Loading AI tools
artikel daftar Wikimedia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Prasejarah adalah sebutan bagi kurun waktu yang bermula ketika makhluk hominini mulai memanfaatkan perkakas batu sekitar 3,3 juta Tahun Silam (dihitung mundur dari tahun 1950), dan berakhir ketika sistem tulis diciptakan. Oleh karena itu prasejarah juga disebut Zaman Praaksara (zaman sebelum ada aksara) atau Zaman Nirleka (zaman ketiadaan tulisan).[1] Manusia prasejarah sudah pandai membuat lambang-lambang, tanda-tanda, maupun gambar-gambar, tetapi sistem-sistem tulis tertua diketahui baru muncul sekitar 5.300 Tahun Silam, dan adopsi sistem tulis secara luas baru terjadi ribuan tahun kemudian. Beberapa kebudayaan baru menggunakan sistem tulis pada abad ke-19, bahkan masih ada segelintir kebudayaan yang belum menggunakannya sampai sekarang. Oleh karena itu tarikh akhir prasejarah berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lain, dan istilah "prasejarah" tidak begitu sering digunakan dalam wacana mengenai masyarakat-masyarakat yang baru belakangan ini keluar dari masa prasejarah.
Bagian dari seri tentang |
Sejarah dan Prasejarah Umat Manusia |
---|
↑ Masa sebelum Homo (Kala Pliosen) |
Masa Prasejarah (sistem tiga zaman) |
|
Masa Sejarah |
|
↓ Masa mendatang (Kala Holosen) |
Sumer di Mesopotamia, Lembah Sungai Indus, dan Mesir Kuno adalah peradaban-peradaban yang pertama kali menciptakan aksara dan menyimpan rekam sejarah. Kemajuan ini dicapai sejak permulaan Zaman Perunggu. Jejak mereka mula-mula diikuti peradaban-peradaban tetangganya. Sebagian besar peradaban lain baru keluar dari masa prasejarah pada Zaman Besi. Pembagian prasejarah menjadi Zaman Batu, Zaman Perunggu, dan Zaman Besi disebut sistem tiga zaman. Sistem ini dipakai di sebagian besar kawasan Erasia dan Afrika Utara, tetapi tidak umum dipakai di belahan-belahan dunia lain yang baru mendadak mengenal kepandaian mengolah logam-logam keras dari kontak dengan kebudayaan-kebudayaan Erasia, misalnya kawasan Oseania, kawasan Australasia, sebagian besar kawasan Afrika Sub-Sahara, dan beberapa kawasan di Benua Amerika. Selain peradaban-peradaban Pra-Kolumbus di Benua Amerika, kawasan-kawasan tersebut tidak memiliki sistem tulis yang kompleks sebelum kedatangan bangsa Erasia, dan oleh karena itu belum lama keluar dari masa prasejarah. Sebagai contoh, prasejarah Indonesia dianggap berakhir sekitar tahun 400, sementara prasejarah Australia lazimnya dianggap baru berakhir pada tahun 1788.
Kurun waktu ketika sebuah kebudayaan belum memiliki sistem tulis sendiri, tetapi sudah terperikan dalam rekam sejarah pihak lain, disebut sebagai protosejarah kebudayaan tersebut. Bertolak dari definisi di atas,[2] dapat disimpulkan bahwa tidak ada rekam sejarah dari masa prasejarah-manusia, sehingga penentuan tarikh pembuatan benda-benda prasejarah menjadi sangat penting. Teknik-teknik penentuan tarikh secara jelas baru disempurnakan pada abad ke-19.[3]
Artikel ini berisi uraian mengenai prasejarah-manusia, yakni kurun waktu yang bermula sejak kemunculan perdana makhluk hidup yang berdasarkan perilaku maupun anatominya dapat disebut sebagai "manusia modern", dan berakhir pada permulaan masa sejarah. Mengingat kurun waktu sebelum kemunculan perdana manusia modern juga disebut "prasejarah", uraian mengenai kurun waktu tersebut disajikan secara terpisah dalam artikel Sejarah Bumi dan artikel Sejarah Evolusi Makhluk Hidup.
Gagasan "prasejarah" mulai mengemuka pada Abad Pencerahan dalam karya-karya tulis para ahli purbakala, yang memakai kata 'primitif' untuk menyifatkan masyarakat-masyarakat yang sudah wujud sebelum munculnya rekam sejarah.[10] Prasejarawan Prancis, Paul Tournal, pertama kali memunculkan istilah "pré-historique" untuk menyifatkan temuan-temuannya di gua-gua kawasan selatan Prancis. Istilah ini dimasukkan ke dalam kosakata bahasa Prancis pada tahun 1830 sebagai sebutan bagi kurun waktu sebelum sistem tulis diciptakan, dan kemudian hari diserap menjadi kata "prehistorie" dalam bahasa Belanda. Kata "prasejarah" adalah terjemahan harfiah dari "prehistorie", tetapi frasa "zaman praaksara" dan "zaman nirleka" juga kerap dipakai sebagai bentuk lain dari istilah "prasejarah".[11]
Penggunakan skala waktu geologi untuk membagi prasejarah-pramanusia, dan sistem tiga zaman untuk membagi prasejarah-manusia, adalah sistem yang muncul menjelang akhir abad ke-19 dalam karya-karya tulis para antropolog, arkeolog, dan ahli purbakala Inggris, Jerman, maupun Skandinavia.[9]
Sumber utama informasi tentang masa prasejarah adalah arkeologi (cabang ilmu antropologi), tetapi sementara ahli kini mulai lebih banyak memanfaatkan bukti-bukti dari bidang-bidang ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial.[12][13][14] Cara mendapatkan informasi seperti ini telah digembar-gemborkan para penganjur kajian sejarah mendalam.
Peneliti-peneliti utama prasejarah-manusia adalah para arkeolog dan ahli antropologi biologis yang menggunakan ekskavasi, survei geologi, survei geografi, dan berbagai analisis ilmiah lain untuk menyingkap dan menafsirkan fitrah serta perilaku masyarakat-masyarakat praaksara dan tunaaksara.[4] Para ahli genetika populasi manusia dan para ahli linguistik historis juga menyumbangkan tinjauan-tinjauan berharga bagi usaha tersebut.[5] Para antropolog kebudayaan membantu menyiapkan konteks bagi interaksi-interaksi sosial yang merupakan ajang perpindahan benda-benda hasil karya manusia di tengah-tengah masyarakat, sehingga memungkinkan dilakukannya analisis terhadap benda apa saja yang muncul dalam konteks prasejarah-manusia.[5] Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data tentang masa prasejarah diperoleh dari berbagai bidang ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial, seperti antropologi, arkeologi, arkeoastronomi, linguistik komparatif,biologi, geologi, genetika molekuler, paleontologi, palinologi, antropologi biologis, dan lain-lain.
Kajian prasejarah-manusia berbeda dengan ilmu sejarah bukan hanya karena menggunakan istilah kronologis yang berbeda, melainkan juga karena menggeluti aktivitas-aktivitas kebudayaan-kebudayaan arkeologis alih-alih bangsa-bangsa atau orang-orang pribadi yang memiliki nama. Dengan hanya berkutat pada proses-proses bendawi, sisa-sisa benda, dan artefak-artefak alih-alih dengan keterangan-keterangan tertulis, kajian prasejarah menjadi kajian atas hal-hal yang awanama. Oleh karena itu istilah-istilah yang dipakai para prasejarawan untuk menyebut sesuatu, misalnya istilah "Manusia Neandertal" atau istilah "Zaman Besi", adalah label-label modern yang definisinya kadang-kadang dapat diperdebatkan.
Konsep "Zaman Batu" dipakai dalam kajian arkeologi di hampir semua negara di dunia. Dalam kajian arkeologi Benua Amerika, Zaman Batu disebut dengan berbagai nama lain, dan dimulai dari Tahap Litikum atau Zaman Paleo-Indian. Pembagian Zaman Batu berikut ini digunakan dalam kajian prasejarah Erasia, dan tidak selalu sama dari satu tempat ke tempat lain.
Paleolitikum atau Zaman Batu Tua bermula ketika manusia mulai memanfaatkan perkakas-perkakas batu. Paleolitikum adalah kurun waktu tertua dalam rentang Zaman Batu.
Kurun waktu tertua dalam rentang Paleolitikum disebut Paleolitikum Awal, yakni kurun waktu sebelum munculnya Homo sapiens. Kurun waktu ini bermula dengan kemunculan Homo habilis (berikut spesies-spesies kerabatnya) dan perkakas-perkakas batu perdana yang diperkirakan berasal dari 2,5 juta Tahun Silam.[15] Kepandaian manusia prasejarah dalam mengendalikan api pada kurun waktu Paleolitikum Awal tidak dapat dibuktikan secara pasti dan terbatas dukungan ilmiahnya. Klaim yang paling luas berterima adalah klaim bahwa Homo erectus atau Homo ergaster sudah membuat api dalam rentang waktu 790.000 sampai 690.000 Tahun Silam di situs Gesyer Benot Ya'aqov, Israel. Pemanfaatan api memungkinkan manusia prasejarah untuk memasak makanan, menghangatkan badan, dan menerangi kegelapan pada malam hari.
Kemunculan Homo sapiens perdana sekitar 200.000 Tahun Silam menandai bermulanya kurun waktu Paleolitikum Madya. Pada kurun waktu ini, terjadi perubahan-perubahan anatomis yang mengindikasikan kemampuan berbahasa modern.[16] Bukti definitif pertama dari pemanfaatan api oleh manusia prasejarah juga berasal dari kurun waktu Paleolitikum Madya. Tulang dan kayu hangus dari situs-situs di Zambia diperkirakan berasal dari 61.000 Tahun Silam. Penguburan jenazah yang tersistem, kepandaian bermusik, seni rupa perdana, dan pemanfaatan perkakas-perkakas rakitan yang kian canggih adalah unsur-unsur paling menonjol dari kurun waktu Paleolitikum Madya.
Sepanjang kurun waktu Paleolitikum, umat manusia pada umumnya berpenghidupan sebagai pemburu-peramu nomaden. Kelompok-kelompok masyarakat pemburu-peramu cenderung sangat kecil ukurannya dan bersifat egaliter.[17] Meskipun demikian, kelompok-kelompok masyarakat pemburu-peramu yang memiliki sumber-sumber daya melimpah atau teknik-teknik pencadangan pangan yang sudah maju kadang-kadang mengembangkan gaya hidup kelesa dengan struktur kemasyarakatan yang kompleks seperti perkauman,[18] dan stratifikasi sosial. Perhubungan jarak jauh mungkin pula sudah dirintis, seperti dalam kasus "jalan bebas hambatan" pribumi-Australia yang disebut jalur kidung.[19]
Mesolitikum atau Zaman Batu Madya adalah kurun waktu perkembangan teknologi manusia yang mengantarai Paleolitikum dan Neolitikum dalam rentang Zaman Batu. Kurun waktu ini bermula pada akhir kala Pleistosen, sekitar 10.000 Tahun Silam, dan berakhir pada waktu munculnya kepandaian bercocok tanam yang berbeda-beda dari satu kawasan ke kawasan lain. Di beberapa kawasan, misalnya Timur Dekat, kegiatan bercocok tanam sudah dirintis pada akhir kala Pleistosen, sehingga kurun waktu Mesolitikum di kawasan itu berlangsung singkat dan tidak begitu jelas batas-batasnya. Di kawasan-kawasan yang hanya sedikit terkena dampak glasiasi, kadang-kadang digunakan istilah "Epipaleolitikum" atau Zaman Batu Tua Lanjut.
Kawasan-kawasan yang sangat terdampak glasiasi selepas akhir Zaman Es memiliki lebih banyak bukti peninggalan Mesolitikum yang berlangsung ribuan tahun lamanya. Di kawasan utara Eropa, kelompok-kelompok manusia prasejarah dapat hidup berkecukupan dengan pasokan pangan melimpah dari paya-paya berkat iklim yang menghangat. Kondisi-kondisi semacam ini melahirkan perilaku-perilaku khas manusia yang terlestarikan dalam peninggalan rekam bendawi, misalnya kebudayaan Maglemosia dan kebudayaan Azilia. Kondisi-kondisi tersebut juga memperlambat peralihan ke Neolitikum sampai tahun 4000 Pra-Masehi (6.000 Tahun Silam) di kawasan utara Eropa.
Sisa-sisa peninggalan dari kurun waktu ini cukup langka, dan sering kali hanya berupa timbunan-timbunan sampah dapur. Di kawasan-kawasan berhutan telah didapati tanda-tanda pertama deforestasi, meskipun kegiatan deforestasi baru giat dilakukan pada Neolitikum, manakala manusia membutuhkan lahan yang lebih luas untuk bercocok tanam.
Di banyak tempat, Mesolitikum dicirikan oleh perkakas-perkakas rijang rakitan, yakni mikrolit dan mikroburin. Alat pancing, beliung batu, dan benda-benda dari kayu seperti biduk dan busur telah ditemukan di beberapa situs. Teknologi-teknologi tersebut pertama kali muncul di Afrika, dan dihubung-hubungkan dengan kebudayaan-kebudayaan Azilia, baru kemudian menyebar ke Eropa melalui kebudayaan Iberomaurusia di kawasan utara Afrika dan kebudayaan Kebara di Syam. Meskipun demikian, tidak mustahil ada kebudayaan yang menciptakan sendiri teknologi-teknologi tersebut dengan kemampuan reka cipta mereka.
Dari sekian banyak spesies manusia yang muncul pada kurun waktu Paleolitikum, hanya Homo sapiens sapiens yang tersisa pada kurun waktu Neolitikum[21] (Homo floresiensis mungkin bertahan hidup sampai ke permulaan kurun waktu Neolitikum sekitar 12.200 Tahun Silam).[22] Neolitikum adalah kurun waktu perkembangan teknologi dan pembentukan masyarakat primitif. Neolitikum atau Zaman Batu Muda bermula kira-kira 10.200 tahun Pra-Masehi di beberapa tempat di Timur Tengah, baru kemudian hari bermula di kawasan-kawasan lain,[23] dan berakhir pada kurun waktu 4.500 tahun sampai 2.000 tahun Pra-Masehi. Neolitikum merupakan kurun waktu perubahan serta kemajuan perilaku dan karakteristik budaya, yang mencakup pemanfaatan tanaman pangan liar maupun tanaman pangan yang dibudidayakan dan satwa-satwa yang dijinakkan.
Usaha tani pada permulaan kurun waktu Neolitikum terbatas pada penanaman segelintir tanaman saja, baik tanaman liar maupun tanaman hasil budidaya, antara lain gandum monokokum, jawawut, dan gandum spelta. Manusia Neolitikum memelihara anjing, biri-biri, dan kambing. Sekitar 6.900–6.400 tahun Pra-Masehi, manusia mulai menjinakkan dan memelihara lembu dan babi, mulai membangun permukiman-permukiman yang dihuni secara permanen maupun musiman, dan mulai memanfaatkan tembikar. Neolitikum adalah kurun waktu munculnya desa-desa perdana, pertanian, penjinakan satwa, perkakas-perkakas, dan jejak-jejak peperangan tertua.[24] Neolitikum bermula dengan munculnya kepandaian bercocok tanam yang melahirkan "Revolusi Neolitikum", dan berakhir ketika pemanfaatan perkakas logam mulai menyebar luas (pada Zaman Tembaga atau Zaman Perunggu, atau pada Zaman Besi di beberapa kawasan). Istilah "Neolitikum" hanya lazim digunakan di Dunia Lama, karena penerapannya pada kebudayaan-kebudayaan di Benua Amerika dan kawasan Oseania yang belum sempurna teknologi olah logamnya menimbulkan sejumlah permasalahan.
Sifat permukiman mulai lebih permanen. Beberapa di antaranya memiliki rumah-rumah bundar beruangan tunggal berbahan baku bata lumpur. Permukiman mungkin pula dikelilingi tembok batu untuk mencegah ternak kabur sekaligus melindungi warga dari suku-suku lain. Permukiman-permukiman yang dibangun lebih kemudian memiliki rumah-rumah berbahan baku bata lumpur, tempat keluarga hidup bersama dalam satu atau lebih dari satu ruangan. Temuan-temuan kubur menyiratkan adanya adat penghormatan terhadap leluhur dalam bentuk pengawetan tengkorak orang mati. Kebudayaan Vinča mungkin telah menciptakan sistem tulis tertua.[25] Komplek-kompleks kuil megalitik di Ġgantija menonjol karena ukuran raksasanya. Meskipun beberapa masyarakat Neolitikum Akhir di Erasia sudah membentuk perkauman-perkauman terstratifikasi yang kompleks bahkan negara, negara-negara baru terbentuk di Erasia pada saat kemunculan metalurgi, dan kebanyakan masyarakat Neolitikum relatif sederhana dan egaliter.[26] Kebanyakan pakaian tampaknya terbuat dari kulit hewan, sebagaimana diindikasikan oleh temuan sejumlah besar peniti dari tulang dan tanduk yang ideal digunakan untuk menyemat dan mengencangkan pakaian berbahan kulit hewan. Pakaian berbahan wol dan lenan mungkin sudah dibuat menjelang akhir kurun waktu Neolitikum,[27][28] sebagaimana yang diisyaratkan oleh temuan batu-batu berlubang yang (tergantung ukurannya) mungkin pernah digunakan sebagai cakram gelendong atau pemberat benang lungsin.[29][30][31]
Kalkolitikum atau Zaman Tembaga adalah kurun waktu transisi, manakala kepandaian mengolah logam tembaga muncul seiring menyebarnya pemanfaatan perkakas batu. Pada kurun waktu ini, sejumlah senjata dan perkakas dibuat dari tembaga. Meskipun masih sangat bersifat Neolitikum, sesungguhnya Kalkolitikum adalah fase Zaman Perunggu sebelum manusia mengetahui bahwa melakur tembaga dengan timah akan menghasilkan logam yang lebih keras, yakni perunggu. Zaman Tembaga mula-mula didefinisikan sebagai kurun waktu transisi dari Neolitikum ke Zaman Perunggu. Meskipun demikian, karena dicirikan oleh pemanfaatan logam, Zaman Tembaga lebih dianggap sebagai bagian dari Zaman Perunggu daripada Zaman Batu.
Sebuah situs arkeologi di Serbia menyimpan bukti tertua peleburan tembaga pada suhu tinggi yang dapat dipastikan berasal dari 7.500 Tahun Silam. Temuan yang didapatkan pada bulan Juni 2010 ini menambah jumlah informasi tentang peleburan tembaga dalam rentang waktu 800 tahun, dan menyiratkan bahwa kepandaian melebur tembaga mungkin ditemukan secara mandiri di berbagai kawasan berbeda di Asia dan Eropa, alih-alih menyebar dari satu sumber saja.[32] Metalurgi mungkin pertama kali muncul di kawasan Bulan Sabit Subur dan memicu kemunculan Zaman Perunggu di kawasan itu pada milenium ke-4 Pra-Masehi (menurut pandangan tradisional). Meskipun demikian, temuan-temuan dari kebudayaan Vinča di Eropa kini telah dipastikan dibuat sedikit lebih awal daripada temuan-temuan di kawasan Bulan Sabit Subur. Situs Lembah Timna menyimpan bukti-bukti kegiatan penambangan tembaga dari kurun waktu 9.000 sampai 7.000 Tahun Silam. Proses transisi dari Neolitikum ke Kalkolitikum di Timur Tengah dicirikan oleh perkakas-perkakas batu yang menunjukkan adanya penurunan dalam pengadaan dan pemanfaatan bahan baku bermutu tinggi. Afrika Utara dan Lembah Sungai Nil mengimpor teknologi pengolahan besi dari Timur Dekat dan mengikuti jejak perkembangan Zaman Perunggu dan Zaman Besi di Timur Dekat. Meskipun demikian, Zaman Besi berlangsung serentak dengan Zaman Perunggu di sebagian besar Benua Afrika.
Pada Zaman Perunggu, beberapa kebudayaan mulai mengenal kepandaian mengabadikan ingatan tentang suatu kejadian dalam bentuk keterangan tertulis, dan dengan demikian menjadi kebudayaan-kebudayaan pertama yang keluar dari masa prasejarah. Oleh karena itu Zaman Perunggu atau kurun-kurun waktu tertentu dalam rentang Zaman Perunggu hanya dapat dianggap sebagai bagian dari masa prasejarah di kawasan-kawasan dan peradaban-peradaban yang baru belakangan mengadopsi atau mengembangkan sistem penyimpanan keterangan tertulis. Di beberapa kawasan, waktu penciptaan tulisan bertepatan dengan permulaan Zaman Tembaga. Tak lama sesudah kemunculan tulisan, orang mulai menghasilkan teks-teks, antara lain uraian kejadian secara tertulis dan catatan-catatan administratif.
Istilah "Zaman Perunggu" mengacu kepada kurun waktu dalam perkembangan kebudayaan umat manusia manakala kepandaian pengolahan logam yang paling maju (setidaknya dari segi pemanfaatannya yang luas dan sistematis) sudah mencakup teknik-teknik peleburan tembaga dan timah dari bijih-bijih yang muncul ke permukaan bumi secara alami, kemudian memadukan kedua jenis logam tersebut menjadi perunggu. Kandungan arsenikum adalah salah satu unsur ketidakmurnian yang lumrah ditemukan pada bijih-bijih yang muncul ke permukaan bumi secara alami. Bijih tembaga maupun timah adalah bijih-bijih yang langka, dicerminkan oleh kenyataan bahwa tidak ada perunggu fosfor di kawasan barat Asia sebelum tahun 3000 Pra-Masehi. Zaman Tembaga merupakan bagian dari sistem tiga zaman dalam penggolongan masyarakat-masyarakat prasejarah. Dalam sistem ini, Zaman Perunggu berlangsung selepas Zaman Batu Muda di beberapa kawasan dunia.
Meskipun bijih tembaga ada di mana-mana, timah merupakan barang langka di Dunia Lama, dan sering kali harus diperdagangkan atau diangkut melewati jarak tempuh yang cukup jauh dari tempat-tempat penambangannya yang cuma segelintir, sehingga memicu terciptanya rute-rute dagang penghubung berbagai kawasan yang saling berjauhan. Di daerah-daerah yang sangat berjauhan, misalnya Tiongkok dan Inggris, logam baru ini dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan senjata, tetapi selama jangka waktu yang lama agaknya tidak digunakan sebagai bahan baku pembuatan perkakas-perkakas bercocok tanam. Sebagian besar perkakas-perkakas perunggu tampaknya ditimbun oleh kalangan elit dalam masyarakat, dan kadang-kadang disimpan dalam jumlah yang luar biasa banyaknya, mulai dari barang-barang perunggu untuk upacara orang Tionghoa dan simpanan-simpanan harta benda tembaga orang India sampai dengan simpanan-simpanan harta benda orang Eropa berupa kepala-kepala kapak yang belum terpakai.
Pada akhir Zaman Perunggu, negara-negara besar yang sering kali disebut kekaisaran, sudah muncul di Mesir, Tiongkok, Anatolia (bangsa Het), dan Mesopotamia, semuanya sudah mengenal kepandaian baca-tulis.
Bagi peradaban-peradaban yang sudah mengenal kepandaian menyimpan rekam sejarah dalam bentuk tulisan pada Zaman Perunggu, Zaman Besi bukanlah bagian dari prasejarah mereka. Banyak peradaban memasuki masa sejarah pada Zaman Besi, sering kali lewat aksi penaklukan yang dilancarkan negara-negara kekaisaran, yang giat berekspansi ketika itu. Sebagai contoh, di sebagian besar daratan Eropa, waktu ditaklukan Kekaisaran Romawi adalah waktu bergantinya istilah "Zaman Besi" menjadi "Zaman Romawi", "Zaman Galia-Romawi", dan lain-lain.
Di bidang arkeologi, Zaman Besi adalah zaman kelahiran metalurgi besi. Pemanfaatan besi bertepatan waktunya dengan perubahan-perubahan lain yang di dalam beberapa kebudayaan purba, sering kali dibarengi dengan praktik-praktik bercocok tanam, kepercayaan-kepercayaan religius, dan gaya-gaya artistik yang canggih, yang menjadikan Zaman Besi dalam ilmu arkeologi bertepatan waktunya dengan "Zaman Sendi" dalam sejarah filsafat. Meskipun bijih besi bukan barang yang langka, teknik-teknik metalurgi yang perlu dikuasai agar dapat memanfaatkan besi berbeda sekali dengan teknik-teknik metalurgi yang diperlukan untuk mengolah logam-logam yang dimanfaatkan manusia sebelumnya. Pemanfaatan besi juga sangat lamban menyebar, dan dalam jangka waktu yang cukup lama hanya dimanfaatkan sebagai bahan baku senjata, sementara perunggu tetap menjadi bahan baku utama dalam pembuatan perkakas maupun karya-karya seni.
Semua tarikh di bawah ini adalah hasil perkiraan dan dugaan yang diperoleh lewat penelitian di bidang antropologi, arkeologi, genetika, geologi, atau Linguistika, dan oleh karena itu dapat direvisi bilamana ada temuan-temuan baru atau cara hitung yang lebih canggih.
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.