti fermentasi gula menjadi alkohol dengan menggunakan ragi, menulis bahwa reaksi fermentasi ini disebabkan oleh "gaya dorong vital" yang terdapat dalam sel ragi, disebut sebagai "ferment", yang menurutnya hanya berfungsi dalam tubuh organisme hidup. Ia menulis bahwa "fermentasi alkohol adalah aksi yang berhubungan dengan kehidupan dan keteraturan sel-sel ragi, dan bukannya kematian ataupun membusuknya sel-sel tersebut."[6]
Pada tahun 1878, ahli fisiologi Jerman Wilhelm Kühne (1837–1900) pertama kali menggunakan istilah "enzyme", yang berasal dari bahasa Yunani ενζυμον yang berarti "dalam bahan pengembang" atau "dalam ragi", untuk menjelaskan proses ini. Kata "enzim" (enzyme) kelak digunakan untuk merujuk pada zat mati seperti pepsin, dan kata ferment digunakan untuk merujuk pada aktivitas kimiawi yang dihasilkan oleh organisme hidup.
Pada tahun 1897, Eduard Buchner memulai rangkaian makalah ilmiahnya tentang ekstrak ragi. Dalam sejumlah eksperimen di Universitas Berlin, ia menemukan bahwa fermentasi gula oleh ekstrak ragi tetap berjalan sekalipun tidak ada sel ragi yang masih hidup di campuran.[7] Ia menamai enzim yang memicu fermentasi sukrosa ini sebagai "zymase" (zimase).[8] Pada tahun 1907, ia menerima penghargaan Nobel dalam bidang kimia untuk "penemuan fermentasi tanpa sel". Tata nama enzim hingga kini mengikuti contoh Buchner, yaitu dengan akhiran -ase dan sesuai dengan reaksi yang dikatalisasi oleh enzim tersebut. Umumnya, akhiran -ase ditambahkan pada nama substrat (zat yang direaksikan) enzim tersebut (contohnya: laktase, merupakan enzim yang mengurai laktosa) ataupun pada jenis reaksi yang dikatalisasi (contoh: DNA polimerase mengatalisasi reaksi polimerisasi terhadap DNA).
Penemuan bahwa enzim dapat bekerja di luar sel hidup mendorong penelitian sifat-sifat biokimianya, tetapi identitas kimia enzim belum diketahui. Sejumlah ilmuwan menemukan bahwa aktivitas enzim terkait protein, tetapi beberapa ilmuwan (seperti peraih Nobel Richard Willstätter) berpendapat bahwa protein sendiri tidak mampu melakukan katalisis dan hanya bertindak sebagai pembawa enzim. Namun, pada tahun 1926, James B. Sumner berhasil mengkristalisasi enzim urease dan menunjukkan bahwa enzim ini merupakan protein murni. Ia kemudian melakukan hal serupa terhadap enzim katalase pada 1937. Biokimiawan AS John Howard Northrop dan Wendell Meredith Stanley secara pasti menunjukkan bahwa protein murni dapat menjadi enzim, melalui penelitiannya terhadap enzim-enzim pencernaan, yaitu pepsin (1930), tripsin, dan kimotripsin. Sumner, Northrop, dan Wendel meraih penghargaan Nobel Kimia pada tahun 1946.[9]
Dengan berhasilnya kristalisasi enzim, struktur enzim kemudian dapat dijabarkan melalui metode kristalografi sinar-X. Hal ini pertama kali diterapkan terhadap lisozim, sebuah enzim yang ditemukan pada air mata, air ludah, dan putih telur, yang dapat memecah lapisan pelindung beberapa bakteri. Struktur enzim ini diuraikan oleh sekelompok ilmuwan yang diketuai oleh David Chilton Phillips dan hasilnya diterbitkan pada 1965.[10] Struktur rinci lisozim ini menandai permulaan bidang biologi struktur serta dimulainya usaha untuk memahami cara kerja enzim dalam tingkat atom.
Nama enzim sering kali diturunkan dari nama substrat ataupun reaksi kimia yang dikatalisasinya, menjadi sebuah nama dengan akhiran -ase. Contohnya adalah laktase (menguraikan laktosa), alkohol dehidrogenase (mengatalisis dehidrogenisasi/penghilangan hidrogen dari alkohol), dan DNA polimerase (polimerisasi DNA). Enzim-enzim dengan struktur berbeda tetapi mengatalisis reaksi kimia yang sama disebut isoenzim.
Selain itu, International Union of Biochemistry and Molecular Biology (IUBMB, Persatuan Biokimia dan Biologi Molekul Internasional) telah mengembangkan suatu tatanama untuk enzim, yang disebut sebagai nomor EC (EC berasal dari Enzyme Commission/"Komisi Enzim"). Dalam tatanama ini, nama enzim diawali dengan "EC" dan diikuti dengan empat nomor yang menunjukkan penggolongan reaksi yang dikatalisis oleh enzim tersebut. Angka pertama menunjukan pengelompokan tingkat teratas (berdasarakan kesamaan yang paling umum), yang kemudian dibagi lagi menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil dan lebih spesifik, berdasarkan substrat, produk (hasil reaksi), atau mekanisme kimianya. Sebagai contoh, heksokinase adalah EC 2.7.1.1, dengan EC 2 menunjukkan bahwa enzim tersebut termasuk kelompok transferase, EC 2.7 menunjukkan bahwa reaksi yang dikatalisisnya menambahkan sebuah gugus fosfat, EC 2.7.1 menunjukkan bahwa molekul penerima fosfat (yaitu heksosa) memiliki gugus alkohol, dan barulah EC 2.7.1.1 menunjukkan enzim heksokinase secara lengkap. Angka pertama berkisar antara EC 1 hingga EC 6, yaitu:
Penamaan dengan sistem EC tidak menunjukkan kemiripan urutan asam amino dalam protein enzim. Misalnya, dua ligase dengan nomor EC yang sama, menunjukkan bahwa kedua ligase tersebut mengatalisis reaksi yang sama, tetapi dapat saja memiliki rantai asam amino yang sama sekali berbeda. Sejumlah basis data protein, seperti Pfam, memiliki pengelompokan lain yang didasarkan kepada kemiripan urutan asam amino sehingga menghasilkan kelompok-kelompok protein yang berbeda dengan pengelompokan berdasarkan reaksi kimia yang dikatalisis enzim.
Enzim umumnya merupakan protein globular, yang berdiri sendiri maupun menjadi bagian dari kompleks protein. Aktivitas katalisis sebuah enzim ditentukan oleh strukturnya, dan struktur ini tergantung dari urutan asam-asam aminonya.[11] Walaupun begitu, memprediksi secara efisien aktivitas enzim berdasarkan strukturnya saja masih merupakan persoalan yang belum terpecahkan, dan melibatkan ilmu enzimologi, biologi struktur, dan kimia komputasi.[12]
Ukuran enzim berkisar dari hanya 62 asam amino (monomer 4-oksalokrotonat tautomerase),[13] sampai dengan lebih dari 2.500 (asam lemak sintase).[14] Enzim umumnya berukuran jauh lebih besar dari substratnya, dan hanya sebagian kecil (sekitar 3–4 asam amino) dari keseluruhan struktur enzim yang secara langsung terlibat dalam katalisis, bagian ini disebut situs katalitik.[15] Di dekat situs katalitik terdapat satu atau lebih situs ikatan yang asam-asam aminonya berfungsi mengarahkan orientasi molekul substrat. Gabungan situs katalitik dan situs ikatan disebut situs aktif. Bagian enzim yang selebihnya berfungsi menjaga orientasi persis serta dinamika situs aktif.[16]
Di sebagian enzim, tidak ada asam amino yang langsung terlibat dalam katalisis, tetapi enzim tersebut memiliki situs untuk mengikat dan mengarahkan kofaktor, yang kemudian terlibat dalam katalisis.[16] Sebagian enzim juga memiliki situs alosterik, yang dapat mengikat sebuah molekul kecil yang menyebabkan perubahan konformasi yang dapat menaikkan atau menurunkan aktivitas.[17]
Terdapat pula sejumlah kecil katalis RNA, dengan yang paling umum merupakan ribosom; Jenis enzim ini dirujuk sebagai RNA-enzim ataupun ribozim.
Enzim biasanya sangat spesifik terhadap reaksi yang ia kataliskan maupun terhadap substrat yang terlibat dalam reaksi. Bentuk, muatan dan katakteristik hidrofilik/hidrofobik enzim dan substrat bertanggung jawab terhadap kespesifikan ini. Enzim juga dapat menunjukkan tingkat stereospesifisitas, regioselektivitas, dan kemoselektivitas yang sangat tinggi.[18]
Beberapa enzim yang menunjukkan akurasi dan kespesifikan tertinggi terlibat dalam pengkopian dan pengekspresian genom. Enzim-enzim ini memiliki mekanisme "sistem pengecekan ulang". Enzim seperti DNA polimerase mengatalisasi reaksi pada langkah pertama dan mengecek apakah produk reaksinya benar pada langkah kedua.[19] Proses dwi-langkah ini menurunkan laju kesalahan dengan 1 kesalahan untuk setiap 100 juta reaksi pada polimerase mamalia.[20] Mekanisme yang sama juga dapat ditemukan pada RNA polimerase,[21] aminoasil tRNA sintetase[22] dan ribosom.[23]
Beberapa enzim yang menghasilkan metabolit sekunder dikatakan sebagai "tidak pilih-pilih", yakni bahwa ia dapat bekerja pada berbagai jenis substrat yang berbeda-beda. Diajukan bahwa kespesifikan substrat yang sangat luas ini sangat penting terhadap evolusi lintasan biosintetik yang baru.[24]
Enzim sangatlah spesifik. Pada tahun 1894, Emil Fischer mengajukan bahwa hal ini dikarenakan baik enzim dan substrat memiliki bentuk geometri yang saling memenuhi.[25] Hal ini sering dirujuk sebagai model "Kunci dan Gembok". Manakala model ini menjelaskan kespesifikan enzim, ia gagal dalam menjelaskan stabilisasi keadaan transisi yang dicapai oleh enzim. Model ini telah dibuktikan tidak akurat, dan model ketepatan induksilah yang sekarang paling banyak diterima.
Pada tahun 1958, Daniel Koshland mengajukan modifikasi model kunci dan gembok: oleh karena enzim memiliki struktur yang fleksibel, tapak aktif secara terus menerus berubah bentuknya sesuai dengan interaksi antara enzim dan substrat.[26] Akibatnya, substrat tidak berikatan dengan tapak aktif yang kaku. Orientasi rantai samping asam amino berubah sesuai dengan substrat dan mengizinkan enzim untuk menjalankan fungsi katalitiknya. Pada beberapa kasus, misalnya glikosidase, molekul substrat juga berubah sedikit ketika ia memasuki tapak aktif.[27] Tapak aktif akan terus berubah bentuknya sampai substrat terikat secara sepenuhnya, yang mana bentuk akhir dan muatan enzim ditentukan.[28]
Enzim dapat bekerja dengan beberapa cara, yang kesemuaannya menurunkan ΔG‡:[29]
Pemahaman asal usul penurunan ΔG‡ memerlukan pengetahuan bagaimana enzim dapat menghasilkan keadaan transisi reaksi yang lebih stabil dibandingkan dengan stabilitas keadaan transisi reaksi tanpa katalis. Cara yang paling efektif untuk mencapai stabilisasi yang besar adalah menggunakan efek elektrostatik, terutama pada lingkungan yang relatif polar yang diorientasikan ke distribusi muatan keadaan transisi.[32] Lingkungan seperti ini tidak ada dapat ditemukan pada reaksi tanpa katalis di air.
Dinamika internal enzim berhubungan dengan mekanisme katalis enzim tersebut.[33][34][35] Dinamika internal enzim adalah pergerakan bahagian struktur enzim, misalnya residu asam amino tunggal, sekelompok asam amino, ataupun bahwa keseluruhan domain protein. Pergerakan ini terjadi pada skala waktu yang bervariasi, berkisar dari beberapa femtodetik sampai dengan beberapa detik. Jaringan residu protein di seluruh struktur enzim dapat berkontribusi terhadap katalisis melalui gerak dinamik.[36][37][38][39] Gerakan protein sangat vital, tetapi apakah vibrasi yang cepat atau lambat maupun pergerakan konformasi yang besar atau kecil yang lebih penting bergantung pada tipe reaksi yang terlibat. Namun, walaupun gerak ini sangat penting dalam hal pengikatan dan pelepasan substrat dan produk, adalah tidak jelas jika gerak ini membantu mempercepat langkah-langkah reaksi reaksi enzimatik ini.[40] Penyingkapan ini juga memiliki implikasi yang luas dalam pemahaman efek alosterik dan pengembangan obat baru.
Enzim alosterik mengubah strukturnya sesuai dengan efektornya. Modulasi ini dapat terjadi secara langsung, di mana efektor mengikat tapak ikat enzim secara lngsung, ataupun secara tidak langsung, di mana efektor mengikat protein atau subunit protein lain yang berinteraksi dengan enzim alosterik, sehingga memengaruhi aktivitas katalitiknya.
Beberapa enzim tidak memerlukan komponen tambahan untuk mencapai aktivitas penuhnya. Namun beberapa memerlukan pula molekul non-protein yang disebut kofaktor untuk berikatan dengan enzim dan menjadi aktif.[41] Kofaktor dapat berupa zat anorganik (contohnya ion logam) ataupun zat organik (contohnya flavin dan heme). Kofaktor dapat berupa gugus prostetik yang mengikat dengan kuat, ataupun koenzim, yang akan melepaskan diri dari tapak aktif enzim semasa reaksi.
Enzim yang memerlukan kofaktor namun tidak terdapat kofaktor yang terikat dengannya disebut sebagai apoenzim ataupun apoprotein. Apoenzim beserta dengan kofaktornya disebut holoenzim (bentuk aktif). Kebanyakan kofaktor tidak terikat secara kovalen dengan enzim, tetapi terikat dengan kuat. Namun, gugus prostetik organik dapat pula terikat secara kovalen (contohnya tiamina pirofosfat pada enzim piruvat dehidrogenase). Istilah holoenzim juga dapat digunakan untuk merujuk pada enzim yang mengandung subunit protein berganda, seperti DNA polimerase. Pada kasus ini, holoenzim adalah kompleks lengkap yang mengandung seluruh subunit yang diperlukan agar menjadi aktif.
Contoh enzim yang mengandung kofaktor adalah karbonat anhidrase, dengan kofaktor seng terikat sebagai bagian dari tapak aktifnya.[42]
Koenzim adalah kofaktor berupa molekul organik kecil yang mentranspor gugus kimia atau elektron dari satu enzim ke enzim lainnya.[41][43][44] Contoh koenzim mencakup NADH, NADPH dan adenosina trifosfat. Gugus kimiawi yang dibawa mencakup ion hidrida (H–) yang dibawa oleh NAD atau NADP+, gugus asetil yang dibawa oleh koenzim A, formil, metenil, ataupun gugus metil yang dibawa oleh asam folat, dan gugus metil yang dibawa oleh S-adenosilmetionina. Beberapa koenzim seperti riboflavin, tiamina, dan asam folat adalah vitamin.
Oleh karena koenzim secara kimiawi berubah oleh aksi enzim, adalah dapat dikatakan koenzim merupakan substrat yang khusus, ataupun substrat sekunder. Sebagai contoh, sekitar 700 enzim diketahui menggunakan koenzim NADH.[45]
Regenerasi serta pemeliharaan konsentrasi koenzim terjadi dalam sel. Contohnya, NADPH diregenerasi melalui lintasan pentosa fosfat, dan S-adenosilmetionina melalui metionina adenosiltransferase.
Sebagai katalis, enzim tidak mengubah posisi kesetimbangan reaksi kimia. Biasanya reaksi akan berjalan ke arah yang sama dengan reaksi tanpa katalis. Perbedaannya adalah, reaksi enzimatik berjalan lebih cepat. Namun, tanpa keberadaan enzim, reaksi samping yang memungkinkan dapat terjadi dan menghasilkan produk yang berbeda.
Lebih lanjut, enzim dapat menggabungkan dua atau lebih reaksi, sehingga reaksi yang difavoritkan secara termodinamik dapat digunakan untuk mendorong reaksi yang tidak difavoritkan secara termodinamik. Sebagai contoh, hidrolsis ATP sering kali menggunakan reaksi kimia lainnya untuk mendorong reaksi.
Enzim mengatalisasi reaksi maju dan balik secara seimbang. Enzim tidak mengubah kesetimbangan reaksi itu sendiri, tetapi hanya mempercepat reaksi saja. Sebagai contoh, karbonat anhidrase mengatalisasi reaksinya ke dua arah bergantung pada konsentrasi reaktan.
Walaupun demikian, jika kesetimbangan tersebut sangat memfavoritkan satu arah reaksi, yakni reaksi yang sangat eksergonik, reaksi itu akan menjadi ireversible. Pada kondisi demikian, enzim akan hanya mengatalisasi reaksi yang diijinkan secara termodinamik.
Kinetika enzim menginvestigasi bagaimana enzim mengikat substrat dengan mengubahnya menjadi produk. Data laju yang digunakan dalam analisis kinetika didapatkan dari asai enzim.
Pada tahun 1902, Victor Henri[46] mengajukan suatu teori kinetika enzim yang kuantitatif, tetapi data eksperimennya tidak berguna karena perhatian pada konsentrasi ion hidrogen pada saat itu masih belum dititikberatkan. Setelah Peter Lauritz Sørensen menentukan skala pH logaritmik dan memperkenalkan konsep penyanggaan (buffering) pada tahun 1909,[47] kimiawan Jerman Leonor Michaelis dan murid bimbingan pascadokotoralnya yang berasal dari Kanada, Maud Leonora Menten, mengulangi eksperimen Henri dan mengkonfirmasi persamaan Henri. Persamaan ini kemudian dikenal dengan nama Kinetika Henri-Michaelis-Menten (kadang-kadang juga hanya disebut kinetika Michaelis-Menten).[48] Hasil kerja mereka kemudian dikembangkan lebih jauh oleh G. E. Briggs dan J. B. S. Haldane. Penurunan persamaan kinetika yang diturunkan mereka masih digunakan secara meluas sampai sekarang .[49]
Salah satu kontribusi utama Henri pada kinetika enzim adalah memandang reaksi enzim sebagai dua tahapan. Pada tahap pertama, subtrat terikat ke enzim secara reversible, membentuk kompleks enzim-substrat. Kompleks ini kadang-kadang disebut sebagai kompleks Michaelis. Enzim kemudian mengatalisasi reaksi kimia dan melepaskan produk.
Enzim dapat mengatalisasi reaksi dengan kelajuan mencapai jutaan reaksi per detik. Sebagai contoh, tanpa keberadaan enzim, reaksi yang dikatalisasi oleh enzim orotidina 5'-fosfat dekarboksilase akan memerlukan waktu 78 juta tahun untuk mengubah 50% substrat menjadi produk. Namun, apabila enzim tersebut ditambahkan, proses ini hanya memerlukan waktu 25 milidetik.[50] Laju reaksi bergantung pada kondisi larutan dan konsentrasi substrat. Kondisi-kondisi yang menyebabkan denaturasi protein seperti temperatur tinggi, konsentrasi garam yang tinggi, dan nilai pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menghilangkan aktivitas enzim. Sedangkan peningkatan konsentrasi substrat cenderung meningkatkan aktivitasnya. Untuk menentukan kelajuan maksimum suatu reaksi enzimatik, konsentrasi substrat ditingkatkan sampai laju pembentukan produk yang terpantau menjadi konstan. Hal ini ditunjukkan oleh kurva kejenuhan di samping. Kejenuhan terjadi karena seiring dengan meningkatnya konsentrasi substrat, semakin banyak enzim bebas yang diubah menjadi kompleks substrate-enzim ES. Pada kelajuan yang maksimum (Vmax), semua tapak aktif enzim akan berikatan dengan substrat, dan jumlah kompleks ES adalah sama dengan jumlah total enzim yang ada. Namun, Vmax hanyalah salah satu konstanta kinetika enzim. Jumlah substrat yang diperlukan untuk mencapai nilai kelajuan reaksi tertentu jugalah penting. Hal ini diekspresikan oleh konstanta Michaelis-Menten (Km), yang merupakan konsentrasi substrat yang diperlukan oleh suatu enzim untuk mencapai setengah kelajuan maksimumnya. Setiap enzim memiliki nilai Km yang berbeda-beda untuk suatu subtrat, dan ini dapat menunjukkan seberapa kuatnya pengikatan substrat ke enzim. Konstanta lainnya yang juga berguna adalah kcat, yang merupakan jumlah molekul substrat yang dapat ditangani oleh satu tapak aktif per detik.
Efisiensi suatu enzim diekspresikan oleh kcat/Km. Ia juga disebut sebagai konstanta kespesifikan dan memasukkan tetapan kelajuan semua langkah reaksi. Karena konstanta kespesifikan mencermikan kemampuan katalitik dan afinitas, ia dapat digunakan untuk membandingkan enzim yang satu dengan enzim yang lain, ataupun enzim yang sama dengan substrat yang berbeda. Konstanta kespesifikan maksimum teoretis disebut limit difusi dan nilainya sekitar 108 sampai 109 (M−1 s−1). Pada titik ini, setiap penumbukkan enzim dengan substratnya akan menyebabkan katalisis, dan laju pembentukan produk tidak dibatasi oleh laju reaksi, melainkan oleh laju difusi. Enzim dengan sifat demikian disebut secara katalitik sempurna ataupun secara kinetika sempurna. Contoh enzim yang memiliki sifat seperti ini adalah karbonat anhidrase, asetilkolinesterase, katalase, fumarase, β-laktamase, dan superoksida dismutase.
Kinetika Michaelis-Menten bergantung pada hukum aksi massa, yang diturunkan berdasarkan asumsi difusi bebas dan pertumbukan acak yang didorong secara termodinamik. Namun, banyak proses-proses biokimia dan seluler yang menyimpang dari kondisi ideal ini, disebabkan oleh kesesakan makromolekuler (macromolecular crowding), perpisahan fase enzim/substrat/produk, dan pergerakan molekul secara satu atau dua dimensi.[51] Pada situasi seperti ini, kinetika Michaelis-Menten fraktal dapat diterapkan.[52][53][54][55]
Beberapa enzim beroperasi dengan kinetika yang lebih cepat daripada laju difusi. Hal ini tampaknya sangat tidak mungkin. Beberapa mekanisme telah diajukan untuk menjelaskan fenomena ini. Beberapa protein dipercayai mempercepat katalisis dengan menarik substratnya dan melakukan pra-orientasi substrat menggunakan medan listrik dipolar. Model lainnya menggunakan penjelasan penerowongan kuantum mekanika, walaupun penjelasan ini masih kontroversial.[56][57] Penerowongan kuantum untuk proton telah terpantau pada triptamina.[58]
Laju reaksi enzim dapat diturunkan menggunakan berbagai jenis inhibitor enzim.
Pada inihibisi kompetitif, inhibitor dan substrat berkompetisi untuk berikatan dengan enzim. Seringkali inhibitor kompetitif memiliki struktur yang sangat mirip dengan substrat asli enzim. Sebagai contoh, metotreksat adalah inihibitor kompetitif untuk enzim dihidrofolat reduktase. Kemiripan antara struktur asam folat dengan obat ini ditunjukkan oleh gambar di samping bawah. Perhatikan bahwa pengikatan inhibitor tidaklah perlu terjadi pada tapak pengikatan substrat apabila pengikatan inihibitor mengubah konformasi enzim, sehingga menghalangi pengikatan substrat. Pada inhibisi kompetitif, kelajuan maksimal reaksi tidak berubah, tetapi memerlukan konsentrasi substrat yang lebih tinggi untuk mencapai kelajuan maksimal tersebut, sehingga meningkatkan Km.
Pada inhibisi tak kompetitif, inhibitor tidak dapat berikatan dengan enzim bebas, tetapi hanya dapat dengan komples ES. Kompleks EIS yang terbentuk kemudian menjadi tidak aktif. Jenis inhibisi ini sangat jarang, tetapi dapat terjadi pada enzim-enzim multimerik.
Inhibitor non-kompetitif dapat mengikat enzim pada saat yang sama substrat berikatan dengan enzim. Baik kompleks EI dan EIS tidak aktif. Karena inhibitor tidak dapat dilawan dengan peningkatan konsentrasi substrat, Vmax reaksi berubah. Namun, karena substrat masih dapat mengikat enzim, Km tetaplah sama.
Inhibisis jenis ini mirip dengan inhibisi non-kompetitif, kecuali kompleks EIS memiliki aktivitas enzimatik residual.
Pada banyak organisme, inhibitor dapat merupakan bagian dari mekanisme umpan balik. Jika enzim memproduksi terlalu banyak produk, produk tersebut dapat berperan sebagai inhibitor bagi enzim tersebut. Hal ini akan menyebabkan produksi produk melambat atau berhenti. Bentuk umpan balik ini adalah umpan balik negatif. Enzim memiliki bentuk regulasi seperti ini sering kali multimerik dan mempunyai tapak ikat alosterik. Kurva substrat/kelajuan enzim ini tidak berbentuk hiperbola melainkan berbentuk S.
Inhibitor ireversibel bereaksi dengan enzim dan membentuk aduk dengan protein. Inaktivasi ini bersifat ireversible. Inhibitor seperti ini contohnya efloritina, obat yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh protozoa African trypanosomiasis.[60] Penisilin dan Aspirin juga bekerja dengan cara yang sama. Senyawa obat ini terikat pada tapak aktif, dan enzim kemudian mengubah inhibitor menjadi bentuk aktif yang bereaksi secara ireversibel dengan satu atau lebih residu asam amino.
Oleh karena inhibitor menghambat fungsi enzim, inhibitor sering digunakan sebagai obat. Contohnya adalah inhibitor yang digunakan sebagai obat aspirin. Aspirin menginhibisi enzim COX-1 dan COX-2 yang memproduksi pembawa pesan peradangan prostaglandin, sehingga ia dapat menekan peradangan dan rasa sakit. Namun, banyak pula inhibitor enzim lainnya yang beracun. Sebagai contohnya, sianida yang merupakan inhibitor enzim ireversibel, akan bergabung dengan tembaga dan besi pada tapak aktif enzim sitokrom c oksidase dan mengeblok pernapasan sel.[61]
Enzim mempunyai berbagai fungsi bioligis dalam tubuh organisme hidup. Enzim berperan dalam transduksi signal dan regulasi sel, sering kali melalui enzim kinase dan fosfatase.[62] Enzim juga berperan dalam menghasilkan pergerakan tubuh, dengan miosin menghidrolisis ATP untuk menghasilkan kontraksi otot.[63] ATPase lainnya dalam membran sel umumnya adalah pompa ion yang terlibat dalam transpor aktif. Enzim juga terlibat dalam fungs-fungsi yang khas, seperti lusiferase yang menghasilkan cahaya pada kunang-kunang.[64] Virus juga mengandung enzim yang dapat menyerang sel, misalnya HIV integrase dan transkriptase balik.
Salah satu fungsi penting enzim adalah pada sistem pencernaan hewan. Enzim seperti amilase dan protease memecah molekul yang besar (seperti pati dan protein) menjadi molekul yang kecil, sehingga dapat diserap oleh usus. Molekul pati, sebagai contohnya, terlalu besar untuk diserap oleh usus, tetapi enzim akan menghidrolisis rantai pati menjadi molekul kecil seperti maltosa, yang akan dihidrolisis lebih jauh menjadi glukosa, sehingga dapat diserap. Enzim-enzim yang berbeda, mencerna zat-zat makanan yang berbeda pula. Pada hewan pemamah biak, mikroorganisme dalam perut hewan tersebut menghasilkan enzim selulase yang dapat mengurai sel dinding selulosa tanaman.[65]
Beberapa enzim dapat bekerja bersama dalam urutan tertentu, dan menghasilan lintasan metabolisme. Dalam lintasan metabolisme, satu enzim akan membawa produk enzim lainnya sebagai substrat. Setelah reaksi katalitik terjadi, produk kemudian dihantarkan ke enzim lainnya. Kadang-kadang lebih dari satu enzim dapat mengatalisasi reaksi yang sama secara bersamaan.
Enzim menentukan langkah-langkah apa saja yang terjadi dalam lintasan metabolisme ini. Tanpa enzim, metabolisme tidak akan berjalan melalui langkah yang teratur ataupun tidak akan berjalan dengan cukup cepat untuk memenuhi kebutuhan sel. Dan sebenarnya, lintasan metabolisme seperti glikolisis tidak akan dapat terjadi tanpa enzim. Glukosa, contohnya, dapat bereaksi secara langsung dengan ATP, dan menjadi terfosforliasi pada karbon-karbonnya secara acak. Tanpa keberadaan enzim, proses ini berjalan dengan sangat lambat. Namun, jika heksokinase ditambahkan, reaksi ini tetap berjalan, tetapi fosforilasi pada karbon 6 akan terjadi dengan sangat cepat, sedemikiannya produk glukosa-6-fosfat ditemukan sebagai produk utama. Oleh karena itu, jaringan lintasan metabolisme dalam tiap-tiap sel bergantung pada kumpulan enzim fungsional yang terdapat dalam sel tersebut.
Terdapat lima cara utama aktivitas enzim dikontrol dalam sel.
Oleh karena kontrol aktivitas enzim yang ketat diperlukan untuk menjaga homeostasis, malafungsi (mutasi, kelebihan produksi, kekurangan produksi ataupun delesi) enzim tunggal yang penting dapat menyebabkan penyakit genetik. Pentingnya enzim ditunjukkan oleh fakta bahwa penyakit-penyakit mematikan dapat disebabkan oleh hanya mala fungsi satu enzim dari ribuan enzim yang ada dalam tubuh kita.
Salah satu contohnya adalah fenilketonuria. Mutasi asam amino tunggal pada enzim fenilalania hidroksilase yang mengatalisis langkah pertama degradasi fenilalanina mengakibatkan penumpukkan fenilalanina dan senyawa terkait. Hal ini dapat menyebabkan keterbelakangan mental jika ia tidak diobati.[69]
Contoh lainnya adalah mutasi silsilah nutfah (germline mutation) pada gen yang mengkode enzim reparasi DNA. Ia dapat menyebakan sindrom penyakit kanker keturunan seperti xeroderma pigmentosum. Kerusakan ada enzim ini dapat menyebabkan kanker karena kemampuan tubuh memperbaiki mutasi pada genom menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan akumulasi mutasi dan mengakibatkan berkembangnya berbagai jenis kanker pada penderita.
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.