Remove ads
ekonom Indonesia (1959-2024) Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Faisal Batubara, S.E., M.A. atau lebih dikenal sebagai Faisal Basri (6 November 1959 – 5 September 2024 ) adalah seorang ekonom senior dan politikus Indonesia. Sejak 1981 ketika masih menempuh program sarjana ia telah mulai mengajar dan menjadi peneliti di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, kemudian memegang gelar Master of Arts dari Universitas Vanderbilt pada 1988. Karier politiknya bermula pada 1985 ketika dilibatkan menadi anggota tim untuk Asisten II Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia hingga 1987. Pada 1995, ia diangkat menjadi tenaga ahli proyek pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi Indonesia hingga 1999. Pasca-reformasi Indonesia, ia terlibat dalam pendirian Partai Amanat Nasional dan didapuk menjadi sekretaris jenderal meski mengundurkan diri tiga tahun kemudian. Pada 2000, ia dipercaya pemerintah Indonesia menjadi anggota Tim Asistensi Ekonomi Presiden Abdurrahman Wahid, selain juga menjadi anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha hingga 2006. Pada 2014, ia ditunjuk sebagai Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia. Di tahun 2023 ia diangkat menjadi anggota Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia Mahfud MD.[1]
Faisal Hasan Basri Batubara | |
---|---|
Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional ke-1 | |
Masa jabatan 1998–2000 | |
Ketua Umum | Amien Rais |
Informasi pribadi | |
Lahir | Bandung, Indonesia | 6 November 1959
Meninggal | 5 September 2024 64) Jakarta, Indonesia | (umur
Kebangsaan | Indonesia |
Suami/istri | Syafitrie Nasution |
Anak | 3 |
Kerabat | Adam Malik (kakek) |
Almamater | Universitas Indonesia Universitas Vanderbilt |
Pekerjaan | Ekonom, politikus |
Situs web | faisalbasri |
Sunting kotak info • L • B |
Pria berdarah Angkola ini merupakan salah seorang cucu dari mendiang Wakil Presiden RI Adam Malik. Nenek Faisal, Fatimah Syam Hutauruk, adalah kakak kandung Adam Malik.[2] Basri merupakan nama ayahnya (Hasan Basri Batubara) yang ia lekatkan kepada dirinya sebagai salah satu bentuk penghargaan kepada ayahnya.
Faisal lahir di Bandung pada 6 November 1959 dari pasangan Hasan Basri, seorang pegawai perusahaan percetakan di Jakarta, dan Saidah Nasution. Ia mengenyam pendidikan di SD Negeri Halimun I Pagi, SMP Negeri 67 Jakarta, dan SMA Negeri 3 Jakarta.[3]
Pada 1978, Faisal lulus seleksi masuk tiga perguruan tinggi ternama: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE-UI), Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, dan Akademi Ilmu Statistik. Ia memutuskan memilih masuk FE-UI karena ketertarikannya pada ekonomi politik setelah membaca majalah Prisma. Ia sempat aktif mengurusi majalah kampus Berita Mahasiswa, dan bergabung menjadi anggota Badan Perwakilan Mahasiswa hanya sampai tingkat tiga kuliah.[3]
Pada 1981, Faisal memulai karier sebagai peneliti pada Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FE-UI untuk membiayai uang kuliahnya setelah ayahnya wafat. Sebagai peneliti LPEM FE-UI, ia juga diwajibkan mengajar sebagai asisten dosen. Pada 1985, ia berhasil meraih gelar Sarjana Ekonomi (Drs.) dari Universitas Indonesia.[3]
Selepas lulus kuliah, selain diangkat menjadi dosen tetap di FE-UI, Faisal juga sering menjadi asisten peneliti untuk Dorodjatun Kuntjoro-Jakti. Di tahun 1985, ia dilibatkan menjadi Anggota Tim "Perkembangan Perekonomian Dunia" pada Asisten II Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri, dan Pengawasan Pembangunan hingga 1987. Kemudian pada 1988 dengan beasiswa ia berhasil meraih gelar Master of Arts dalam bidang ekonomi dari Universitas Vanderbilt, Amerika Serikat. Pada 1991, ia menjadi Wakil Kepala Bidang Penelitian LPEM FE-UI. Pada 1993, ia dipromosikan menjadi Kepala LPEM FE-UI dan menjabat hingga 1995. Pada 1995, ia diangkat menjadi tenaga ahli pada proyek di lingkungan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral, Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, Departemen Pertambangan dan Energi Indonesia hingga 1999. Ia sempat melanjutkan kuliah program doktoral Ilmu Politik Universitas Indonesia antara 1995 hingga 1998, tetapi mengundurkan diri.[3]
Pada Agustus 1995, Faisal ikut mendirikan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF).[4] Di tahun 1995 pula, ia diangkat menjadi Ketua Jurusan Ekonomi dan Studi Pembangunan FE-UI dan menjabat hingga 1998. Menjelang kejatuhan Presiden Soeharto akibat krisis finansial Asia 1997, ia terlibat dalam diskusi dan orasi demonstrasi bersama mahasiswa UI. Pada 1999 hingga 2003, ia diangkat menjadi Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Jakarta.[3]
Pada 14 Mei 1998, Faisal ikut menjadi salah satu pendiri Majelis Amanat Rakyat, yang merupakan cikal bakal Partai Amanat Nasional (PAN) di mana ia ditunjuk sebagai Sekretaris jenderal. Pada 2000, ia mengundurkan diri dari jabatannya di PAN dan diangkat menjadi Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan partai yang hanya dijalaninya selama setahun hingga mengundurkan diri dari partai.[3]
Pada 2000, Faisal diangkat menjadi Anggota Tim Asistensi Ekonomi, Keuangan, dan Industri Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid. Ia juga mendirikan dan bergabung dengan beberapa organisasi nirlaba seperti Pergerakan Indonesia, Forum Indonesia Damai, Komisi Darurat Kemanusiaan, Dewan Tani Indonesia, Yayasan Harkat Bangsa, Global Rescue Network, dan Yayasan Pencerahan Indonesia.[3] Pada tahun 2000 hingga 2006, ia diangkat menjadi anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha.[3][5] Pada 14 November 2014, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia (ESDM) Sudirman Said mengangkat Faisal Basri menjadi Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi.[6][7]
Pada 2006, Faisal Basri ikut mendaftarkan diri sebagai bakal calon Gubernur DKI Jakarta dalam proses seleksi oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.[8]
Pada Oktober 2011, Faisal Basri menggandeng Biem Benyamin, putra tokoh legendaris Betawi Benyamin Sueb maju mencalonkan diri sebagai calon Gubernur DKI Jakarta dari jalur independen[9] tetapi dia tidak berhasil memenangkan pemilu, dengan suara lebih sedikit dari Joko Widodo, Fauzi Bowo, dan Hidayat Nur Wahid, dan lebih banyak dari Alex Noerdin dan Hendardji Soepandji.[10]
Faisal Basri menikahi Syafitrie Nasution dan memiliki tiga orang anak bernama Anwar Ibrahim Basri, Siti Nabila Azuraa Basri, dan Muhammad Attar Basri.[3]
Faisal Basri meninggal dunia di Rumah Sakit Mayapada Jakarta pada 5 September 2024 pukul 03.50 WIB dalam usia 64 tahun.[11] Ia mengidap sakit jantung dan diabetes. Sepekan sebelum meninggal, ia menghadiri undangan para petani di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara dan mengikuti festival durian di sana. Kesehatannya menurun sepulang dari acara itu dan ia dibawa ke rumah sakit.[12] Jenazah Faisal Basri dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Menteng Pulo, Jakarta, di atas makam ayahnya.[13] Pemakaman dihadiri oleh mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas, dan budayawan Eros Djarot.[14]
Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani yang merupakan rekan Faisal Basri saat bekerja di LPEM Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, mengenang Faisal sebagai seorang ekonom nasionalis yang memberikan masukan kepada pemerintah untuk perbaikan pembangunan.[15] Sementara mantan Menteri ESDM Dahlan Iskan mengenang Faisal Basri sebagai analis ekonomi yang tajam dan berkepribadian mulia: tinggal di apartemen sederhana, menggunakan transportasi umum, selalu menyandang ransel dan memakai sandal-sepatu.[16] Mantan Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro mengenang Faisal Basri sebagai ekonom yang kritis terhadap pemerintah dan memberikan keteladanan dalam kejujuran dan integritas.[17]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.