Remove ads
Angkatan Udara Militer Indonesia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (juga disingkat dengan TNI Angkatan Udara atau TNI-AU) adalah salah satu cabang angkatan perang dan merupakan bagian dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang bertanggung jawab atas operasi pertahanan negara Republik Indonesia di udara. Saat ini TNI-AU dipimpin oleh Marsekal TNI Mohamad Tonny Harjono sebagai KSAU.
Dengan medan teater dibagi menjadi tiga Komando Operasi Udara, Sebagian besar pangkalan udara berada di Pulau Jawa dan Kalimantan.[4] TNI-AU juga memiliki satuan khusus Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat), dikenal juga dengan sebutan "Baret Jingga" didapat dari warna baret khusus yang dipakai.
TNI-AU saat ini memiliki 30.100 personel dan dilengkapi dengan 110 pesawat tempur. Diantaranya mencakup lima Su-27 dan sebelas Su-30 sebagai pesawat tempur utama melengkapi 33 unit F-16 Fighting Falcons, Hawk 200, KAI T-50 dan Embraer EMB314.[5] TNI-AU berencana untuk mengakusisi 50 unit KAI KF-21[6] sebagai pengganti armada Northrop F-5E/F Tiger II yang telah dipensiunkan.[7][8] Pada bulan Februari 2021, TNI-AU berencana untuk mengakusisi 36 unit Dassault Rafale dan 8 unit F-15EX, beserta C-130J Super Hercules dan pesawat nirawak MALE.[9][10] Pada bulan Februari 2022, akusisi 42 unit Rafale TNI-AU telah ditandatangani dan kemungkinan pembelian (FMA: Foreign Military Sales) untuk 36 unit F-15IDN (varian F-15EX Indonesia) telah disetujui dan dirilis oleh DSCA.[11][12]
TNI AU lahir dengan dibentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada Tanggal 22 Agustus 1945, yang merupakan salah satu dari keputusan yang dihasilkan oleh PPKI. BKR bertugas menjaga terjaminnya keamanan dan ketertiban umum.[13]
Guna memperkuat Armada Udara yang saat itu berkekurangan pesawat terbang dan fasilitas-fasilitas lainnya. pada tanggal 5 Oktober 1945 berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) jawatan penerbangan di bawah Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma.
Pada tanggal 23 Januari 1946 TKR ditingkatkan lagi menjadi TRI, sebagai kelanjutan dari perkembangan tunas Angkatan Udara. Pada tanggal 9 April 1946, TRI jawatan penerbangan dihapuskan dan diganti menjadi Angkatan Udara Republik Indonesia, yang kini diperingati sebagai hari lahirnya TNI AU yang diresmikan bersamaan dengan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Pada 29 Juli 1947 tiga kadet penerbang TNI AU masing-masing Kadet Muljono, Kadet Suharnoko Harbani dan Kadet Sutarjo Sigit dengan menggunakan dua pesawat Cureng dan satu Guntei berhasil melakukan pengeboman terhadap kubu-kubu pertahanan Belanda di tiga tempat, masing-masing di kota Semarang, Salatiga, dan Ambarawa.
Modal awal TNI AU adalah pesawat-pesawat hasil rampasan dari tentara Jepang seperti jenis Cureng, Nishikoren, serta Hayabusha. Pesawat-pesawat inilah yang merupakan cikal bakal berdirinya TNI AU. Setelah keputusan Konferensi Meja Bundar tahun 1949, TNI AU menerima beberapa aset Angkatan Udara Belanda meliputi pesawat terbang, hanggar, depo pemeliharaan, serta depot logistik lainnya. Beberapa jenis pesawat Belanda yang diambil alih antara lain C-47 Dakota, B-25 Mitchell, P-51 Mustang, AT-6 Harvard, PBY-5 Catalina, dan Lockheed L-12.
Tahun 1950, TNI AU mengirimkan 60 orang calon penerbang ke California Amerika Serikat, mengikuti pendidikan terbang pada Trans Ocean Airlines Oakland Airport (TALOA).
TNI AU mengalami popularitas nasional tinggi saat dipimpin oleh KASAU Kedua Marsekal Madya TNI Omar Dhani awal 1960-an. Beberapa pesawat buatan Uni Soviet mulai berdatangan pada awal 1960-an termasuk MiG-15UTI dari Cekoslowakia, MiG-17F / PF, MiG-19S dan MiG-21F-13, ditambah dengan datangnya Ilyushin Il-28, Mil Mi-4, Mil Mi-6, Antonov An-12 dan Avia 14 juga dari Cekoslowakia. Indonesia juga mendatangkan Lavochkin La-11. Beberapa Tupolev Tu-2 dari Tiongkok juga didatangkan dengan maksud untuk menggantikan B-25, namun pesawat ini tidak pernah mencapai status operasional. Pesawat-pesawat ini dioperasikan secara bersamaan dengan sisa pesawat Amerika seperti North American B-25 Mitchell, Douglas A-26 Invader, Douglas C-47 Dakota, dan North American P-51 Mustang.
Selama periode inilah Angkatan Udara Indonesia menjadi Angkatan Udara pertama di Asia Tenggara yang memperoleh kemampuan pengeboman strategis dengan membeli Tupolev Tu-16 baru pada tahun 1961, sebelum akuisisi Ilyushin Il-28 oleh Angkatan Udara Rakyat Vietnam. Sekitar 25 Tu-16KS dikirim lengkap dengan peluru kendali udara ke permukaan AS-1.
Gerakan kudeta yang didalangi oleh Gerakan 30 September pada tahun 1965 memicu perombakan masif dan Mayor Jenderal Suharto dari TNI Angkatan Darat mendirikan pemerintahan baru anti-komunis. Kepala Staf TNI Angkatan Udara, Marsekal Udara Omar Dhani dibebastugaskan dari jabatannya dan diadili atas dugaan keterlibatannya dalam kudeta. Hubungan dengan negara-negara blok Timur menjadi retak, menyebabkan suku cadang dan program dukungan untuk armada pesawat berkurang. Pada bulan Agustus 1968, situasi semakin kritis, dan di awal tahun 1970, Kepala Staf TNI Angkatan Udara Suwoto Sukandar, mengungkapkan bahwa dengan kondisi suku cadang yang sedemikian rupa membuat pesawat yang siap layak hanya berkisar 15-20 persen.[14] Armada MiG melakukan farewell flight dengan melewati langit Jakarta pada tahun 1970. MiG-19 yang relatif baru dijual kepada Pakistan. Pada bulan Oktober 1970, hanya satu unit Tu-16 masih layak terbang, tetapi setelah mengalami kegagalan mesin ketika terbang membuatnya juga diberhentikan.[15] Meskipun menghadapi permasalahan tersebut, TNI-AU masih harus bertugas dalam penumpasan sisa pemberontakan PKI di provinsi Jawa, terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Dengan Suharto menduduki jabatan presiden dan panglima tertinggi pada tahun 1967, fokus utama dialihkan dalam penumpasan pemberontakan PGRS/Paraku. TNI Angkatan Udara melaksanakan Operasi Samber Kilat untuk memberikan dukungan kepada upaya pasukan di darat dalam memberantas komunis Sarawak yang ada di Kalimantan Barat dan di sepanjang perbatasan Indonesia-Malaysia dengan menurunkan pasukan di daerah tujuan, memberikan dukungan logistik, angkut VIP, evakuasi medis, dan pegintaian udara. TNI-AU menugaskan Skadron Udara 6 dan 7 yang dilengkapi dengan helikopter Mi-4, Bell 204B, dan UH-34D dalam operasi.[16][17]
Pada awal tahun 1980-an, TNI-AU yang tengah membutuhkan armada pesawat serang yang modern, menginisiasi Operasi Alpha untuk mengakusisi pesawat A-4 Skyhawk dari Angkatan Udara Israel secara terselubung. Personel TNI-AU dikirim secara rahasia untuk melakukan kesepakatan dengan berbagai metode hingga pada akhirnya Indonesia menerima sejumlah 32 pesawat.[18]
Pada tahun 1982, Indonesia membeli 16 unit pesawat F-5E/F Tiger II dari Amerika Serikat untuk menggantikan armada Sabre dalam kesepakatan Peace Komodo I dan II.[19][20] Mulai dilakukan peningkatan pada armada F-5 dari tahun 1996 di Belgia.
Selama tahun 1986 sampai 1988, terdapat ajang tender kontrak untuk menyediakan pesawat tempur-pengebom (dikenal dengan multiperan di masa sekarang), dengan opsi antara General Dynamics F-16 dan Dassault Mirage 2000. Indonesia memutuskan untuk membeli 12 unit F-16A/B Block 15 OCU sebagai pesawat tempur baru di armada TNI-AU pada tahun 1989. TNI Angkatan Udara pada awalnya berencana untuk mengakusisi sejumlah 60 pesawat F-16 untuk menjangkau dan melindungi wilayah teritorial seluas 12 juta km2.[21] Total 10 unit F-16A dan F-16B masih digunakan hingga saat ini oleh TNI-AU; dua pesawat jatuh dalam insiden yang berbeda. Pesanan susulan untuk 9 unit F-16A Block 15 OCU dibatalkan sebagai dampak memilih untuk memesan 24 unit Su-30 MKK,[22] tetapi pesanan ini juga dibatalkan akibat dari krisis finansial Asia 1997.
Pada tahun 1993, TNI-AU melakukan akusisi terhadap 8 unit Hawk Mk.109 dan 32 unit Hawk Mk.209. Tahap terakhir pengiriman dilakukan di bulan Januari 1997.
Ketika kunjungan kenegaraan Presiden Amerika Serikat Barrack Obama yang dilakukan pada tanggal 9–10 November 2010 di Jakarta, TNI-AU mendapat tawaran 24 pesawat F-16 Block 25 dari USAF dalam kesepakatan Peace Bima-Sena II.[23][24] Pada bulan Oktober 2011, DPR menyetujui alokasi dana untuk tawaran tersebut, di mana pesawat akan ditingkatkan serupa pada varian terbaru Block 50/52.[25] TNI-AU juga tengah dalam proses mengaktifkan kembali seluruh 10 unit F-16 Block 15 OCU, terlihat dari penugasan kembali TS-1606, TS-1609, dan TS-1612.[26] Untuk menggantikan Fokker F-27, TNI-AU telah memesan sebanyak 9 unit CASA C-295 yang diproduksi bersama melalui Dirgantara Indonesia. Pesawat nirawak baru rencananya akan diakusisi untuk memperkuat kemampuan pengintaian udara TNI-AU dan akan ditempatkan di Lanud Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat.
Pada tahun 2010, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengungkapkan rencana TNI-AU untuk secara bertahap mengakusisi sejumlah 180 pesawat Su-27 dan Su-30 untuk memenuhi kebutuhan sepuluh skadron.[27][28] India menawarkan pula rudal BrahMos kepada TNI-AU dalam mempersenjatai armada Su-27 dan Su-30.[28]
Pada bulan Juli 2010, Indonesia menandatangani nota kesepahaman untuk berpatisipasi dalam program KF-X Korea Selatan dan persyaratan kesepekatan ditandatangani pada tahun 2011. Indonesia akan berkontribusi sebesar 20 persen dari anggaran program dan akan menerima 50 pesawat dalam akusisi, sementara Korea Selatan menerima 200 pesawat Seorang juru bicara kementerian pertahanan mengatakan bahwa pesawat ini lebih mampu dibandingkan F-16 tetapi tak melebihi F-35. Program tersebut telah diumumkan sejak tahun 2001 dan purwarupa perdana diperkirakan akan tampil pada pertengahan 2020.[29] Namun dengan beragam permasalahan pembiayaan dan kesulitan teknis menyebabkan beberapa penundaan dan keterlambatan dalam program KAI KF-X.[29] Indonesia juga telah menandatangani nota kesepahaman dengan Tiongkok untuk memproduksi rudal C-705 untuk mempersenjatai armada Sukhoi.[30]
Pada bulan April 2011, Indonesia mengumumkan untuk mengakusisi 16 pesawat latih T-50 Golden Eagle dari Korea Selatan sebesar US$400 juta seusai evaluasi yang dilakukan atas opsi pesawat Yakovlev Yak-130, Guizhou JL-9/FTC-2000 Mountain Eagle, dan Aero L-159 Alca.[31] T-50 akan menggantikan armada latih Hawk Mk.53. Pengiriman tuntas pada Januari 2014 dan bertugas pada tanggal 13 Februari 2014.[32]
Pada bulan Juni 2011, Indonesia menandatangani kontrak untuk 8 unit Super Tucano sebagai pengganti OV-10 Bronco dalam peran COIN, dengan kontrak kedua untuk tambahan 8 pesawat pada bulan Juli 2012.[33][34] Empat unit pertama tiba pada Maret 2012 dengan pengiriman tuntas pada tahun 2014.[35]
Pada bulan Agustus 2011, Indonesia mengumumkan akan mengakusisi 18 unit Grob G120TP untuk kebutuhan latih dasar, yang kemungkinan menggantikan armada latih FFA AS-202 Bravo dan Beechcraft T-34 Mentor yang ada.[36]
Pada tanggal 29 Desember 2011, Indonesia mengungkapkan akusisi 6 pesawat tempur Su-30MK2 dengan kontrak pengadaan sebesar $470 juta yang ditandatangani oleh Kementerian Pertahanan dan JSC Rosoboronexport.[37]
Pada bulan Januari 2012, Pemerintah Australia dan Indonesia sepakat untuk mengirimkan 4 unit pesawat angkut C-130H Hercules yang telah digunakan oleh RAAF kepada TNI-AU, di mana telah disetujui oleh Amerika Serikat.[38]
Pada bulan Januari 2014, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan bahwa ia berharap dapat segera menggantikan armada F-5 melalui rencana strategis 2015-2020. TNI-AU membuat daftar opsi kandidat pengganti, mencakup Sukhoi Su-35S, Saab JAS-39 Gripen, Dassault Rafale, Eurofighter Typhoon, dan F-16C/D Block 60.[39]
Pada bulan September 2014, Kepala Pusat Penerangan TNI, Jenderal Mayor Mochamad Fuad Basya menuturkan rencana strategis Minimum Essential Force (MEF) TNI-AU yang terdiri dari 11 skadron tempur, 6 skadron angkut, 2 skadron VIP/VVIP, 2 skadron patroli, 4 skadron helikopter, 2 skadron latih, dan 2 skadron nirawak.[40]
Pada bulan September 2015, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan bahwa Indonesia telah memilih Su-35 Flanker untuk menggantikan armada F-5 Tiger II. Walau dalam beberapa waktu terakhir, kesepakatan untuk membeli Su-35 dalam keadaan ketidakjelasan akibat penolakan Rusia untuk memberikan ToT (Transfer of Technology) kepada Indonesia yang memesan dalam jumlah yang tidak terlalu banyak, selain itu juga kekhawatiran Indonesia akan harga yang tinggi.[41]
Pada bulan Januari 2017, Indonesia menyetujui akusisi 5 pesawat Airbus A400M sebesar US$2 milyar, sebagai bagian dari rencana meningkatkan kemampuan pertahanan negara. Akusisi pesawat ini baik dalam konfigurasi varian angkut maupun serbaguna dan akan digunakan oleh Skadron Udara 31 dan 32.[42] Dimana di bulan November 2021, Kementerian Pertahanan RI akhirnya resmi memesan 2 unit Airbus A400M dengan konfigurasi angkut dan pengisian bahan bakar di udara.[43]
Pada tanggal 12 Mei 2017, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menegaskan bahwa TNI Angkatan Udara akan menandatangani kontrak untuk pembelian 10 unir Su-35 dengan Rusia akan mendirikan pabrik suku cadangnya di Indonesia sebagai bagian dari kontrak.[44]
Pada tanggal 28 November 2017, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengungkapkan bahwa TNI Angkatan Udara telah menyelesaikan proses akusisi 11 unit Su-35.[45]
Pada tanggal 14 Februari 2018, Kementerian Pertahanan telah menandatangani kesepakatan pembelian 11 pesawat tempur Su-35 dengan Rostec, untuk menggantikan armada F-5.[46]
Pada bulan Oktober 2019, Kepala Staff TNI Angkatan Udara Yuyu Sutisna mengatakan bahwa TNI-AU akan membeli setidaknya dua skadron (32 pesawat) F-16V Block 70/72 untuk tahapan terakhir rencana MEF (MEF Tahap ke-3 (2020-2024)). Kemungkinan menggantikan armada Hawk yang telah cukup berusia.[46][47] Sejak tahun 2017, TNI-AU dengan Lockheed Martin dan Dirgantara Indonesia telah meningkatkan armada F-16A/B dengan program peningkatan Falcon Star eMLU yang meliputi avionik baru, kemampuan kapasitas persenjataan sehingga dapat membawa AMRAAM dan JDAM, bodi pesawat baru yang dapat bertahan lebih lama, Sniper ATP, LITENING, dan Bird Slice IFF.[48][49][50][51]
Pada bulan Januari 2020, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ketika hadir dalam pertemuan bilateral di Prancis untuk bertemu dengan Menteri Pertahanan Prancis Florence Parly, disampaikan bahwa ada ketertarikan akan alutsista Prancis termasuk 48 unit Dassault Rafale, 4 kapal selam Scorpene, dan 2 korvet Gowind.[52]
Pada tanggal 12 Maret 2020, Bloomberg menyampaikan bahwa Indonesia membatalkan pembelian Su-35 akibat tekanan dari AS. Indonesia kembali berunding untuk pembelian pesawat F-35.[53] Hal ini kemudian dibantah dan Rusia menegaskan bahwa kesepakatan akusisi tetap berlanjut, walau masih ada beberapa hal terkait yang perlu dibahas.[54] Pada tanggal 8 Juli 2020, Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva menuturkan bahwa rencana pembelian 11 pesawat tempur Su-35 dari Rusia masih berjalan.[55]
Pada tanggal 20 Juli 2020, sebuah surat dari Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang ditunjukkan kepada Menteri Pertahanan Austria Klaudia Tanner diberitakan oleh media berita Indonesia, menunjukkan ketertarikan Indonesia dalam mengakusisi seluruh armada Eurofighter Typhoon dari Angkatan Udara Austria.[56][57][58]
Pada tanggal 18 Februari 2021, Kepala Staf TNI Angkatan Udara, Marsekal Udara Fadjar Prasetyo mengumumkan dalam rapat pimpinan TNI-AU bahwa TNI-AU berencana untuk membeli 36 unit Dassault Rafale dan 8 unit F-15EX Strike Eagle, di mana diharapkan 6 unit F-15EX telah tiba pada tahun 2022, bersamaan dengan C-130J Super Hercules dan pesawat nirawak MALE.[9] Sang Marsekal Udara juga mengungkapkan bahwa TNI-AU akan melakukan modernisasi terhadap seluruh armada tempur, dengan pelaksanaan dimulai pada tahun 2021.[59]
Pada bulan November 2021, Airbus mengumumkan bahwa Kementerian Pertahanan RI telah menandatangani kesepakatan dengan Airbus untuk 2 unit A400Ms dengan konfigurasi MRRT, beserta opsi dalam Letter of Intent tambahan empat pesawat.[60]
Pada tanggal 22 Desember 2021 dalam Press Tour dan Media Gathering, Fadjar Prasetyo menegaskan bahwa pembelian Su-35 tidak dilanjutkan atau bahkan akan ditinggalkan.[61]
Pada tanggal 11 November 2021, dikabarkan bahwa Korea Selatan dan Indonesia telah mencapai kesepakatan dalam pembayaran kontribusi Indonesia dalam program pesawat tempur bersama KF-X/IF-X setelah kekhawatiran Jakarta akan hengkang dari kesepakatan sebelumnya.[62] Dalam kesepakatan negosiasi ulang, Indonesia harus berkontribusi sebesar US$1,35 milyar dari anggaran program.[63]
Pada tanggal 10 Februari 2022, Dassault Aviation mengumumkan bahwa Indonesia telah secara resmi menandatangani pesanan 42 unit Rafale F4, mencakup dua tahun negosiasi dengan 6 pesawat untuk Batch I.[11][10] Beberapa jam kemudian, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengeluarkan rilis persetujuan terhadap akusisi Indonesia akan 36 pesawat tempur F-15ID (varian F-15EX untuk Indonesia).[12][64]
Pada tanggal 20 April 2022, Len Industri dan Thales Group menandatangani kesepakatan kemitraan strategis dalam kolaborasi lanjut terkait bahasan beragam urusan pertahanan, mencakup radar, satelit militer, peperangan elektronik, pesawat nirawak, dan combat management system (CMS).[65]
Pada tanggal 17 Mei 2022, Len Industri dan Thales Group menandatangani kesepakatan dalam produksi bersama 13 radar GCI (Ground-Controlled Interception).[66] Thales juga bermitra dengan Len Industri dalam menyediakan radar pemantauan udara Ground Master 403 (GM403) dan sistem command-and-control (C2) SkyView kepada Indonesia.[67]
Pada bulan Oktober 2022, Indonesia dikabarkan akan mengakusisi 12 unit Mirage 2000-5 bekas milik Angkatan Udara Qatar.[68] Di bulan November berikutnya, Kementerian Keuangan RI menyetujui pinjaman luar negeri untuk membiayai beberapa program belanja alutsista TNI-AU, termasuk rencana akusisi armada Mirage 2000-5 bekas.[69] Namun di bulan Januari 2024, Kementerian Pertahanan RI menyatakan bahwa rencana tersebut telah ditunda, oleh karena keterbatasan anggaran fiskal yang tersedia.[70]
TNI Angkatan Udara adalah merupakan bagian dari Tentara Nasional Indonesia. TNI Angkatan Udara disusun berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2019. Markas Besar Tentara Nasional Indonesia membawahi Markas Besar TNI Angkatan Udara.[71]maka pada tanggal 21 Januari 2022 secara resmi Panglima TNI mengumumkan Organisasi baru di TNI AU bernama Komando Operasi Udara Nasional atau (Koopsudnas) TNI AU.
Seluruh pejabat pembantu pimpinan adalah perwira tinggi bintang dua dengan pangkat Marsekal Muda
Sebagaimana di kecabangan lainnya, kepangkatan terdiri dari Perwira, Bintara dan Tamtama. Adapun pangkat tertinggi di Angkatan Udara adalah Marsekal Besar dengan bintang lima. Pangkat ini ditandai dengan lima bintang emas di pundak. Pangkat ini sepadan dengan Jenderal Besar di TNI Angkatan Darat dan Laksamana Besar di TNI Angkatan Laut. Sampai saat ini belum ada seorang pun perwira TNI Angkatan Udara yang dianugerahi pangkat tersebut, Marsekal dengan bintang empat, Marsekal Madya dengan bintang tiga, Marsekal Muda dengan bintang dua, Marsekal Pertama dengan bintang satu.
TNI Angkatan Udara dipimpin oleh seorang Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) yang menjadi pemimpin tertinggi di Markas Besar Angkatan Udara (Mabesau). Kasau saat ini dijabat oleh Marsekal TNI Mohamad Tonny Harjono.
Bila dilihat dari luasnya wilayah udara NKRI membentang dari ujung barat nol kilometer NKRI yaitu Pulau Weh hingga ujung timur NKRI yaitu Merauke yang mana hakekatnya luas wilayah udara NKRI adalah gabungan wilayah udara diatas daratan dan lautan NKRI, maka sangat berbanding terbalik dengan Kekuatan seluruh personel TNI AU saat ini hanya diperkirakan sekitar 37.000 orang. Jumlah tersebut bukan semuanya personel Militer, namun termasuk didalamnya personel PNS TNI AU yang pada hakekatnya hanya untuk dukungan tugas adminstrasi layanan perkantoran bukan untuk tugas tempur. Dihadapkan lagi pemenuhan DSPP disetiap Kotama masih jauh belum terpenuhi. Validasi organisasi TNI AU diharapkan dapat segera mengadakan penyediaan prajurit untuk memenuhi DSPP secara penuh. Prioritas DSPP Kotama Operasi Tempur TNI AU beserta pendukungnya yaitu :
Berdasarkan rencana pengembangan validasi organisasi kekuatan TNI-AU yang telah disusun, masing-masing kekuatan Kotama Operasi Tempur diharapkan segera dilaksanakan pemenuhan sesuai DSPP (Daftar Susunan Personal & Peralatan) Kotamaops baik dari segi jumlah personel maupun Alutsistanya untuk meningkatkan kesiapan tempur setiap saat dalam melaksanakan segala misi.
Kotama Operasional Tempur TNI AU adalah Komando Utama tempur yang dimiliki oleh TNI Angkatan Udara memiliki kemampuan khusus, bergerak cepat dalam melaksanakan Operasi Serangan Udara, Pertahanan Udara, Dukungan Udara di setiap medan operasi pertempuran. Merekalah yang pertama dan yang langsung berhadapan dengan musuh dalam melaksanakan pertempuran, baik pertempuran udara ke udara, pertempuran udara ke darat atau pertempuran udara ke laut serta pertempuran darat ke darat, pertempuran darat ke udara maupun pertempuran darat ke laut. Korps Penerbang dan Korps Kopasgat adalah pasukan tempur TNI Angkatan Udara yang selalu bersama melaksanakan segala misi secara cepat bergerak dan tepat menjangkau diseluruh wilayah NKRI. Selain Penerbang dan Kopasgat yang melaksanakan operasi Serangan udara dan Pertahanan Udara, maka tugas Pertahanan Udara juga ada di pundak Korps Radar Satrudal TNI AU. Kotama Tempur TNI AU terdiri dari :
TNI Angkatan Udara saat ini diperkuat oleh Pasukan-Pasukan yang masing-masing mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda yaitu terdiri dari:
Komando Operasi Udara (Koopsudnas) merupakan penggabungan dua Kotama yaitu Kohanudnas dan Koopsau[74][75] dengan tugas melaksanakan operasi-operasi udara dalam rangka penegakan kedaulatan negara di udara, mendukung penegakan kedaulatan Negara di darat dan laut baik itu operasi pertahanan udara, serangan udara maupun dukungan udara dan melaksanakan pembinaan kemampuan personel di satuannya. Koopsudnas dipimpin oleh perwira tinggi bintang 3 (Marsekal Madya).[76]
Koopsudnas mempunyai fungsi operasi dan fungsi pembinaan dengan kedudukan di Jakarta, dalam pembinaan kesiapan operasi dan administrasi di bawah KASAU, dalam pembinaan kesiagaan dan pelaksanaan operasi di bawah Panglima TNI. Komando Operasi Udara Nasional (Koopsudnas) yang membawahi Komando Pertahanan Udara (Kohanud), Komando Serangan Udara (Koserud), Komando Dukungan Udara (Kodukud), dan Komando Pembinaan Angkatan Udara (Kobinau).[76]
Sesuai dengan UU TNI pasal 10, Angkatan Udara salah satunya adalah bertugas melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan udara di seluruh Indonesia.[77] Dalam konteks ini TNI AU diharapkan mampu melaksanakan pemberdayaan kewilayahan tentang pertahanan udara melalui pembinaan kepada masyarakat tentang potensi dirgantara di seluruh pelosok dan pencegahan secara dini ancaman udara melalui koordinasi aktif dengan satuan samping teritorial daerah, yaitu dengan menempatkan personel sebanyak 25 orang di tiap Korem di seluruh Indonesia.
Pelaksanaan UU TNI pasal 10 implementasinya di antaranya adalah BINPOTDIRGA melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan udara di seluruh Bandara Indonesia karena Bandara merupakan wilayah teritorial udara. Binpotdirga dalam melaksanakan tugasnya di setiap Bandara dibentuk Satuan Tugas Aksi Khusus Pengamanan Bandara (Satgas Aksus Pam Bandara) sebagai wujud tanggung jawab TNI AU melaksanakan tugas keamanan pertahanan wilayah pertahanan udara dari segala aspek gangguan, ancaman, bahkan teror kegiatan penerbangan. Satgas Aksus Pam Bandara ditempatkan di beberapa bandara di Indonesia.Satgas Aksus Pam Bandara dipimpin oleh Dan Binpotdirga Bandara, terdiri dari:
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.