Loading AI tools
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Kerajaan Tanah Bumbu adalah kerajaan yang pernah berdiri di kabupaten Kotabaru, sebelah timur laut provinsi Kalimantan Selatan. Wilayah utara Kerajaan Tanah Bumbu terletak di Tanjung Aru. Di sebelah timur berbatasan dengan selat Makassar dan sebelah barat dan selatan Kerajaan Tanah Bumbu berbatasan dengan Kerajaan Banjar. Bekas wilayah kerajaan Tanah Bumbu hari ini dinamakan Tanah Kambatang Lima.[1][2][3] Penguasa Kerajaan Bangkalaan dianggap penerus Kerajaan Tanah Bumbu selanjutnya, dengan penguasa terakhir Adji Mas Rawan gelar Pangeran Arga Kesuma sebagai Raja Tanah Bumbu (raja Cengal, Manunggul, Bangkalaan)
Kerajaan Tanah Bumbu didirikan di atas bekas wilayah Negeri Pamukan atau Kerajaan Pamukan yang terletak di kawasan Teluk Pamukan. Negeri Pamukan merupakan salah satu daerah vazal kesultanan Banjar.
Negeri Pamukan atau Kerajaan Pamukan adalah sebuah nama wilayah historis di muara Daerah Aliran Sungai Cengal menurut sejarah Kesultanan Banjar.[4]
Diceritakan dalam Hikayat Banjar-Kotawaringin bahwa Negeri Pamukan atau Kerajaan Pamukan turut serta mengirim prajurit membantu Pangeran Samudera (Sultan Suriansyah) berperang melawan pamannya Pangeran Tumenggung (Raja Negara Daha terakhir).
Hikayat Banjar dan Kotawaringin menyebutkan:[4]
Maka Patih Masih menyuruh orang memberitahu ke Kintap, ke Satui, ke Sawarangan, ke Hasam-Hasam, ke Laut Pulau, ke Pamukan, ke Paser, ke Kutai, ke Berau, ke Karasikan, dan memberitahu ke Biaju, ke Sebangau, ke Mendawai, ke Sampit, ke Pembuang, ke Kotawaringin, ke Sukadana, ke Lawai, ke Sambas: Pangeran Samudera menjadi raja di Banjarmasih. Banyak tiada tersebut.
Keberadaan wilayah Negeri Pamukan atau Kerajaan Pamukan, diceritakan dalam Hikayat Banjar-Kotawaringin merupakan salah satu daerah yang mengirim pasukan perang untuk membantu Raja Banjar Pangeran Samudera (Sultan Suryanullah) melawan pamannya Pangeran Tumenggung (Raja Negara Daha):[4]
Maka Patih Balit itu kembali maka datang serta orang bantu itu. Maka orang yang takluk tatkala zaman Maharaja Suryanata sampai ke zaman Maharaja Sukarama itu, seperti negeri Sambas dan negeri Batang Lawai dan negeri Sukadana dan Kotawaringin dan Pembuang dan Sampit, Mendawai dan Sebangau dan Biaju Besar dan orang Biaju Kecil dan orang negeri Karasikan dan Kutai dan Berau dan Paser dan Pamukan dan orang Laut-Pulau dan Satui dan Hasam-Hasam dan Kintap dan Sawarangan dan Tambangan Laut dan orang Takisung dan Tabuniau, sekaliannya itu sudah sama datang serta senjata serta persembahnya. Sama suka hatinya merajakan Pangeran Samudera itu. Sekaliannya orang itu berhimpun di Banjar dengan orang Banjarmasih itu, kira-kira orang empat laksa. Serta orang dagang itu, seperti orang Melayu, orang Cina, orang Bugis, orang Mangkasar, orang Jawa yang berdagang itu, sama lumpat menyerang itu. Banyak tiada tersebut.
Karaëng-Patingallowang meminjam negeri-negeri di pantai timur sebagai Tanah Pinjaman Kesultanan Makassar sebagai tempat berdagang. Pada masa itu Negeri Pamukan merupakan vazal state Kesultanan Banjar. Pada masa kekuasaan Raja Banjar Islam ke-4 Maruhum Panembahan alias Sultan Mustain Billah (w. 1642) Baginda mengijinkan berdirinya pemukiman orang-orang Makassar dan Bugis di pantai timur Kalimantan.
Sekitar tahun 1641 Raja Tallo yang bernama I Mangngadaccinna Daeng I Ba’le’ Sultan Mahmud Karaeng Pattingalloang (m. 1641-1654) telah meminjam negeri-negeri di pantai timur Kalimantan kepada Raja Banjar Sultan Mustain Billah sebagai Tanah Pinjaman Kesultanan Makassar.
Hikayat Banjar-Kotawaringin menyebutkan:
Kemudian daripada itu tatkala Kiai Martasura ke Mangkasar, zaman Karaing Patigaloang itu, ia menyuruh pada Marhum Panembahan itu meminjam Pasir itu akan tempatnya berdagang serta bersumpah: "Barang siapa anak cucuku hendak aniaya lawan negeri Banjar mudah-mudahan dibinasakan Allah itu." Maka dipinjamkan oleh Marhum Panembahan. Itulah mulanya Pasir - serta diberi desa namanya Satui dan Hasam-Hasam dan Kintap, dan Sawarangan itu, Banacala, Balang Pasir dan Kutai dan Berau serta Karasikan - itu tiada mahanjurkan hupati ke Martapura itu.
Sultan Mustain Billah berputra 5 orang dari permaisuri yaitu Pangeran Dipati Tuha (01), Pangeran Dipati Anom (01), Pangeran Dipati Anta-Kasuma, Pangeran Dipati Antasari dan Putri Busu alias Ratu Hayu (isteri Pangeran Martasari. Sedangkan dari selir orang Jawa berputra Raden Halit (Sultan Rakyatullah).
Pangeran Dipati Anom 01 alias Pangeran di Darat sebagai wakil raja jadi penerus dipati Tuwah (01) dengan kepemilikan atas wilayah bagian tenggara kerajaan Banjar, disebut Tanah boemboe (tanah campuran). Namun beliau tetap memerintah kerajaan sebagai pemangku (mangkubumi) kerajaan Banjar selama lima tahun, kemudian jabatan ini diwariskan kepada ratu Kota-ringin, pangeran Anta Kesuma bergelar Ratu Bagawan Mahapandita dan menyerahkan kekuasaan kepada ratu Anom. Dia memerintah seperti itu selama lima belas tahun. Dengan demikian, tampaknya sultan sendiri tidak menjalankan pemerintahan, tetapi berada di tangan perdana menteri.[5]
Pangeran Panembahan Marhoem menikah dengan seorang wanita Jawa, di tempat lain disebut selir, di mana dia menjadi ayah seorang putra bernama Raden Alit sebagai seorang anak, yang kemudian diangkat menjadi pangeran Mangkoe Boemi (menggantikan Ratu Bagawan 01), dibantu pangeran Mas Dipati dan pewaris tahta. Ia menggantikan sultan Said-ollah sebagai, [wali] pangeran tersebut, dengan gelar sultan Achmad-ollah atau Tantahi-ollah yang juga mewakili pangeran dipati Tuwa, penguasa pertama Tanah-bumbu.[5]
Pangeran Dipati Anom 02, saudara Dipati Tuwa, mungkin tidak puas dengan tatanan yang ada, melarikan diri ke pedalaman, dan berusaha mendirikan kerajaan di antara suku Biaju, menghasut penduduk pedalaman itu melawan Banjarmasin. Tiga ribu orang Biaju menyusuri sungai besar dengan perahu kecil, memasuki Batang Banyu, tetapi dihentikan terlebih dahulu. Pangeran dipati Anom sendiri memajukan Kayu Tangi, didukung oleh pangeran Kesuma Mandoera, pangeran Kota-ringin, dan mengklaim sebagian pemerintahan saham negara bagian Bagus Kesuma Mataram, gubernur negara bagian Kota-ringin. Ini menye babkan perang internal. Bandjermasin adalah kerajaan yang sangat luas, menguasai separuh besar Kalimantan, meliputi seluruh pantai timur dan selatan, dan sebelumnya juga pantai barat, dan pedalaman sebagai sampai ke sungai besar Kapuas (Kapuas Buhang), atasan atas semua suku asli yang disebut Biaju. [5]
Negeri | Penguasa |
---|---|
Cantung, Batu Licin | Ratu Intan I binti Daeng Malewa/Pangeran Dipati (anak kandungnya) |
Buntar Laut | Pangeran Layah bin Daeng Malewa/Pangeran Dipati (anak tirinya) |
Sampanahan, Bangkalaan, Manunggul, Cengal | Pangeran Prabu (Sultan Sepuh) bin Daeng Malewa/Pangeran Dipati (anak tirinya) |
Menurut Lontara Bilang, pada 28 Juli 1699 atau 1 Safar 1111 Hijriyah, Pangeran-Aria (Pangeran Pamukan di pantai Timur Kalimantan) menikahi Daëng-Nisajoe (janda Aroe Teko ?), putri Karaëng Mandallé (Daeng Tulolo?). Pada 18 Juli 1707/16 Rabiul akhir 1119 Hijriyah Pangeran Arija pergi bersama istrinya (Daëng-Nisajoe, putri Karaeng-Mandallé) ke negaranya (Pamoekan). Pada 1 Januari 1707 Karaeng-Balassari (Zainab Saëná, putri Aru Teko lahir dari Daeng-Nisayu) menikahi raja (masa depan) (Siradjoe-d-din). Pada 30 Desember 1707/ 6 Syawal 1119 Hijriyah Karaeng-Balassari (saudara perempuan Aroe-Kadjoe dan istri calon raja Tallo dan Gowa Siradju-d-din) melahirkan seorang putri bernama Karaeng-Tana-Sanga Mahbulaah Mamunja-ragi. Pada 9 Juli 1715/ 7 Rajab 1127 Hijriyah. Daëng Mamuntoli Aroe-Kadjoe kembali dari Laut-poelo (pulau di selatan Kalimantan, biasa disebut Pulau Laut).[11][12][13]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.