Loading AI tools
program dari Bank Dunia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Prakarsa Pengerukan Kedaruratan Jakarta (bahasa Inggris: Jakarta Emergency Dredging Initiative, disingkat JEDI), dan dikenal juga dengan sebutan Proyek Darurat Penanggulangan Banjir Jakarta (bahasa Inggris: Jakarta Urgent Flood Mitigation Project, disingkat JUFMP) adalah proyek bersama yang dikerjakan oleh empat lembaga yang berbeda untuk mengeruk sedimentasi dan akumulasi limbah padat di 10 sungai dan empat waduk di Jakarta dan dipercayai dalam jangka pendek akan mampu merehabilitasi bagian-bagian dari kanal banjir, kali, sungai, dan waduk retensi di Jakarta sehingga mampu menanggulangi risiko banjir.[1][2] Pada mulanya, proyek ini diestimasi dan rencananya dibiayai melalui pinjaman lunak Bank Dunia senilai 135,5 juta dollar AS yang ditawarkan oleh Bank Dunia ke pemerintah Indonesia pada akhir tahun 2009 dan dikonfirmasi oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Negara, Departemen Keuangan, Rahmat Waluyanto yang apabila memenuhi syarat akan diambil oleh pemerintah dan dimasukkan dalam APBN perubahan 2010.[3] Dari total 135,5 juta dollar AS, sebanyak 56 juta dollar AS akan dipinjam teruskan kepada pemerintah Pemprov DKI Jakarta, untuk penanggulangan banjir di Ibu kota. Adapun sisanya akan digunakan pemerintah untuk menyelesaikan proyek pembangunan Kanal Banjir Timur.[3]
Pasca bencana Banjir Besar 2007, Bank Dunia, melalui Direktur Bank Dunia untuk Program Pembangunan Berkelanjutan, Christian Dilvoie, menawarkan bantuan untuk pendanaan sejumlah proyek paska banjir di DKI Jakarta.[4] Christian mengungkapkan maksud tersebut dalam pertemuannya dengan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso pada tanggal 21 Februari 2007.[4]
Gubernur DKI Jakarta periode 2007-2012, Fauzi Bowo juga menyatakan bahwa selama 40 tahun, kali, sungai dan waduk di Jakarta belum pernah dikeruk.[5]
Proyek ini dikerjakan bersama sama oleh 2 direktorat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta:[6]
Nilai proyek ini pada saat penandatangan perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Bank Dunia di 17 Januari 2012 menjadi sebesar total 189,85 juta dollar AS dengan pinjaman lunak dari Bank Dunia sebesar 139,64 juta dollar AS, dan sisanya merupakan biaya dari Pemerintah Indonesia.[7]
Tujuan dari JEDI adalah untuk:
Secara umum, JEDI mencakup perbaikan sungai, waduk dan situ di sekitar kawasan Jakarta. Sedikitnya 13 sungai akan dikeruk, waduk maupun situ yang telah dangkal juga akan dikuras. Sungai yang akan dikeruk adalah:[8]
Pemprov DKI juga akan mengeruk 5 waduk yakni Waduk Pluit, Waduk Melati, Waduk Sunter Utara, Waduk Sunter Selatan, dan Waduk Sunter Timur III. Sedangkan situ yang akan dilakukan rehabilitasi antara lain Situ Mangga Bolong, Situ Babakan, Situ Rawa Dongkal dan Situ Cipondoh.[8]
Secara keseluruhan proyek JEDI meliputi 57 kelurahan di 4 wilayah DKI Jakarta (Barat, Utara, Pusat, dan Timur) yang dibagi dalam tujuh paket:[10]
Pada November 2011, Gubernur DKI Fauzi Bowo mengakui bahwa pelaksanaan proyek yang diinginkan dikerjakan pada tahun awal tahun 2009, terbentur birokrasi prosedur pencairan dana pinjaman Bank Dunia.[11] Proyek ini direncanakan akan dijadwalkan untuk dilaksanakan pada Maret 2012 setelah pemerintah pusat menerbitkan dasar hukum pelaksanaan JEDI.[12] Dasar hukumnya adalah Peraturan Pemerintah 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah,[13] peraturan ini menggantikan PP Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Dan/Atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman Dan/Atau Hibah Luar Negeri yang mengharuskan pinjaman Bank Dunia yang telah disepakati hanya bisa dicairkan melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan.[14] Fauzi Bowo mengaku kecewa karena pengerukan sungai tidak bisa terjadi akhir tahun 2011, dan berharap bahwa proyek ini juga membangun air berupa sodetan air yang mengalirkan air ke-13 sungai ke suatu wadah berbentuk waduk sehingga bisa dijadikan sebagai parkir air. Dimana air waduk dapat digunakan untuk ketersediaan air baku bagi pengolahan air bersih warga Jakarta.[14] Pada awal tahun 2012, Fauzi Bowo menjanjikan bahwa akhir 2012 tanggul sepanjang 42 kilometer akan diperbaiki beserta peralatan mekanis seperti pompa dan pintu air.[15] Pada 7 Oktober 2012 pasangan gubernur DKI pemenang Pilkada, Jokowi-Ahok, dilantik menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta[16] Ah Maftuchan, peneliti kebijakan publik Perkumpulan Prakarsa, pada bulan November 2012 meminta pasangan gubernur baru meninjau ulang proyek pengerukan sungai Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI) yang dibiayai utang dari bank dunia yang direncanakan cair pada 2013 sebesar Rp 110 Miliar . Menurut Macftuchan Proyek JEDI adalah peninggalan Foke yang harus dihentikan.[17]
Pada bulan Maret 2013 Wakil Gubernur Basuki menyatakan ingin membatalkan pinjaman bank dunia untuk proyek JEDI karena dianggap terlalu lama dan dikhawatirkan bunga pinjaman terus meningkat.[10] Perjanjian pengerukan dari tahun 2012–2017 untuk mengeruk sungai adalah waktu yang sangat lama dan sangat panjang.[10] Basuki percaya bahwa apabila proyek tersebut dikerjakannya tahun ini maka akan selesai pada tahun yang sama.[10]
Pada bulan Juli 2013 Bank Dunia pun menyanggupi persyaratan yang diberikan Wakil Gubernur Basuki untuk dapat menyelesaikan pengerukan 13 sungai dalam jangka waktu dua tahun.[18]
M Tauchid, Asisten Sekretaris Daerah DKI bidang Pembangunan dan Lingkungan Hidup pada bulan November 2011 menyampaikan bahwa untuk tahap awal pengerjaan proyek akan diprioritaskan pada sungai-sungai yang tidak didiami masyarakat.[12]
Pada Januari 2012, Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, memastikan bahwa 11 sungai akan dikeruk akhir tahun 2012, dan sesuai kesepakatan dengan Bank Dunia, sebelum pengerukan terjadi pada belasan sungai, tanggul akan diperbaiki terlebih dahulu.[15] Sedikitnya 1.109 Kepala Keluarga (KK) di sepanjang bantaran kali di enam titik harus direlokasi. Enam titik ini adalah Sunter Hulu, Kali Pakin – Kali Besar – Kali Jelakeng, Kali Krukut Cideng, Kanal Banjir Barat (BKB), Sunter utara, dan Kali Sentiong Sunter)[15] Menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta, Andi Baso, Pemprov akan mendata ulang jumlah rumah yang bakal terkena proyek, dan relokasi akan dilakukan sesuai dengan kesepakatan dengan Bank Dunia, dimana akan dilakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat. Jika warga memiliki surat-surat mengenai kepemilikan tanah yang legal, maka Pemprov DKI Jakarta akan menggantinya beserta aset yang dimiliki. Namun jika warga tidak bisa menunjukan surat-surat, maka hanya akan diganti aset.[15] Rencana pada tahun 2012 sebagai pengganti tempat tinggal warga yang direlokasi, telah disiapkan di Rusun Marunda, Rusun Waduk Pluit, serta di Muara Angke yang selain rusun juga disediakan rumah singgah.[15] Pemprov DKI Jakarta tahun 2011 mengusahakan masalah sosial dan ekonomi dapat dipertahankan sesuai dengan lokasi sebelumnya setelah direlokasi warga akan terus dipantau untuk mengetahui kondisinya.[15]
Pada bulan Juli 2013 Bank Dunia pun menyanggupi persyaratan yang diberikan Wakil Gubernur Basuki untuk dapat menyelesaikan pengerukan 13 sungai dalam jangka waktu dua tahun.[18] Sebelumnya, Bank Dunia menyepakati menyelesaikan pengerukan sungai itu dalam jangka waktu lima tahun dan menginginkan transparansi anggaran, yang menjadi keberatan Pemprov DKI melanjutkan proyek JEDI bersama Bank Dunia. Selain itu, Basuki juga tidak setuju dengan uang kerahiman untuk warga bantaran kali yang kemungkinan menjadi kendala karena menolak direlokasi.[18] Dia hanya bersedia memberikan uang kerahiman kepada warga yang memiliki sertifikat tanah asli, bukan kepada warga ilegal.[18] Pada bulan Juni 2015 Basuki, yang menduduki jabatan Gubernur DKI Jakarta mengatakan ada perbedaan cara memindahkan warga antara Pemerintah Provinsi DKI dan Bank Dunia, dimana relokasi warga yang rumahnya terkena proyek Jakarta Emergency Dredging Initiatives (JEDI) harus manusiawi.[19] Bank Dunia meminta Pemprov menyiapkan dahulu seribu unit rumah susun baru boleh membongkar seribu rumah, dan Basuki menampis bahwa itu tidak mungkin.[19] Banyaknya penyewa unit rumah susun yang telah membayar uang sewa tak bisa serta-merta diusir, dan yang dianggap penting hanyalah upaya pemerintah menyiapkan rumah susun sebagai pengganti.[19] Kepala Dinas Tata Air DKI Jakarta, Agus Priyono mengatakan Bank Dunia berharap pemerintah DKI bisa menyelesaikan terlebih dahulu relokasi warga yang akan tergusur akibat proyek JEDI, ketika relokasi dilakukan, pemerintah harus memperhatikan faktor ekonomi warga yang dipindahkan dimana tidak boleh ada penurunan ekonomi bagi warga yang dipindahkan itu, dan Bank Dunia akan menunda Surat Tidak Adanya Keberatan (no objection letter) jika pemerintah tak merelokasi warga sesuai dengan standar Bank Dunia. Surat Tidak Adanya Keberatan sangat diperlukan untuk pengerjaan proyek karena menjadi prasyarat penandatanganan, sementara lelang proyek sedang berjalan. Dikhawatirkan pengerjaan proyek JEDI tertunda lagi.[19]
Pada bulan November 2011 Fauzi Bowo memperkirakan akan ada 3,4 juta ton kubik meter sedimen dan 95.000 kubik meter limbah padat sebagai hasil kerukan dari jalan air dan waduk[15] Untuk pengerukan lumpur, nantinya akan ditiriskan, kemudian dibuang ke kawasan Ancol di pesisir Jakarta Utara menggunakan truk kedap air tertutup menuju tempat pembuangan lumpur Ancol (Ancol Confined Disposal Facility (CDF)).[2] Lumpur ini akan digunakan dalam proyek reklamasi yang sedang berlangsung.[2] Tempat Pembuangan Lumpur Ancol berlokasi di tengah laut di daerah utara Jakarta. Abdul Rahman Rasyid pejabat komunikasi dari Bank Dunia meyakinkan bahwa lokasi Ancol CDF itu tidak akan merusak lingkungan.[15] Fasilitas seluas 120 hektar ini dibangun dengan dinding tanggul dari lapisan bambu, batu, geotekstil, dan pasir. Fasilitas ini diperkirakan dapat menampung 12 juta meter kubik endapan.[20][2]
Sementara 95 ribu kubik sampah hasil kerukan sungai akan dibuang ke TPA Bantar Gebang di Bekasi, Jawa Barat. Material berbahaya, apabila ditemukan akan dibang ke PPLi Fasilitas Limbah Berbahaya di Bogor, Jawa Barat.[2][10]
“Selain merahabilitasi aliran air, Bank Dunia juga memberikan bantuan teknis dalam hal manajemen proyek, perlindungan sosial dan peningkatan kapasitas,” tandas Stefan.[15]
Kerangka Kebijakan Permukiman Kembali (bahasa Inggris: Resettlement Policy Framework, disingkat KKPK) adalah panduan bagi DKI Jakarta untuk menyusun Rencana Permukiman Kembali (RPK) untuk tujuh subproyek ini dan subproyek lainnya yang melibatkan proses pemindahan warga dalam pelaksanaan JEDI/JUFMP.[21] Lokasi subproyek terdampak beserta jumlah bangunannya adalah:[21]
No | Komponen Subproyek | Pelaksana
Proyek |
Jumlah bangunan
& struktur terdampak | |
---|---|---|---|---|
Kegiatan
pengerukan saja |
Kegiatan
perbaikan penanggulan | |||
1 | Sodetan Sentiong-Sunter | DKI Jakarta | 0 | 130 |
2 | Waduk Sunter Utara | DKI Jakarta | 0 | 43 |
3 | Saluran Angke Bawah
(bahasa Inggris: Lower Angke Drain) |
Direktorat Jenderal
Cipta Karya |
4 | 76 |
4 | Saluran Tanjungan | Direktorat Jenderal
Cipta Karya |
2 | 0 |
5 | Kanal Banjir Barat | Direktorat Jenderal
Sumber Daya Air |
699 | 0 |
6 | Kanal Sunter Atas (bahasa Inggris:
Upper Sunter Floodway) |
Direktorat Jenderal
Sumber Daya Air |
136 | 601 |
7 | Kali Pakin-Kali Besar-Kali Jelakeng | DKI Jakarta | 30 | 451 |
8 | Kali Krukut-Kali Cideng | DKI Jakarta | 1 | 180 |
Total | 872 | 1481 |
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.