Loading AI tools
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Risiko pasar (Bahasa Inggris: market risk) adalah suatu risiko yang timbul karena menurunnya nilai suatu investasi karena pergerakan pada faktor-faktor pasar. Risiko pasar
Kategori |
Risiko keuangan |
---|
Risiko kredit |
|
Risiko pasar |
|
Risiko likuiditas |
|
Risiko investasi |
|
Risiko bisnis |
|
Risiko laba |
Risiko nonkeuangan |
mampu mengakibatkan kerugian bagi individu atau kelompok. Hal ini diakibatkan karena risiko pasar dipengaruhi oleh keadaan pasar uang, seperti saham dan obligasi. Risiko pasar bisa dilihat dari naik turunnya Nilai Aktiva Bersih (NAB) dalam pasar uang. Hal yang mengakibatkan risiko pasar di antaranya, gejolak politik, kasus terorisme, resesi, dan bencana alam.[3] Risiko pasar tidak bisa dikendalikan dengan mencoba peluang keuntungan dari portofolio. Risiko pasar bisa dikurangi menggunakan strategi lindung nilai, dengan cara memanfaatkan kontrak berjangka atau opsi. Namun, meskipun bisa dikurangi risiko pasar tetap tidak bisa dihilangkan.[4] Risiko pasar dibagi menjadi dua kategori yaitu, risiko spesifik dan risiko pasar umum. Risiko spesifik yaitu risiko yang dialami oleh penerbit sekuritas, karena pergerakan harga sekuritas, sedangkan risiko pasar umum berpengaruh terhadap keseluruhan kondisi pasar dan instrumen, yang disebabkan oleh pergerakan harga pasar.[5]
Sebagai contoh, risiko pasar bisa terjadi jika, pertama bank menggunakan kupon tetap untuk membeli obligasi, apabila harganya menurun suku bunga bisa meningkat. Kedua, bank membeli valuta asing, apabila nilai tukarnya melemah maka rupiah akan turun dan terjadi risiko pasar. Ketiga, kewajiban derivatif yang harus dipenuhi karena bank melakukan transaksi derivatif interest rate swap. Keempat, bank menjual surat berharga atau melakukan aktivitas trading.[6]
Contoh lainnya, bank mendapatkan pendapatan utama dari kredit yang memberikan bunga bersih atau disebut Net Interest Income (atau disingkat NII). NII didapatkan dari perhitungan pendapatan bunga yang dikurangi biaya transaksi dan dibagi dengan rata-rata aktiva produktif maka diperoleh NIM (Net Interest Margin). NIM adalah perbandingan bunga bersih yang didapatkan, dikurangi biaya bunga yang berasal dari dana yang berhasil dikumpulkan. Semakin besar nilai NIM, maka semakin rendah pula risiko pasar. Maka, apabila nilai NIM semakin tinggi, pendapatan bunga terhadap aktiva produktif juga semakin besar.[7] Sistem operasi bank, pasti menimbulkan laba atau rugi yang sebabkan oleh perubahan faktor pasar, tetap berpotensi mengalami risiko pasar. Portofolio bank, dalam risiko pasar dibagi menjadi dua yaitu trading book dan banking book.[8]
Trading Book adalah kondisi perdagangan bank dengan instrumen keuangan berada di posisi yang sama. Posisi tersebut berada dalam neraca, rekening administratif, atau transaksi derivatif. Keuntungan diperoleh dari transaksi jangka pendek, kegiatan tersebut dilakukan dengan cara membeli aset dan menjual kembali diwaktu yang dekat dengan perubahan harga yang menguntungkan. Trading book memiliki peran dari kegiatan pembentukan pasar (market marking), perantaraan (brokering), dan transaksi lindungi nilai (hedging). Risiko pasar yang bersumber dari trading book merupakan kerugian nilai investasi yang disebabkan oleh seringnya dilaksanakan kegiatan penjualan instrumen, dengan tujuan agar memperoleh keuntungan. Namun, pada keadaan tertentu harga jual pasti mengalami penurunan, karena sifat pasar fluktuatif.[9]
Sebagian besar lembaga keuangan menggunakan metrik risiko yang kompleks untuk menangani dan meminimalkan risiko yang berkaitan dengan buku perdagangan mereka. Secara fisik, trading book merupakan buku besar akuntansi, yang berperan untuk melacak sekuritas yang dipegang oleh organisasi keuangan yang diperdagangkan secara aktif. Selanjutnya, riwayat perdagangan selalu ditinjau di dalam trading book dengan menemukan cara yang lebih mudah untuk meninjau aktivitas masa lalu organisasi dari sekuritas yang terkait. Sumber kerugian dari trading book adalah pihak ketiga yang tidak proporsional dan sangat terkonsentrasi pada sekuritas atau sektor tertentu oleh pedagang yang ceroboh.[10]
Dampak positif dari trading book yaitu:
Banking book adalah portofolio bank yang bukan bagian dari trading book. Hal-hal yang tidak termasuk dalam kategori trading book yaitu hal kredit dan dana dari pihak ketiga.[12] Risiko pasar yang berasal dari banking book merupakan dampak alamiah dan hal biasa yang terjadi oleh pihak bank dan nasabah. Hal ini bisa terjadi karena mismatch sumber dana dengan jangka pendek, dengan kredit yang diberikan berjangka panjang.[8]
Manajemen risiko pasar harus mengetahui batasan posisi, serta membuat batas-batas tersebut. Setelah dibuat, secara berskala menentukan pengawasan terhadap posisi-posisi yang sudah ditentukan, baik dalam jangka panjang atau pendek.[8]
Pencegahan terhadap terjadinya risiko pasar bisa dilakukan dengan cara membuat dan menetapkan batas ambang kerugian. Strategi tersebut dinamakan dengan istilah stop-loss. Batas ambang kerugian bisa ditentukan dengan cara melihat perputaran modal dengan tren produktif, dan membandingkan profil risiko secara keseluruhan. Apabila, hasil analisis tidak menghasilkan keseimbangan maka secara otomatis perusahaan perbankan harus melakukan dialog dengan pihak komite aset untuk menyelamatkan perusahaan dari kerugian.[8]
Suatu perusahaan yang memberikan inovasi terbaiknya terhadap suatu produk, memungkinkan mendapatkan keuntungan lebih dahulu dibandingkan dengan para pesaingnya. Oleh karena itu, perusahaan harus mampu mempertahankan nasabah agar tidak kehilangan pasar. Risiko pasar yang dihadapi akibat inovasi, tentunya harus berani memberikan produk baru tanpa diuji, apakah nasabah menyukai produk tersebut atau tidak. Apabila, instrumen yang diperdagangkan tidak mendapatkan pasar, maka risiko pasar mungkin akan terjadi.[8]
Peran teknologi informasi memberikan dampak positif untuk membantu membuat model atau alat analisis terhadap risiko-risiko yang akan dihadapi oleh perbankan. Selain itu, teknologi informasi bisa membantu mencegah terjadinya risiko pasar, karena data informasi diberikan secara aktual dan valid, sehingga mengurangi hasil yang eror dalam kegiatan transaksi dan menetapkan keputusan.[8]
Analis ekonomi dan investor menggunakan teknik value-at-risk (VaR) untuk mengukur risiko pasar. Metode ini digunakan dengan cara melihat potensi saham mengalami kerugian atau portofolio.[3] Beberapa hal yang dapat diukur oleh metode value-at-risk (VaR) untuk mengukur risiko pasar, yaitu portofolio, sektor, kelas aset, dan tingkat keamanan. Manfaat penting dari value-at-risk yaitu untuk menghindari kesalahan dan pencegahan tentang prediksi yang dilakukan oleh manajer portofolio dalam mengambil keputusan agar tidak melebihi toleransi risiko yang sudah dikembangkan dalam kebijakan portofolio. Pengaplikasian teknik value-at-risk untuk mengukur risiko pasar memiliki beberapa metode, yaitu metode simulasi Monte Carlo, metode non parametric atau disebut juga simulasi historical, dan metode parametric atau disebut dengan metode variansi kovariansi.[14]
Teknik Value at Risk memiliki beberapa metode, yaitu:
Keunggulan dari Value at Risk, di antaranya:
Selain teknik value-at-risk (VaR), para analis juga perlu menggunakan teknik lain untuk memperjelas potensi risiko salah satunya dengan program stress testing. Hal ini memliki tujuan agar kondisi ekstrim bisa diidentifikasi ketika kondisi tidak normal. Selain itu, agar tidak terjadi kerugian yang besar diperlukan evaluasi terhadap kemampuan bank. stress testing juga perlu dilakukan sebagai pencegahan risiko dan memastikan modal cukup. Uji stress testing selanjutnya bisa digunakan oleh pihak perbankan untuk identifikasi profil risiko terhadap risiko kerugian yang mungkin akan dialami oleh perbankan tersebut, baik besar atau kecil. Selanjtunya, setelah diidentifikasi hasil dari analisis profil risiko juga bisa dijadikan landasan untuk melakukan evaluasi terhadap toleransi risiko yang sudah ditetapkan oleh perbankan tersebut. Manfaat lain dari uji stress testing yaitu bisa mengukur kecukupan modal dalam menghadapi kemungkinan terjadinya risiko di masa yang akan datang, serta sebagai dasar dalam penyusunan rencana terhadap strategi yang akan dilakukan untuk menghadapi krisis dan melakukan tindak lanjut yang diperlukan dalam menangani krisis tersebut.[17]
Teknik stress testing memiliki beberapa jenis, yaitu:
Backtesting adalah proses verifikasi, tentang kecocokan bank terhadap model yang digunakan dalam mengaplikasikan manajemen risiko.[19] Backtesting, memiliki hubungan dengan model value at risk, karena di dalam teknik backtesting terdapat langkah-langkah pengujian akurasi nilai VaR yang sudah dihitung. Nilai VaR yang sudah dihitung, dibandingkan dengan perubahan harga yang terjadi sebenarnya (return). Langkah pertama dalam perhitungan backtesting yaitu membagi sampel T menjadi dua kelompok. Kelompok pertama disebut jendela estimasi, sedangkan kelompok kedua yaitu jendela uji. Jendela estimasi adalah kelompok yang menghasilkan data observasi. Data tersebut kemudia digunakan untuk menghitung VaR. Jendela uji adalah sampel dari beberapa periode, hingga waktu pengujian (dilambangkan dengan T). Pada waktu pengujian, diisi dan dilaksanakan perhitungan value at risk.[20]
Keadaan risiko pasar harus diperhitungkan dengan catatan, pertama keadaan instrumen keuangan yang ada dalam trading book terekspos risiko suku bunga. Kedua, keberadaan valuta asing yang ada dalam trading book dan banking book terekspos oleh risiko nilai tukar. Ketiga, keberadaan instrumen keuangan pada trading boom terekspos risiko ekuitas. Keempat, keberadaan instrumen keuangan pada trading book dan banking book terlihat dalam risiko komoditas.[21]
Risiko pasar memiliki beberapa bentuk, yaitu:
Konsep perbankan syariah memiliki perbadaan, yang tidak mengenal risiko suku bunga dalam risiko pasar. Risiko pasar yang dialami oleh perbankan syariah banyaknya dalam pengelolaan perubahan nilai tukar. Risiko pasar bisa terjadi apabila perbankan tersebut tidak mengambil posisi terbuka. Solusinya, harus membatasi nilai tukar valuta asing, sehingga mampu membuat posisi kecil. Hal lain yang menyebabkan risiko pasar di perbankan syariah yaitu perubahan surat berharga syariah, yang disebabkan oleh berubahnya harga instrumen keuangan. Istilah untuk menggambarkan kondisi tersebut yaitu risiko benchmark rate.[26]
Risiko pasar yang dihadapi oleh perbankan syariah, di antaranya: