Loading AI tools
agama Abrahamik monoteistik Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Islam (bahasa Arab: ٱلْإِسْلَام, translit. al-’Islām, ⓘ) adalah sebuah agama (Dīn, bahasa Arab: دٖين) monoteisme Abrahamik yang berpusat terutama di sekitar Al-Qur'an, sebuah teks agama yang diimani oleh umat Muslim sebagai kitab suci (kitābullāh) dan firman langsung dari Tuhan (muslim menyebutnya sebagai Allāh) seperti yang diwahyukan kepada Muhammad, nabi Islam yang utama dan terakhir.[5] Pada 2020, Islam diperkirakan dianut oleh 1,9 miliar orang di seluruh dunia sehingga menjadi agama terbesar kedua berdasarkan jumlah populasi setelah Kekristenan.[6]
الإسلام al-’Islām | |
Jenis | Agama universal |
---|---|
Penggolongan | Abrahamik |
Kitab suci | Al-Qur'an |
Teologi | Monoteisme |
Bahasa | Arab Klasik |
Daerah | Muslim |
Pendiri | Muhammad |
Didirikan | Jabal an-Nur, Makkah, Hijaz, Jazirah Arab |
Pecahan | Babisme,[1] Baháʼí,[2] Druze[3][4] |
Umat | 1,9 miliar (2020) |
Bagian dari seri |
Islam |
---|
Muslim percaya bahwa Islam adalah versi lengkap dan universal dari iman primordial yang diturunkan berkali-kali melalui nabi-nabi sebelumnya seperti Adam, Ibrahim, Musa, dan Isa (Yesus).[7] Wahyu sebelumnya ini dikaitkan dengan Yudaisme dan Kristen, yang dianggap dalam Islam sebagai agama pendahulu spiritual.[8] Mereka juga menganggap Al-Qur'an, ketika disimpan dalam bahasa Arab Klasik, sebagai wahyu Tuhan yang tidak berubah dan terakhir bagi umat manusia. Seperti agama Abrahamik lainnya, Islam juga mengajarkan tentang Penghakiman Terakhir, di mana orang yang saleh akan dimasukkan ke surga (Jannah) dan orang yang jahat akan dihukum di neraka (Jahannam).[9] Konsep dan praktik keagamaan termasuk Rukun Islam —dianggap sebagai ibadah wajib— dan mengikuti hukum Islam (syarīʿah), yang menyentuh hampir setiap aspek kehidupan, dari perbankan dan keuangan dan kesejahteraan hingga peran perempuan dan lingkungan. Kota Makkah, Madinah, dan Yerusalem adalah rumah bagi tiga situs paling suci dalam Islam, dalam urutan menurun: Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Al-Aqsa, masing-masing.[10][11]
Dalam bahasa Arab, Islam (bahasa Arab: إسلام, har. 'berserah diri [ke Tuhan]')[12][13][14] adalah kata benda verbal dari Bentuk IV yang berasal dari kata kerja سلم (salama), dari akar triliteral س-ل-م (S-L-M), yang membentuk kelas kata yang besar yang sebagian besar berkaitan dengan konsep penyerahan, keselamatan, dan kedamaian.[15] Dalam konteks agama, ini merujuk pada penyerahan total kepada kehendak Tuhan.[16] Seorang Muslim (مُسْلِم), kata untuk pengikut Islam,[17] adalah partisip aktif dari bentuk kata kerja yang sama, dan berarti "orang yang menyerah (kepada Tuhan)" atau "orang yang tunduk (kepada Tuhan)". Dalam Hadis Jibril, Islam disajikan sebagai salah satu bagian dari tiga serangkai yang juga mencakup imān (iman), dan ihsān (kesempurnaan).[18][19]
Islam sendiri secara historis disebut Mohammedanisme di dunia berbahasa Inggris. Istilah ini telah tidak digunakan lagi dan terkadang dianggap menyinggung, karena menyiratkan bahwa seorang manusia, bukan Tuhan, adalah pusat agama Muslim.[20]
Istilah islam juga merujuk kepada aspek hukum dan yurisprudensi di dalam ajaran agama Islam, bersama iman untuk aspek teologi dan ihsan untuk aspek moral.[21] Istilah rukun islam (أركان الإسلام "pilar-pilar islam") dan rukun iman mengambil dari pengertian ini. Selanjutnya mengenai klasifikasi ini lihat bagian § Konsep ketakwaan.
Muslim adalah orang yang memeluk ajaran Islam dengan cara menyatakan kesaksiannya tentang keesaan Allah dan kenabian Muhammad.[22] Bentuk jamaknya adalah muslimin, muslimun, atau umat Islam.
Konsep dasar mengenai ketuhanan di dalam Islam dijelaskan dalam satu surah bernama Surah Al-Ikhlas yang hanya terdiri dari empat ayat. Ayat pertama dari surah ini menyebutkan bahwa Tuhan yang Maha Esa bernama Allah. Ayat kedua menjelaskan tentang kemampuan yang dimiliki-Nya sebagai Tuhan, yaitu sebagai tempat meminta segala sesuatu. Kemudian, pada ayat ketiga disebutkan sifat-Nya ialah tidak beranak dan tidak diperanakkan. Ayat keempat juga menyebutkan sifat-Nya yaitu tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai-Nya.[23] Dalam ajaran Islam. Allah adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, memiliki nama-nama terbaik, dan memiliki sifat dan karakter tertinggi.[24] Ajaran monoteisme Islam disebut tauhid, yang didefinisikan sebagai pengesaan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan Tuhan dan yang Dia wajibkan.[25] Pengesaan Allah dalam hal-hal kekhususan Tuhan dibagi menjadi dua bahasan: tauhid rububiyah dan tauhid asma' wash-shifat, sedangkan pengesaan Allah dalam hal-hal yang Dia wajibkan dibahas dalam tauhid uluhiyah.[26]
Dalam tauhid rububiyah, Allah diakui sebagai satu-satunya Rabb (Yang Menguasai), sehingga semua selain Allah adalah ‘abd (hamba/budak/yang dikuasai).[27] Allah adalah Rabb Yang Berkuasa dalam penciptaan, pengurusan, dan kerajaan alam semesta.[28] Allah sebagai satu-satunya Pencipta adalah juga Yang Memberi rezeki, Yang Menghidupkan, Yang Mematikan, serta Yang Memberi manfaat dan bahaya.[29] Allah yang mengurus segala sesuatu; semua urusan yang Dia tangani adalah kebaikan; dan Allah Mahakuasa terhadap apa yang Dia kehendaki.[29] Dalilnya adalah ayat dalam Al-Qur'an, “Segala penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya.”[Al-A'raf:54][28]
Allah juga diakui memiliki kesempurnaan nama dan atribut (atribut esensial dan atribut aksidental) selain mencipta, mengurus, dan merajai alam semesta; hal ini dibahas dalam tauhid asma wa sifat (keesaan nama dan sifat).[26] Nama dan sifat Allah diketahui melalui dan ditetapkan dengan Al-Qur'an dan Sunnah pada makna tersuratnya dan tidak bisa ditetapkan oleh akal semata.[30] Namun, nama dan sifat Allah tidak terbatas; selain dari yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan Sunnah dirahasiakan dalam ilmu gaib-Nya.[31]
Dalam tauhid uluhiyah, Allah diakui sebagai Tuhan Yang Maha Esa dalam segala bentuk peribadahan dari seluruh makhluk-Nya.[26] Pengakuan Allah sebagai satu-satunya Rabb berkonsekuensi penyembahan makhluk kepada Rabb-nya semata.[32] Ibadah atau penghambaan diri kepada Allah merupakan perbuatan makhluk untuk merendahkan diri kepada-Nya dengan mengerjakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya seumur hidup.[33] Ibadah tidak boleh ditujukan sedikit pun kepada selain Allah.[34] Beribadah kepada selain Allah, meskipun juga menyembah Allah, adalah dosa yang paling besar dalam Islam yang disebut dengan syirik (mempersekutukan Allah), sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:[34]
Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, ”Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.” | وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ | |
—Qur'an Luqman:13 |
Allah menjelaskan tentang nama-nama dan atribut-atribut ketuhanan di Quran.[35]
Zikir dan doa adalah dua macam ibadah kepada Allah yang secara umum tidak memiliki batasan waktu dan tempat.[36] Zikir secara bahasa artinya mengingat atau menyebut. Secara istilah, zikir mencakup ibadah memuji Allah, mengingat nama-nama-Nya, nikmat-Nya, keputusan dan takdir-Nya, ajaran agama-Nya, serta janji balasan pahala dan ancaman siksa-Nya.[37] Ibadah zikir mencakup zikir hati dan zikir lisan.[38] Zikir bertujuan untuk mewujudkan kesempurnaan peribadahan kepada Allah.[39] Membaca Al-Qur'an juga termasuk zikir.[40]
Doa secara bahasa artinya memanggil atau meminta. Secara istilah, doa mencakup panggilan pujian dan permintaan kepada Allah.[41] Setiap muslim diperbolehkan untuk berdoa meminta kebaikan atau berlindung dari keburukan.[42] Allah memerintahkan untuk berdoa kepada-Nya dengan doa-doa yang terdapat di Al-Qur'an dan Sunnah.[43] Doa yang tidak terdapat di dalam Al-Qur'an dan Sunnah diperbolehkan selain doa yang melampaui batas, seperti meminta agar mengetahui segala sesuatu atau mengetahui hal gaib karena itu merupakan kekhususan Allah.[43]
Inti dari ajaran Islam sekaligus sebab berbagai kebaikan adalah takwa kepada Allah.[44] Takwa adalah perbuatan menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya yang dilandasi oleh rasa takut, harap, dan cinta kepada Allah.[45] Seorang muslim menyembah Allah juga dalam rangka berharap masuk surga dan terhindar dari neraka.[46] Istilah takwa merupakan istilah yang paling banyak disebutkan di dalam Al-Qur'an. Adapun ayat yang paling menjelaskan tentang kedudukan takwa adalah:[47]
Dan sungguh, Kami telah memerintahkan kepada orang yang diberi kitab suci sebelum kamu dan (juga) kepadamu agar bertakwa kepada Allah. | وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ | |
—Qur'an An-Nisa’:131 |
Ajaran ketakwaan Islam yang terkandung dalam Al-Qur'an dan sunnah (perilaku kehidupan Muhammad) dapat diklasifikasikan berdasarkan hadis berikut ini menjadi iman, islam, dan ihsan. Umar bin al-Khatthab berkata,
Pada suatu hari kami berkumpul bersama Rasulullah ﷺ , tiba-tiba datang seorang laki-laki yang bajunya sangat putih, rambutnya sangat hitam. Tidak kelihatan tanda-tanda kalau dia melakukan perjalanan jauh, dan tak seorangpun dari kami yang mengenalnya. Laki-laki itu kemudian duduk di hadapan Nabi ﷺ sambil menempelkan kedua lututnya pada lutut Nabi ﷺ . sedangkan kedua tangannya diletakkan di atas paha Nabi ﷺ . Laki-laki itu bertanya, "Wahai Muhammad beritahukanlah aku tentang Islam."
Rasulullah ﷺ menjawab, "Islam adalah kamu bersaksi tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mengerjakan shalat, menunaikan zakat, puasa pada bulan Ramadhan dan kamu haji ke Baitullah jika kamu telah mampu melaksanakannya."
Laki-laki itu menjawab, "Kamu benar." Umar berkata, "Kami heran kepada laki-laki itu. Dia bertanya, lalu dia menilai jawabannya benar." Laki-laki itu bertanya lagi, "Beritahukanlah aku tentang Iman."
Nabi menjawab, "Iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari kiamat dan qadar (ketentuan) Allah) yang baik dan yang buruk."
Laki-laki itu menjawab, "Kamu benar." Laki-laki itu bertanya lagi, "Beritahukanlah aku tentang Ihsan."
Nabi menjawab, "Ihsan adalah kamu menyembah Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, jika kamu tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu." Kemudian orang itu pergi. Setelah itu aku (Umar) diam beberapa saat. Kemudian Rasulullah ﷺ bertanya kepadaku, "Wahai Umar siapakah orang yang datang tadi?"
Aku menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui."
Lalu Nabi ﷺ bersabda, "Sesungguhnya laki-laki itu adalah [Malaikat] Jibril. Ia datang kepadamu untuk mengajarkan agamamu."
— HR. Muslim, 9[48]
Dari segi keilmuan, semula ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak terbagi-bagi. Namun selanjutnya para ulama mengadakan pemisahan, sehingga menjadi bagian ilmu sendiri. Bagian-bagian itu mereka elaborasi sehingga menjadi bagian ilmu yang berbeda. Perhatian terhadap Iman memunculkan ilmu Aqidah (ilmu tauhid, ilmu kalam, atau teologi).[21] Perhatian khusus pada aspek Islam menghadirkan Fiqih (hukum Islam). Sedangkan penelitian terhadap dimensi Ihsan melahirkan ilmu tasawuf, akhlak, dan adab (moral dan etika).[21][49][50]
Ajaran pokok dalam Islam adalah hal-hal yang menyangkut kepercayaan atau keyakinan hati terhadap Allah, para malaikat-Nya, kitab suci yang diturunkan-Nya, para utusan-Nya, dan peristiwa di kehidupan setelah kematian.
Muslim juga mempercayai Rukun Iman yang terdiri atas 6 perkara, yaitu:
Aspek hukum dalam Islam meliputi berbagai amal perbuatan yang diperintahkan, dilarang, dan dibolehkan.[49] Amal-amal perbuatan tersebut dapat dibagi menjadi dua kategori dasar menurut arah hubungannya.
Bukan hanya ajaran kepercayaan dan hukum, ajaran Islam juga ada yang berkaitan dengan perbuatan hati dan jiwa, nilai-nilai moral, dan aturan perilaku. Islam mengajari agar semua muslim menghiasi diri lahir dan batin dengan mengembangkan sifat-sifat mulia yang tercakup dalam bidang ilmu tasawuf, adab, dan akhlak mulia .[52]
Adab-adab dalam Islam:[53][54]
Akhlak-akhlak terpuji dalam Islam:[53]
Akhlak-akhlak tercela dalam Islam:[53]
Namun demikian, meskipun telah menjadi ilmu tersendiri, dalam tataran pengalaman kehidupan beragama, tiga perkara itu harus diterapkan secara bersamaan tanpa melakukan pembedaan. Tidak terlalu mementingkan aspek Iman dan meninggalkan dimensi Ihsan dan Islam, atau sebaliknya.[55] Misalnya orang yang sedang shalat, dia harus megesakan Allah disertai keyakinan bahwa hanya Dia yang wajib disembah (Iman), harus memenuhi syarat dan rukun shalat (Islam), dan shalat harus dilakukan dengan khusyuk dan penuh penghayatan (Ihsan).[55]
Sejarah dan keyakinan muslim menggambarkan Muhammad sebagai seorang manusia dan nabi yang memiliki jasa yang besar.[56] Biografi mengenai kehidupan awalnya tidak banyak diketahui; yang lebih banyak adalah catatan riwayat tentang kehidupannya setelah menjadi nabi dan rasul pada usia empat puluh tahun pada tahun 610.[56] Al-Qur'an menjadi sumber informasi utama mengenai kehidupan Muhammad.[57] Di samping itu, hadis dan sirah nabawi (sejarah kehidupan kenabian) lebih jauh menggambarkan kedudukan dan perannya pada masa awal Islam.[58] Muhammad berperan sebagai penerima wahyu dari Allah dan sekaligus sebagai panutan agar semua muslim berusaha menirunya.[58]
Muhammad bin Abdullah (putra Abdullah) lahir pada tahun 570 M di Makkah (sekarang masuk Arab Saudi).[59][lower-alpha 3] Ayahnya yang merupakan seorang pedagang meninggal sebelum kelahirannya.[60] Ibunya, Aminah, meninggal saat Muhammad masih berusia enam tahun.[61] Di permulaan masa mudanya, Muhammad tidak memiliki pekerjaan tetap di Makkah yang merupakan kota perdagangan yang sedang berkembang; banyak yang menyebutkannya bekerja sebagai penggembala kambing.[62] Pada usia 25 tahun Muhammad dipekerjakan oleh seorang janda kaya, Khadijah binti Khuwailid, untuk mengawasi angkutan dagangnya ke wilayah Syam (sekarang mencakup Yordania, Lebanon, Suriah, dan Palestina).[63] Muhammad membuat Khadijah terkesan atas hasil pekerjaannya yang mendatangkan keuntungan yang belum pernah ia dapatkan sebanyak itu–selain juga keterangan pembantu Khadijah yang menyertai perjalanan dagang itu tentang perilaku Muhammad–sampai Khadijah menawarkan diri kepada Muhammad untuk menikah.[64] Saat menikah, Khadijah disebutkan telah berusia empat puluh tahun, tetapi pernikahan itu membuahkan dua anak laki-laki (Al-Qasim dan Abdullah, meninggal saat kanak-kanak) dan empat anak perempuan (Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah).[65] Fatimah, putri bungsu Muhammad, adalah yang paling dikenal, yang menikahi sepupu Muhammad, Ali bin Abi Thalib, khalifah (“penerus”; penerus Muhammad sebagai pemimpin) keempat menurut Islam sunni dan imam sah pertama menurut Syiah.[58]
Makkah merupakan pusat kemakmuran perdagangan.[58] Namun, masyarakatnya merupakan masyarakat kesukuan yang mudah bertikai.[66] Beberapa peristiwa yang menunjukkan hal tersebut, yang juga melibatkan Muhammad, adalah Pertempuran Fujjar, Hilful Fudul, serta renovasi Ka'bah dan pemindahan Hajar Aswad.[67] Peristiwa-peristiwa tersebut dan kondisi sosiologis lainnya ikut mempengaruhi Muhammad, yang menjadi seorang pribadi yang sukses di tengah masyarakat Makkah.[58] Dia dihormati atas sifatnya yang bisa dipercaya dan keputusan-keputusannya terhadap persengketaan; dia dikenal dengan gelarnya al-Amīn, “yang dapat dipercaya”.[68] Kejujuran itu lengkap dengan kesukaannya merenung yang akhirnya membuat dia terbiasa menyendiri di Gua Hira'–yang berjarak hampir dua mil di utara Makkah–saat usianya mendekati empat puluh tahun.[69]
Di sini, dalam waktu yang lama mengasingkan diri, dia merenungkan kehidupannya dan penyakit yang menimpa masyarakatnya.[58] Di sini, di usianya yang keempat puluh pada bulan Ramadan, pada malam yang disebut Lailatul Qadar, “malam kemuliaan”, Muhammad menerima wahyu pertama dari Allah melalui perantara Malaikat Jibril.[70] Wahyu yang turun adalah lima ayat permulaan Surat al-'Alaq.[71]
(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, | اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ | |
(2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. | خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ | |
(3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia, | اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ | |
(4) Yang mengajar (manusia) dengan pena. | الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ | |
(5) Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. | عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ | |
—Qur'an Al-'Alaq:1-5 |
Dengan turunnya wahyu ini, Muhammad diangkat menjadi nabi seperti nabi-nabi yang dikenal dalam agama-agama samawi.[72] Setelah wahyu yang berikutnya turun setelah jeda beberapa hari,[lower-alpha 4] yaitu tujuh ayat permulaan Surat Al-Muddassir, Muhammad baru diutus sebagai seorang rasul (“utusan”) yang diperintah untuk mendakwahkan tauhid (monoteisme) dan memperingatkan masyarakatnya dari kesyirikan (politeisme).[73] Selama 22 tahun (610-632), Muhammad terus menerima wahyu yang kemudian dikumpulkan dan ditulis menjadi Al-Qur'an (“bacaan”).[72]
(1) Wahai orang yang berkemul (berselimut)! | يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ | |
(2) bangunlah, lalu berilah peringatan! | قُمْ فَأَنذِرْ | |
(3) dan agungkanlah Tuhanmu, | وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ | |
(4) dan bersihkanlah pakaianmu, | وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ | |
(5) dan tinggalkanlah segala (perbuatan) yang keji, | وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ | |
(6) dan janganlah engkau (Muhammad) memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. | وَلَا تَمْنُن تَسْتَكْثِرُ | |
(7) Dan karena Tuhanmu, bersabarlah. | وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ | |
—Qur'an Al-Muddassir:1-7 |
Hadis dari Aisyah, istri kedua Muhammad di kemudian hari, menceritakan betapa Muhammad ketakutan saat ditemui malaikat Jibril, yang sosoknya tidak pernah dia lihat sebelumnya.[74] Dia juga tidak begitu yakin dengan apa yang baru saja terjadi; apakah dia tidak waras atau kerasukan jin.[72] Khadijah menenangkannya dan meyakinkannya bahwa dia tidaklah gila maupun kerasukan jin.[75] Khadijah segera mengajak suaminya itu menemui salah seorang sepupunya yang menganut Kristen, Waraqah bin Naufal,[lower-alpha 5] dan Muhammad menceritakan kejadian yang baru saja menimpanya.[75] Mendengar itu, Waraqah mengatakan,
Itu adalah makhluk kepercayaan Allah[lower-alpha 6] (Jibril) yang telah Allah utus kepada Nabi Musa! Andai saja aku masih bugar dan muda ketika itu! Andai saja aku masih hidup ketika engkau diusir oleh kaummu! ... tidak seorang pun yang membawa seperti yang engkau bawa ini melainkan akan dimusuhi, dan jika aku masih hidup pada saat itu niscaya aku akan membelamu dengan segenap jiwa ragaku.[76]
Bukanlah hal yang mudah mendakwahkan pesan mengenai Tuhan Yang Maha Esa di Kota Makkah karena kota ini adalah pusat agama.[77] Muhammad mengawali dakwahnya secara sembunyi-sembunyi selama tiga tahun untuk menghindari hal yang akan memancing kemarahan penduduk Kota Makkah.[78] Di antara yang pertama menerima ajakannya adalah Ali bin Abi Thalib, sepupu dan menantunya yang saat itu masih kanak-kanak, dan Abu Bakar, mertuanya di kemudian hari dan khalifah pertama.[79] Setelah itu, dia secara bertahap berdakwah secara terang-terangan mulai dari keluarga terdekat dari Bani Hasyim sampai akhirnya kepada penduduk Makkah secara umum.[80]
Meskipun ada sejumlah orang yang masuk Islam menerima dakwahnya, perlawanan yang dia terima selama dakwahnya sangat hebat.[81] Bagi masyarakat oligarki Makkah yang makmur dan kuat, pesan mengenai keesaan Tuhan, beserta penentangan terhadap gaya hidup Makkah yang tidak merata secara sosioekonomis, telah memunculkan penolakan langsung tidak hanya terhadap agama tradisi yang politeistik, tetapi juga terhadap kekuasaan dan hak istimewa yang telah mereka nikmati, serta mengancam kepentingan politik, sosial, dan ekonomi mereka.[81] Muhammad mencela transaksi-transaksi tidak benar, riba, serta pengabaian dan eksploitasi terhadap janda dan anak yatim.[81] Dia membela hak-hak orang-orang miskin dan orang-orang tertindas, menekankan bahwa orang-orang kaya memiliki kewajiban atas orang-orang miskin.[81] Sebagai bentuk komitmen atas kewajiban itu, ditetapkanlah zakat atas harta dan produk pertanian dan perkebunan.[81] Persis seperti Amos dan Yeremia sebelum dia, Muhammad merupakan seorang “pemberi peringatan” dari Tuhan untuk menegur para pendengarnya untuk bertobat dan bertakwa kepada-Nya, karena hari penghakiman sudah dekat:
(49) Katakanlah (Muhammad), “Wahai manusia! Sesungguhnya aku (diutus) kepadamu sebagai pemberi peringatan yang nyata.” | قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا أَنَا لَكُمْ نَذِيرٌ مُّبِينٌ | |
(50) Maka orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka mem-peroleh ampunan dan rezeki yang mulia. | فَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ | |
(51) Tetapi orang-orang yang berusaha menentang ayat-ayat Kami dengan maksud melemahkan (kemauan untuk beriman), mereka itu adalah penghuni-penghuni neraka Jahim. | وَالَّذِينَ سَعَوْا فِي آيَاتِنَا مُعَاجِزِينَ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ | |
—Qur'an Al-Hajj:49-51[81] |
Awalnya, penduduk Makkah hanya berusaha agar orang-orang dari luar Makkah tidak mendengar dakwah itu dan melakukan perlawanan verbal dengan argumentasi dan celaan.[82] Kematian paman dan pelindungnya, Abu Thalib, dan Khadijah pada tahun 619 menambah kesedihannya.[83] Perlawanan meningkat menjadi tindakan-tindakan persekusi sampai pemboikotan massal.[84] Karena kondisi di Makkah memburuk, Muhammad mengizinkan para pengikutnya untuk hijrah ke luar Makkah, seperti Habasyah (Etiopia) yang merupakan wilayah Kristen, untuk mendapat keamanan.[83]
Di Madinah, Muhammad memiliki kesempatan sangat luas untuk mewujudkan pemerintahan dan menyebarluaskan dakwah atas perintah Allah, berkat posisinya sekarang sebagai nabi dan pemimpin masyarakat dari Negara-kota Madinah.[83]
Fikih (hukum) adalah kajian keilmuan primer dalam Islam.[85] Jika dalam kekristenan teologi adalah kajian primernya, dalam Islam, seperti halnya dalam Yudaisme, hukum lebih menjadi titik berat karena islam berarti tunduk kepada hukum Allah.[86] Meskipun demikian, penekanan pada ajaran hukum yang bersifat praktis tidaklah mengesampingkan ajaran kepercayaan.[86] Kepercayaan (iman) dan praktek yang benar (amal shalih) saling berkaitan.[86]
Dalam masa pembentukannya, yaitu selama masa kenabian, ajaran-ajaran dan hukum-hukum Islam diambil dari dua wahyu sebagai sumber primer: Al-Qur'an dan sunnah.[87] Al-Qur'an berlaku sebagai sumber pokok dan cetak biru untuk kehidupan Islami, sedangkan kehidupan sehari-hari Nabi (sunnah) berlaku untuk menerangkan prinsip-prinsip dalam cetak biru tersebut serta untuk menunjukkan cara mengaplikasikannya.[88] Pada masa sahabat ketika mereka bersentuhan dengan sistem pemerintahan, budaya, dan pola perilaku masyarakat yang baru yang belum pernah disinggung semasa kenabian, para khalifah dan sahabat lain harus menggunakan proses pengambilan keputusan berdasarkan ijmak (“konsensus”) dan ijtihad.[89] Dalam tahap perkembangannya pada masa Kekhalifahan Abbasiyah, madzhab fikih bermunculan.[90] Para imam mazhab, seperti Imam asy-Syafi'i, dan ulama lainnya tetap menitikberatkan pada penggunaan Al-Qur'an dan sunnah sebagai sumber primer sebelum merujuk pada pendapat sahabat, baik pendapat konsensus maupun perseorangan, dan sumber atau metode penetapan hukum lainnya berupa qiyās (“analogi”), istiḥsān (“preferensi hukum”), dan ‘urf (“adat kebiasaan”).[91]
Al-Qur'an adalah pokok dari semua argumentasi dan dalil.[48] Al-Qur'an adalah dalil yang membuktikan kebenaran risalah Muhammad, dalil yang membuktikan benar dan tidaknya suatu ajaran. Al-Qur'an juga merupakan kitab Allah terakhir yang menegaskan pesan-pesan kitab-kitab samawi sebelumnya. Allah memerintahkan dalam Al-Qur'an agar kaum Muslim senantiasa mengembalikan persoalan yang diperselisihkan kepada Allah dan Rasul-Nya:
(59) Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. | يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا | |
—Qur'an An-Nisa’:59[81] |
Mengembalikan persoalan kepada Allah, berarti mengembalikannya kepada Al-Qur'an.[48] Sedangkan mengembalikan persoalan kepada Rasul berarti mengembalikannya kepada hadits/sunnah Rasul.
Meskipun Al-Qur'an menyatakan diri, “Inilah (Al-Qur'an) suatu keterangan yang jelas untuk semua manusia, dan menjadi petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa,”[Ali Imran:138] yang disebutkan di dalamnya bukanlah aturan hukum yang komprehensif.[92] Bagian demi bagian Al-Qur'an diturunkan secara berkelanjutan selama rentang waktu 22 tahun lebih untuk memecahkan persoalan yang dihadapi oleh Muhammad dan para sahabatnya.[93]
Prinsip-prinsip dan nilai-nilai dalam Al-Qur'an dibakukan dan diejawantahkan oleh sunnah Muhammad, perilaku normatif Muhammad yang berfungsi sebagai contoh dan teladan.[94] Karena sama-sama merupakan wahyu meskipun dalam wujud yang berbeda dari Al-Qur'an, sunnah juga menjadi sumber hukum; yang kebanyakannya merupakan jawaban dari pertanyaan para sahabat atau penjelasan atas peristiwa yang tengah terjadi.[95] Kedudukan penting sunnah ini telah Al-Qur'an nyatakan dengan bentuk kalimat perintah, “Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), ... jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya),”[An-Nisa’:59] maupun dengan bentuk kalimat berita, “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”[Al-Ahzab:21][96][97]
Ijmak (إجماع)[98] adalah kesepakatan para ulama muslim dalam menetapkan suatu hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis dalam suatu perkara yang terjadi.[99][100]
Kias atau Qiyas (قياس) adalah penetapan suatu hukum[101] dan perkara baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalam sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama.[102][103] Kias termasuk bagian dalam fiqh.[104]
Jazirah Arab sebelum kedatangan agama Islam merupakan sebuah kawasan perlintasan perdagangan dalam Jalur Sutra yang menghubungkan antara Indo Eropa dengan kawasan Asia di timur.[105] Kebanyakan orang Arab adalah penyembah berhala dan ada sebagian yang merupakan pengikut agama-agama Kristen dan Yahudi.[106] Makkah adalah tempat yang suci bagi bangsa Arab ketika itu,[107] karena di sana terdapat berhala-berhala agama mereka, telaga Zamzam, dan yang terpenting adalah Ka'bah.[108] Masyarakat ini disebut pula jahiliyah, artinya bodoh, bukan dalam hal intelegensia namun dalam pemikiran moral.[109] Warga Quraisy adalah masyarakat yang suka berpuisi, dan menjadikan puisi sebagai salah satu hiburan di saat berkumpul di tempat-tempat ramai.[110]
Islam bermula pada tahun 609 ketika wahyu pertama diturunkan kepada Muhammad di Gua Hira', 2 mil dari Makkah.[111]
Muhammad dilahirkan di Makkah pada tanggal 12 Rabiul Awal Tahun Gajah (571). Ketika Muhammad berusia 40 tahun, ia mulai mendapatkan wahyu yang disampaikan Malaikat Jibril, dan sesudahnya selama beberapa waktu mulai mengajarkan ajaran Islam secara tertutup kepada para sahabatnya. Setelah tiga tahun menyebarkan Islam secara sembunyi-sembunyi, ia akhirnya menyampaikan ajaran Islam secara terbuka kepada seluruh penduduk Makkah, yang mana sebagian menerima dan sebagian lainnya menentangnya.
Pada tahun 622, Muhammad dan pengikutnya berpindah ke Madinah. Peristiwa ini disebut hijrah dan menjadi dasar acuan permulaan perhitungan kalender Islam, yaitu Kalender Hijriah. Di Madinah, Muhammad dapat menyatukan orang-orang anshar (kaum muslimin dari Madinah) dan muhajirin (kaum muslimin dari Makkah), sehingga umat Islam semakin menguat. Dalam setiap peperangan yang dilakukan melawan orang-orang kafir, umat Islam selalu mendapatkan kemenangan. Dalam fase awal ini, tak terhindarkan terjadinya perang antara Makkah dan Madinah.
Keunggulan diplomasi Muhammad pada saat perjanjian Hudaibiyah, menyebabkan umat Islam memasuki fase yang sangat menentukan. Banyak penduduk Makkah yang sebelumnya menjadi musuh kemudian berbalik memeluk Islam, sehingga ketika penaklukan kota Makkah oleh umat Islam tidak terjadi pertumpahan darah. Ketika Muhammad wafat di usia yang ke-61, hampir seluruh Jazirah Arab telah memeluk Islam.
Khalifah Rasyidin atau Khulafaur Rasyidin memilki arti pemimpin yang diberi petunjuk, diawali dengan kepemimpinan Abu Bakar, dan dilanjutkan oleh kepemimpinan Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib.[112][113][114][115] Pada masa ini umat Islam mencapai kestabilan politik dan ekonomi.[116] Abu Bakar memperkuat dasar-dasar kenegaraan umat Islam dan mengatasi pemberontakan beberapa suku-suku Arab yang terjadi setelah meninggalnya Muhammad. Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib berhasil memimpin militer Arab pada umumnya untuk memperluas wilayah negara Islam, terutama ke Syam, Mesir, dan Irak. Dengan takluknya negeri-negeri tersebut, banyak harta rampasan perang dan wilayah kekuasaan yang dapat diraih oleh Muslim.[117]
Setelah periode Khalifah Rasyidin, kepemimpinan umat Islam berganti dari tangan ke tangan dengan pemimpinnya yang juga disebut "khalifah", atau kadang-kadang disebut "amirul mukminin", "sultan", dan sebagainya. Pada periode ini khalifah tidak lagi ditentukan berdasarkan orang yang terbaik di kalangan umat Islam, melainkan secara turun-temurun dalam satu dinasti (bahasa Arab: bani) sehingga banyak yang menyamakannya dengan kerajaan;[118] misalnya kekhalifahan Bani Umayyah,[119] Bani Abbasiyyah,[120] hingga Bani Utsmaniyyah yang kesemuanya diwariskan berdasarkan keturunan.[121] Besarnya kekuasaan kekhalifahan Islam telah menjadikannya salah satu kekuatan politik yang terkuat dan terbesar di dunia pada saat itu.[122] Timbulnya tempat-tempat pembelajaran ilmu-ilmu agama, filsafat, sains, dan tata bahasa Arab di berbagai wilayah dunia Islam telah mewujudkan satu kontinuitas kebudayaan Islam yang agung.[123][124][125] Banyak ahli-ahli ilmu pengetahuan bermunculan dari berbagai negeri-negeri Islam, terutamanya pada zaman keemasan Islam sekitar abad ke-7 sampai abad ke-13 masehi.[126][127][128]
Luasnya wilayah penyebaran agama Islam dan terpecahnya kekuasaan kekhalifahan yang sudah dimulai sejak abad ke-8, menyebabkan munculnya berbagai otoritas-otoritas kekuasaan terpisah yang berbentuk "kesultanan"; misalnya Kesultanan Safawi, Kesultanan Turki Seljuk, Kesultanan Mughal, Kesultanan Samudera Pasai dan Kesultanan Malaka, yang telah menjadi kesultanan-kesultanan yang memiliki kekuasaan yang kuat dan terkenal di dunia. Meskipun memiliki kekuasaan terpisah, kesultanan-kesultanan tersebut secara nominal masih menghormati dan menganggap diri mereka bagian dari kekhalifahan Islam.[129][130][131]
Pada kurun ke-18 dan ke-19 masehi, banyak kawasan-kawasan Islam jatuh ke tangan penjajah Eropa. Kesultanan Utsmaniyyah (Kerajaan Ottoman) yang secara nominal dianggap sebagai kekhalifahan Islam terakhir, akhirnya tumbang selepas Perang Dunia I.[132] Kerajaan ottoman pada saat itu dipimpin oleh Sultan Muhammad V. Karena dianggap kurang tegas oleh kaum pemuda Turki yang di pimpin oleh Mustafa Kemal Pasya atau Kemal Atatürk, sistem kerajaan dirombak dan diganti menjadi republik.[133]
Pelopor modernisme Islam mempengaruhi gerakan politik Islam seperti Ikhwanul Muslimin dan partai-partai terkait di dunia Arab,[134][135] yang tampil baik dalam pemilihan setelah Musim Semi Arab,[136] Jamaat-e-Islami di Asia Selatan dan Partai AK, yang secara demokratis berkuasa di Turki selama beberapa dekade. Di Iran, revolusi menggantikan monarki sekuler dengan negara Islam. Lainnya seperti Rasyid Ridha memisahkan diri dari modernis Islam [137] dan mendorong untuk tidak merangkul apa yang dilihatnya sebagai pengaruh Barat.[138] Sementara beberapa diam , yang lain percaya pada kekerasan terhadap mereka yang menentang mereka bahkan Muslim lainnya, seperti Negara Islam Irak dan Suriah, yang bahkan akan mencoba untuk menciptakan kembali dinar emas modern sebagai sistem moneter mereka.[139] Namun Muslim atau negara Islam mana pun mengakui ISIS sebagai Muslim tetapi sebaliknya mereka dipandang sebagai ekstremis atau teroris.
Menentang gerakan politik Islam, di Turki abad ke-20, militer melakukan kudeta untuk menggulingkan pemerintah Islam, dan jilbab dibatasi secara hukum, seperti yang juga terjadi di Tunisia.[140][141] Di tempat lain kekuasaan agama dikooptasi, seperti di Arab Saudi, di mana negara memonopoli ilmu agama dan sering dipandang sebagai boneka negara sementara Mesir menasionalisasi Universitas Al-Azhar, sebelumnya merupakan kekuatan status pemeriksaan suara independen.[142] Salafisme didanai karena kepasifannya. Arab Saudi berkampanye melawan gerakan Islamis revolusioner di Timur Tengah, menentang Iran,[143] Turki[144] dan Qatar.
Minoritas Muslim dari berbagai etnis telah dianiaya sebagai kelompok agama.[145] Hal ini dilakukan oleh pasukan komunis seperti Khmer Merah, yang menganggap mereka sebagai musuh utama yang harus dimusnahkan karena mereka menonjol dan menyembah tuhan mereka sendiri[146] dan Partai Komunis Tiongkok di Xinjiang[147] dan oleh kaum nasionalis kekuatan seperti selama genosida Bosnia.
Globalisasi komunikasi telah meningkatkan penyebaran informasi keagamaan. Adopsi jilbab telah tumbuh lebih umum[148] dan beberapa intelektual Muslim semakin berusaha untuk memisahkan keyakinan Islam kitab suci dari tradisi budaya.[149] Di antara kelompok lain, akses ke informasi ini telah menyebabkan munculnya pengkhotbah "televangelis" populer, seperti Amr Khaled, yang bersaing dengan ulama tradisional dalam jangkauan mereka dan memiliki otoritas keagamaan yang terdesentralisasi.[150][151] Penafsiran Islam yang lebih "individual"[152] terutama mencakup Muslim Liberalyang mencoba untuk mendamaikan tradisi agama dengan pemerintahan sekuler saat ini[153] dan isu-isu perempuan.[154]
Sebuah data penelitian tahun 2015 memperkirakan 1.752.620.000 jiwa (24,1%) dari populasi dunia adalah muslim dengan angka pertumbuhan sejak 2010 adalah 31%.[155] Mayoritas muslim (61%) tinggal di negara-negara Asia-Pasifik; di Timur Tengah dan Afrika Utara adalah 20%; di Sub-Sahara adalah 16%, dan 3% di Eropa.[155] Jumlah muslim diperkirakan akan meningkat 70% pada tahun 2060 menjadi 2.987.390.000 jiwa; adapun Kristen diperkirakan mencapai 3.054.460.000 jiwa pada tahun yang sama.[155]
Aliran Sunni atau Ahlu Sunnah wal Jamaah, merupakan aliran yang dianut mayoritas (75-90 %) Muslim di dunia.[156] Istilah "Sunni" dapat diartikan sebagai golongan yang mengikuti Sunnah (tradisi) dari Muhammad.[157]
Sejumlah mazhab fiqih (hukum Islam) utama dalam aliran Sunni adalah Syafi'i, Maliki, Hambali dan Hanafi.[158] Akan tetapi, terdapat pemikiran Salafisme dalam aliran Sunni yang menolak mengikuti (taqlid) kepada mazhab-mazhab tersebut.[159]
Sufisme Tasawuf dalam aliran Sunni didefinisikan sebagai ajaran pendalaman batin (asketisme) kepada Allah, semisal dalam bentuk dzikir.[160] Terdapat pula pemikiran Wahhabisme yang dicetuskan oleh Muhammad ibn Abd al-Wahhab sebagai paham ultra-konservatif yang dengan penekanan kepada "ajaran monoteisme murni" yang bersih dari segala "ketidakmurnian" seperti praktik-praktik yang mereka anggap bid'ah, syirik dan khurafat.[161][162] Wahhabisme menjadi paham Sunni yang berkembang di Arab Saudi dan Qatar.
Jihadisme Salafi,[163] atau umumnya sering diungkapkan sebagai "Jihadis" adalah sebuah paham Salafisme yang dikembangkan menjadi bentuk-bentuk perlawanan yang mereka anggap sebagai jihad untuk mencapai apa yang mereka sebut sebagai "Sunni sejati".[164][165] Mereka kadang-kadang disebut sebagai ragam dari Salafi dan terkadang dibedakan dari "Salafi yang baik".[163][166] Beberapa gerakan pemberontak Muslim kebanyakan berasal dari paham ini.[167]
Syiah dianut sebagai agama mayoritas di Iran dan Azerbaijan.[168][169] Berbeda dengan aliran Sunni, aliran ini meyakini bahwa penerus Muhammad adalah khalifah rasyidin keempat Ali bin Abi Thalib sebagai menantu, sepupu, dan keturunan langsung Bani Hasyim, keluarga Muhammad; sementara Abu Bakar, Umar, dan Utsman tidak diakui sebagai khalifah umat Islam oleh pengikut Syiah,[170] kecuali oleh sebagian kecil golongan.
Hari perayaan dalam Islam secara umum dapat dibagi menjadi hari raya keagamaan dan hari besar lainnya. Hari raya keagamaan Islam ada dua, yaitu:[lower-alpha 7][171][172]
Sedangkan hari besar Islam lainnya, antara lain yaitu:
Masjid (bentuk tidak baku: mesjid) adalah rumah tempat ibadah umat Islam. Masjid artinya tempat sujud, sebutan lain yang berkaitan dengan masjid di Indonesia adalah musala, langgar, atau surau; istilah tersebut diperuntukkan bagi bangunan menyerupai masjid yang tidak digunakan untuk salat Jumat, iktikaf, dan umumnya berukuran kecil. Selain digunakan sebagai tempat ibadah, masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan-kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al-Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.[173]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.