Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif

Sulawesi Selatan

provinsi di Pulau Sulawesi, Indonesia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas

Sulawesi Selatan
Remove ads

Sulawesi Selatan (diakronimkan: Sulsel; Lontara: ᨔᨘᨒᨓᨙᨔᨗ ᨔᨛᨒᨈ ) adalah sebuah provinsi di semenanjung bagian selatan pulau Sulawesi, Indonesia. Kepulauan Selayar di bagian selatan pulau Sulawesi juga merupakan bagian dari provinsi tersebut. Ibu kota provinsi ini berada di Kota Makassar. Provinsi ini berbatasan dengan provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat di sebelah utara, Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara di sebelah timur, Selat Makassar di sebelah barat, dan Laut Flores di sebelah selatan.

Fakta Singkat Transkripsi bahasa daerah, • Bugis ...
Remove ads

Sensus 2010 memperkirakan jumlah penduduk sebanyak 8.032.551 jiwa, yang menjadikan Sulawesi Selatan sebagai provinsi terpadat di pulau itu (46% dari populasi Sulawesi ada di Sulawesi Selatan), dan provinsi terpadat keenam di Indonesia. Pada pertengahan 2024, penduduk Sulawesi Selatam meningkat menjadi 9.460.344 jiwa.[2][8]

Pada masa keemasan perdagangan rempah-rempah, dari abad ke-15 hingga ke-19, Sulawesi Selatan menjadi pintu gerbang Kepulauan Maluku. Ada sejumlah kerajaan kecil, termasuk dua yang menonjol, Kerajaan Gowa yang terletak di Makassar dan Kerajaan Bone yang terletak di Bone. Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) mulai beroperasi di wilayah tersebut pada abad ke-17. VOC kemudian bersekutu dengan Arung Palakka dan mereka mengalahkan kerajaan Gowa dalam mengambil kekayaan sumber alam di Nusantara serta hak Monopoli perdagangan. Arung Palakka kemudian menikmati hasil kerja sama tersebut dengan VOC Belanda. Raja Gowa, Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani Perjanjian Bungaya yang sangat mengurangi kekuasaan Gowa.

Remove ads

Sejarah

Ringkasan
Perspektif
Thumb
Kantor Gubernur di Makassar (1865–1900)

Penemuan manusia tertua ditemukan di gua-gua dekat bukit kapur dekat Maros, sekitar 30 km sebelah timur laut dan Makassar sebagai ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan. Kemungkinan lapisan budaya yang tua berupa alat batu Pebble dan flake telah dikumpulkan dari teras sungai di lembah Walanae, di antara Soppeng dan Sengkang, termasuk tulang-tulang babi raksasa dan gajah-gajah yang telah punah.[butuh rujukan]

Selama masa kemasan perdagangan rempah-rempah, pada abad ke-15 sampai ke-19, Sulawesi Selatan berperan sebagai pintu gerbang ke kepulauan Maluku, tanah penghasil rempah. Kerajaan Gowa dan Bone yang perkasa memainkan peranan penting di dalam sejarah Kawasan Timur Indonesia di masa Ialu.

Pada sekitar abad ke-14 di Sulawesi Selatan terdapat sejumlah kerajaan kecil, dua kerajaan yang menonjol ketika itu adalah Kerajaan Gowa yang berada di sekitar Makassar dan Kerajaan Bugis yang berada di Bone. Pada tahun 1530, Kerajaan Gowa mulai mengembangkan diri, dan pada pertengahan abad ke-16 Gowa menjadi pusat perdagangan terpenting di wilayah timur Indonesia. Pada tahun 1605, Raja Gowa memeluk Agama Islam serta menjadikan Gowa sebagai Kerajaan Islam, dan antara tahun 1608 dan 1611, Kerajaan Gowa menyerang dan menaklukkan Kerajaan Bone sehingga Islam dapat tersebar ke seluruh wilayah Makassar dan Bugis.

Perusahaan dagang Belanda atau yang lebih dikenal dengan nama VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) yang datang ke wilayah ini pada abad ke-15 melihat Kerajaan Gowa sebagai hambatan terhadap keinginan VOC untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di daerah ini. VOC kemudian bersekutu dengan seorang raja bone bernama Arung Palakka yang hidup dalam pengasingan setelah jatuhnya kekuasaan di bawah kerajaan Gowa-Tallo.

Belanda kemudian mendukung Palakka kembali ke Bone, sekaligus menghidupkan perlawanan masyarakat Bone dan Sopeng untuk melawan kekuasaan Gowa. Setelah berperang selama setahun, Kerajaan Gowa berhasil dikalahkan. Dan Raja Gowa, Sultan Hasanuddin dipaksa untuk menandatangani Perjanjian Bongaya yang sangat mengurangi kekuasaan Gowa. Selanjutnya Bone di bawah Palakka menjadi penguasa di Sulawesi Selatan.

Persaingan antara Kerajaan Bone dengan pemimpin Bugis lainnya mewarnai sejarah Sulawesi Selatan. Ratu Bone sempat muncul memimpin perlawanan menentang Belanda yang saat itu sibuk menghadapi Perang Napoleon di daratan Eropa. Namun setelah usainya Perang Napoleon, Belanda kembali ke Sulawesi Selatan dan membasmi pemberontakan Ratu Bone. Namun perlawanan masyarakat Makassar dan Bugis terus berlanjut menentang kekuasaan kolonial hingga tahun 1905-1906. Pada tahun 1905, Belanda juga berhasil menaklukkan Tana Toraja, perlawanan di daerah ini terus berlanjut hingga awal tahun 1930-an.

Sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI, Sulawesi Selatan, terdiri atas sejumlah wilayah kerajaan yang berdiri sendiri dan mendiami empat etnis yaitu: Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja.

Kedatuan Luwu, Kesultanan Gowa dan Kesultanan Bone menjadi tiga negeri besar di Sulawesi Selatan mulai pada abad ke-15 M.[9] Pada abad ke XVI dan XVII, ketiga negeri tersebut mencapai masa keemasan dan telah melakukan hubungan dagang serta persahabatan dengan bangsa Eropa, India, China, Melayu, dan Arab.

Setelah kemerdekaan, dikeluarkan UU Nomor 21 Tahun 1950 di mana Sulawesi Selatan menjadi provinsi Administratif Sulawesi dan selanjutnya pada tahun 1960 menjadi daerah otonomi Sulawesi Selatan dan Tenggara berdasarkan UU Nomor 47 Tahun 1960. Pemisahan Sulawesi Selatan dari daerah otonomi Sulawesi Selatan dan Tenggara ditetapkan dengan UU Nomor 13 Tahun 1964, sehingga menjadi daerah otonomi Sulawesi Selatan.

Remove ads

Geografi

Thumb
Peta pemekaran administrasi Sulawesi Selatan dari 1960 hingga sekarang

Letak Provinsi Sulawesi Selatan berada pada 0°12'–8° Lintang Selatan dan 116°48'–122°36' Bujur Timur.[10] Provinsi Sulawesi Selatan memiliki wilayah seluas 45.704,16 km2.[11] Di sebelah utara, Provinsi Sulawesi Selatan berbatasan dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat. Di sebelah timur, Provinsi Sulawesi Selatan berbatasan dengan Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara. Sementara di sebelah selatan, Provinsi Sulawesi Selatan berbatasan dengan Laut Flores dan di sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar.[12]

Remove ads

Pemerintahan

Ringkasan
Perspektif

Lima tahun setelah kemerdekaan, pemerintah mengeluarkan UU Nomor 21 Tahun 1950, yang menjadi dasar hukum berdirinya Provinsi Administratif Sulawesi. Sepuluh tahun kemudian, pemerintah mengeluarkan UU Nomor 47 Tahun 1960 yang mengesahkan terbentuknya Sulawesi Selatan dan Tenggara. Empat tahun setelah itu, melalui UU Nomor 13 Tahun 1964 pemerintah memisahkan Sulawesi Tenggara dari Sulawesi Selatan. Terakhir, pemerintah memecah Sulawesi Selatan menjadi dua, berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2004.

Kabupaten Majene, Mamasa, Mamuju, Mamuju Utara dan Polewali Mamasa yang semula merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi Selatan secara resmi menjadi bagian dari Provinsi Sulawesi Barat seiring dengan berdirinya provinsi tersebut pada tanggal 22 September 2004 berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2004.

Kepala daerah

Informasi lebih lanjut Gubernur Sulawesi Selatan, Nomor urut ...

Dewan Perwakilan

DPRD Sulawesi Selatan beranggotakan 85 orang yang dipilih melalui pemilihan umum setiap lima tahun sekali. Pimpinan DPRD Sulawesi Selatan terdiri dari 1 Ketua dan 4 Wakil Ketua yang berasal dari partai politik pemilik jumlah kursi dan suara terbanyak. Anggota DPRD Sulawesi Selatan yang sedang menjabat saat ini adalah hasil Pemilu 2019 yang dilantik pada 24 September 2019 oleh Ketua Pengadilan Tinggi Makassar di Gedung DPRD Sulawesi Selatan.[15] Komposisi anggota DPRD Sulawesi Selatan periode 2019-2024 terdiri dari 11 partai politik dimana Partai Golkar adalah partai politik pemilik kursi terbanyak yaitu 13 kursi disusul oleh Partai NasDem yang juga meraih 12 kursi. Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Sulawesi Selatan dalam empat periode terakhir.[16][17][18][19]

Informasi lebih lanjut Partai Politik, Jumlah Kursi dalam Periode ...

Kabupaten dan Kota

Informasi lebih lanjut No., Kabupaten/kota ...

Pada tahun 2008, Kabupaten Toraja Utara terbentuk, menyusul terbitnya Amanat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, bernomor R. 68/Pres/12/2007 pada tanggal 10 Desember 2007, mengenai pemekaran 12 kabupaten/kota.

Remove ads

Demografi

Ringkasan
Perspektif

Jumlah penduduk

Sampai dengan Mei 2010, jumlah penduduk di Sulawesi Selatan terdaftar sebanyak 8.032.551 jiwa dengan pembagian 3.921.543 orang laki-laki dan 4.111.008 orang perempuan. Pada tahun 2013, penduduk di Sulawesi Selatan sudah mencapai 8.342.047 jiwa.[22] Sementara pada tahun 2021, penduduk provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 9.192.621 jiwa.

Suku bangsa

Provinsi Sulawesi Selatan memiliki beragam suku bangsa. Tiga suku bangsa yang dominan di Sulawesi Selatan adalah suku Bugis, Makassar dan Toraja. Suku asal Sulawesi lainnya termasuk suku Mandar, Duri, Pattinjo, Rampi, Maiwa, To Garibo, Pattae, Kajang atau Konjo Pesisir[23]

Berikut adalah jumlah penduduk di Sulawesi Selatan menurut suku, berdasarkan data Sensus Penduduk Indonesia 2010, dari 8.006.578 jiwa penduduk:[23]

Informasi lebih lanjut Nomor, Suku Bangsa ...

Bahasa

Bahasa resmi instansi pemerintahan di Sulawesi Selatan adalah bahasa Indonesia. Menurut Badan Bahasa pada 2019, terdapat 13 bahasa daerah di Sulawesi Selatan.[24][25] Ketiga belas bahasa tersebut adalah: (1) Bajo, (2) Bonerate, (3) Bugis, (4) Bugis De, (5) Konjo, (6) Laiyolo, (7) Lemolang, (8) Makassar, (9) Massenrengpulu, (10) Rampi, (11) Seko, (12) Toraja, dan (13) Wotu.[24]

Bahasa yang umum digunakan adalah:

  • Bahasa Bugis adalah bahasa yang menduduki peringkat pertama dengan penutur terbanyak di Sulawesi Selatan. Bahasa ini kebanyakan dituturkan di wilayah tengah Semenanjung Selatan Sulawesi, terutama Kabupaten Bone, Soppeng, Wajo, Sinjai Sidenreng Rappang, Pinrang, Barru, Kota Parepare dan sebagian wilayah di Tana Luwu, Maros, Pangkep, Barru, dan Bulukumba. Terdapat 9 dialek Bugis yang dituturkan di Sulawesi Selatan seperti dialek Palakka (Bone), Kessi (Soppeng), Sawitto (Pinrang), Sidrap, Wajo, Barru, Enna (Sinjai, Bulukumba), Camba, dan Luwu.[26]
  • Rumpun Bahasa Makassar
    • Bahasa Makassar adalah salah satu rumpun bahasa yang dipertuturkan di daerah pesisir barat daya Sulawesi Selatan, Bahasa Makassar merupakan bahasa kedua yang paling banyak dituturkan di Sulawesi Selatan. Terdapat 1,8 juta penutur bahasa Makassar di Sulawesi Selatan. Bahasa ini terdiri dari 3 dialek yaitu Lakiung, Turatea dan Bantaeng.
    • Bahasa-Bahasa Konjo terbagi menjadi dua yaitu Bahasa Konjo Pesisir dan Bahasa Konjo Pegunungan, Konjo Pesisir tinggal di kawasan pesisir Bulukumba dan Sekitarnya, di sudut tenggara bagian selatan pulau Sulawesi sedangkan Konjo pegunungan tinggal di kawasan tenggara gunung Bawakaraeng.
    • Bahasa Selayar adalah bahasa yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Sulawesi Selatan di Kab. Kep. Selayar.
  • Kelompok Utara
    • Bahasa Toraja adalah salah satu rumpun bahasa yang dipertuturkan di daerah Kabupaten Tana Toraja, dan Toraja Utara.
    • Rumpun Bahasa Massenrempulu
      • Bahasa Duri adalah bahasa yang paling banyak dituturkan di Kabupaten Enrekang. Bahasa ini dituturkan di beberapa kecamatan seperti Alla, Buntu Batu, Baraka, Curio, Baroko, Masalle, Malua dan sebagian Anggeraja.
      • Bahasa Enrekang adalah bahasa yang dituturkan di Kabupaten Enrekang khususnya di Kecamatan Enrekang, Cendana dan sebagian Anggeraja. Sebagian linguistik memasukkan bahasa Pattinjo ke dalam salah satu dialek bahasa Enrekang.
      • Bahasa Maiwa adalah salah satu bahasa yang dituturkan di Kabupaten Enrekang khususnya di Kecamatan Maiwa dan Bungin
    • Bahasa Tae' adalah salah satu bahasa yang dipertuturkan di daerah kaki gunung hingga pesisir di sepanjang Tana Luwu. Kabupaten Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur dan Kota Palopo merupakan wilayah dengan mayoritas penutur bahasa ini.

Agama

Mayoritas beragama Islam, kecuali di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara beragama Katolik dan sebagian wilayah Luwu Raya (Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Luwu Timur, Kota Palopo, dan Kabupaten Luwu) beragama Kristen Protestan.

Budaya dan adat istiadat

Salah satu kebiasaan yang cukup dikenal di Sulawesi Selatan adalah Mappalili. Mappalili (Bugis) atau Appalili (Makassar) berasal dari kata palili yang memiliki makna untuk menjaga tanaman padi dari sesuatu yang akan mengganggu atau menghancurkannya. Mappalili atau Appalili adalah ritual turun-temurun yang dipegang oleh masyarakat Sulawesi Selatan, masyarakat dari Kabupaten Pangkep terutama Mappalili adalah bagian dari budaya yang sudah diselenggarakan sejak beberapa tahun lalu. Mappalili adalah tanda untuk mulai menanam padi. Tujuannya adalah untuk daerah kosong yang akan ditanam, disalipuri (Bugis) atau dilebbu (Makassar) atau disimpan dari gangguan yang biasanya mengurangi produksi.

Remove ads

Wisata

Ringkasan
Perspektif

Sulawesi Selatan terkenal dengan destinasi dan daya tarik wisatanya, diantaranya:

Remove ads

Kesehatan

Rumah sakit

Informasi lebih lanjut No., Kode ...
Remove ads

Senjata tradisional

  • Badik, senjata berupa pisau panjang/pendek dengan bentuk khas
  • Papporok, senjata rakitan berbentuk senjata api
  • Kawali, senjata dengan gagang kayu yang bengkok dan bilah bermata satu yang panjang, ramping, dan runcing pada ujungnya
  • Bessing, senjata yang menyerupai tombak terbuat dari besi atau logam
  • Kanna, senjata berupa perisai yang berfungsi untuk melindungi diri dari serangan senjata para musuh
  • Pantu', senjata sejenis tongkat yang terbuat dari bahan kayu bulat dengan bebatan besi pada bagian pangkalnya
  • Tado', senjata berupa jerat yang digunakan untuk menangkap binatang buruan
  • Alamang, senjata jenis pedang berbentuk lurus dan tajam di bagian bawah dengan ujung meruncing
  • Seppu, senjata sejenis sumpitan yang terbuat dari bilah kayu
  • Waju Rante, senjata berupa pelindung diri yang dikenakan pada badan
  • Busur, senjata berupa panah katapel
Remove ads

Hidangan tradisional

Remove ads

Organisasi

Referensi

Loading content...

Pranala luar

Loading related searches...

Wikiwand - on

Seamless Wikipedia browsing. On steroids.

Remove ads