Loading AI tools
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo melanjutkan karier politiknya sebagai Gubernur DKI Jakarta setelah terpilih melalui pemilihan umum Gubernur Jakarta 2012. Sebelumnya, Jokowi menjabat sebagai Wali Kota Surakarta. Dalam pemerintahannya yang singkat sebagai seorang gubernur, kebijakan Jokowi di Jakarta banyak yang bersifat populis, seperti Kampung Deret, Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar. Namun beberapa juga mendatangkan keberatan masyarakat, seperti dalam perbaikan saluran air, peremajaan bus kecil, dan sterilisasi busway.
Penyuntingan Artikel oleh pengguna baru atau anonim untuk saat ini tidak diizinkan. Lihat kebijakan pelindungan dan log pelindungan untuk informasi selengkapnya. Jika Anda tidak dapat menyunting Artikel ini dan Anda ingin melakukannya, Anda dapat memohon permintaan penyuntingan, diskusikan perubahan yang ingin dilakukan di halaman pembicaraan, memohon untuk melepaskan pelindungan, masuk, atau buatlah sebuah akun. |
Joko Widodo | |
---|---|
Gubernur DKI Jakarta ke-16 | |
Masa jabatan 15 Oktober 2012 – 16 Oktober 2014 | |
Presiden | Susilo Bambang Yudhoyono |
Wakil | Basuki Tjahaja Purnama |
Informasi pribadi | |
Lahir | 21 Juni 1961 Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia |
Kebangsaan | Indonesia |
Partai politik | PDI-P |
Suami/istri | Iriana |
Anak | Gibran Rakabuming Raka Kahiyang Ayu Kaesang Pangarep |
Almamater | Universitas Gadjah Mada |
Pekerjaan | Pengusaha |
Tanda tangan | |
Sunting kotak info • L • B |
Sehari usai pelantikan, Jokowi langsung dijadwalkan melakukan kunjungan ke masyarakat.[2] Ia mendahulukan program bantuan sosial melalui Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar, dan setelah mendapat kendali atas APBD, menjalankan pembenahan saluran air di DKI Jakarta melalui program JEDI. Beberapa program transportasi warisan pemerintahan sebelumnya seperti 6 Ruas Tol dan Monorail terhambat. Sebaliknya, ia berkonsentrasi kepada transportasi massal cepat seperti MRT Jakarta, penambahan armada Transjakarta, dan peremajaan bus kecil.
Ia juga mengupayakan pengambilalihan pengelolaan Sumber Daya Air melalui akuisisi Aetra dan Palyja.
Jokowi diminta secara pribadi oleh Jusuf Kalla untuk mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta[3] pada Pilgub DKI tahun 2012. Karena merupakan kader PDI Perjuangan, maka Jusuf Kalla meminta dukungan dari Megawati Soekarnoputri, yang awalnya terlihat masih ragu. Sementara itu Prabowo Subianto juga melobi PDI Perjuangan agar bersedia mendukung Jokowi sebagai calon gubernur karena membutuhkan 9 kursi lagi untuk bisa mengajukan Calon Gubernur.[4] Pada saat itu, PDI Perjuangan hampir memilih untuk mendukung Fauzi Bowo dan Jokowi sendiri hampir menolak dicalonkan.[5] Sebagai wakilnya, Basuki Tjahaja Purnama yang saat itu menjadi anggota DPR dicalonkan mendampingi Jokowi dengan pindah ke Gerindra karena Golkar telah sepakat mendukung Alex Noerdin sebagai Calon Gubernur.[6]
Pasangan ini awalnya tidak diunggulkan. Hal ini terlihat dari klaim calon pertama yang diperkuat oleh Lingkaran Survei Indonesia bahwa pasangan Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli akan memenangkan pilkada dalam 1 putaran.[7] Selain itu, PKS yang meraup lebih dari 42 persen suara untuk Adang Daradjatun di pilkada 2007 juga mengusung Hidayat Nur Wahid yang sudah dikenal rakyat sebagai Ketua MPR RI periode 2004-2009. Dibandingkan dengan partai lainnya, PDI-P dan Gerindra hanya mendapat masing-masing hanya 11 dan 6 kursi dari total 94 kursi, jika dibandingkan dengan 32 kursi milik Partai Demokrat untuk Fauzi Bowo, serta 18 Kursi milik PKS untuk Hidayat Nur Wahid.[8] Namun LP3ES sudah memprediksi bahwa Jokowi dan Fauzi Bowo akan bertemu di putaran dua.[9]
Hitung cepat yang dilakukan sejumlah lembaga survei pada hari pemilihan, 11 Juli 2012 dan sehari setelah itu, memperlihatkan Jokowi memimpin, dengan Fauzi Bowo di posisi kedua.[10] Hasil pilkada putaran pertama dari KPU memperlihatkan Jokowi memimpin dengan 42,6% suara, dan Fauzi Bowo di posisi kedua dengan 34,05% suara.[11] Pasangan ini berbalik diunggulkan memenangi pemilukada DKI 2012 karena kedekatan Jokowi dengan Hidayat Nur Wahid saat pilkada Wali Kota Solo 2010[12] serta pendukung Faisal Basri dan Alex Noerdin dari hasil survei cenderung beralih kepadanya.[13]
Jokowi berusaha menghubungi dan mengunjungi seluruh calon,[14] termasuk Fauzi Bowo,[15] namun hanya berhasil bersilaturahmi dengan Hidayat Nur Wahid[14] dan memunculkan spekulasi adanya koalisi di putaran kedua.[16] Setelahnya, Fauzi Bowo juga bertemu dengan Hidayat Nur Wahid.[17]
Namun keadaan berbalik setelah partai-partai pendukung calon lainnya di putaran pertama malah menyatakan dukungan kepada Fauzi Bowo.[18] Hubungan Jokowi dengan PKS juga memburuk dengan adanya tudingan bahwa tim sukses Jokowi memunculkan isu mahar politik Rp50 miliar.[19] PKS meminta isu ini dihentikan,[20] sementara tim sukses Jokowi menolak tudingan menyebutkan angka imbalan tersebut.[21] Kondisi kehilangan potensi dukungan dari partai-partai besar diklaim Jokowi sebagai fenomena "Koalisi Rakyat melawan Koalisi Partai".[22] Klaim ini dibantah pihak Partai Demokrat karena PDI Perjuangan dan Gerindra tetap merupakan partai politik yang mendukung Jokowi, tidak seperti Faisal Basri dan Hendrardji yang merupakan calon independen.[23] Jokowi akhirnya mendapat dukungan dari tokoh-tokoh penting seperti Misbakhun dari PKS,[24] Jusuf Kalla dari Partai Golkar,[25] Indra J Piliang dari Partai Golkar,[26] serta Romo Heri yang merupakan adik ipar Fauzi Bowo.[27]
Pertarungan politik juga merambah ke dunia media sosial dengan peluncuran Jasmev,[28] pembentukan media center,[29] serta pemanfaatan media baru dalam kampanye politik seperti Youtube.[30] Pihak Fauzi Bowo menyatakan juga ikut turun ke media sosial, tetapi mengakui kelebihan tim sukses dan pendukung Jokowi di kanal ini.[31]
Putaran kedua juga diwarnai berbagai tudingan kampanye hitam, yang antara lain berkisar dalam isu SARA,[32] isu kebakaran yang disengaja,[33] korupsi,[34] dan politik transaksional.[35]
Menjelang putaran kedua, berbagai survei kembali bermunculan yang memprediksi kemenangan Jokowi, antara lain 36,74% melawan 29,47% oleh SSSG,[36] 72,48% melawan 27,52% oleh INES,[37] 45,13% melawan 37,53% dalam survei elektabilitas oleh IndoBarometer,[38] dan 45,6% melawan 44,7% oleh Lembaga Survei Indonesia.[39]
Setelah pemungutan suara putaran kedua, hasil penghitungan cepat Lembaga Survei Indonesia memperlihatkan pasangan Jokowi - Ahok sebagai pemenang dengan 53,81%. Sementara rivalnya, Fauzi Bowo - Nachrowi Ramli mendapat 46,19%.[40] Hasil serupa juga diperoleh oleh Quick Count IndoBarometer 54.24% melawan 45.76%,[41] dan lima stasiun TV.[42] Perkiraan sementara oleh metode Quick Count diperkuat oleh Real Count PDI Perjuangan dengan hasil 54,02% melawan 45,98%,[43] Cyrus Network sebesar 54,72% melawan 45,25%.[44] Akhirnya, pada 29 September 2012, KPUD DKI Jakarta menetapkan pasangan Jokowi - Ahok sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI yang baru untuk masa bakti 2012-2017 menggantikan Fauzi Bowo - Prijanto.[45][46]
Sebelum dan sesudah Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta, ia berjanji bahwa ia akan menambah 1000 unit bus Transjakarta, lalu ia bisa dihubungi wartawan 24 jam, bahwa ia akan bekerja 1 jam di kantor dan sisanya tinjau pelayanan publik. Ia juga berkata bahwa dirinya tidak akan menggusur Pedagang Kaki Lima (PKL), dan juga akan membangun kampung susun yang bukan apartemen; lalu ia akan memperbaiki sistem pendidikan dan kesehatan, memberikan penghargaan ke semua ketua RT dan RW, dan ia juga menjanjikan akan menambah ruang publik bagi remaja DKI.[47] Pada saat terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta, permasalahan mulai berdatangan, dan semenjak musim hujan melanda Jakarta dan masalah macet tidak usai, publik DKI mulai pesimis dan meragukan kemampuan Jokowi dalam mengatasi masalah ibu kota.[48]
Setelah resmi menang di perhitungan suara, Jokowi masih diterpa isu upaya menghalangi pengunduran dirinya oleh DPRD Surakarta, tetapi dibantah oleh DPRD.[49] Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi juga menyatakan akan turun tangan jika masalah ini terjadi,[50] karena pengangkatan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta tidak dianggap melanggar aturan mana pun jika pada saat mendaftar sebagai Calon Gubernur sudah menyatakan siap mengundurkan diri dari jabatan sebelumnya jika terpilih, dan benar-benar mengundurkan diri setelah terpilih.[51] Namun setelahnya, DPR merencanakan perubahan terhadap Undang-Undang No. 34 tahun 2004, sehingga setelah Jokowi, kepala daerah yang mencalonkan diri di daerah lain, harus terlebih dahulu mengundurkan diri dari jabatannya pada saat mendaftarkan diri sebagai calon.[52]
Atas alasan administrasi terkait pengunduran diri sebagai Wali Kota Surakarta dan masa jabatan Fauzi Bowo yang belum berakhir, pelantikan Jokowi tertunda[53] dari jadwal awal 7 Oktober 2012 menjadi 15 Oktober 2012.[54] Acara pelantikan diwarnai perdebatan mengenai biaya karena adanya pernyataan Jokowi yang menginginkan biaya pelantikan yang sederhana.[55] DPRD kemudian menurunkan biaya pelantikan menjadi Rp 550 juta, dari awalnya dianggarkan Rp 1,05 miliar dalam Perubahan APBD. Acara pelantikan juga diramaikan oleh pedagang kaki lima yang menggratiskan dagangannya.[56]
Sebelum Jokowi, pengelolaan air minum dilakukan oleh dua operator utama, Aetra (PT Thames PAM Jaya) dan Palyja (PT PAM Lyonnaise Jaya). PT Aetra Air Jakarta mengelola, mengoperasikan, memelihara sistem penyediaan air bersih, dan melakukan investasi di wilayah timur Jakarta, sementara Palyja di bagian barat Jakarta. Pemegang saham Aetra adalah Acuatico Pte Ltd dengan kepemilikan sebesar 95 persen dan PT Alberta Utilities sebesar 5 persen. Sementara Palyja melayani pasokan air bersih ke wilayah Jakarta Barat, Jakarta Selatan, serta sebagian wilayah Jakarta Utara dan Pusat. Palyja dimiliki Astratel Nusantara sebesar 49 persen, dan Suez Environment sebesar 51 persen. Keduanya memegang kontrak dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengelola air di Jakarta.
Karena dianggap tidak mampu menyediakan pelayanan yang prima, maka Jokowi dan Ahok sejak awal sudah mengincar pengambilalihan pengelolaan air minum Jakarta agar lebih mudah diawasi dan dikontrol, tetapi niat ini terganjal penalti yang harus dibayar oleh pemerintah Pemprov jika memutus kontrak di tengah jalan.[57] Maka usaha tersebut dilakukan dengan cara lain yaitu dengan membeli saham kedua perusahaan tersebut melalui dua BUMD milik Pemerintah Provinsi, yaitu PT Pembangunan Jaya dan PT Jakarta Propertindo (Jakpro). Keduanya akan berusaha mengambil alih kepemilikan saham Palyja dengan rencana PT Pembangunan Jaya akan membeli sebanyak 51 persen saham Suez Environment, sedangkan PT Jakarta Propertindo mengakuisisi 49 persen saham Astratel. Namun sayangnya Palyja masih berstatus digugat oleh LBH karena usaha privatisasi air yang dianggap tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, sehingga akuisisi ini masih menunggu keputusan pengadilan [58]
Pada tanggal 10 April 2014, Jokowi menyatakan bahwa telah ditemukan titik terang pengambilalihan ini, karena pemerintah provinsi telah menemukan kata sepakat dalam menguasai kembali pengelolaan air minum. Kedua pihak merasa memiliki tujuan sama agar tidak terjadi privatisasi sumber daya air, hanya caranya saja yang berbeda. Jika pihak LBH dan LSM melalui gugatan hukum, maka Pemprov melakukan upaya pengambilalihan secara business to business. "Positif, sudah ketemu titiknya. Karena semangatnya sama. Tujuan sama agar pengelolaan air diambil alih oleh pemerintah dalam hal ini BUMD kita," kata Jokowi, usai menggelar pertemuan dengan koalisi di Balai Kota DKI Jakarta.[59]
Setelah pengambilalihan Palyja berjalan lancar, Pemprov DKI juga memberikan sinyal akan mengambil alih Aetra dengan cara serupa.[60]
Pada 24 Oktober 2012, terjadi unjuk rasa di Balai Kota yang dilakukan sekumpulan buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia.[61] Awalnya buruh menuntut kenaikan UMP menjadi Rp 2,79 juta, yang ditanggapi ajakan dialog oleh Basuki Tjahaja Purnama dengan perwakilan buruh. Akhirnya disepakati penggunaan angka survei Kecukupan Hidup Layak bulan terakhir, dari sebelumnya yang dirata-rata dari data Februari 2012 hingga Oktober 2012,[62] serta berbagai poin lainnya sehingga menjadi 13 kesepakatan.[63]
Jokowi kemudian menyerahkan penghitungan UMP yang layak kepada Dewan Pengupahan yang awalnya memunculkan rekomendasi angka Rp1,9 juta. Namun sidang ini diganggu oleh tindakan buruh yang memanggil kembali perwakilannya, sehingga angka ini baru mewakili kepentingan pengusaha.[64] Akhirnya disepakati oleh berbagai pihak bahwa Upah Minimum Provinsi sebesar Rp 2,2 juta yang kemudian ditetapkan oleh Dewan Pengupahan.[65]
Jokowi melakukan berbagai konsultasi, termasuk dengan Menakertrans Muhaimin Iskandar, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat untuk menentukan UMP yang tepat bagi buruh di DKI Jakarta agar tidak mengalami ketimpangan dengan daerah penyangga, tetapi masih layak untuk dinikmati pekerja.[66]
Protes kembali terjadi pada akhir tahun 2013 karena buruh mendesak kenaikan kembali UMP menjadi Rp 3,7 juta,[67] sementara pengusaha menolak angka tersebut dan menginginkan angka Rp 2,29 juta. Akhirnya diputuskan angka tengah sebesar Rp 2,44 juta. Buruh menolak karena Rp 3,7 juta angka mati[67] dan sempat mencap Jokowi dan Ahok sebagai Bapak Upah Murah[68] dan mengancam akan menduduki Balai Kota selama berhari-hari, tetapi akhirnya demonstrasi bubar dengan sendirinya dan UMP Rp 2,44 juta berlaku di DKI Jakarta sejak 1 November 2013[69]
Pada tanggal 10 Oktober 2013, Jokowi meresmikan pembangunan Angkutan Massal Cepat (MRT) yang sebelumnya sempat tertunda selama bertahun-tahun.[70] Kemudian, pada tanggal 16 Oktober 2013, Jokowi juga meresmikan pembangunan jalur hijau Monorel Jakarta sepanjang sebelas kilometer.[71] Selain itu, pada November 2013, Pemerintah Daerah DKI Jakarta berencana akan mengadakan seribu bus untuk jalur Transjakarta.[72] Namun, beberapa dari 656 bus yang dibeli dari Tiongkok didapati sudah berkarat, sehingga dicurigai ada kecurangan yang dilakukan oleh pejabat Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta.[73] Sebagai tanggapan terhadap masalah ini, Jokowi membebastugaskan Kepala Dishub DKI Jakarta Udar Pristiono dan melantik Muhammad Akbar sebagai penggantinya.[74] Selanjutnya pemesanan armada Transjakarta akan banyak melalui sistem E-Katalog, bukan lagi lelang.
Untuk memperbaiki kualitas pelayanan dan armada Transjakarta, maka mulai 30 Desember 2013, PT Transjakarta secara resmi disahkan. Dengan demikian posisinya berdiri sendiri sebagai sebuah Badan Usaha Milik Daerah, tidak lagi dibatasi kewenangannya sebagai Unit Pelaksana di bawah Dinas Perhubungan. Dengan menjadi perusahaan tersendiri, Transjakarta diharapkan mampu bekerja lebih efisien, lincah, dan fleksibel, termasuk saat pengadaan armada.[75]
Sebelumnya, Pengangkutan Penumpang Djakarta atau PPD adalah BUMN berbentuk perusahaan umum yang berada di bawah Kementerian Negara BUMN. Karena dianggap memiliki banyak aset dan armada yang menguntungkan pengelolaan transportasi, maka Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengajukan pengambilalihan PPD, dengan salah satu syaratnya adalah pelunasan hutang PPD yang cukup besar, Rp 170 Miliar. Namun Basuki Tjahaja Purnama menganggap pelunasan utang ini sebanding dengan manfaat yang akan didapat oleh Pemprov DKI Jakarta. Sayangnya, proses pengambilalihan ini berbelit karena pemerintah pusat tidak memperlihatkan respon serius atas tawaran ini. Menteri BUMN, Dahlan Iskan sendiri sebenarnya sudah menyetujui pengambilalihan ini.[76]
Setelah banyaknya kecelakaan yang menimpa Metromini dan Kopaja, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai memperketat aturan mengenai fasilitas keselamatan minimal yang dimiliki, antara lain rem, bodi keropos, speedometer, lampu, dan kaca jendela. Jika tidak bisa menunjukkan fasilitas tersebut, maka bus sedang tersebut dikandangkan.[77]
Tindakan pengandangan ini mengundang protes dari sopir Metromini yang merasa mata pencariannya terancam. Pada 29 Agustus 2013, puluhan sopir Metromini memarkirkan armadanya di jalanan di depan Balai Kota dan berdemo memprotes kewajiban peremajaan angkutan. Selain itu Udar Pristono, Kepala Dinas Perhubungan saat itu, dianggap menyakiti hati para sopir karena membuat pernyataan bahwa Metromini sudah tidak diperlukan lagi di Jakarta. Mereka menuntut armada yang dirazia dikembalikan, tetapi ditolak.[78]
Para sopir yang merasa tidak didengarkan kemudian merusak pagar balai kota dan memecahkan kaca Bus Kopaja dan Transjakarta. Karena keberingasannya, Gubernur dan Wakil Gubernur menolak menemui dan mengomentari pengaduan mereka. Para pelaku pengrusakan diancam dilaporkan ke polisi karena sudah mengarah kepada tindakan pidana.[79]
Pada tanggal 24 Februari 2014, Jokowi meluncurkan bus tingkat wisata. Bus tingkat dengan kapasitas 60 penumpang ini dapat dinikmati secara gratis dan dimaksudkan untuk meningkatkan daya tarik Jakarta kepada wisatawan. Bus ini beroperasi setiap hari dari pukul 09.00 hingga pukul 19.00 dengan rute dari Pasar Baru hingga Bundaran Hotel Indonesia.[80]
Proyek enam ruas jalan tol diwariskan sejak zaman Sutiyoso dan Fauzi Bowo, tetapi baru mencapai peresmian kesepakatan antara pihak swasta dengan Kementerian Pekerjaan Umum sesaat sebelum Fauzi Bowo mengakhiri masa jabatannya, serta sudah ditentukan pemenang tendernya. Sehingga walaupun ditentang banyak warga, dan Jokowi pernah menentang proyek ini, tetapi ia tidak memiliki kewenangan untuk membatalkannya.[81][82]
Jokowi sempat memperlambat eksekusi proyek ini dengan meminta masukan warga, pengamat, pakar, Kementerian PU, investor, konsorsium pada 15 Januari 2013,[83] namun kemudian Basuki Tjahaja Purnama mengumumkan bahwa tidak ada ada lagi istilah 6 ruas tol. Yang ada adalah integrasi seluruh tol lingkar dalam Jakarta dan dilengkapi dengan jalur bus layang.[84] Pihak swasta menyetujui permintaan mengadakan fasilitas transportasi umum di sepanjang tol.[85]
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013, pemerintah pusat Indonesia berencana mengembangkan program mobil murah. Joko Widodo menentang keras program ini karena menurutnya program ini akan memperparah kemacetan di Jakarta.[86] Menurutnya, yang sepatutnya digalakkan adalah pengadaan transportasi massal yang murah, aman, dan nyaman.[86] Ia pun menyurati Wakil Presiden Republik Indonesia Boediono untuk mempertanyakan kebijakan ini.[86]
Selama dua tahun menjabat, Jokowi melakukan banyak sekali pengubahan posisi birkorat. Di antaranya lurah dan camat melalui lelang jabatan, serta wali kota, kepala suku dinas dan dinas melalui pemberhentian dan penunjukan.[87]
Pada April hingga Juni 2013, Jokowi menciptakan sistem baru dalam penempatan birokrasi, yaitu lelang jabatan. Dalam sistem ini, setiap PNS diberi kesempatan yang sama untuk menduduki posisi yang diinginkannya dengan memenuhi kualifikasi dan mengikuti tes. Hasil tes diumumkan secara transparan dan pemerintah provinsi menempatkan PNS tersebut sesuai prestasi dan kualifikasinya.[88]
Hal ini menimbulkan kontroversi dengan adanya penolakan dari lurah dan camat yang posisinya terganggu akibat seleksi ini. Salah satu yang menjadi sorotan adalah lurah Warakas yang mengancam akan memperkarakan sistem lelang jabatan.[89] Ia awalnya menolak mengikuti seleksi lelang jabatan ini, tetapi akhirnya berhasil mendapat posisi di kelurahan Tugu Utara.[90]
Keefektifan lelang jabatan menjadi pertanyaan setelah Basuki Tjahaja Purnama mengakui 60 persen lurah hasil lelang jabatan tidak memuaskan.[91] Bahkan dalam waktu satu tahun, lurah Ceger dan bendaharanya tertangkap melakukan mark-up anggaran senilai Rp 450 juta dan kini menjadi tahanan Kejaksaan Negeri Jakarta Timur.[92]
Salah satu lurah yang terpilih dalam proses lelang jabatan adalah Susan Jasmine Zulkifli. Ia terpilih untuk menjabat di wilayah Lenteng Agung. Namun, penunjukkan lurah Susan menuai protes dari beberapa orang karena lurah Susan beragama Kristen, yang dianggap tidak sesuai dengan sebagian besar warga Lenteng Agung yang beragama Islam.[93] Kontroversi ini semakin menguat setelah Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi meminta Jokowi mempertimbangkan ulang pengangkatan lurah Susan.[93] Namun, Jokowi menegaskan bahwa ia tidak akan menurunkan lurah Susan atas dasar agama dan hanya akan mempertimbangkan kinerja para lurah.[93]
Jokowi tercatat mengganti para kepala dinas di Jakarta. Yang paling disorot antara lain Udar Pristono, Kepala Dinas Perhubungan DKI, Taufik Yudi Mulyanto, Kepala Dinas Pendidikan DKI, dan Unu Nurdin Kepala Dinas Kebersihan DKI. Ketiganya ditempatkan ke posisi baru dalam Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUP2), bersama dengan empat orang lainnya.[94]
Mewarisi kota yang dilewati banyak sekali sungai dan posisi beberapa wilayah yang lebih rendah dari permukaan laut, Jokowi dituntut bisa mengurangi bahkan menghilangkan banjir dari Jakarta. Dengan terlambatnya pengesahan anggaran 2013, banjir Jakarta memperlihatkan dampak besar bagi kehidupan kota tanpa diiringi pencegahan dan penanganan maksimal.[95] Namun diakui penanganan banjir ini lebih baik jika dibandingkan banjir tahun-tahun sebelumnya.[96]
Sepanjang tahun 2013, proyek-proyek normalisasi dalam rangkaian JEDI (Jakarta Emergency Dredging Innitiative) dilakukan intensif. Yang paling dikenal adalah pengembalian fungsi Waduk Pluit, Waduk Ria Rio, dan Kali Pesanggrahan. Usaha ini menuai banyak pujian, bahkan dari luar negeri.[97] Dengan normalisasi ini, diakui oleh BPBD bahwa banjir 2014 lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Durasi banjir memang lebih lama karena puncak musim hujan yang lebih panjang, tetapi luas genangan berkurang.[98]
Dalam menghadapi banjir tahunan Jakarta 2013 dan 2014, Jokowi mengumumkan status tanggap darurat banjir yang memungkinkan Gubernur mengambil keputusan yang dianggap perlu untuk mengatasi bencana.[99]
Untuk mengalihkan jalur hujan yang melewati Jakarta, Pemprov DKI Jakarta bekerjasama dengan BNPB, TNI Angkatan Udara, dan BPPT melalui penaburan garam NaCl agar hujan turun jauh dari Jakarta. Pada tahun 2013 proyek ini cukup berhasil mengurangi curah hujan, tetapi pada tahun 2014 sedikit terhambat akibat lambatnya pengesahan APBD dan perbedaan pola curah hujan dibanding tahun lalu.[100]
Melalui paket Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI), Pemerintah Provinisi DKI Jakarta bekerjasama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Bank Dunia melakukan perawatan atas sistem saluran air di Jakarta yang berhubungan dengan kondisi banjir di Jakarta dengan total dana US$ 135.500.000. Program ini sempat memanas karena Basuki Tjahaja Purnama memprotes lambannya program yang dirancang oleh Bank Dunia sehingga menuntut eksekusi lebih cepat. Jika Bank Dunia tidak bersedia, ia mempersilakan Bank Dunia menarik bantuannya. Permintaan ini dipenuhi oleh Bank Dunia.[101]
Kali dan waduk yang menjadi target pembenahan melalui program JEDI antara lain Banjir Kanal Barat, Cakung Drain, Cengkareng Drain, Kali Angke, Kali Cideng, Kali Kamal, Kali Sunter, Kali Tanjungan, Kali Krukut-Kali Cideng-Tanah Sereal, Kali Jelakeng-Kali Pakin-Kali Besar, Kali Ciliwung Gunung Sahari, Sodetan Sentiong Sunter, Kali Grogol – Sekretaris, Waduk Pluit, Waduk Melati, Waduk Sunter Utara, Waduk Sunter Selatan, dan Waduk Sunter Timur III, Situ Mangga Bolong, Situ Babakan, Situ Rawa Dongkal dan Situ Cipondoh.[102]
Normalisasi Waduk Pluit menandai perbaikan sistem pengendalian banjir di Jakarta. Ditandai dengan pembongkaran sendiri hunian di bantaran oleh warga pada bulan Maret 2013. Awalnya relokasi berjalan lancar. Namun kemudian sempat terjadi ketegangan karena beberapa warga menolak dipindahkan, bahkan sampai memunculkan insiden pelaporan ke Komnas HAM. Melalui diplomasi makan siang, beberapa warga mulai terbujuk dan perlahan pindah ke berbagai rumah susun yang telah disiapkan.[103]
Normalisasi Waduk Ria Rio juga sempat mendapat hambatan dari warga dan pemilik tanah akibat adanya sengketa yang terjadi antara pemilik tanah dengan PT Pulomas Jaya. Warga sempat melakukan blokir, tetapi dibujuk untuk mau secara sukarela pindah ke rumah susun yang layak. Sementara untuk sengketa lahan, awalnya disepakati diselesaikan di pengadilan, tetapi kemudian pemilik tanah memberi kesempatan negosisasi penggantian harga lahan yang akan dikeruk sebagai waduk.[104]
Jokowi menjanjikan akan membangun Opera House berkapasitas 9000 seluruhnya bertempat duduk di tepi Waduk Ria Rio.[105]
Waduk Tomang Barat awalnya dipenuhi ledakan populasi eceng gondok yang memperparah pengendapan dan sekaligus menggusur habitat alami yang sudah lebih dulu ada di sana. Maka dari itu pada November 2013 Waduk Tomang Barat dikeruk hingga kembali ke kedalaman yang seharusnya dan populasi eceng gondok dihilangkan dengan biaya Rp 2 miliar.[106]
Waduk Rawa Bambon awalnya hanya berupa rawa kecil di Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur, yang sering tergenang saat hujan lebat terjadi di sekitar Jakarta Timur dan selatan. Akibatnya warga sekitar terus-menerus mengalami banjir. Kemudian Pemprov DKI Jakarta memutuskan waduk ini dikeruk hingga kedalaman 6 meter dan dilengkapi taman seperti Waduk Ria Rio dan Pluit. Berbeda dengan Waduk Pluit dan Ria Rio, lahan sekitar Waduk Rawa Bambon relatif tidak bermasalah sehingga penuntasannya diharapkan bisa lebih cepat [107]
Karena kecilnya kapasitas dan buruknya pemeliharaan, hingga November 2012, Kali Pesanggrahan masih meluap dan merendam 2 RT di Ulujami.[108] Sebenarnya pada tahun Desember 2010 telah ditargetkan normalisasi kali dari debit 50 meter kubik menjadi 115 meter kubik, tetapi masih terus tertunda akibat proses lelang yang terlalu lama. Pada masa Agustus hingga Oktober 2010 tercatat Kali Pesanggrahan telah tiga kali jebol akibat derasnya air dan sudah tuanya dinding tanggul.[109]
Program normalisasi Kali Pesanggrahan kembali dilanjutkan melalui Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI)[110] Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kementerian PU pada akhir tahun 2013 hingga 2014,[111] serta didukung oleh proyek pembangunan sodetan Kali Pesanggrahan untuk meluruskan aliran kali di sekitar ITC Cipulir,[112] serta pembangunan waduk di sekitar Jakarta Selatan untuk menyimpan air di hulu agar tidak membebani sungai-sungai di hilir Jakarta.[113][114]
Pengerjaan waduk sempat terhenti karena keberatan warga atas nilai ganti rugi, tetapi diselesaikan dengan perundingan langsung dengan Jokowi.[115]
Pembenahan permukiman dilakukan melalui dua cara, yaitu relokasi ke rumah susun dan pembenahan melalui program kampung deret.[116]
Program yang cukup menonjol dari Jokowi adalah kampung deret. Program ini memberi kesempatan kepada warga yang ingin memperbaiki kondisi rumahnya yang tidak layak dengan syarat harus memiliki bukti kepemilikan tanah yang jelas. Daerah yang mendapat bantuan Kampung Deret yang sering mendapat sorotan antara lain Tanah Tinggi, Cipinang Besar Selatan, Petogogan, Semper Barat, dan Tambora. Pada 2013 lalu, pembangunan Kampung Deret dilakukan di 26 titik. Sementara pada tahun 2014, ditargetkan 70 Kampung Deret baru itu akan dimulai pada awal Juni 2014.[117]
Rumah susun menjadi solusi utama untuk relokasi dalam jumlah besar. Selama Banjir Jakarta 2013, Warga Waduk Pluit, Waduk Ria Rio, dan Kali Pakin, misalnya, direlokasi antara lain ke Rumah Susun Pinus Elok, Rumah Susun Marunda, Rumah Susun Tambora, dan lainnya. Sementara pada tahun 2014, ditargetkan 100 rumah susun baru tahan gempa untuk menampung relokasi lainnya.
Selain membangun sendiri, Pemprov DKI Jakarta juga menerima hibah dari berbagai Kementerian dengan syarat mau memperbaikinya.[118][119]
Setelah banjir Jakarta 2013, diketahui bahwa waduk di Jakarta kesulitan menampung air karena pendangkalan dan pendudukan warga. Pemprov DKI kemudian melakukan relokasi secara bertahap terhadap warga yang antara lain menempati lahan waduk Pluit dan Ria Rio.[120] Setelah melalui berbagai bujukan, termasuk di antaranya makan bersama Gubernur,[121] akhirnya warga bersedia dipindah sehingga waduk bisa dikeruk untuk menghadapi musim banjir 2014.[122]
Program besar yang diluncurkan pada masa Jokowi untuk memperbaiki pendidikan dan kesehatan adalah Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar. Kartu Jakarta Sehat sebenarnya adalah program asuransi yang dibayarkan oleh pemprov sehingga memungkinkan masyarakat DKI Jakarta mendapat pelayanan paling dasar tanpa harus mengeluarkan uang banyak, sementara Kartu Jakarta Pintar adalah program terseleksi bagi murid yang tidak mampu agar mampu membeli peralatan dan kebutuhan pendidikan.
Program pertamanya yang langsung mendapat apresiasi adalah Kartu Jakarta Sehat, yang bertujuan mereformasi jaminan kesehatan di Jakarta. Sebelumnya, masyarakat miskin harus mengurus banyak surat dan rujukan dengan birokrasi berbelit sebelum bisa mendapat keringanan biaya kesehatan. Dengan Kartu Jakarta Sehat, masyarakat bisa langsung mendapat layanan gratis di Puskesmas dan dirujuk ke Rumah Sakit tertentu jika memerlukan perawatan lebih lanjut. Program ini ditangani oleh Askes sebagai Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) yang telah resmi ditunjuk oleh Undang-Undang.
Sejak diluncurkan pada 10 November 2012,[123] Kartu Jakarta Sehat mendapat banyak kritik dan masukan dari berbagai pihak. Misalnya anggota Badan Anggaran DPRD DKI Johny Wenas yang takut KJS akan melanggar aturan dan Perda karena masih ada program serupa sedang berjalan pada tahun 2012.[124] Saran lain datang dari Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi yang menganggap DKI Jakarta harus berupaya memperbaiki kurangnya infrastruktur, baik sumber daya manusia maupun alat kesehatan, serta sistem rujukan agar pasien KJS bisa ditangani dengan baik dan tepat waktu.[125]
Kontroversi terjadi saat 16 Rumah Sakit swasta berniat mundur dari KJS karena ketidakjelasan sistem paket INA-CBGS yang hendak diterapkan Kementerian Kesehatan dalam jaminan KJS. Namun akhirnya hanya 2 Rumah Sakit yang menyatakan menghentikan layanan KJS untuk mengevaluasi ulang. Sementara 14 Rumah Sakit lainnya setuju tetap melanjutkan KJS setelah kesimpangsiuran ini dibicarakan bersama.[126] Namun, masalah ini terlanjur berkembang menjadi konflik politik setelah beberapa anggota DPRD mengancam akan menjadikan hal ini sebagai alasan pemakzulan terhadap Gubernur dan Wakil Gubernur.[127]
Hingga 2014, Kartu Jakarta Sehat terus berjalan dan mendampingi sistem penjaminan kesehatan baru oleh BPJS.
Dalam bidang pendidikan, Jokowi meluncurkan Kartu Jakarta Pintar sejak awal masa jabatannya, tepatnya 1 Desember 2012. Peluncuran perdana Kartu Jakarta Pintar dilakukan di SMA Yappenda, Tanjung Priok, Jakarta Utara dan diluncurkan secara resmi oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi).
Kartu ini membantu biaya pendidikan bagi anak-anak yang tidak mampu di Jakarta, dengan syarat tidak boleh digunakan untuk hal konsumtif.[128]
Pada tanggal 22 Oktober 2013, Jokowi mendapat sorotan media internasional[129] dan dukungan dari pecinta lingkungan[130] setelah meluncurkan razia topeng monyet di Jakarta. Dalam razia ini, pawai topeng monyet ditangkap namun diberikan uang pengganti Rp 1 juta asalkan bersedia memberikan monyetnya untuk kemudian dipelihara dengan lebih baik di Ragunan.[131] Tidak hanya dianggap sebagai praktik penyiksaan hewan, monyet-monyet ini terbukti 100 persen menderita cacingan dan dikhawatirkan terinfeksi penyakit berbahaya lainnya sehingga mengancam kesehatan warga DKI Jakarta.[132]
Namun kritik juga muncul akibat kebijakan ini, antara lain banyak hal penting lainnya menyangkut kesejahteraan warga yang harus diprioritaskan dibanding mengurusi monyet,[133] serta kekhawatiran pawang monyet tidak mendapat bekal yang layak untuk berganti profesi.[134]
Guna mengantisipasi pengguna KJS dan BPJS yang membuat antrian panjang di berbagai rumah sakit di Jakarta, Jokowi memulai pembangunan Rumah Sakut Umum Daerah di Pasar Minggu. Rumah sakit ini berkapasitas 400 tempat tidur. Delapan puluh persen bisa dimanfaatkan oleh pengguna Kartu Jakarta Sehat. Rumah Sakit ini akan berfokus kepada usaha perawatan penderita kanker, pasien anak, dan lansia. Untuk itu, akan disiapkan 20 unit neonatal intensive care unit (NICU) untuk bayi dan 20 unit pediatric intensive care unit (PICU).[135]
Untuk mendukung pelayanan kesehatan para pekerja di sekitar Kawasan Berikat Nusantara, dibangun rumah sakit umum yang dikhususkan bagi para pekerja. Rumah sakit ini diresmikan SBY bersama Jokowi, Menteri BUMN Dahlan Iskan, Menkes Nafsiah Mboi, Menakertrans Muhaimin Iskandar, dan Presiden Direktur Kawasan Berikat Nusantara Sattar Taba, pada tanggal 8 April 2014. Rumah sakit ini berkapasitas 9.000 meter persegi, terdiri atas 8 lantai, dan jumlah tempat tidur yang tersedia 184 tempat tidur. Fasilitas yang disediakan antara lain pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, mulai dari rawat jalan, unit gawat darurat, unit rawat intensif, bedah sentral, ruang radiologi, ruang CSSD, laboratorium, poliklinik, medical check up, fisiotherapy, dan kamar jenazah. Rumah sakit ini dibangun dengan dana CSR BUMN dan Pemerintah DKI Jakarta memiliki 26% saham di rumah sakit ini.[136][137]
Untuk melakukan pembenahan city branding yang dimiliki Jakarta, Jokowi menggelar beberapa acara besar di Jakarta, yang kebanyakan berupa festival di tempat terbuka. Ia berharap bisa menjadikan brand Jakarta sebagai kota festival. Karena itu berbagai perayaan dan festival dirayakan di Kota Jakarta, bahkan hingga menutup jalanan dari kendaraan bermotor selama satu hari penuh. Total sebanyak 97 festival diadakan selama 2013 di Jakarta.[138]
Mulai tahun baru 2013 dan 2014, dengan konsep menjadikan Jakarta sebagai kota festival, Jokowi meluncurkan Jakarta Night Festival. Dalam perayaan tahun baru ini jalan utama di Jakarta ditutup total dari kendaraan bermotor dan disediakan berbagai panggung kesenian, pertunjukan, serta kesenian tradisional.[139] Model ini kemudian ditiru oleh kota-kota besar lainnya, seperti Bandung, Surabaya, dan Yogyakarta.[140]
Pada Juni 2013, Jokowi mencoba mengembalikan fungsi Pekan Raya Jakarta (PRJ) sebagai pesta rakyat dengan mengadakan beberapa festival di pelataran Monas, seperti Festival Kampung Jakarta pada 15-16 Juni 2013. PRJ dianggap sudah melenceng dari niatan awalnya karena cenderung dikunjungi oleh golongan menengah ke atas. Media menjuluki upaya Jokowi ini sebagai "PRJ tandingan". Namun, Basuki Tjahaja Purnama menampik hal tersebut dan menyatakan bahwa pesta rakyat bukan dimaksudkan untuk menyaingi PRJ.[141][142]
Pada tanggal 5-8 Desember 2013, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Forum Silaturahmi Keraton Nusantara menggelar Pergelaran Agung Keraton Sedunia, 5-8 Desember. Acara ini menampilkan parade berbagai kostum dan kendaraan dari berbagai keraton dan kerajaan berbagai penjuru dunia, termasuk Brunei Darussalam. Menurut rencana, acara tersebut diikuti 165 keraton Nusantara dan 10 utusan kerajaan mancanegara serta dimeriahkan oleh parade kereta kencana dan dihibur 1.000 atraksi seniman.[143]
Beratnya permasalahan Jakarta dimulai dari masalah tata ruang yang tidak dipedulikan selama puluhan tahun. Diawali dengan pengesahan RDTR, pembenahan pengurusan IMB, dan pengelolaan ruang terbuka hijau, dan pembenahan pasar dan pedagang kaki lima, Jokowi mulai membenahi masalah mendasar di Jakarta.[144]
Rencana Detail Tata Ruang DKI Jakarta sebenarnya telah disusun sejak masa Fauzi Bowo, tetapi pengesahannya terhambat. Salah satu masalahnya adalah sosialisasi ke masyarakat belum dilakukan. Karena itu, Basuki Tjahajapurnama menuntut RDTR dibagikan kepada masyarakat melalui kelurahan setempat agar bisa mendapat masukan bersama.[145] Para akademisi dan LSM juga diundang untuk ikut memberi pandangan masing-masing mengenai RDTR tersebut.[146]
Pada tanggal 11 Desember 2013, RDTR dan Peraturan Zonasi DKI Jakarta disahkan dan berlaku hingga 2030. Salah satu anggota DPRD dari PPP, Maman Fiermansyah, sempat melakukan walkout karena merasa pengesahan Perda RDTR dan PZ dipaksakan. Namun rekannya, Mohamad Sanusi, menyatakan sikap Maman akibat ia sendiri tidak memahami RDTR karena tidak pernah hadir saat pembahasan.[147]
Hal menonjol dari RDTR DKI Jakarta adalah amanat penambahan 6 persen Ruang Terbuka Hijau dan adanya ruang khusus bagi pedagang kaki lima di ruang publik yang penetapannya ditentukan oleh Gubernur, serta kewajiban bagi setiap gedung perkantoran, perdagangan serta jasa di Jakarta yang berada di zona campuran menyediakan 5 persen ruang dari luas lantai fungsi perdagangan dan jasa yang ada untuk sektor informal UKM. Diharapkan dengan kewajiban ini, pemilik gedung memfasilitasi pedagang makanan dimasukkan sebagai bagian dari gedung, sehingga tidak lagi memenuhi jalanan di belakang gedung.[148]
Aksi paling dikenal dari Jokowi dalam menertibkan pedagang kaki lima adalah di Pasar Minggu dan Pasar Tanah Abang. Jika di Pasar Minggu pedagang dipindahkan ke Lokasi Binaan PKL Pasar Minggu, maka di Blok G pedagang dipindahkan ke Blok G Tanah Abang. Awalnya pedagang mengeluh sepinya pengunjung, tetapi berbagai fasilitas Blok G terus dilengkapi antara lain eskalator, undian berhadiah mobil, hingga fasilitas wifi gratis.[149]
Sebanyak lima pasar tradisional dibangun dan direnovasi dengan fasilitas memadai selama tahun 2013, antara lain Pasar Manggis, Pasanggrahan, Kebon Bawang, Kebon Duri, dan Nangka Bungur. Para pedagang dibebaskan dari sewa, tetapi harus turut memelihara pasar dan menaati aturan untuk tidak mengalihkan sewa atau menjual kiosnya ke pihak lain. Pedagang hanya akan dikenakan biaya perawatan, listrik, dan air saja.[150]
Pada tahun 2014, sebanyak empat pasar tradisional lainnya juga telah selesai, antara lain Pasar Kramat Jati, Pasar Ciplak, dan Pasar Grogol, dari total 14 pasar yang akan dibenahi.[151][152]
Jika sebelumnya pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sarat praktik percaloan dan suap, sehingga mengacaukan tata kota, maka sejak 1 Februari 2014, IMB bisa diurus dari internet. Hal ini menyingkat waktu pengurusan IMB dari setengah bulan menjadi cukup 7 hari saja. Pengurusan bisa dilakukan dari rumah, warnet, atau tempat kerja.[153]
Namun sebagai imbal baliknya, Jokowi menuntut warga agar segera mengurus IMB masing-masing karena prosesnya sudah dipermudah. Jika tidak juga memiliki IMB, bangunan-bangunan liar akan segera dirubuhkan.[154]
Berbagai taman, hutan kota, dan ruang terbuka hijau baru maupun hasil perbaikan ikut menghijaukan Jakarta. Salah satu yang cukup menonjol adalah Taman Kota Waduk Pluit, Taman Kota Waduk Ria Rio, Taman Vertikal Tugu Tani, dan Taman Mataram. Ditargetkan Ruang Terbuka Hijau Jakarta meningkat 16 persen dari target yang diamanatkan RDTR sebesar 6 persen peningkatan. Selain itu hanya diperbolehkan 40 persen lahan Jakarta untuk gedung tinggi, sementara 60 persen sisanya berupa ruang terbuka hijau yang bisa diakses oleh publik.[155]
Selama masa pemerintahan Jokowi di DKI Jakarta, APBD DKI Jakarta terus meningkat dari awalnya Rp 41 Triliun pada 2012, menjadi Rp 72 Triliun pada 2014, atau sebesar 31 Triliun hanya dalam dua tahun.[156][157] Hal ini dilakukan dengan mempermudah dan transparansi pajak, efisiensi pengeluaran, e-catalog dan e-budgetting.
Penyerapan APBD 2013 yang awalnya diprediksi di angka 97%, terwujud di 84,5% dan menghasilkan SiLPA Rp7 Triliun untuk digunakan pada tahun 2014.[158] Dana berlebih ini ditetapkan dalam RAPBD 2014, Rp 2,5 triliun yang pertama dialokasikan untuk penanganan kemacetan Kota Jakarta melalui pembelian ribuan bus Transjakarta dan reguler. Dan Rp 2,5 triliun selanjutnya untuk penanganan banjir dan mengoptimalkan lima rumah pompa yang ada di Jakarta. Salah satunya adalah dengan mendukung percepatan pembangunan Waduk Ciawi, dengan menganggarkan sebesar Rp 200 miliar untuk pembebasan tanah.[159]
Ketika menjadi gubernur, Jokowi pun mendapat sorotan dari media internasional seperti media India bernama The Hindu yang meliput fenomena Jokowi ala India,[160][161] The New York Times yang meliput fenomena kepemimpinan turun ke bawah,[162][163] media Australia bernama The Sydney Morning Herald,[164] media Thailand bernama Bangkok Post, serta media Jepang bernama Asahi Shimbun.[165]
Joko Widodo mendapatkan berbagai julukan dari berbagai media internasional seperti "Obama dari Jakarta" oleh BBC, "Mr. Fix" oleh The Economist, dan "The Man of Madras Shirt" oleh TIME.[166]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.