Loading AI tools
pemimpin Uni Soviet dari tahun 1922 sampai 1952 Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Josef Stalin[lower-alpha 1] (lahir dengan nama Ioseb Besarionis dze Jughashvili;[lower-alpha 2] 18 Desember 1878 – 5 Maret 1953 ) adalah tokoh revolusi dan politikus Uni Soviet keturunan Georgia. Ia menjadi kepala negara Uni Soviet sejak pertengahan era 1920-an sampai akhir hayatnya pada tahun 1953, dengan gelar Sekretaris Jenderal Partai Komunis Uni Soviet sejak tahun 1922 sampai 1952, dan Kepala Pemerintahan Uni Soviet sejak tahun 1941 sampai 1953. Meskipun mula-mula menjalankan pemerintahan Uni Soviet selaku kepala dari suatu rezim partai tunggal oligarkis yang memerintah dengan suara terbanyak relatif (pluralitas), Stalin akhirnya menjadi diktator de facto Uni Soviet pada era 1930-an. Sebagai pengamal setia gagasan-gagasan hasil tafsir Marxisme menurut teori-teori Leninisme, ia turut berjasa membakukan gagasan-gagasan ini menjadi paham Marxisme–Leninisme, sementara kebijakan-kebijakannya sendiri akhirnya dikenal dengan sebutan Stalinisme.
Putra keluarga miskin asal Gori, Kekaisaran Rusia, ini mengawali perjalanan karier revolusionernya dengan menjadi anggota Partai Buruh Demokrat Sosial Rusia yang berhaluan Marxis pada masa mudanya. Sebagai anggota partai, ia bekerja menyunting surat kabar partai, Pravda, dan menghimpun dana bagi faksi Bolshevik pimpinan Vladimir Lenin dengan cara merampok, melakukan penculikan, dan menjual jasa keamanan. Ia berulang kali ditahan, dan beberapa kali harus menjalani hukuman pengasingan di dalam negeri. Setelah kaum Bolshevik berhasil mengambil alih pemerintahan Rusia melalui Revolusi Oktober 1917, Stalin masuk menjadi anggota Politbiro, badan eksekutif partai komunis. Selaku anggota Politbiro, Stalin turut terlibat dalam proses pembentukan Uni Soviet pada tahun 1922. Setelah Lenin jatuh sakit lalu wafat pada tahun 1924, Stalin tampil menjadi pemimpin baru Uni Soviet. Di bawah rezim Stalin, "Sosialisme dalam Satu Negara" menjadi asas utama dari dogma partai, dan Kebijakan Ekonomi Baru yang dicanangkan oleh Lenin digantikan dengan ekonomi terpimpin yang tersentralisasi. Dengan menggunakan sistem Rencana Lima Tahun, Uni Soviet berusaha melakukan kolektivisasi dan industrialisasi yang berjalan dengan pesat, tetapi tidak mampu menghindari kemelut di bidang produksi pangan yang menimbulkan bencana kelaparan 1932–1933. Guna mengenyahkan pihak-pihak yang dianggap sebagai "musuh-musuh kelas pekerja", Stalin melancarkan gerakan "Pembersihan Besar-Besaran" yang mengakibatkan lebih dari sejuta orang dipenjarakan dan sekurang-kurangnya 700.000 orang dihukum mati antara 1934 sampai 1939.
Rezim Stalin berusaha menyebarluaskan paham Marxisme-Leninisme ke luar Rusia melalui organisasi Komunis Internasional, dan mendukung gerakan-gerakan antifasis di seluruh Eropa pada era 1930-an, khususnya gerakan antifasis dalam perang saudara di Spanyol. Pada tahun 1939, rezim Stalin dan Jerman Nazi menandatangani sebuah kesepakatan untuk tidak saling menyerang. Atas dasar kesepakatan ini, Uni Soviet dan Jerman Nazi bersama-sama menginvasi Polandia, tetapi Jerman secara sepihak mengingkari kesepakatan ini dengan menginvasi Uni Soviet pada tahun 1941. Meskipun mula-mula terdesak, Tentara Merah Soviet mampu memukul mundur pasukan Jerman, bahkan berhasil merebut kota Berlin pada tahun 1945, dan mengakhiri Perang Dunia II di Eropa. Uni Soviet menganeksasi negara-negara Baltik dan menyokong pembentukan rezim-rezim pro-Uni Soviet di hampir seluruh kawasan tengah dan timur Eropa, di Tiongkok, dan di Korea Utara. Seusai Perang Dunia II, Uni Soviet dan Amerika Serikat tampil menjadi dua negara adidaya di tataran dunia. Ketegangan-ketegangan yang timbul di antara kedua negara adidaya ini memuncak menjadi Perang Dingin antara Blok Timur yang didukung Soviet dan Blok Barat yang didukung Amerika Serikat. Stalin memimpin negaranya melewati kurun waktu pembangunan kembali pascaperang, dan pada kurun waktu inilah, tepatnya pada tahun 1949, Uni Soviet berhasil mengembangkan senjata nuklir. Pada tahun-tahun ini pula Uni Soviet sekali lagi mengalami bencana kelaparan dahsyat, dan merebaknya kampanye antisemit yang berpuncak pada kasus persekongkolan para dokter. Stalin wafat pada tahun 1953, dan jabatannya selaku kepala negara Uni Soviet di kemudian hari diduduki oleh Nikita Khrushchev yang justru mengecam pendahulunya itu dan memelopori suatu proses de-Stalinisasi atas segenap lapisan masyarakat Soviet.
Sebagai salah seorang tokoh terpenting pada abad ke-20 menurut anggapan banyak orang, Stalin menjadi subjek dari suatu kultus individu yang mewabah dalam gerakan Marxis-Leninis internasional. Bagi para pemujanya, Stalin adalah pahlawan sosialisme dan kelas pekerja. Meskipun Uni Soviet akhirnya bubar pada tahun 1991, masih banyak orang di Rusia dan Georgia yang mengaguminya sebagai seorang pemimpin yang jaya pada masa perang, dan berjasa membangun Uni Soviet menjadi sebuah kekuatan besar di mata dunia. Sebaliknya, banyak pula yang mengutuk rezim totaliternya sebagai pihak yang bertanggung jawab atas tindakan-tindakan penindasan massal, pembersihan etnik, ratusan ribu penghukuman mati, dan bencana kelaparan yang merenggut jutaan korban jiwa.
Stalin dilahirkan dengan nama Ioseb Jughashvili di kota Gori, Georgia pada tanggal 18 Desember [K.J.: 6 Desember] 1878.[1][lower-alpha 3] Stalin merupakan anak dari Besarion "Beso" Jughashvili dan Ekaterine "Keke" Geladze,[3] yang menikah pada Mei 1872,[4] dan sempat memiliki dua anak yang meninggal pada saat bayi sebelum Stalin lahir.[5] Kedua orang tua Stalin merupakan orang Georgia dan Stalin dibesarkan dengan bahasa Georgia sebagai bahasa pertamanya.[6] Gori pada masa itu merupakan bagian dari Kekaisaran Rusia dan kota ini sendiri merupakan tempat tinggal bagi 20.000 penduduk yang mayoritas merupakan orang Georgia dengan minoritas orang Armenia, Rusia dan Yahudi.[7] Stalin dibaptis pada tanggal 29 Desember.[8] Nama panggilannya adalah "Soso", bentuk diminutif dari "Ioseb".[9]
Besarion berprofesi sebagai seorang tukang sepatu yang memiliki tempat kerjanya sendiri.[10] Awalnya dia sukses dengan pekerjaannya, tetapi kemudian usahanya jatuh.[11] Keluarga mereka menjadi miskin,[12] dan dalam rentang waktu sepuluh tahun harus berpindah-pindah ke sembilan kamar sewaan yang berbeda.[13] Besarion menjadi seorang pemabuk,[14] dan ia memukuli istri dan anaknya dalam keadaan mabuk.[15] Untuk melarikan diri dari kekerasan rumah tangga, Ekaterine pindah bersama Stalin ke rumah teman keluarga mereka, yaitu Pendeta Christopher Charkviani.[16] Ekaterine bekerja sebagai petugas kebersihan rumah dan pencuci baju untuk keluarga setempat yang bersimpati dengan keadaannya.[17] Ekaterine bertekad untuk menyekolahkan Stalin, sesuatu yang sebelumnya belum pernah dilakukan oleh anggota keluarga mereka yang lain.[18] Pada akhir tahun 1888, Stalin mendaftar masuk Sekolah Gereja Gori. Biasanya sekolah ini diperuntukkan bagi anak-anak pastor, tetapi Charkviani memastikan agar Stalin dapat bersekolah di sini.[19] Stalin unggul secara akademis,[20] mempertunjukkan bakat melukis dan bermain drama,[21] menulis puisinya sendiri,[22] dan bernyanyi sebagai anggota paduan suara.[23] Stalin terlibat dalam banyak perkelahian,[24][25] dan kawan semasa kecilnya kemudian mengatakan Stalin adalah siswa yang terbaik tetapi juga paling nakal di kelas.[26] Stalin menghadapi beberapa masalah kesehatan yang parah. Pada tahun 1884, dia menderita cacar yang berujung pada bekas cacar di mukanya.[27] Ketika Stalin berusia 12 tahun, dia terluka parah setelah tertabrak phaeton (sejenis kereta kuda), yang mungkin merupakan penyebab lengan kirinya mengalami cacat seumur hidup.[28]
Atas rekomendasi para gurunya, Stalin melanjutkan pendidikannya di Seminari Spiritual di Tiflis.[29] Ia masuk sekolah tersebut pada Agustus 1894,[30] dibantu oleh beasiswa yang mengurangi iuran yang harus dibayarkan.[31] Di sana, ia bergabung dengan 600 calon pendeta yang tinggal di asrama seminari tersebut.[32] Stalin kembali sukses secara akademik dan meraih peringkat tinggi.[33] Ia terus menulis puisi; lima puisinya diterbitkan dengan nama samaran "Soselo" dalam surat kabar Iveria ("Georgia") milik Ilia Chavchavadze.[34] Secara tematik, puisi-puisi karyanya menyoroti topik-topik seperti alam, tanah, dan patriotisme.[35] Menurut penulis biografi Stalin Simon Sebag Montefiore, puisi-puisi ini menjadi "karya klasik kecil di Georgia",[36] dan masuk dalam berbagai antologi puisi Georgia pada tahun-tahun mendatang.[36] Saat ia makin dewasa, Stalin tidak lagi tertarik dengan pelajaran; peringkatnya turun,[37] dan ia berulang kali dihukum masuk sel karena perilaku memberontaknya.[38] Para guru mengeluh karena Stalin menyatakan dirinya sebagai seorang ateis, sering berbicara di kelas dan menolak mengangkat topinya kepada para biarawan sebagai tanda hormat.[39]
Stalin bergabung dengan sebuah klub buku terlarang yang aktif di sekolah[40] dan ia sangat dipengaruhi oleh novel-pro-revolusioner tahun 1863 karya Nikolay Chernyshevsky yang berjudul Apa Yang Akan Dilakukan?.[41] Buku lainnya yang berpengaruh terhadap pribadi Stalin adalah Patrisida karya Alexander Kazbegi, dan Stalin bahkan menyebut dirinya dengan julukan "Koba" yang berasal dari karakter protagonis bandit dalam buku tersebut.[42] Ia juga membaca buku Kapital karya pakar teori sosiologi Jerman Karl Marx yang diterbitkan pada tahun 1867.[43] Stalin lalu membaktikan dirinya kepada teori sosio-politik Marxisme,[44] yang saat itu sedang bangkit di Georgia dan merupakan salah satu jenis sosialisme yang menentang pemerintahan Tsar di Rusia.[45] Pada malam hari, ia menghadiri pertemuan-pertemuan buruh rahasia,[46] dan diperkenalkan kepada Silibistro "Silva" Jibladze, seorang Marxis yang menjadi pendiri kelompok sosialis Georgia Mesame Dasi ('Grup Ketiga').[47] Pada April 1899, Stalin meninggalkan seminari dan tak pernah kembali lagi,[48] meskipun sekolah tersebut berusaha membujuknya untuk tetap meneruskan pendidikannya.[49]
Pada Oktober 1899, Stalin mulai bekerja sebagai seorang meteorolog di sebuah observatorium di Tiflis,[50] dan saat sedang bertugas ia memiliki waktu untuk membaca.[51] Stalin mengadakan kelas teori sosialis dan berhasil menarik minat sekelompok pemuda di sekitarnya.[52] Ia menjadi salah satu penyelenggara sebuah pertemuan buruh rahasia dalam rangka Hari Buruh pada tahun 1900,[53] dan dalam pertemuan tersebut ia berhasil mengajak banyak orang untuk melakukan mogok kerja.[54] Pada masa ini, kepolisian rahasia kekaisaran yang disebut Okhrana sudah mengetahui kegiatan Stalin dalam gerakan revolusioner Tiflis.[54] Mereka mencoba menangkapnya pada Maret 1901, tetapi ia berhasil lolos dan bersembunyi,[55] dan hidup dari sumbangan teman-teman dan simpatisannya.[56] Walaupun masih harus bergerak secara diam-diam, ia membantu perencanaan unjuk rasa dalam rangka Hari Buruh tahun 1901, dan selama unjuk rasa tersebut 3.000 demonstran bentrok dengan aparat.[57] Ia berupaya menghindari penangkapan dengan memakai nama samaran dan tidur di apartemen-apartemen yang berbeda.[58] Pada November 1901, ia terpilih sebagai anggota Komite Tiflis di Partai Buruh Demokrat Sosial Rusia (PBDSR), sebuah partai Marxis yang didirikan pada tahun 1898.[59]
Pada bulan yang sama, ia mengunjungi kota pelabuhan Batumi.[60] Retorikanya yang militan memecah belah golongan Marxis di kota tersebut, dan beberapa orang bahkan menduga bahwa ia adalah seorang agent provocateur yang diam-diam mengabdi kepada pemerintahan.[61] Ia mendapatkan pekerjaan di gudang penyulingan Rothschild, dan di situ ia menjadi salah satu penyelenggara dua tindakan mogok kerja.[62] Setelah beberapa pemimpin mogok kerja ditangkap, ia menjadi salah satu orang yang mengadakan unjuk rasa besar yang berujung pada penyerbuan penjara; pasukan pemerintahan pun menembaki para pengunjuk rasa, sehingga 13 orang di antaranya tewas.[63] Stalin menyelenggarakan unjuk rasa besar kedua pada hari pemakaman mereka,[64] sebelum akhirnya ia ditangkap pada April 1902.[65] Ia awalnya ditahan di Penjara Batumi,[66] tetapi kemudian dipindahkan ke Penjara Kutaisi.[67] Pada pertengahan tahun 1903, Stalin dijatuhi hukuman tiga tahun pengasingan di Siberia Timur.[68]
Stalin meninggalkan Batumi pada bulan Oktober dan tiba di kota kecil Novaya Uda di Siberia pada akhir bulan November.[69] Di situ, ia tinggal di sebuah rumah petani yang hanya terdiri dari dua kamar, dan ia terpaksa tidur di lemari makan.[70] Stalin mencoba melarikan diri sebanyak dua kali; mula-mula ia lari ke Balagansk sebelum akhirnya kembali akibat radang dingin.[71] Upaya keduanya berhasil dan ia pindah ke Tiflis.[72] Di situ, ia menjadi salah satu penyunting sebuah surat kabar Marxis Georgia, Proletariatis Brdzola ("Perjuangan Proletarian"), bersama dengan Philip Makharadze.[73] Ia menyerukan kepada pergerakan Marxis Georgia untuk memisahkan diri dari kelompok Marxis Rusia, sehingga beberapa anggota PBDSR mengklaim bahwa pandangannya berlawanan dengan etos internasionalisme Marxis dan meminta agar Stalin dikeluarkan dari partai.[74] Stalin lalu mencabut pandangannya di bawah bayang-bayang Mikha Tskhakaya.[75] Sementara itu, pada masa pengasingannya, PBDSR telah terpecah antara Bolshevik yang dipimpin oleh Vladimir Lenin dan Menshevik yang dikepalai oleh Julius Martov.[76] Stalin membenci banyak anggota Menshevik di Georgia dan memutuskan untuk mendukung kelompok Bolshevik.[77] Meskipun Stalin berhasil menjadikan kota tambang Chiatura sebagai basis kelompok Bolshevik,[78] Bolshevisme masih menjadi kelompok minoritas di kalangan revolusioner Georgia yang didominasi oleh kaum Menshevik.[79]
Pada Januari 1905, pasukan pemerintah membantai para pengunjuk rasa di Sankt Peterburg.[80] Kerusuhan lalu merebak di berbagai wilayah Kekaisaran Rusia dan peristiwa ini kemudian dikenal dengan sebutan Revolusi 1905.[80] Georgia adalah salah satu daerah yang terkena imbasnya.[81] Pada bulan Februari, Stalin sedang berada di Baku saat terjadi kekerasan antara orang Armenia dan Azerbaijan; setidaknya terdapat 2.000 orang yang tewas akibat kejadian tersebut.[82] Stalin secara terbuka mengutuk "pogrom terhadap orang Yahudi dan Armenia" sebagai bagian dari upaya Tsar Nikolai II untuk "mempertahankan tahtanya yang tercela".[83] Ia membentuk Satuan Tempur Bolshevik untuk mencoba memisahkan etnis-etnis yang saling berseteru di Baku, dan juga memanfaatkan kerusuhan ini untuk menjarah alat-alat cetak.[83] Di tengah merebaknya kekerasan di seluruh wilayah Georgia, Stalin membentuk Satuan-Satuan Tempur tambahan, dan kaum Menshevik juga melakukan hal yang sama.[84] Satuan-satuan Stalin melucuti kepolisian dan tentara setempat,[85] menyerang gudang-gudang senjata pemerintahan,[86] dan menggalang dana melalui jaminan perlindungan kepada usaha-usaha dan pertambangan-pertambangan besar.[87] Mereka melancarkan serangan terhadap pasukan Kazaki dan kelompok Ratusan Hitam yang pro-Tsar,[88] dan Stalin juga mengoordinasikan beberapa operasi mereka dengan milisi-milisi Menshevik.[89]
Pada November 1905, kaum Bolshevik Georgia memilih Stalin sebagai salah satu delegasi mereka ke sebuah konferensi Bolshevik di Sankt Peterburg.[90] Setibanya di sana, ia bertemu istri Lenin Nadezhda Krupskaya, yang memberitahukan kepadanya bahwa tempat acaranya dipindah ke Tampere di Keharyapatihan Finlandia.[91] Di konferensi tersebut, Stalin bertemu dengan Lenin untuk yang pertama kalinya.[92] Meskipun Stalin sangat menghormati Lenin, ia lantang menyuarakan ketidaksetujuannya dengan pandangan Lenin bahwa kaum Bolshevik sebaiknya mengirimkan calon untuk turut serta dalam pemilihan umum anggota Duma Negara yang akan datang; Stalin merasa bahwa proses parlementer hanya akan membuang-buang waktu.[93] Pada April 1906, Stalin menghadiri Kongres PBDSR ke-4 di Stockholm; ini adalah perjalanan pertama Stalin ke luar Kekaisaran Rusia.[94] Di konferensi tersebut, PBDSR—saat itu dipimpin oleh kelompok Menshevik yang menjadi mayoritas—sepakat untuk tidak menggalang dana dengan melakukan perampokan bersenjata.[95] Lenin dan Stalin tidak setuju dengan keputusan ini,[96] dan kemudian secara pribadi mendiskusikan cara agar mereka dapat melanjutkan perampokan-perampokan untuk kepentingan Bolshevik.[97]
Stalin menikahi Kato Svanidze di sebuah gereja di Tskhakaya pada Juli 1906.[98] Pada Maret 1907, ia dikaruniai seorang putra yang bernama Yakov.[99] Menurut sejarawan Robert Service, Stalin telah menjadi "Bolshevik utama Georgia" pada masa itu.[100] Ia menghadiri Kongres PBDSR Kelima, yang diadakan di kota London pada Mei–Juni 1907.[101] Sekembalinya di Tiflis, Stalin mengadakan perampokan uang dalam jumlah besar yang sedang dikirim ke Bank Kekaisaran pada Juni 1907. Gengnya menyergap konvoi bersenjata yang membawa uang tersebut di Lapangan Yerevan dengan senjata api dan bom yang dibuat sendiri. Sekitar 40 orang tewas, tetapi anggota-anggota geng Stalin berhasil lolos.[102]
Setelah peristiwa ini, Stalin menetap di Baku bersama dengan istri dan putranya.[103] Di sana, kaum Menshevik berkonfrontasi dengan Stalin akibat perampokan tersebut dan memutuskan untuk mengeluarkannya dari PBDSR, tetapi Stalin tak menghiraukan mereka.[104] Di Baku, Stalin berhasil menjadikan kelompok Bolshevik sebagai kelompok yang dominan di cabang PBDSR setempat,[105] dan ia menjadi penyunting dua surat kabar Bolshevik, Bakinsky Proletary ("Proletar Baku") dan Gudok ("Peluit").[106] Pada Agustus 1907, ia menghadiri Kongres Ketujuh Organisasi Internasional Kedua di Stuttgart, Jerman.[107] Pada November 1907, istrinya meninggal dunia akibat penyakit tifus,[108] sehingga Stalin menitipkan putranya di rumah keluarga istrinya di Tiflis.[109] Di Baku, ia mengumpulkan kembali anggota gengnya,[110] yang terus menerus menyerang kelompok Ratusan Hitam dan mengumpulkan dana dengan memberikan jaminan perlindungan, memalsukan uang, dan melakukan perampokan.[111] Mereka juga menculik anak orang kaya untuk meminta uang tebusan.[112] Pada awal tahun 1908, ia mengunjungi kota Jenewa, Swiss, untuk bertemu dengan Lenin dan tokoh Marxis Rusia yang terkemuka, Georgi Plekhanov, meskipun Plekhanov kemudian membuat Stalin jengkel.[113]
Pada Maret 1908, Stalin ditangkap dan dikurung di Penjara Bailov.[114] Di situ ia memimpin anggota-anggota Bolshevik yang juga dipenjara, mendirikan kelompok-kelompok diskusi, dan memerintahkan pembunuhan orang yang diduga sebagai informan.[115] Ia akhirnya dijatuhi hukuman dua tahun pengasingan di desa Solvychegodsk, Provinsi Vologda, dan kemudian tiba di sana pada Februari 1909.[116] Pada bulan Juni, ia berhasil melarikan diri dari desa tersebut dan mencapai kota Kotlas dengan menyamar menjadi wanita dan lalu melanjutkan perjalanan ke Sankt Peterburg.[117] Pada Maret 1910, ia ditangkap lagi,[118] dan lalu dikembalikan ke Solvychegodsk.[119] Di sana, ia menjalin hubungan dengan setidaknya dua wanita; seorang perempuan yang merupakan pemilik tempat tinggal Stalin di desa tersebut, yaitu Maria Kuzakova, kemudian melahirkan putra kedua Stalin yang bernama Konstantin.[120] Pada Juni 1911, Stalin diberi izin untuk pindah ke Vologda. Ia menetap di kota tersebut selama dua bulan,[121] dan di situ menjalin hubungan asmara dengan Pelageya Onufrieva.[122] Ia lalu pergi ke Sankt Peterburg,[123] tetapi ia lagi-lagi ditangkap pada September 1911,[124] dan kemudian dihukum tiga tahun pengasingan di Vologda.[124]
Anggota-anggota Komite Pusat Bolshevik yang pertama dipilih di Konferensi Praha, dan setelah itu Lenin dan Grigory Zinoviev mengundang Stalin untuk menjadi anggota.[125] Stalin yang masih berada di Vologda setuju dengan tawaran tersebut dan ia tetap menjadi anggota hingga akhir hayatnya.[126] Lenin yakin bahwa Stalin dapat digunakan untuk memperoleh dukungan dari kelompok minoritas di Kekaisaran Rusia.[126] Pada Februari 1912, Stalin melarikan diri ke Sankt Peterburg,[127] dan ia lalu ditugaskan untuk mengubah surat kabar mingguan Bolshevik, Zvezda ("Bintang"), menjadi surat kabar harian Pravda ("Kebenaran").[128] Surat kabar baru tersebut diluncurkan pada April 1912,[129] meskipun peran Stalin sebagai seorang penyunting masih dirahasiakan.[129] Pada Mei 1912, ia ditangkap lagi dan dijebloskan ke Penjara Shpalerhy, sebelum akhirnya dihukum tiga tahun pengasingan di Siberia.[130] Pada bulan Juli, ia tiba di desa Narym, Siberia,[131] dan di situ ia tinggal satu kamar dengan rekan Bolsheviknya, Yakov Sverdlov.[132] Setelah dua bulan, Stalin dan Sverdlov kabur ke Sankt Peterburg.[133]
Stalin sempat kembali ke Tiflis dan di situ ia dan gengnya merencanakan penyerangan sebuah kereta kuda milik pos, tetapi kebanyakan anggota geng tersebut ditangkap oleh aparat.[134] Stalin kembali ke Sankt Peterburg, dan kemudian ia meneruskan aktivitasnya sebagai penulis dan penyunting untuk harian Pravda.[135] Setelah enam orang Bolshevik dan enam orang Menshevik terpilih dalam pemilu Duma pada Oktober 1912, Stalin menulis artikel-artikel yang menyerukan rekonsiliasi,[136] sehingga ia dikritik oleh Lenin.[136] Pada akhir tahun 1912, ia dua kali melintasi wilayah Austria-Hungaria untuk mengunjungi Lenin di Kraków,[137] dan pada akhirnya ia menurut dengan penolakan Lenin terhadap upaya untuk berdamai dengan kelompok Menshevik.[138]
Pada Januari 1913, Stalin mengunjungi kota Wina,[139] dan di situ ia memusatkan perhatiannya kepada "permasalahan nasional" mengenai bagaimana kelompok Bolshevik sebaiknya memperlakukan kelompok minoritas di Kekaisaran Rusia.[140] Lenin ingin memperoleh dukungan mereka dengan menawarkan hak untuk memisahkan diri dari negara Rusia, tetapi pada saat yang sama ia berharap agar mereka tetap menjadi bagian dari negara Rusia yang suatu saat akan diperintah oleh kaum Bolshevik.[141] Untuk menjawab permasalahan ini, Stalin menyelesaikan sebuah artikel yang berjudul Marxisme dan Permasalahan Nasional;[142] Lenin sangat puas dengan artikel ini.[143] Menurut Montefiore, ini adalah "karya Stalin yang paling terkenal".[141] Artikel tersebut diterbitkan dengan nama samaran "K. Stalin",[143] sebuah nama yang ia pakai sejak tahun 1912.[144] Nama ini mungkin berasal dari kata baja (stal) dalam bahasa Rusia,[145] dan telah diterjemahkan menjadi "Pria Baja".[146] Stalin memakai nama ini hingga akhir hayatnya, kemungkinan karena nama tersebut dicantumkan dalam artikel tersebut yang membuatnya tersohor di kalangan Bolshevik.[147]
Pada Februari 1913, Stalin ditangkap saat sedang berada di Sankt Peterburg.[148] Ia dihukum empat tahun pengasingan di Turukhansk yang terletak di daerah yang sangat terpencil di Siberia.[149] Pada bulan Agustus, ia tiba di desa Monastyrskoe, meskipun setelah empat minggu ia dipindah ke Kostino.[150] Pada Maret 1914, aparat memutuskan untuk memindahkan Stalin ke Kureika di ujung Lingkar Arktik karena mereka khawatir bahwa Stalin akan mencoba melarikan diri.[151] Di tempat tersebut, Stalin menjalin hubungan perselingkuhan dengan Lidia Pereprygia yang berusia tiga belas tahun pada waktu itu dan masih di bawah umur.[152] Sekitar Desember 1914, Pereprygia melahirkan anak Stalin, tetapi anak itu meninggal tidak lama sesudahnya.[153] Ia melahirkan anak lainnya, Alexander, sekitar April 1917.[154] Di Kureika, Stalin tinggal berdekatan dengan penduduk asli Tungus dan Ostyak,[155] dan menghabiskan waktunya dengan memancing.[156]
Saat Stalin masih berada di pengasingan, Rusia terlibat dalam Perang Dunia Pertama, dan pada Oktober 1916 Stalin dan anggota Bolshevik lain yang berada di pengasingan akhirnya diwamilkan, sehingga mereka berangkat ke Monastyrskoe.[157] Mereka tiba di Krasnoyarsk pada Februari 1917,[158] tetapi di situ hasil pemeriksaan medis menyatakan bahwa Stalin tidak layak untuk dijadikan tentara akibat lengan kirinya yang lumpuh.[159] Stalin masih harus menjalani pengasingannya selama empat bulan, tetapi ia diizinkan melewati masa pengasingan tersebut di Achinsk.[159] Stalin berada di kota tersebut saat Revolusi Februari meletus. Pada saat yang sama, pemberontakan merebak di Petrograd (nama kota Sankt Peterburg yang baru), dan pada akhirnya Tsar Nikolai II mengundurkan diri dan digantikan oleh Pemerintahan Sementara.[160] Ia lalu naik kereta ke Petrograd pada bulan Maret.[161] Di situ, Stalin dan rekan sejawatnya Lev Kamenev mengambil alih harian Pravda,[162] dan Stalin diangkat menjadi perwakilan Bolshevik di Komite Eksekutif Soviet Petrograd, yaitu dewan buruh kota yang berpengaruh.[163] Pada bulan April, Stalin meraih peringkat ketiga dalam pemilihan anggota Komite Pusat Bolshevik, sementara Lenin meraih peringkat pertama dan Zinoviev mencapai peringkat kedua.[164] Ini menunjukkan bagaimana Stalin telah menjadi tokoh senior Bolshevik pada masa itu.[165]
Pemerintahan tuan tanah dan kapitalis yang berdiri saat ini harus digantikan oleh pemerintahan yang baru, yaitu pemerintahan buruh dan petani.
Pemerintahan palsu saat ini yang tak dipilih oleh rakyat dan yang tidak bertanggung jawab kepada rakyat harus digantikan oleh pemerintahan yang diakui oleh rakyat, dipilih oleh para perwakilan buruh, prajurit dan petani dan bertanggung jawab kepada para perwakilan tersebut.
—Editorial yang ditulis oleh Stalin, Oktober 1917[166]
Stalin membantu mengadakan pemberontakan Hari-hari Juli yang menjadi unjuk kekuatan Bolshevik.[167] Setelah pemberontakan tersebut dipadamkan, Pemerintahan Sementara mengambil tindakan keras terhadap kaum Bolshevik dan menyerbu kantor harian Pravda.[17] Selama penyerbuan tersebut, Stalin menyelundupkan Lenin keluar dari kantor surat kabar tersebut dan bertugas menjaga keamanan sang pemimpin Bolshevik; ia memindahkannya ke tempat-tempat rahasia sebelum akhirnya menyelundupkannya ke Razliv.[168] Di tengah ketidakhadiran Lenin, Stalin masih menyunting harian Pravda dan bertugas sebagai pelaksana jabatan pemimpin Bolshevik. Ia mengatur jalannya Kongres Keenam Partai yang diadakan diam-diam.[169] Lenin mulai menyerukan agar kaum Bolshevik merebut kekuasaan dengan melengserkan Pemerintahan Sementara dalam sebuah kudeta. Stalin dan Leon Trotsky mendukung rencana aksi Lenin, tetapi rencana ini ditentang oleh Kamenev dan anggota partai lainnya.[170] Meskipun begitu, Lenin kembali ke Petrograd dan rencana kudetanya didukung oleh mayoritas hadirin dalam pertemuan Komite Pusat pada tanggal 10 Oktober.[171]
Pada tanggal 24 Oktober, kepolisian menyerbu kantor-kantor surat kabar Bolshevik dan menghancurkan peralatan-peralatan yang ada di situ, tetapi Stalin berhasil menyelamatkan beberapa peralatannya untuk meneruskan kegiatannya.[172] Pada pagi buta tanggal 25 Oktober, Stalin bergabung dengan Lenin dalam sebuah pertemuan Komite Pusat di Institut Smolny, dan selama pertemuan tersebut mereka mengarahkan kudeta Bolshevik.[173] Milisi Bolshevik merebut pembangkit listrik, kantor pos utama, bank negara, sentral telepon, dan beberapa jembatan.[174] Sebuah kapal yang dikendalikan oleh kaum Bolshevik, yaitu Aurora, menembak ke arah Istana Musim Dingin; pada akhirnya, para delegasi Pemerintahan Sementara menyerah dan ditangkap oleh Bolshevik.[175] Meskipun ia telah ditugaskan untuk memberikan arahan kepada para delegasi Bolshevik dari Kongres Soviet Kedua mengenai perkembangan situasi,[176] peran Stalin dalam kudeta tersebut tak terlihat secara terbuka.[177] Trotsky dan orang-orang Bolshevik lainnya yang kelak akan menjadi lawan Stalin menggunakan hal ini sebagai bukti bahwa ia sama sekali tidak berperan besar dalam kudeta tersebut, meskipun beberapa sejarawan telah membantah hal ini.[178] Menurut sejarawan Oleg Khlevniuk, Stalin "memenuhi sebuah peranan yang penting [dalam Revolusi Oktober]... sebagai seorang Bolshevik senior, anggota Komite Pusat partai, dan penyunting surat kabar utamanya".[179]
Pada tanggal 26 Oktober, Lenin membentuk pemerintahan baru yang disebut Dewan Komisar Rakyat ("Sovnarkom"),[180] dan ia berperan sebagai Ketua.[181] Stalin menjadi salah satu anggota Bolshevik yang mendukung keputusan Lenin untuk tidak membentuk koalisi dengan kelompok Menshevik dan Partai Revolusioner Sosialis, meskipun kaum Bolshevik telah membentuk pemerintahan koalisi dengan kelompok Revolusioner Sosialis Kiri.[182] Stalin kemudian menjadi bagian dari kelompok tak resmi yang terdiri dari empat orang yang memimpin pemerintahan, bersama dengan Lenin, Trotsky, dan Sverdlov; dari empat di antaranya, Sverdlov sering kali tidak hadir,[183] dan kemudian wafat pada Maret 1919.[184] Kantor Stalin berada di dekat kantor Lenin di Institut Smolny,[183] dan ia dan Trotsky adalah satu-satunya orang yang diizinkan untuk mengakses ruang pribadi Lenin tanpa perlu membuat janji terlebih dahulu.[185] Meskipun tidak seterkenal Lenin atau Trotsky,[186] pengaruh Stalin di kalangan Bolshevik meningkat.[187] Ia turut menandatangani dekret Lenin yang menutup surat-surat kabar yang berlawanan.[188] Bersama dengan Sverdlov, ia mengetuai sesi-sesi komite yang merumuskan konstitusi baru untuk Republik Sosialis Federatif Soviet Rusia.[189] Ia sangat mendukung keputusan Lenin untuk membentuk badan keamanan Cheka dan juga Teror Merah yang dipicu oleh badan tersebut; sebagai catatan, ia merasa bahwa penggunaan kekerasan oleh negara merupakan alat yang mujarab bagi kekuatan kapitalis, sehingga menurutnya hal yang sama juga dapat dilakukan oleh pemerintahan Soviet.[190] Tidak seperti para Bolshevik senior lainnya seperti Kamenev dan Nikolai Bukharin, Stalin tak pernah mengungkapkan keprihatinannya terhadap pertumbuhan pesat organisasi Cheka dan teror yang diakibatkan olehnya.[190]
Ia berhenti dari pekerjaannya sebagai seorang penyunting di koran Pravda.[191] Kemudian ia diangkat sebagai Komisar Rakyat untuk Kebangsaan.[192] Pada bulan November, ia menandatangani Dekret tentang Kebangsaan, yang memberikan hak untuk memisahkan diri dan hak penentuan nasib sendiri kepada kaum minoritas di Rusia.[183] Penandatanganan dekret ini merupakan langkah strategis yang dimaksudkan agar kelompok minoritas mau mendukung kaum Bolshevik; sebenarnya kelompok Bolshevik berharap bahwa kelompok minoritas tidak sungguh-sungguh menginginkan kemerdekaan.[193] Pada bulan yang sama, ia mendatangi Helsinki untuk berbicara dengan Partai Demokrat Sosial Finlandia. Stalin menjanjikan kemerdekaan kepada mereka, dan kemerdekaan itu akhirnya terwujud pada bulan Desember.[193] Selain itu, departemen yang dipimpin oleh Stalin mengalokasikan dana untuk mendirikan pers dan sekolah dalam bahasa berbagai etnis minoritas.[194] Namun, kelompok Revolusioner Sosialis menuduh Stalin telah memanfaatkan perbincangan mengenai federalisme dan hak penentian nasib sendiri sebagai kedok dari kebijakan-kebijakan imperialis dan sentralisasi Sovnarkom.[189]
Pemerintahan Lenin dipindah dari Petrograd ke Moskow pada Maret 1918 karena pada masa itu Perang Dunia Pertama masih berkecamuk dan Rusia sedang bertempur melawan Blok Sentral.[195] Stalin membawa Nadezhda Alliluyeva dengannya sebagai sekretarisnya;[196] Stalin sendiri sudah lama menjadi teman orangtuanya.[197] Pasangan tersebut akhirnya menikah, tetapi tanggal pernikahan mereka tidak diketahui secara pasti.[198] Sementara itu, Lenin menginginkan gencatan senjata dengan Blok Sentral tanpa memedulikan seberapa besar wilayah yang harus diserahkan sebagai gantinya, dan angan-angan ini didukung oleh Stalin.[199] Stalin merasa bahwa gencatan senjata tersebut diperlukan karena menurutnya Eropa belum akan mengalami revolusi proletarian, walaupun pandangan ini membuat kesal Lenin.[200] Lenin pada akhirnya berhasil meyakinkan anggota Bolshevik senior lainnya mengenai pentingnya perjanjian perdamaian, sehingga ditandatanganilah Perjanjian Brest-Litovsk pada Maret 1918.[201] Perjanjian tersebut memberikan banyak wilayah dan sumber daya kepada Blok Sentral dan membuat murka banyak orang di Rusia; Partai Revolusioner Sosialis Kiri bahkan langsung keluar dari pemerintahan koalisi sebagai akibat dari keputusan tersebut.[202] Tak lama sesudahnya, nama partai PBDSR diganti menjadi Partai Komunis Rusia.[203]
Setelah kelompok Bolshevik berhasil meraih kekuasaan, pasukan sayap kiri dan kanan menentang mereka, sehingga memicu Perang Saudara Rusia.[204] Untuk mengamankan akses ke persediaan pangan yang sedang menipis, pada Mei 1918, Sovnarkom mengirim Stalin ke Tsaritsyn untuk mengurus pengadaan pangan di Rusia selatan.[205] Ia ingin membuktikan kecakapannya sebagai seorang komandan,[206] dan setibanya di sana ia mengambil alih operasi-operasi militer regional.[207] Ia berteman dengan dua tokoh militer, Kliment Voroshilov dan Semyon Budyonny, yang kemudian akan menjadi basis dukungan militer dan politiknya.[208] Ia merasa yakin bahwa kemenangan itu dipastikan oleh keunggulan jumlah pasukan, sehingga ia mengirim banyak pasukan Tentara Merah untuk bertempur melawan Tentara Putih yang anti-Bolshevik di kawasan tersebut; namun, banyak korban jiwa di pihak Tentara Merah yang berjatuhan, sehingga Lenin merasa prihatin dengan taktik yang memakan banyak korban ini.[209] Di Tsaritsyn, Stalin menghukum mati orang-orang yang diduga anti-revolusi, kadang-kadang tanpa melalui proses pengadilan.[210] Selain itu, meskipun tidak sejalan dengan perintah dari atas, ia tetap melakukan pembersihan di militer dan badan pengumpulan pangan yang terdiri dari ahli-ahli dari golongan menengah, dan beberapa di antara mereka juga dihukum mati.[211] Kekerasan dan teror yang diakibatkan oleh Stalin jauh lebih besar daripada yang disetujui oleh pemimpin-pemimpin Bolshevik.[212] Contohnya, ia memerintahkan agar beberapa desa dibakar supaya orang-orang patuh dengan program pengadaan pangannya.[213]
Pada Desember 1918, Stalin dikirim ke Perm untuk menyelidiki bagaimana pasukan Tentara Merah di sana dapat dihancurkan oleh serangan Tentara Putih pimpinan Alexander Kolchak.[214] Ia kembali ke Moskow antara Januari hingga Maret 1919,[215] dan lalu ditugaskan di Front Barat di Petrograd.[216] Setelah Resimen Ketiga membelot ke pihak lawan, ia memerintahkan agar para pengkhianat yang tertangkap ditembak mati di muka umum.[215] Pada bulan September, ia kembali ke Front Selatan.[215] Selama berlangsungnya peperangan ini, ia berhasil membuktikan kecakapannya kepada Komite Pusat dengan menunjukkan ketegasan, kebulatan tekad, dan kemauan untuk mengambil tanggung jawab dalam keadaan konflik.[206] Namun, ia sering kali mengabaikan perintah atasan, dan saat tindakannya ini dipertanyakan ia berulang kali mengancam akan mengundurkan diri, sehingga Lenin harus meyakinkannya untuk mempertimbangkan kembali keinginannya ini.[217] Meskipun begitu, pada November 1919, pemerintah menganugerahinya dengan Ordo Panji Merah sebagai penghargaan atas jasanya dalam perang tersebut.[218]
Perang saudara terjadi sampai akhir tahun 1919 dan akhirnya dimenangkan oleh kaum Bolshevik.[219] Sovnarkom kemudian ingin menyebarkan revolusi proletarian di luar negeri dengan membentuk Komunis Internasional pada Maret 1919; Stalin hadir di upacara pendiriannya.[220] Meskipun Stalin tidak setuju dengan keyakinan Lenin bahwa kaum proletariat Eropa akan segera mengobarkan revolusi, ia mengakui bahwa Rusia akan tetap terancam jika mereka berdiri sendiri tanpa sekutu.[221] Pada Desember 1918, ia menyusun dekret-dekret yang mengakui republik-republik Soviet yang diperintah oleh kelompok Marxis di Estonia, Lituania, dan Latvia.[222] Namun, pemerintahan-pemerintahan Marxis tersebut telah dilengserkan dan negara-negara Baltik ini pun merdeka sepenuhnya dari Rusia, sebuah tindakan yang dianggap tidak sah oleh Stalin.[223] Pada Februari 1920, Stalin diangkat menjadi kepala Inspektorat Buruh dan Petani;[224] pada bulan yang sama, ia juga dikirim ke Front Kaukasia.[225]
Setelah terjadinya bentrok antara pasukan Polandia dan Rusia, Perang Polandia-Rusia meletus pada musim semi tahun 1920.[221] Stalin dikirim ke Ukraina di Front Barat Daya.[226] Pada mulanya, Tentara Merah berhasil memaksa pasukan Polandia untuk mundur.[227] Lenin meyakini bahwa kaum proletariat Polandia akan bangkit dan memberontak melawan pemerintahan Józef Piłsudski. Stalin telah memperingatkan Lenin mengenai hal tersebut; ia merasa bahwa nasionalisme akan mendorong buruh-buruh Polandia untuk mendukung pemerintah mereka. Ia juga berkeyakinan bahwa Tentara Merah belum siap untuk melakukan serangan dan tindakan tersebut akan memberikan sebuah kesempatan kepada Tentara Putih untuk bangkit di Krimea dan memulai kembali perang saudara.[228] Stalin kalah berargumen, dan kemudian ia menerima keputusan Lenin dan mendukungnya.[225] Di Front Barat Daya, ia memutuskan untuk merebut kota Lwów; dengan memusatkan perhatiannya pada kota ini, ia melawan perintah pengiriman pasukan untuk membantu Mikhail Tukhachevsky.[229] Pada bulan Agustus, Polandia berhasil mematahkan serangan Rusia dan Stalin kembali ke Moskow.[230] Sebuah perjanjian perdamaian ditandatangani oleh kedua negara tersebut, dan Stalin menganggap penandatanganan perjanjian ini sebagai sebuah kegagalan dan ia menyalahkan Trotsky atas kegagalan tersebut.[231] Di sisi lain, selama Konferensi Bolshevik Kesembilan, Trotsky menuduh Stalin telah melakukan "kesalahan-kesalahan strategis".[232] Stalin merasa sakit hati dan tidak dihargai; ia marah setelah melihat bagaimana perang tersebut dijalankan, dan pada bulan September ia meminta agar diizinkan mengundurkan diri dari militer; permintaan ini kemudian dikabulkan.[233]
Stalin meyakini bahwa setiap bangsa dan kelompok etnis sebaiknya memiliki hak untuk berekspresi.[234] Ia memfasilitasi hal ini dengan mendirikan "republik-republik otonom" di negara Rusia, dan di situ kelompok etnis minoritas dapat mengatur berbagai urusan regional.[235] Beberapa orang komunis merasa kecewa karena Stalin dirasa terlalu tunduk kepada nasionalisme petit-bourgeois (secara harfiah berarti "borjuis kecil"), sementara yang lainnya menganggapnya terlalu memusatkan diri kepada Rusia dengan mendirikan institusi-institusi tersebut di dalam negara Rusia.[234] Wilayah Kaukasus menjadi persoalan tersendiri karena daerah ini sangat multikultural.[236] Stalin menentang gagasan pendirian republik otonom Georgia, Armenia, dan Azerbaijan, karena ia merasa bahwa republik-republik tersebut akan menindas kelompok minoritas di wilayah mereka; sebagai gantinya, ia menyerukan pembentukan Republik Soviet Federatif Sosialis Transkaukasia.[237] Partai Komunis Georgia menentang gagasan tersebut, sehingga memicu Skandal Georgia.[238] Pada musim panas tahun 1921, ia kembali ke Kaukasus selatan, dan di situ ia menyerukan kepada para komunis Georgia untuk menghindari nasionalisme Georgia yang bersifat chauvinistik yang ia yakini akan mengesampingkan minoritas Abkhazia, Ossetia dan Adjaria.[239] Selama kunjungan ini, Stalin bertemu dengan putranya, Yakov, dan membawanya kembali ke Moskow;[240] Sementara itu, Nadya melahirkan putra Stalin yang lain, Vasily, pada Maret 1921.[240]
Seusai perang saudara, para buruh melakukan mogok kerja dan para petani memberontak, kebanyakan menentang proyek penuntutan pangan dari Sovnarkom; akibatnya, Lenin memberlakukan program reformasi berorientasi pasar yang disebut Kebijakan Ekonomi Baru.[241] Pada saat yang sama, terjadi kekacauan di tubuh Partai Komunis, karena Trotsky memimpin sebuah faksi yang menyerukan pembubaran serikat-serikat buruh; Lenin menentangnya dan Stalin kemudian membantu Lenin menggalang dukungan melawan Trotsky.[242] Stalin juga bersedia memimpin Departemen Pergolakan dan Propaganda di Sekretariat Komite Pusat.[243] Selama Kongres Partai ke-11 pada tahun 1922, Lenin mengangkat Stalin sebagai Sekretaris Jenderal Partai yang baru, meskipun muncul kekhawatiran bahwa jabatan baru ini akan membuatnya kewalahan dan memberikannya terlalu banyak kekuasaan.[244] Bagi Lenin, Stalin adalah sekutunya, dan dengan menempatkan sekutunya di jabatan yang penting, ia dapat mempertahankan kebijakan-kebijakannya.[245]
Pada Mei 1922, Lenin mengalami serangan stroke dan lumpuh sebagian.[246] Ia tinggal di dacha Gorki miliknya, dan pada masa ini hubungannya dengan Sovnarkom ditengahi oleh Stalin yang sering berkunjung.[247] Lenin dua kali meminta Stalin untuk menyediakan racun agar ia dapat bunuh diri, tetapi Stalin tak pernah menurutinya.[248] Meskipun begitu, Lenin sebenarnya tidak menyukai apa yang ia sebut sebagai watak "Asiatik" Stalin, dan berkata kepada saudarinya Maria bahwa Stalin "tidak cerdas".[249] Lenin dan Stalin beradu pendapat soal masalah perdagangan luar negeri; Lenin meyakini bahwa negara Soviet harus memiliki monopoli atas perdagangan luar negeri, tetapi Stalin mendukung pandangan Grigori Sokolnikov bahwa hal ini tak dapat diwujudkan pada saat itu.[250] Ketidaksepakatan lainnya berkaitan dengan Skandal Georgia, karena Lenin mendukung keinginan Komite Pusat Georgia untuk mendirikan Republik Soviet Georgia.[251]
Mereka juga berselisih pandang perihal jati diri negara Soviet. Lenin menyerukan agar negara tersebut berganti nama menjadi "Uni Republik Soviet Eropa dan Asia", yang menunjukkan keinginannya untuk memperluas wilayah di kedua benua tersebut. Stalin meyakini bahwa tindakan ini akan mendorong keinginan untuk merdeka di kalangan non-Rusia, dan ia berpendapat bahwa etnis minoritas akan merasa puas dengan keberadaan "republik otonom" di Republik Sosialis Federatif Soviet Rusia.[252] Lenin menuduh Stalin menganut pandangan "chauvinisme Rusia Raya", sementara Stalin menuduh Lenin sebagai seseorang yang memiliki keyakinan "liberalisme nasional".[253] Pada akhirnya mereka pun berkompromi dan nama negara tersebut diganti menjadi "Uni Republik Sosialis Soviet".[254] Pembentukan Uni Soviet diratifikasi pada Desember 1922; meskipun secara resmi bersistem federal, semua keputusan penting diambil oleh Politbiro di Moskow.[255] Walaupun kompromi telah tercapai, Lenin dan Stalin tidak hanya berselisih soal kebijakan, tetapi juga perihal urusan pribadi; Lenin sangat marah setelah Stalin tidak sopan dengan istrinya di telepon.[256] Pada tahun-tahun terakhir kehidupannya, Lenin semakin sering menulis catatan yang merendahkan Stalin dan pernyataan-pernyataan tersebut menjadi wasiatnya. Ia mengkritik perilaku Stalin yang kasar dan kekuasaannya yang berlebihan, dan bahkan ia mengusulkan agar Stalin dicopot dari jabatan Sekjen.[257]
Lenin meninggal dunia pada Januari 1924.[258] Stalin mengurus pemakamannya dan menjadi salah satu pengangkut jenazahnya; jasadnya lalu diawetkan oleh Politbiro dan ditempatkan di sebuah mausoleum di Lapangan Merah Moskow, walaupun hal ini tidak sesuai dengan keinginan istri Lenin yang telah menjadi janda.[259] Hal ini menjadi bagian dari kultus kepribadian Lenin, dan Petrograd sendiri berganti nama menjadi "Leningrad" pada tahun tersebut.[260] Untuk mengangkat citranya sebagai seorang Leninis yang berbakti, Stalin sangat ingin menggambarkan dirinya sebagai seorang pakar teori, dan ia menyampaikan sembilan ceramah di Universitas Sverdlov tentang "Dasar-Dasar Leninisme"; isi ceramah ini kemudian diterbitkan sebagai ikhtisar gagasan-gagasan Lenin.[261] Namun, selama Kongres Partai ke-13, isi Wasiat Lenin dibacakan kepada tokoh-tokoh senior. Stalin merasa dipermalukan olehnya, sehingga ia menawarkan pengunduran dirinya, tetapi tindakan ini justru malah menyelamatkannya dan jabatannya tetap dipertahankan.[262]
Stalin menganggap Trotsky sebagai penghalang utama dalam upayanya untuk meraih kekuasaan di Partai Komunis,[263] dan saat Lenin sedang sakit ia telah membentuk persekutuan anti-Trotsky dengan Kamenev dan Grigory Zinoviev.[264] Meskipun Zinoviev telah mengungkapkan kekhawatirannya akan menguatnya wewenang Stalin, ia mendukungnya di Kongres ke-13 sebagai penyeimbang Trotsky, yang sekarang memimpin faksi partai yang dikenal sebagai Oposisi Kiri.[265] Oposisi Kiri meyakini bahwa Kebijakan Ekonomi Baru telah memberikan terlalu banyak kelonggaran kepada kapitalisme; Stalin dianggap sebagai seorang "sayap kanan" dalam partai tersebut karena ia mendukung kebijakan tersebut.[266] Stalin mengumpulkan pendukung di Komite Pusat,[267] sementara Oposisi Kiri secara bertahap disingkirkan dari jabatan mereka.[268] Dalam hal ini ia didukung oleh Bukharin, karena Bukharin sepakat dengan Stalin bahwa usulan-usulan Oposisi Kiri akan mengakibatkan ketidakstabilan di Uni Soviet.[269]
Pada musim gugur tahun 1924, Stalin juga mencopot para pendukung Kamenev dan Zinoviev dari jabatan-jabatan penting.[269] Pada tahun 1925, Kamenev dan Zinoviev secara terbuka menentang Stalin dan Bukharin.[270] Mereka menyerang satu sama lain di Kongres Partai ke-14, dan Stalin sendiri menuduh Kamenev dan Zinoviev sebagai orang-orang yang telah mengembalikan faksionalisme ke dalam partai dan memicu ketidakstabilan.[271] Pada musim panas tahun 1926, Kamenev dan Zinoviev bergabung dengan kelompok Trotsky dan bersama-sama mereka membentuk Oposisi Bersatu melawan Stalin;[272] pada bulan Oktober, mereka sepakat untuk menghentikan kegiatan-kegiatan yang bersifat faksional setelah diancam akan dikeluarkan, dan kemudian secara terbuka mencabut pandangan-pandangan mereka atas perintah Stalin.[273] Adu pendapat yang bersifat faksionalis masih berlanjut, dan Stalin mengancam akan mengundurkan diri pada Desember 1926 dan Desember 1927.[274] Pada Oktober 1927, Zinoviev dan Trotsky dikeluarkan dari Komite Pusat;[275] Trotsky diasingkan ke Kazakhstan dan kemudian dideportasi dari Uni Soviet pada tahun 1929.[276] Beberapa anggota Oposisi Bersatu yang dirasa telah "insaf" kemudian direhabilitasi dan diizinkan untuk kembali ke pemerintahan.[277] Maka Stalin telah menjadikan dirinya sebagai pemimpin tertinggi partai,[278] walaupun ia tidak berperan sebagai kepala pemerintahan, karena tugas tersebut ia percayakan kepada sekutunya yang penting, yaitu Vyacheslav Molotov.[279] Pendukung-pendukung Stalin lainnya yang penting di Politbiro adalah Voroshilov, Lazar Kaganovich, dan Sergo Ordzhonikidze,[280] dan Stalin sendiri telah memastikan bahwa lembaga-lembaga negara dipimpin oleh sekutu-sekutunya.[281]
Pada tahun 1924, kelompok nasionalis Georgia yang menuntut kemerdekaan melancarkan Pemberontakan Agustus, tetapi pemberontakan tersebut dipadamkan oleh Tentara Merah.[282] Pada April 1925, Tsaritsyn berganti nama menjadi Stalingrad.[283] Kemudian, pada tahun 1926, Stalin menerbitkan sebuah buku yang berjudul Tentang Permasalahan-Permasalahan Leninisme.[284] Di buku ini ia mencetuskan konsep "Sosialisme dalam Satu Negara", yang ia klaim merupakan sudut pandang Leninis yang sesungguhnya. Namun, sudut pandang tersebut berbenturan dengan pandangan Bolshevik bahwa sosialisme tidak dapat didirikan di satu negara saja, tetapi hanya dapat terwujud secara global melalui proses revolusi dunia.[284] Pada tahun 1927, terjadi adu pendapat di tubuh partai perihal situasi di Tiongkok. Stalin telah mengajak Partai Komunis Tiongkok untuk bersekutu dengan kelompok nasionalis Kuomintang (KMT), karena ia merasa bahwa persekutuan Komunis-Kuomintang merupakan kubu pertahanan terbaik dalam membendung imperialisme Jepang di Asia Timur.[285] Namun, pada tahun yang sama, KMT memupuskan harapan ini dengan membantai anggota partai komunis di Shanghai di tengah bergeloranya Ekspedisi Utara.[286] Sementara itu, dalam kehidupan pribadinya, ia membagi waktunya antara rumah susun Kremlinnya dan rumah dacha di Zubalova.[287] Istrinya melahirkan seorang putri, Svetlana, pada Februari 1926.[288]
Kita tertinggal di belakang negara-negara maju selama lima puluh sampai seratus tahun. Kita harus menutup ketimpangan ini dalam waktu sepuluh tahun. Kita harus melakukannya atau kita akan hancur.
Inilah yang sudah menjadi kewajiban kami kepada para buruh dan petani Uni Soviet.
—Stalin, Februari 1931[289]
Pada pertengahan akhir tahun 1920-an, perkembangan industri Uni Soviet masih tertinggal di belakang negara-negara Barat,[290] dan pemerintahan Stalin takut diserang Jepang, Prancis, atau Britania Raya.[291] Banyak kaum Bolshevik (termasuk yang tergabung di dalam Komsomol, OGPU, dan Tentara Merah) yang ingin menyingkirkan Kebijakan Ekonomi Baru dan pendekatannya yang berorientasi kepada pasar, dan sebagai gantinya mereka menghendaki sebuah penekanan terhadap sosialisme.[292] Muncul kekhawatiran bahwa terdapat kelompok masyarakat yang memperoleh keuntungan dari kebijakan tersebut dan menjadi lebih kaya daripada warga yang lain; contohnya adalah kelompok 'kulak' dan Nepmen.[290] Persediaan gandum juga menipis; jumlah produksi gandum pada tahun 1927 tercatat hanya 70% dari jumlah produksi pada tahun sebelumnya.[293] Pada masa ini, Stalin berbalik menentang Kebijakan Ekonomi Baru dan bahkan berubah menjadi lebih "kiri" daripada Trotsky atau Zinoviev.[294]
Pada awal tahun 1928, Stalin mendatangi Novosibirsk, dan di situ ia mengklaim bahwa para kulak menimbun gandum mereka. Ia memerintahkan agar para kulak ditangkap dan gandum mereka disita, dan Stalin mengirim sebagian besar gandum di kawasan tersebut ke Moskow pada bulan Februari.[295] Atas perintahnya, regu pengadaan gandum dikerahkan di Siberia Barat dan Pegunungan Ural, sehingga memicu bentrok antara regu ini dengan para petani.[296] Stalin mengumumkan bahwa baik kelompok kulak maupun para "petani menengah" harus dipaksa menyerahkan hasil panen mereka.[297] Bukharin dan beberapa anggota Komite Pusat lainnya marah karena tidak diajak bicara perihal dengan tindakan ini, yang mereka anggap sebagai tindakan yang gegabah.[298] Pada Januari 1930, Politbiro menyetujui pemusnahan keberadaan kulak sebagai suatu kelompok; mereka dikumpulkan dan diasingkan ke kamp-kamp konsentrasi atau ke tempat lain di wilayah Uni Soviet.[299] Banyak di antara mereka yang tewas selama perjalanan.[300] Pada Juli 1930, lebih dari 320.000 rumah tangga terkena dampak kebijakan de-kulakisasi.[299]
Pada tahun 1929, Politbiro mengumumkan program kolektivisasi pertanian massal[302] yang mendirikan pertanian-pertanian kolektif yang disebut kolkhozy dan pertanian-pertanian negara yang dijuluki sovkhoz.[303] Stalin memerintahkan agar para kulak dilarang turut serta dalam pertanian kolektif tersebut.[304] Program ini secara resmi bersifat sukarela, tetapi banyak petani yang bergabung dengan pertanian kolektif karena mereka tidak ingin bernasib seperti para kulak; yang lainnya turut serta akibat intimidasi dan kekerasan dari para loyalis partai.[305] Pada tahun 1932, sekitar 62% rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian merupakan bagian dari pertanian kolektif, dan pada tahun 1936 persentasenya meningkat menjadi 90%.[306] Banyak petani korban kolektivisasi yang merasa marah karena telah kehilangan lahan pertanian pribadi mereka,[307] dan produktivitas pun merosot.[308] Bencana kelaparan terjadi di banyak wilayah,[309] dan Politburo sering kali memerintahkan pengiriman bantuan pangan darurat ke wilayah-wilayah tersebut.[310] Pemberontakan petani bersenjata yang menentang dekulakisasi dan kolektivisasi terjadi di Ukraina, Kaukasus Utara, Rusia Selatan, dan Asia Tengah, dan pemberontakan ini mencapai puncaknya pada Maret 1930; namun, pemberontakan-pemberontakan ini berhasil dipadamkan oleh Tentara Merah.[311] Stalin menanggapi pemberontakan tersebut dengan sebuah artikel yang menyatakan bahwa kolektivisasi murni bersifat sukarela dan mengecam kekerasan dan tindakan berlebihan yang dilakukan oleh pejabat setempat.[312] Bukharin mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kebijakan tersebut; ia menganggapnya sebagai langkah mundur ke kebijakan "komunisme perang" Lenin dan ia berkeyakinan bahwa kebijakan ini akan gagal. Namun, pada musim panas tahun 1928, ia tak dapat menggalang cukup dukungan dalam partai untuk menentang reformasi tersebut.[313] Pada November 1929, Stalin mengeluarkannya dari Politbiro.[314]
Secara resmi, Uni Soviet dianggap telah menggantikan ketidakrasionalan dan pemborosan sistem ekonomi pasar dengan ekonomi berencana yang dibentuk berdasarkan kerangka ilmiah yang saksama dan berjangka panjang; kenyataannya, ekonomi Soviet dilandaskan pada perintah ad hoc yang dikeluarkan dari pusat, sering kali untuk membuat target-target jangka pendek.[315] Pada tahun 1928, rencana lima tahun pertama diluncurkan, dan fokus utamanya adalah untuk memajukan industri berat;[316] rencana ini dituntaskan satu tahun lebih cepat dari jadwal, yaitu pada tahun 1932.[317] Pada masa ini, Uni Soviet mengalami perubahan ekonomi yang amat besar.[318] Tambang-tambang baru dibuka, kota-kota baru seperti Magnitogorsk dibangun, dan pengerjaan Bendungan Laut Putih-Baltik dimulai.[318] Jutaan petani pindah ke kota dan menjadi proletariat, tetapi perumahan yang dibangun di perkotaan tidak cukup untuk menampung mereka semua.[318] Sementara itu, utang-utang besar menumpuk akibat pembelian alat-alat mesin dari luar negeri.[319] Beberapa proyek pembangunan besar, termasuk Bendungan Laut Putih-Baltik dan Metro Moskow, sebagian besar menggunakan pekerja paksa.[320] Sisa-sisa kendali tenaga kerja terhadap industri dihapuskan, sementara wewenang para manajer pabrik menguat dan mereka juga memperoleh keistimewaan dan fasilitas;[321] Stalin berdalih bahwa ketimpangan ini sejalan dengan argumen Marx bahwa hal tersebut dibutuhkan pada tahap-tahap awal sosialisme.[322] Untuk mendorong intensifikasi buruh, sejumlah medali dan penghargaan dianugerahkan, dan gerakan Stakhanov juga dicetuskan.[301] Pesan Stalin adalah bahwa sosialisme sedang didirikan di Uni Soviet sementara kapitalisme mengakibatkan Keruntuhan Wall Street 1929.[323] Pidato-pidato dan artikel-artikelnya menunjukkan pandangan utopianisme yang membayangkan Uni Soviet bangkit mencapai puncak perkembangan manusia yang sebelumnya belum pernah tercapai, dan menghasilkan "Manusia Soviet Baru".[324]
Pada tahun 1928, Stalin mengumandangkan bahwa perang antara proletariat melawan musuh-musuh mereka akan menjadi semakin intensif seiring dengan perkembangan sosialisme.[325] Ia memperingkatkan akan adanya sebuah "bahaya dari kanan", termasuk di dalam Partai Komunis itu sendiri.[326] Pengadilan bohong-bohongan besar pertama di Uni Soviet adalah Pengadilan Shakhty pada tahun 1928, yang mendakwa beberapa "spesialis industri" golongan menengah atas tuduhan sabotase.[327] Dari tahun 1929 hingga 1930, pengadilan bohong-bohongan lainnya diadakan untuk mengintimidasi oposisi:[328] beberapa di antaranya adalah Pengadilan Partai Industrial, Pengadilan Menshevik, dan Pengadilan Metro-Vickers.[329] Ia sadar bahwa etnis Rusia yang merupakan kelompok mayoritas mungkin akan merasa khawatir jika diperintah oleh orang Georgia,[330] sehingga ia mempromosikan orang-orang Rusia di institusi negara dan menjadikan bahasa Rusia sebagai bahasa pengantar di semua sekolah dan kantor, walaupun bahasa ini digunakan bersamaan dengan bahasa-bahasa lokal di wilayah dengan mayoritas non-Rusia.[331] Sentimen nasionalis di kalangan etnis minoritas ditindas.[332] Kebijakan-kebijakan sosial konservatif digalakkan untuk meningkatkan disiplin sosial dan mendorong pertumbuhan penduduk; beberapa di antaranya adalah dengan menegakkan satuan keluarga yang kuat, melakukan re-kriminalisasi homoseksualitas, membatasi aborsi dan perceraian, dan membubarkan Zhenotdel.[333]
Stalin menginginkan sebuah "revolusi kebudayaan",[334] yang akan menciptakan sebuah budaya baru untuk masyarakat dan menyebarluaskan budaya yang sebelumnya dianggap sebagai budaya elit.[335] Di bawah kepemimpinannya, jumlah sekolah, surat kabar, dan perpustakaan meningkat pesat, dan tingkat melek huruf dan kemampuan berhitung juga naik.[336] "Realisme sosialis" dipromosikan di bidang seni,[337] sementara ia secara pribadi mendekati para penulis terkenal, yakni Maxim Gorky, Mikhail Sholokhov, dan Aleksey Nikolayevich Tolstoy.[338] Ia juga mendukung para ilmuwan yang melakukan penelitian yang sesuai dengan penafsiran Marxisme menurut Stalin; contohnya, ia memberikan dukungan kepada penelitian seorang ahli agrobiologi yang bernama Trofim Lysenko meskipun pada kenyataannya hasil penelitiannya telah ditolak oleh rekan-rekan sejawatnya dan dicap sebagai ilmu semu.[339] Sementara itu, kampanye anti-agama digalakkan,[340] dan pendanaan untuk Liga Ateis Militan ditingkatkan.[332] Pemuka agama Kristen, Muslim, Yahudi, dan Buddha mengalami penindasan.[328] Banyak tempat ibadah yang dihancurkan, khususnya Katedral Kristus Sang Juru Selamat di Moskow yang diratakan dengan tanah pada tahun 1931 untuk membuka jalan bagi pembangunan Istana Soviet (yang pada akhirnya tak pernah rampung).[341] Meskipun begitu, agama masih berpengaruh terhadap kehidupan banyak orang di Uni Soviet; menurut hasil sensus 1937, 57% responden menganggap dirinya sebagai orang yang religius.[342]
Sepanjang tahun 1920-an dan seterusnya, Stalin sangat mengutamakan kebijakan luar negeri.[343] Ia secara pribadi bertemu dengan sejumlah pengunjung dari Barat, termasuk George Bernard Shaw dan H. G. Wells, yang merasa terkesan dengan Stalin.[344] Melalui organisasi Komunis Internasional, pemerintahan Stalin berpengaruh besar terhadap partai-partai Marxis lainnya di dunia.[277] Pada mulanya, Stalin menyerahkan urusan organisasi tersebut kepada Bukharin.[345] Selama Kongres Komunis Internasional Keenam pada Juli 1928, Stalin mengungkapkan kepada para delegasi bahwa ancaman utama terhadap sosialisme tidak berasal dari golongan sayap kanan, tetapi dari dari kelompok sosialis dan demokrat sosial non-Marxis, yang ia sebut "fasis sosial";[346] Stalin menyadari bahwa kaum demokrat sosial adalah pesaing utama kelompok Marxis-Leninis dalam upaya untuk memperoleh dukungan dari golongan buruh di banyak negara.[347] Kekhawatiran akan kelompok kiri tandingan ini membuat prihatin Bukharin, karena ia sangat takut dengan perkembangan ideologi fasisme dan kelompok sayap kanan jauh di Eropa.[345] Setelah kepergian Bukharin, Stalin menyerahkan urusan Komunis Internasional kepada Dmitry Manuilsky dan Osip Piatnitsky.[277]
Pada masa ini, Stalin menghadapi masalah besar dalam kehidupan keluarganya. Pada tahun 1929, putranya Yakov gagal melakukan bunuh diri; kegagalan ini membuat kesal Stalin,[348] dan konon Stalin malah berkata "Ia bahkan tidak bisa menembak lurus!"[349] Hubungannya dengan Nadya juga memburuk akibat perselisihan dan gangguan kejiwaan yang diidap oleh Nadya.[348] Pada November 1932, pada saat acara makan malam di Kremlin, Stalin merayu seorang wanita lain, sehingga Nadya bunuh diri dengan menembak dirinya sendiri.[350] Di hadapan umum, Nadya dikatakan meninggal akibat usus buntu.[351] Teman-teman Stalin menyatakan bahwa ia sangat berubah setelah istrinya bunuh diri, dan secara emosi ia menjadi lebih keras.[352]
Di Uni Soviet, banyak yang tidak puas dengan pemerintahan Stalin.[353] Ketegangan sosial yang sebelumnya hanya terbatas di daerah pedesaan kini semakin jelas terlihat di daerah perkotaan, sehingga Stalin melonggarkan beberapa kebijakan ekonominya pada tahun 1932.[354] Pada Mei 1932, ia memperkenalkan sistem pasar kolkhoz yang mengizinkan petani memperdagangkan surplus yang mereka produksi.[354] Pada saat yang sama, hukuman-hukuman pidana menjadi semakin berat; atas dorongan dari Stalin, pada Agustus 1932, Politbiro mengeluarkan sebuah dekret yang mengganjar hukuman mati untuk pencuri gandum.[355] Di sisi lain, kuota produksi rencana lima tahun kedua lebih rendah daripada rencana yang pertama, dan kini tujuan utama rencana tersebut adalah untuk meningkatkan taraf kehidupan rakyat.[354] Maka dari itu, rencana ini dititikberatkan pada perluasan perumahan dan produksi barang-barang konsumen.[354] Seperti rencana-rencana sebelumnya, rencana ini berulang kali diubah untuk disesuaikan dengan kondisi yang ada; contohnya, rencana tersebut dititikberatkan pada produksi persenjataan setelah Adolf Hitler menjadi Kanselir Jerman pada tahun 1933.[356]
Namun, kebijakan-kebijakan tersebut gagal menghentikan bencana kelaparan yang mencapai puncaknya pada musim dingin tahun 1932–33.[357] Diperkirakan lima hingga tujuh juta orang tewas,[358] dan bahkan banyak yang terpaksa memakan orang-orang mati untuk bertahan hidup.[359] Daerah yang paling terkena dampak bencana kelaparan ini adalah Ukraina dan Kaukasus Utara, meskipun bencana tersebut juga terjadi di Kazakhstan dan beberapa provinsi Rusia.[359] Panen tahun 1932 merupakan panen yang buruk,[358] dan ini terjadi setelah penurunan produktivitas selama beberapa tahun yang mengakibatkan penurunan hasil panen secara bertahap.[358] Stalin menuduh para musuh dan perusak di kalangan petani sebagai penyebab bencana kelaparan ini.[360] Menurut sejarawan Britania Raya Alan Bullock, "jumlah panen gandum Soviet tak lebih buruk ketimbang tahun 1931 ... ini bukanlah kegagalan panen, tetapi tuntutan berlebihan dari negara yang ditegakkan secara keji yang mengakibatkan kematian hingga lima juta petani Ukraina."[361] Selain itu, Stalin menolak mengirim cadangan gandum yang dapat menghentikan bencana ini, tetapi malah meneruskan ekspor gandum, dan ia secara tegas menegakkan hukum anti-pencurian di lahan pertanian kolektif.[361][362] Sementara itu, sejarawan-sejarawan lainnya merasa bahwa penyebab bencana kelaparan ini adalah tidak cukupnya hasil panen pada tahun 1931 dan 1932 yang diakibatkan oleh berbagai bencana alam, dan kesuksesan panen pada tahun 1933 berhasil mengakhiri bencana kelaparan tersebut.[363] Bencana kelaparan Ukraina kadang-kadang disebut dengan istilah Holodomor atau Genosida Ukraina, dan istilah ini menyiratkan bahwa peristiwa tersebut didalangi oleh pemerintah Soviet dan secara khusus menyasar orang Ukraina dalam rangka menghancurkan bangsa Ukraina sebagai faktor politik dan entitas sosial.[364][365]
Pada tahun 1935–36, Stalin mengawasi proses perumusan dan penetapan konstitusi yang baru. Isinya yang terkesan liberal dimaksudkan sebagai senjata propaganda, karena kenyataannya semua wewenang berada di tangan Stalin dan Politbiro.[366] Saat sedang memperkenalkan konstitusi ini, ia mengumandangkan bahwa "sosialisme, yang merupakan tahap pertama komunisme, pada dasarnya telah terwujud di negara ini".[366] Pada tahun 1938, buku Sejarah Partai Komunis Uni Soviet (Bolshevik), yang lebih dikenal dengan sebutan Kursus Pendek, diterbitkan;[367] Conquest menyebutnya sebagai "teks utama Stalinisme".[368] Sejumlah biografi Stalin juga diterbitkan,[369] meskipun Stalin sebenarnya lebih ingin agar biografi-biografi tersebut menggambarkan dirinya sebagai perwujudan dari Partai Komunis daripada menjabarkan kisah hidupnya.[370] Pada akhir tahun 1930-an, Stalin membatasi pemujaan terhadap dirinya[370] dan menunjukkan citra kerendahan hati, contohnya dengan menggunakan humor yang menyerang diri sendiri.[371] Hal ini mungkin dilakukan atas dasar pragmatisme karena ia merasa bahwa penampilan yang sederhana akan membuatnya lebih menarik.[372]
Dengan maksud untuk memperbaiki hubungan dengan negara-negara lain, pada tahun 1934 Uni Soviet berhasil menjadi anggota Liga Bangsa-Bangsa, walaupun sebelumnya Uni Soviet secara sengaja tidak dimasukkan ke dalam organisasi tersebut.[373] Stalin mengadakan komunikasi rahasia dengan Hitler pada Oktober 1933, tak lama setelah Hitler mulai berkuasa di Jerman.[374] Stalin mengagumi Hitler, terutama manuver Hitler dalam menyingkirkan para pesaing di Partai Nazi selama Malam Pisau-Pisau Panjang.[375] Namun begitu, ia menyadari ancaman fasisme dan mencoba menjalin hubungan yang lebih baik dengan negara-negara demokrasi liberal di Eropa Barat.[376] Contohnya, pada Mei 1935, Uni Soviet menandatangani Perjanjian Bantuan Bersama dengan Prancis dan Cekoslowakia.[377] Selain itu, selama Kongres ke-7 Komunis Internasional yang diadakan pada bulan Juli-Agustus 1935, pemerintah Soviet mendorong kaum Marxis-Leninis untuk bersatu dengan kaum sayap kiri lainnya sebagai bagian dari barisan rakyat melawan fasisme.[378] Di sisi lain, pemerintahan anti-komunis Jerman, Italia dan Jepang menandatangani Pakta Anti-Comintern pada tahun 1936.[379] Saat Perang Saudara Spanyol meletus pada tahun yang sama, Soviet mengirim 648 pesawat dan 407 tank untuk membantu faksi Republikan sayap kiri; bantuan ini diiringi dengan 3.000 pasukan Soviet dan 42.000 anggota Brigade Internasional yang dibentuk oleh Komunis Internasional.[380] Stalin sendiri sangat memperhatikan situasi di Spanyol.[381] Namun, faksi Nasionalis yang didukung oleh Jerman dan Italia berhasil memperoleh kemenangan mutlak pada Maret 1939.[382]
Stalin juga memberikan bantuan kepada Tiongkok setelah meletusnya Perang Tiongkok-Jepang Kedua pada Juli 1937 dan dibentuknya Front Persatuan antara KMT dengan Komunis seperti yang diinginkan Stalin.[383]
Terkait dengan penindasan oleh negara, Stalin sering kali memberikan isyarat yang berseberangan.[384] Pada Mei 1933, ia memerintahkan pembebasan banyak kriminal yang sebelumnya divonis melakukan kejahatan kecil dari penjara yang penuh sesak dan menitahkan kepada petugas keamanan agar tidak lagi melakukan penangkapan dan deportasi massal.[385] Pada September 1934, ia memerintahkan Politbiro untuk mendirikan sebuah komisi untuk menyelidiki pemenjaraan yang dilakukan tanpa justifikasi; namun, pada bulan yang sama, ia menyerukan penghukuman mati para tenaga kerja di Pabrik Metalurgi Stalin atas tuduhan menjadi mata-mata Jepang.[384] Pendekatan Stalin berubah total pada Desember 1934, saat anggota partai yang berpengaruh yang bernama Sergey Kirov dibunuh.[386] Akibat pembunuhan ini, Stalin semakin mengkhawatirkan kemungkinan akan terjadinya upaya pembunuhan dan kemudian meningkatkan keamanan pribadinya, termasuk dengan memperoleh penjagaan secara ketat sepanjang waktu dan dengan jarang muncul di muka umum.[387]
Pembunuhan Kirov disusul oleh intensifikasi penindasan oleh negara;[388] Stalin mengeluarkan sebuah dekret yang mendirikan troika NKVD yang dapat mengeluarkan putusan tanpa melibatkan pengadilan.[389] Seperti halnya kebijakan de-kulakisasi yang ingin membersihkan daerah pedesaan dari pasukan anti-pemerintah, Stalin ingin melakukan hal yang sama di kota-kota. Pada tahun 1935, NKVD diperintahkan untuk mengusir orang yang diduga anti-revolusi, terutama mereka yang pernah menjadi seorang aristokrat, tuan tanah, atau pengusaha sebelum terjadinya Revolusi Oktober.[356] Pada bulan-bulan awal tahun 1935, lebih dari 11.000 orang diusir dari Leningrad untuk ditempatkan di wilayah pedesaan yang terisolasi.[356] Pada tahun 1936, Nikolai Yezhov menjadi kepala NKVD dan mengawasi intensifikasi penindasan.[390] Stalin sendiri-lah yang mendorong intensifikasi penindasan ini, yang berakar dari dorongan psikologisnya dan logika dari sistem yang telah ia dirikan, yaitu sistem yang memprioritaskan keamanan di atas segalanya.[391]
Stalin mendalangi penangkapan banyak orang yang pernah menjadi lawannya di Partai Komunis: mereka dikutuk sebagai tentara bayaran yang didukung oleh Barat, dan banyak yang dipenjara atau diasingkan secara internal.[392] Pengadilan Moskow pertama (yang merupakan sebuah pengadilan bohong-bohongan) diadakan pada Agustus 1936. Kamenev dan Zinoviev adalah dua dari beberapa orang yang dituduh merencanakan pembunuhan. Mereka berdua kemudian dinyatakan bersalah dan akhirnya dihukum mati.[393] Pengadilan Bohong-Bohongan Moskow kedua diadakan pada Januari 1937,[394] dan yang ketiga pada Maret 1938; dalam pengadilan ketiga, Bukharin dan Rykov dituduh terlibat dalam rencana teroris Trotsky-Zinoviev dan kemudian dihukum mati.[395] Pada akhir tahun 1937, seluruh sisa kepemimpinan kolektif sudah hilang dari Politbiro, yang telah dikendalikan sepenuhnya oleh Stalin.[396] Terjadi pengusiran massal dari partai,[397] dan Stalin juga memerintahkan partai-partai komunis di luar negeri agar mereka membersihkan partai mereka dari unsur-unsur anti-Stalinis.[398]
Pada tahun 1930-an dan 1940-an, kelompok NKVD membunuh para pembelot dan oposisi di luar negeri;[399][400] pada Agustus 1940, Trotsky dibunuh di Meksiko, sehingga menyingkirkan lawan terakhir Stalin di kalangan bekas pemimpin Partai.[401] Pada bulan Mei, tindakan ini disusul oleh penangkapan sebagian besar anggota Komando Tertinggi Militer dan penangkapan massal anggota-anggota militer, sering kali berdasarkan tuduhan yang dikarang-karang.[402] Pembersihan tersebut menggantikan sebagian besar anggota lama partai dengan para pejabat yang lebih muda yang tidak mengenal masa sebelum kepemimpinan Stalin dan dianggap lebih setia dengannya.[403] Petugas-petugas partai siap melaksanakan perintah yang diperoleh dan mencoba mengambil hati Stalin agar mereka tidak menjadi korban pembersihan.[404] Petugas-petugas ini sering kali melakukan penangkapan dan penghukuman mati yang jumlahnya melebihi kuota yang ditetapkan oleh pemerintahan pusat Stalin.[405]
Penindasan semakin menguat pada Desember 1936 dan masih tetap dilancarkan dengan sangat intensif sampai November 1938, dan periode ini dikenal dengan julukan Pembersihan Besar-Besaran.[391] Menjelang akhir tahun 1937, pembersihan tersebut sudah dilancarkan di luar partai dan juga berdampak terhadap warga.[406] Pada Juli 1937, Politbiro memerintahkan pembersihan "unsur-unsur anti-Soviet" dalam masyarakat, yang berdampak terhadap kaum Bolshevik yang menentang Stalin, mantan anggota kelompok Menshevik, serta anggota Partai Revolusioner Sosialis, pendeta, bekas prajurit Tentara Putih, dan penjahat pada umumnya.[407] Pada bulan tersebut, Stalin dan Yezhov menandatangani Perintah No. 00447, yang mencantumkan nama 268.950 orang untuk ditangkap, dan 75.950 di antaranya dihukum mati.[408] Ia juga melancarkan "operasi-operasi nasional", yaitu pembersihan terhadap kelompok etnis non-Soviet—beberapa diantaranya adalah orang Polandia, Jerman, Latvia, Finlandia, Yunani, Korea, dan Tiongkok—melalui pengasingan internal atau eksternal.[409] Pada tahun-tahun tersebut, sekitar 1,6 juta orang ditangkap.[410] 700.000 orang ditembak, dan sejumlah orang yang tidak diketahui jumlahnya tewas akibat penyiksaan oleh NKVD.[410][411]
Stalin memprakarsai semua keputusan penting pada masa Teror tersebut, secara pribadi mengarahkan operasi-operasinya dan memperhatikan rincian-rincian implementasinya.[412] Motif Stalin masih diperdebatkan di kalangan sejarawan.[410] Menurut Khlevniuk, tulisan-tulisan pribadinya dari masa itu "sangat membelit dan tidak koheren", yang diisi dengan klaim mengenai persekongkolan dan musuh-musuh di sekelilingnya.[413] Ia sangat khawatir dengan keberhasilan pasukan sayap kanan dalam melengserkan pemerintahan sayap kiri di Spanyol,[414] yang membuatnya gelisah terhadap unsur-unsur anti-Stalinis domestik yang dianggap dapat menjadi kolom kelima dalam peristiwa perang mendatang dengan Jepang dan Jerman.[415] Teror Besar berakhir setelah Yezhov dicopot dari jabatan kepala NKVD dan digantikan oleh Lavrentiy Beria,[416] orang yang benar-benar setia dengan Stalin.[417] Yezhov ditangkap pada April 1939 dan dihukum mati pada tahun 1940.[418] Teror tersebut telah merusak reputasi Uni Soviet di luar negeri, terutama di kalangan sayap kiri yang sebelumnya menjadi simpatisan,[419] dan saat teror ini mereda Stalin mencoba melempar tanggung jawab.[420] Ia kemudian mengklaim bahwa "tindakan berlebihan" dan "pelanggaran hukum" selama teror tersebut merupakan kesalahan Yezhov.[421]
Sebagai seorang Marxis–Leninis, Stalin memperkirakan akan terjadi Perang Dunia Kedua di antara negara-negara kapitalis. Saat Jerman Nazi menguasai Austria dan kemudian sebagian wilayah Cekoslowakia pada tahun 1938, Stalin menyadari bahwa perang tersebut akan segera dimulai. Ia ingin Uni Soviet bersikap netral selama konflik tersebut dengan harapan agar perang Jerman melawan Prancis dan Britania Raya akan menyisakan Soviet sebagai kekuatan yang dominan di Eropa.[422] Dari sudut pandang militer, Uni Soviet juga menghadapi ancaman dari timur, yaitu Kekaisaran Jepang, dan pasukan Soviet sempat bentrok dengan Jepang pada Mei 1939.[423] Stalin pun memulai program pembangunan kekuatan militer dan jumlah anggota Tentara Merah berlipatganda antara Januari 1939 dan Juni 1941, meskipun banyak perwira yang tidak memperoleh pelatihan yang baik akibat proses perekrutan yang terburu-buru.[424]
Saat Britania Raya dan Prancis tampak enggan bersekutu dengan Uni Soviet, Stalin merasa bahwa ia dapat membuat kesepakatan yang lebih menguntungkan dengan Jerman.[425] Pada Mei 1939, Jerman memulai perundingan dengan Soviet dan mengusulkan agar mereka membagi-bagi wilayah Eropa Timur.[426] Stalin memandangnya sebagai kesempatan untuk memperluas wilayah dan juga untuk memelihara perdamaian dengan Jerman.[427] Pada Agustus 1939, Uni Soviet menandatangani pakta non-agresi dengan Jerman, yang dirundingkan oleh Menteri Luar Negeri Soviet Vyacheslav Molotov dan Menteri Luar Negeri Jerman Joachim von Ribbentrop.[428] Sepekan kemudian, Jerman menyerbu Polandia, sehingga Britania Raya dan Prancis menyatakan perang terhadap Jerman.[429] Pada tanggal 17 September, Tentara Merah memasuki wilayah timur Polandia; alasan resminya adalah untuk mengembalikan ketertiban saat negara Polandia sedang mengalami keruntuhan. Alasan ini dirancang agar tidak membuat murka Britania Raya dan Prancis.[430]
Stalin mengusulkan pertukaran wilayah dengan Jerman. Ia akan memberikan daerah yang didominasi oleh etnis Polandia dan sebagian wilayah Provinsi Warsawa kepada Jerman, dan sebagai gantinya Uni Soviet akan memperoleh wilayah Lituania, karena Stalin ingin menggabungkan kembali ketiga negara Baltik dengan Uni Soviet. Usulan ini disepakati pada tanggal 28 September.[431] Perjanjian Perbatasan Jerman–Soviet ditandatangani tak lama sesudahnya di tengah kehadiran Stalin.[432] Kedua negara tersebut juga meneruskan hubungan dagang, sehingga mengurangi dampak blokade Britania Raya terhadap Jerman.[433]
Tentara Merah lalu memasuki negara-negara Baltik dan ketiga negara tersebut dipaksa bergabung dengan Uni Soviet pada bulan Agustus.[434] Uni Soviet juga mengklaim wilayah Finlandia, tetapi pemerintah Finlandia menolak tuntutan mereka. Uni Soviet kemudian menyerang Finlandia pada bulan November; meskipun kalah jumlah, Finlandia dapat menahan serangan Tentara Merah.[435] Opini internasional mendukung Finlandia dan Uni Soviet dikeluarkan dari Liga Bangsa-Bangsa.[436] Uni Soviet merasa dipermalukan karena tidak mampu mengalahkan Finlandia dan kemudian mereka menandatangani perjanjian perdamaian sementara. Berdasarkan perjanjian tersebut, Uni Soviet memperoleh beberapa wilayah dari Finlandia.[437] Pada Juni 1940, wilayah Bessarabia dan Bukovina utara di Rumania dicaplok oleh Uni Soviet.[438] Pada saat yang sama, pemerintah Soviet mencoba mencegah segala upaya perlawanan di wilayah-wilayah Eropa Timur yang baru dikuasai.[439] Salah satu peristiwa yang terjadi di tengah upaya tersebut adalah pembantaian Katyn pada April dan Mei 1940, ketika 22.000 anggota angkatan bersenjata, polisi dan intelijensia Polandia dihukum mati.[440]
Kemenangan Jerman yang diraih dengan gesit dan pendudukan Prancis pada musim panas 1940 membuat Stalin terkejut.[441] Ia terus berusaha memuaskan Jerman untuk menunda konflik dengan mereka.[442] Setelah Jerman, Jepang dan Italia menandatangani Pakta Tripartit dan membentuk Blok Poros pada Oktober 1940, Stalin mendekati Jerman dengan usulan untuk bergabung dengan Blok Poros.[443] Untuk menunjukkan itikad-itikad perdamaian kepada Jerman, Soviet menandatangani sebuah pakta netralitas dengan Jepang pada April 1941.[444] Pada tanggal 6 Mei, Stalin menggantikan Molotov sebagai Perdana Menteri Uni Soviet. Meskipun sebelumnya telah lama menjadi kepala pemerintahan secara de facto, Stalin menyimpulkan bahwa hubungan dengan Jerman telah begitu memburuk sehingga ia harus menyelesaikan permasalahan ini sebagai kepala pemerintahan de jure.[445]
Pada Juni 1941, Jerman menyerbu Uni Soviet dan memulai perang di Front Timur.[446] Meskipun sebelumnya sudah mendapatkan peringatan, Stalin sangat dikejutkan oleh serangan mendadak ini.[447] Ia membentuk Komando Tertinggi Militer (Stavka) dengan Georgy Zhukov sebagai Kepala Staf,[448] serta Komite Pertahanan Negara yang dikepalai Stalin sebagai Komandan Tertinggi.[449] Taktik blitzkrieg Jerman awalnya sangat mujarab; angkatan udara Soviet di perbatasan barat dihancurkan dalam waktu dua hari.[450] Wehrmacht Jerman masuk ke dalam wilayah Soviet,[451] dan tidak lama sesudahnya wilayah Ukraina, Belarusia, dan negara-negara Baltik diduduki oleh Jerman.[452] Para pengungsi Soviet membanjiri Moskow dan Leningrad untuk lari dari Wehrmacht.[453] Meskipun terdapat warga Soviet lainnya—yang bukan orang Rusia dan Yahudi—yang menyambut Tentara Jerman sebagai pembebas, mereka kemudian menyadari bahwa Nazi menganggap mereka sebagai Untermensch yang hanya layak untuk dieksploitasi.[452] Pada bulan Juli, Luftwaffe membombardir kota Moskow,[452] dan pada bulan Oktober, Wehrmacht melancarkan serangan besar-besaran ke kota tersebut.[454] Pemerintah Soviet telah menyusun rencana untuk melakukan evakuasi ke Kuibyshev, tetapi Stalin memutuskan untuk tetap berada di Moskow karena ia yakin bahwa jika ia melarikan diri, maka moral pasukan akan hancur.[455] Pada akhirnya, serangan Jerman ke Moskow terhenti akibat kedatangan musim dingin.[456]
Stalin lebih mementingkan serangan daripada pertahanan, walaupun pendekatan ini tidak sejalan dengan nasihat Zhukov dan jenderal-jenderalnya yang lain.[457] Pada Juni 1941, ia memerintahkan kebijakan bumi hangus dengan menghancurkan infrastruktur dan persediaan pangan sebelum pasukan Jerman dapat merebutnya,[458] dan ia juga memerintahkan kepada NKVD untuk membunuh sekitar 100.000 tahanan politik di wilayah yang didekati oleh Wehrmacht.[459] Stalin juga melakukan "pembersihan" komando militer; beberapa tokoh berpangkat tinggi diturunkan jabatannya atau dipindahkan ke tempat lain, sementara yang lainnya ditangkap dan dihukum mati.[460] Stalin bahkan mengeluarkan Perintah No. 270 yang memerintahkan kepada prajurit yang terancam akan ditangkap musuh untuk melakukan bunuh diri atau berjuang sampai mati, dan menyatakan bahwa mereka yang tertangkap adalah seorang pengkhianat;[461] salah satu orang yang ditawan oleh Jerman adalah putra Stalin, Yakov, yang akhirnya menjemput ajal di tahanan.[462] Stalin mengeluarkan Perintah No. 227 pada Juli 1942 yang menyatakan bahwa pasukan yang mundur akan ditempatkan di "batalion-batalion hukuman" yang dikerahkan di barisan depan.[463] Di tengah sengitnya pertempuran, pasukan Jerman dan Soviet sama-sama mengabaikan hukum perang yang ditetapkan oleh Konvensi Jenewa.[464] Walaupun begitu, Uni Soviet menyebarluaskan informasi mengenai pembantaian-pembantaian yang dilakukan oleh Nazi terhadap kaum komunis, Yahudi dan orang Rom.[465] Stalin juga berupaya memanfaatkan antisemitisme di pihak Nazi dengan menyokong Komite Anti-Fasis Yahudi pada April 1942 untuk menggalang dukungan Yahudi dan asing.[466]
Uni Soviet bersekutu dengan Britania Raya dan Amerika Serikat.[467] Meskipun AS sudah turut serta dalam perang melawan Jerman sejak tahun 1941, tidak banyak bantuan langsung yang dikirim ke Uni Soviet hingga akhir tahun 1942.[464] Untuk memenuhi kebutuhan perang, Uni Soviet mengintensifkan industri mereka di Rusia Tengah yang hampir seluruhnya difokuskan pada produksi militer.[468] Tingkat produktivitas industri mereka sangat tinggi dan bahkan melampaui Jerman.[465] Pada masa-masa ini, Stalin juga menjadi lebih toleran dengan Gereja Ortodoks Rusia. Stalin memperbolehkan mereka meneruskan beberapa kegiatannya dan ia sendiri bertemu dengan Patriark Sergius pada September 1943.[469] Ia juga melonggarkan beberapa pembatasan terhadap ekspresi budaya dan mengizinkan penulis dan seniman yang sebelumnya ditindas (seperti Anna Akhmatova dan Dmitri Shostakovich) untuk menyebarluaskan karya mereka.[470] Sementara itu, The Internationale tidak lagi menjadi lagu kebangsaan Uni Soviet dan digantikan dengan sebuah lagu yang lebih terkesan patriotik.[471] Komintern dibubarkan pada tahun 1943,[472] dan Stalin mendorong partai-partai Marxis–Leninis luar negeri untuk memperkuat nasionalisme di atas internasionalisme agar mereka dapat memperoleh semakin banyak dukungan dari dalam negeri.[473] Pemerintah Soviet juga mulai menggalakkan sentimen Pan-Slavisme.[473] Pada masa yang sama, kritik terhadap kosmopolitanisme semakin meningkat, terutama gagasan "kosmopolitanisme tak berakar", sebuah pendekatan yang berdampak khusus terhadap orang Yahudi di Uni Soviet.[474]
Pada April 1942, Stalin mengesampingkan wewenang Stavka dengan memerintahkan serangan balasan besar pertama yang mencoba merebut kota Kharkov di Ukraina timur. Serangan tersebut mengalami kegagalan.[475] Pada tahun yang sama, Hitler mengubah tujuan utamanya dari yang tadinya hendak memperoleh kemenangan dengan cepat di timur, menjadi tujuan jangka panjang dengan menaklukkan daerah-daerah penghasil minyak di wilayah selatan Uni Soviet yang sangat penting bagi militer Jerman.[476] Walaupun para jenderal Tentara Merah telah melihat pertanda bahwa Hitler akan mengalihkan perhatiannya ke selatan, Stalin menganggapnya sebagai upaya Jerman untuk menyerang dari samping dan merebut kota Moskow.[477] Pada Juni 1942, Tentara Jerman menyerang Stalingrad; Stalin memerintahkan Tentara Merah untuk mempertahankan kota tersebut sampai titik darah penghabisan.[478] Maka meletuslah Pertempuran Stalingrad.[479] Pada Desember 1942, Stalin menjadikan Konstantin Rokossovski sebagai komandan pertahanan Stalingrad.[480] Pada Februari 1943, pasukan Jerman yang menyerang Stalingrad menyerah.[481] Kemenangan Soviet menjadi titik balik dalam perang antara Jerman dan Soviet;[482] untuk merayakan kemenangan ini, Stalin menyatakan dirinya sebagai Marsekal Uni Soviet.[483]
Pada November 1942, pasukan Soviet mulai memukul mundur pasukan Jerman yang terlibat dalam kampanye militer strategis di selatan. Walaupun sejauh ini korban jiwa di pihak Uni Soviet mencapai 2,5 juta, keberhasilan ini memungkinkan Soviet untuk menjadi pihak yang menyerang hingga akhir perang di Front Timur.[484] Jerman mencoba mengepung pasukan Soviet di Kursk, tetapi serangan ini berhasil dihalau oleh Uni Soviet.[485] Pada akhir tahun 1943, pasukan Soviet menduduki setengah wilayah yang direbut oleh Jerman dari tahun 1941 sampai 1942.[486] Hasil produksi industri militer Soviet juga meningkat secara substansial dari akhir 1941 sampai awal tahun 1943 setelah Stalin memindahkan pabrik-pabrik ke wilayah timur yang aman dari serangan darat dan udara Jerman.[487]
Di negara-negara Sekutu, Stalin digambarkan secara positif pada masa perang.[488] Pada tahun 1941, London Philharmonic Orchestra mengadakan sebuah konser untuk merayakan hari ulang tahunnya,[489] dan pada tahun 1942, majalah Time menjadikannya sebagai "Man of the Year".[488] Saat Stalin mendengar kabar bahwa masyarakat di negara-negara Barat menyebutnya "Paman Joe", ia awalnya merasa tersinggung dan menganggap julukan tersebut tak bermartabat.[490] Walaupun sudah bersekutu, masih terdapat kecurigaan di antara Stalin, Perdana Menteri Britania Raya Winston Churchill, dan Presiden Amerika Serikat Franklin D. Roosevelt, atau yang disebut sebagai "Tiga Besar".[491] Churchill terbang ke Moskow untuk mengunjungi Stalin pada Agustus 1942 dan Oktober 1944.[492] Namun, Stalin jarang meninggalkan Moskow selama perang,[493] sehingga membuat frustrasi Roosevelt dan Churchill.[494]
Pada November 1943, Stalin bertemu dengan Churchill dan Roosevelt di Teheran, sebuah lokasi yang dipilih oleh Stalin.[495] Di sana, Stalin dan Roosevelt saling akrab dan mereka sama-sama ingin membubarkan Imperium Britania pada masa setelah perang.[496] Di Teheran, ketiganya sepakat untuk memecah belah wilayah Jerman agar militer Jerman tidak dapat bangkit lagi.[497] Roosevelt dan Churchill juga bersedia menerima tuntutan Stalin agar kota Königsberg di Jerman dinyatakan sebagai wilayah Uni Soviet.[497] Stalin ingin agar Britania Raya dan Amerika Serikat segera membuka Front Barat untuk mengurangi tekanan dari Front Timur; mereka kemudian melakukan hal tersebut pada musim panas tahun 1944.[498] Stalin bersikeras agar Uni Soviet memperoleh sebagian wilayah Polandia yang pernah diduduki sesuai dengan Pakta Molotov-Ribbentrop, tetapi Churchill menolak permintaan ini.[499] Terkait dengan nasib wilayah Eropa Tengah dan Balkan, pada tahun 1944 Churchill setuju dengan usulan Stalin yang akan menempatkan Bulgaria, Rumania, Hungaria, dan Yugoslavia di bawah lingkup pengaruh Soviet seusai perang, sementara Yunani akan berada di bawah naungan Barat.[500]
Pada tahun 1944, Uni Soviet berhasil memperoleh berbagai kemenangan di Eropa Timur dan terus mendekati wilayah Jerman.[501] Salah satunya adalah keberhasilan Operasi Bagration, yaitu serangan besar-besaran di RSS Belarusia melawan Satuan Darat Grup Tengah Jerman.[502] Pada tahun 1944, pasukan Jerman dipukul mundur dari negara-negara Baltik, yang kemudian kembali menjadi wilayah Uni Soviet.[503] Saat Tentara Merah merebut kembali wilayah Kaukasus dan Krimea, berbagai kelompok etnis yang tinggal di wilayah tersebut—yaitu orang Kalmyk, Chechnya, Ingush, Karachai, Balkar, dan Tatar Krimea—dituduh sebagai kaki tangan Jerman. Dengan menggunakan gagasan pertanggungjawaban kolektif, pemerintah Stalin membubarkan republik otonom mereka dan mendeportasi sebagian besar populasi mereka ke Asia Tengah dan Siberia antara akhir tahun 1943 hingga tahun 1944 .[504] Lebih dari satu juta orang dideportasi akibat kebijakan tersebut.[505]
Pada Februari 1945, Tiga Besar bertemu di Konferensi Yalta.[506] Roosevelt dan Churchill menerima permintaan Stalin agar Jerman membayar pampasan perang senilai 20 miliar dolar kepada Uni Soviet, dan agar negaranya diperbolehkan mencaplok seluruh Pulau Sakhalin dan Kepulauan Kuril jika Uni Soviet menyatakan perang terhadap Jepang.[507] Mereka juga membuat kesepakatan yang menyatakan bahwa pemerintah Polandia pada masa setelah perang harus dipimpin oleh sebuah koalisi yang terdiri dari unsur-unsur komunis dan konservatif.[508] Secara pribadi, Stalin ingin memastikan agar Polandia sepenuhnya masuk ke dalam lingkup pengaruh Soviet.[509] Tentara Merah bahkan menahan bantuan kepada para pejuang Polandia yang sedang memberontak melawan Jerman di Warsawa, karena Stalin meyakini bahwa jika pemberontak Polandia menang, mereka akan menghalangi angan-angan Stalin untuk mendominasi Polandia melalui sebuah pemerintahan Marxis yang baru.[510] Walaupun ia menyembunyikan hasratnya yang sesungguhnya dari para pemimpin Sekutu lainnya, Stalin sangat berusaha merebut kota Berlin terlebih dahulu, karena ia merasa bahwa akan ada semakin banyak wilayah yang dapat dikendalikan oleh Uni Soviet dalam jangka panjang jika misi tersebut berhasil terwujud. Churchill merasa khawatir dengan kemungkinan tersebut dan gagal meyakinkan AS untuk berupaya mencapai tujuan yang sama.[511]
Pada bulan April 1945, Tentara Merah merebut Berlin, Hitler bunuh diri, dan Jerman menyerah tanpa syarat.[512] Stalin merasa kesal karena Hitler telah mati, karena ia ingin menangkapnya hidup-hidup.[513] Ia memerintahkan agen-agen intelijennya untuk secara diam-diam membawa sisa-sisa jasad Hitler ke Moskow agar tidak menjadi peninggalan bagi simpatisan Nazi.[514] Setelah Tentara Merah menaklukkan wilayah Jerman, mereka menemukan kamp-kamp pemusnahan yang dijalankan oleh pemerintahan Nazi.[511] Banyak prajurit Soviet yang melakukan penjarahan, perampokan, dan pemerkosaan, baik di Jerman maupun di sebagian wilayah Eropa Timur.[515] Stalin menolak untuk menghukum para pelaku.[511] Setelah menerima keluhan tentang hal ini dari tokoh komunis Yugoslavia, Milovan Djilas, Stalin bertanya soal bagaimana setelah mengalami trauma perang, seorang prajurit dapat "bertindak secara normal? Dan apakah mengerikan, bila ia bersenang-senang dengan seorang wanita, setelah kengerian semacam itu?"[516]
Setelah Jerman kalah, Stalin mengalihkan perhatiannya kepada perang yang sedang berlangsung dengan Jepang. Ia mengirimkan setengah juta pasukan ke wilayah timur jauh.[517] Stalin menyadari bahwa Amerika Serikat telah mengembangkan persenjataan nuklir yang dimaksudkan untuk menundukkan Jepang, sehingga ia dengan segera memulai perang melawan Jepang sebelum Amerika Serikat dapat menolak memberikan wilayah yang telah dijanjikan kepada Stalin.[518] Pada tanggal 6 Agustus, terjadi serangan bom atom di Hiroshima, sementara pada tanggal 9 Agustus bom atom dijatuhkan di kota Nagasaki. Di tengah-tengah kedua peristiwa tersebut, pada tanggal 8 Agustus, tentara Soviet menyerang wilayah Manchuria yang diduduki oleh Jepang dan berhasil mengalahkan Angkatan Darat Kwantung.[519] Peristiwa-peristiwa ini membuat Jepang menyerah dan mengakhiri Perang Dunia II.[520] Pasukan Soviet terus memperluas wilayah mereka hingga mereka menduduki semua wilayah yang telah dijanjikan, tetapi Amerika Serikat menolak keinginan Stalin untuk turut serta dalam pendudukan wilayah Jepang.[521]
Stalin menghadiri Konferensi Potsdam pada Juli–Agustus 1945 bersama dengan Perdana Menteri Britania Raya Clement Attlee dan Presiden Amerika Serikat Harry Truman.[522] Pada permulaan konferensi tersebut, Stalin mengulangi janji-janji yang pernah ia sampaikan kepada Churchill sebelumnya bahwa ia tidak akan melakukan "Sovietisasi" di Eropa Timur.[523] Stalin meminta ganti rugi dari Jerman tanpa memedulikan jumlah minimal persediaan yang dibutuhkan oleh rakyat Jerman untuk bertahan hidup, sehingga Truman dan Churchill merasa khawatir bahwa Jerman akan menjadi beban keuangan bagi negara-negara Barat.[524] Stalin juga meminta "rampasan perang" yang akan mengizinkan Soviet untuk langsung menyita properti dari negara-negara yang telah ditaklukkan tanpa batasan kuantitatif maupun kualitatif, sehingga ditambahkan sebuah ketentuan yang memperbolehkan perampasan dengan beberapa batasan.[524] Jerman lalu dibagi menjadi empat zona pendudukan: zona Soviet, AS, Britania Raya dan Prancis, sementara kota Berlin (yang dikelilingi oleh zona pendudukan Soviet) juga dibagi menjadi empat oleh negara-negara tersebut.[525]
Menurut Service, Stalin mencapai "puncak kariernya" seusai perang.[526] Di Uni Soviet, ia dianggap sebagai perwujudan kemenangan dan patriotisme.[527] Tentaranya menguasai wilayah Eropa Tengah dan Timur hingga mencapai Sungai Elbe.[526] Pada Juni 1945, Stalin menyematkan gelar Generalissimus kepada dirinya,[528] dan ia berdiri di atas Mausoleum Lenin untuk menonton pawai peringatan di Lapangan Merah yang dipimpin oleh Zhukov.[529] Selama pesta kenduri yang diadakan untuk para komandan tentara, ia menggambarkan rakyat Rusia sebagai "bangsa yang luar biasa" dan "kekuatan utama" di Uni Soviet; ini merupakan kali pertamanya Stalin menyanjung rakyat Rusia.[513] Pada tahun 1946, pemerintah Soviet menerbitkan kumpulan karya Stalin.[530] Pada tahun 1947, pemerintah mengeluarkan edisi kedua biografi resminya yang lebih banyak memuji Stalin ketimbang edisi pertamanya.[531] Setiap hari pernyataan Stalin dikutip oleh koran Pravda dan gambar-gambarnya dipasang di tempat-tempat kerja dan di rumah-rumah.[532]
Meskipun posisinya di dunia internasional menguat, Stalin sangat berhati-hati dengan upaya perlawanan di dalam negeri dan keinginan untuk berubah di kalangan masyarakat.[533] Ia juga merasa khawatir dengan pasukannya yang baru kembali dan telah menikmati berbagai barang konsumen di Jerman, kebanyakan merupakan hasil jarahan yang kemudian dibawa pulang ke Uni Soviet. Terkait dengan hal ini, ia teringat pada Pemberontakan Decembrist tahun 1825 yang dikobarkan oleh para prajurit Rusia yang kembali setelah mengalahkan Prancis dalam peperangan era Napoleon.[534] Ia berusaha memastikan agar para tahanan perang Soviet yang kembali harus masuk ke kamp-kamp "penyaringan" terlebih dahulu, dan di situ 2.775.700 orang diinterogasi untuk menentukan apakah mereka adalah seorang pengkhianat. Sekitar setengah dari mereka kemudian dijebloskan ke kamp-kamp buruh.[535] Di negara-negara Baltik, program de-kulakisasi dan de-klerikalisasi dilancarkan, terutama mengingat bahwa di wilayah-wilayah tersebut terdapat banyak orang yang menentang pemerintahan Soviet, sehingga 142.000 orang dideportasi dari tahun 1945 hingga 1949.[503]
NKVD diperintahkan untuk mencari tahu seberapa besar kerugian yang ditimbulkan pada masa perang.[536] Dari hasil penyelidikan mereka, terdapat 1.710 kota dan 70.000 desa di Soviet yang hancur.[537] Jumlah warga Soviet yang tewas diperkirakan berkisar antara 26 hingga 27 juta, sementara jutaan lainnya terluka, kurang gizi, atau menjadi yatim piatu.[538] Seusai perang, beberapa rekan Stalin mengusulkan perombakan kebijakan pemerintah.[539] Masyarakat Soviet pasca-perang lebih toleran ketimbang masa sebelum perang dalam berbagai hal. Stalin mengizinkan Gereja Ortodoks Rusia mempertahankan gereja-gereja yang telah dibuka pada masa perang.[540] Bidang akademi dan seni juga diberi kebebasan yang lebih besar ketimbang sebelum tahun 1941.[541] Stalin sadar bahwa langkah-langkah besar perlu diambil untuk menekan inflasi dan menggalakkan regenerasi ekonomi, sehingga pada Desember 1947 pemerintah Stalin mendevaluasi mata uang rubel dan meniadakan sistem buku penjatahan.[542] Hukuman mati dihapuskan pada tahun 1947, tetapi kemudian kembali diberlakukan pada tahun 1950.[543]
Pada masa ini, kesehatan Stalin menurun, dan gangguan jantung memaksanya untuk berlibur selama dua bulan pada akhir tahun 1945.[544] Ia semakin takut dengan kemungkinan bahwa tokoh-tokoh politik dan militer senior akan mencoba menggulingkannya; maka dari itu, ia berusaha memastikan bahwa tidak ada di antara mereka yang menjadi terlalu kuat, dan ia juga menyadap apartemen-apartemen mereka.[545] Selain itu, ia menurunkan jabatan Molotov,[546] sementara jabatan-jabatan penting ia berikan kepada Beria dan Malenkov.[547] Pada tahun 1949, ia memindahkan Nikita Khrushchev dari Ukraina ke Moskow dan mengangkatnya sebagai Sekretaris Komite Pusat dan kepala cabang partai di kota tersebut.[548] Kemudian, selama terjadinya Skandal Leningrad, para pemimpin kota tersebut dituduh sebagai pengkhianat, dan banyak di antara mereka yang dihukum mati pada tahun 1950.[549]
Pada periode pasca-perang, sering kali terjadi kekurangan pangan di kota-kota Soviet.[550] Uni Soviet bahkan mengalami bencana kelaparan besar dari tahun 1946 hingga 1947.[551] Bencana ini dipicu oleh kekeringan dan panen yang buruk pada tahun 1946, dan kemudian semakin diperparah oleh kebijakan pemerintah terkait dengan pengadaan pangan, termasuk keputusan negara untuk menimbun pangan dan kemudian mengekspornya daripada membagikannya di wilayah yang terkena bencana kelaparan.[552] Ekonom Britania Raya Michael Ellman berpendapat bahwa bencana ini seharusnya dapat dihindari jika pemerintah dapat mengurus penyimpanan gandumnya dengan baik.[553] Secara keseluruhan, diperkirakan sekitar 1 juta hingga 1,5 juta orang tewas akibat kekurangan gizi atau penyakit.[554] Meskipun produksi pertanian mandek, Stalin tetap memusatkan perhatiannya kepada sejumlah proyek infranstruktur besar, termasuk pembangunan pembangkit listrik tenaga air, terusan, dan jalur kereta api yang membentang sampai ke utara.[555] Proyek-proyek ini dibangun oleh buruh tahanan.[555]
Seusai Perang Dunia II, Imperium Britania mengalami kemunduran, sehingga Amerika Serikat dan Uni Soviet-lah yang menjadi kekuatan yang dominan di dunia.[556] Ketegangan di antara kedua mantan sekutu tersebut menguat,[527] sehingga memicu Perang Dingin.[557] Meskipun di depan umum ia berbicara soal sifat agresif pemerintah Britania dan Amerika, Stalin tahu bahwa perang tidak akan terjadi dan kemungkinan perdamaian akan terpelihara selama beberapa dasawarsa.[558] Namun, ia diam-diam mengintensifkan penelitian senjata nuklir Soviet dengan tujuan untuk membuat bom atom.[526] Ia secara pribadi sangat memperhatikan proses pengembangan senjata tersebut.[559] Pada Agustus 1949, bom tersebut berhasil diujicoba di kawasan gurun di luar Semipalatinsk di Kazakhstan.[560] Pada saat yang sama, Stalin melancarkan program pembangunan kekuatan militer, dan jumlah tentara Soviet meningkat dari 2,9 juta prajurit pada tahun 1949 menjadi 5,8 juta pada tahun 1953.[561]
AS mulai berusaha memenuhi kepentingannya di setiap benua dengan mendirikan pangkalan udara di Afrika dan Asia dan dengan memastikan bahwa rezim-rezim pro-AS berkuasa di Amerika Latin.[562] AS memulai Rencana Marshall pada Juni 1947 yang dimaksudkan untuk melemahkan hegemoni Soviet di Eropa Timur. AS juga menawarkan bantuan keuangan sebagai bagian dari Rencana Marshall dengan syarat berupa pasar terbuka, dan AS tahu betul bahwa Soviet tak akan mau mengikuti syarat tersebut.[563] Selain itu, Sekutu meminta Stalin menarik Tentara Merah dari Iran Utara, dan Stalin memenuhi permintaan tersebut pada April 1947.[564] Di sisi lain, Stalin juga mencoba memaksimalkan pengaruh Soviet di kancah dunia, walaupun ia gagal menjadikan Libya (yang telah dibebaskan dari penjajahan Italia) sebagai protektorat Soviet.[565] Ia mengirim Molotov ke San Francisco untuk turut serta dalam negosiasi pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dengan tujuan agar Soviet mendapatkan kursi di Dewan Keamanan.[557] Pada April 1949, negara-negara Barat mendirikan Organisasi Perjanjian Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organisation, disingkat NATO), yaitu sebuah persekutuan militer internasional yang terdiri dari negara-negara kapitalis.[566] Di negara-negara Barat, Stalin semakin digambarkan sebagai "diktator paling jahat" dan dibanding-bandingkan dengan Hitler.[567]
Pada tahun 1948, Stalin menyunting dan menulis ulang bagian-bagian dari Para Pemalsu Sejarah, yang diterbitkan sebagai serial artikel-artikel Pravda pada Februari 1948 dan kemudian dalam bentuk buku. Buku ini ditulis sebagai tanggapan terhadap menyebarnya informasi mengenai hubungan Soviet dengan Jerman pada tahun 1939, dan buku ini mengambinghitamkan negara-negara Barat sebagai pemicu perang.[568] Stalin membuat klaim yang sebenarnya keliru bahwa kemenangan Jerman pada permulaan serangan bukan disebabkan oleh kelemahan militer Soviet, tetapi merupakan keputusan strategis untuk mundur.[569] Pada tahun 1949, diadakan peringatan hari ulang tahun Stalin yang ke-70 (bukan umur yang sebenarnya pada saat itu), dan selama perayaan tersebut Stalin menghadiri sebuah acara di Teater Bolshoi bersama dengan para pemimpin Marxis-Leninis dari Eropa dan Asia.[570]
Seusai perang, Stalin mencoba mempertahankan dominasi Soviet di Eropa Timur sembari memperkuat pengaruhnya di Asia.[503] Stalin berhati-hati dengan tanggapan dari Sekutu Barat, sehingga ia tidak langsung mendirikan pemerintahan komunis di Eropa Timur, tetapi hanya berupaya memastikan bahwa kaum Marxis-Leninis masuk ke dalam koalisi pemerintahan.[565] Tidak seperti pendekatannya terhadap negara-negara Baltik, ia memutuskan untuk menolak usulan penggabungan negara-negara komunis baru di Eropa Timur dengan Uni Soviet, dan ia justru mengakui negara-negara tersebut sebagai negara-negara merdeka.[571] Namun, ia menghadapi masalah karena tidak banyak kelompok Marxis yang tersisa di Eropa Timur karena kebanyakan sudah dibunuh oleh Nazi.[572] Pada saat yang sama, ia menuntut pampasan perang dari Jerman, Hungaria, Rumania dan Slowakia.[527] Stalin sadar bahwa serangan Soviet malah mendorong negara-negara tersebut ke arah sosialisme dan bukannya ke arah revolusi proletarian, sehingga ia menyebut mereka bukan sebagai "kediktatoran proletariat", tetapi sebagai "demokrasi rakyat", yang menyiratkan bahwa di negara-negara tersebut terdapat sebuah aliansi pro-sosialis yang menyatukan kelompok proletariat, petani dan kelas menengah ke bawah.[573]
Churchill menyatakan bahwa "Tirai Besi" telah dibentangkan di Eropa dan memisahkan wilayah timur dari barat.[574] Pada September 1947, pertemuan para pemimpin Eropa Timur diadakan di Szklarska Poręba, Polandia, dan dari pertemuan tersebut dibentuk badan Kominform yang bertujuan untuk mengoordinasikan Partai-Partai Komunis di Eropa Timur dan juga di Prancis dan Italia.[575] Stalin tidak hadir secara langsung di dalam pertemuan tersebut dan mengutus Zhdanov sebagai wakilnya.[525] Berbagai tokoh komunis Eropa Timur juga mengunjungi Stalin di Moskow.[576] Di situ, ia memberikan masukan kepada mereka; contohnya, ia memperingatkan mereka untuk tidak mendukung gagasan Yugoslavia untuk membentuk federasi Balkan yang juga menggabungkan Bulgaria dan Albania.[576] Stalin memiliki hubungan yang sangat tegang dengan pemimpin Yugoslavia Josip Broz Tito karena Tito terus menerus menyerukan pendirian federasi Balkan dan ia juga meminta agar Soviet memberikan bantuan kepada pasukan komunis yang sedang bertempur dalam Perang Saudara Yunani.[577] Pada Maret 1948, Stalin melancarkan kampanye anti-Tito dengan mencap para komunis Yugoslavia dengan tuduhan sembrono dan menyimpang dari doktrin Marxis-Leninis.[578] Selama konferensi Kominform kedua yang diadakan di Bukares pada Juni 1948, para pemimpin komunis Eropa Timur mengecam pemerintahan Tito dan melayangkan tuduhan "fasis" dan "agen kapitalisme Barat".[579] Stalin memerintahkan beberapa upaya pembunuhan terhadap nyawa Tito dan mempertimbangkan invasi Yugoslavia.[580]
Stalin mengusulkan agar negara Jerman disatukan dan didemiliterisasi dengan harapan agar negara tersebut jatuh ke dalam lingkup pengaruh Soviet atau tetap netral.[581] AS dan Britania Raya menentang usulan ini, sehingga Stalin berusaha untuk memaksakan kehendaknya dengan memblokade Berlin pada Juni 1948.[582] Ia mengambil risiko dengan asumsi bahwa pihak lawan akan berusaha menghindari perang, tetapi mereka malah menerbangkan persediaan-persediaan ke Berlin Barat hingga akhirnya Stalin mengalah dan mengakhiri blokade pada Mei 1949.[566] Pada September 1949, negara-negara Barat mengubah Jerman Barat menjadi Republik Federal Jerman yang merdeka; sebagai tanggapan terhadap keputusan tersebut, Uni Soviet membentuk Republik Demokratik Jerman di wilayah Jerman Timur pada bulan Oktober.[581] Sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya, negara-negara Barat berharap agar Polandia menjadi negara yang merdeka dengan sistem pemilihan umum yang demokratis dan bebas.[583] Namun, Uni Soviet menggabungkan berbagai partai sosialis ke dalam Partai Buruh Bersatu Polandia, dan terjadi kecurangan untuk memastikan bahwa partai tersebut menang pemilu.[578] Pemilihan umum Hungaria tahun 1947 juga dicurangi, sehingga Partai Rakyat Buruh Hungaria mengambil alih kekuasaan.[578] Di Cekoslowakia, kelompok komunis memperoleh dukungan yang cukup besar dari rakyat, dan akhirnya mereka terpilih menjadi partai terbesar pada tahun 1946.[584] Secara keseluruhan, model Uni Soviet ditegakkan di Eropa Timur, sehingga pluralisme politik diakhiri, pertanian dikolektivisasi, dan industri berat didukung oleh negara.[579] Model ini dimaksudkan untuk mewujudkan autarki ekonomi di Blok Timur.[579] Selain itu, monarki-monarki digulingkan dari kekuasaan di Rumania dan Bulgaria.[585]
Pada Oktober 1949, Partai Komunis Tiongkok pimpinan Mao Zedong meraih kekuasaan di Tiongkok.[586] Oleh sebab itu, pemerintahan Marxis sekarang mengendalikan sepertiga wilayah darat dunia.[587] Secara pribadi, Stalin mengakui bahwa ia telah meremehkan kelompok Komunis Tiongkok dan kemampuan mereka untuk memenangkan Perang Saudara Tiongkok, dan sebelumnya ia berusaha mengajak mereka untuk berdamai dengan Chiang Kai-shek dan KMT.[588] Pada Desember 1949, Mao mengunjungi Stalin. Awalnya Stalin menolak membatalkan Perjanjian Tiongkok-Soviet tahun 1945 yang sangat menguntungkan Soviet, tetapi pada Januari 1950 ia mau mengalah dan bersedia menandatangani sebuah perjanjian baru antar dua negara tersebut.[589] Stalin merasa khawatir bahwa Mao akan mengikuti contoh Tito dengan mencoba membebaskan diri dari pengaruh Soviet, dan Stalin juga membiarkan Mao tahu bahwa jika ia membuat Stalin tidak senang, maka Stalin akan menarik bantuannya kepada Tiongkok; Tiongkok sendiri sangat membutuhkan bantuan setelah mengalami perang selama beberapa dasawarsa.[590]
Seusai Perang Dunia Kedua, Uni Soviet dan Amerika Serikat membagi Semenanjung Korea (yang sebelumnya merupakan wilayah jajahan Jepang) menjadi dua; batasnya adalah garis paralel ke-38, sehingga didirikanlah pemerintahan komunis di utara dan pemerintahan pro-Barat di selatan.[591] Pemimpin Korea Utara Kim Il-Sung mengunjungi Stalin pada Maret 1949 dan Maret 1950. Kim Il-Sung ingin menyerang Korea Selatan; meskipun Stalin awalnya enggan memberikan dukungan, ia akhirnya sepakat pada Mei 1950.[592] Tentara Korea Utara kemudian memulai Perang Korea pada Juni 1950 dan mereka berhasil merebut kota Seoul dan beberapa wilayah lainnya dengan cepat.[593] Stalin dan Mao pada mulanya berkeyakinan bahwa Kim Il-Sung akan segera memperoleh kemenangan.[593] Namun, AS membawa perkara ini ke Dewan Keamanan PBB. Uni Soviet sebelumnya sedang memboikot Dewan Keamanan PBB karena dewan tersebut menolak mengakui pemerintahan Mao, sehingga AS berhasil memperoleh dukungan militer untuk mempertahankan Korea Selatan. Pasukan internasional yang dipimpin oleh AS kemudian berhasil memukul mundur pasukan Korea Utara.[594] Stalin tidak ingin terlibat langsung dalam konflik dengan AS, sehingga ia membujuk Tiongkok untuk membantu Korea Utara.[595]
Uni Soviet adalah salah satu negara pertama yang memberikan pengakuan diplomatik kepada negara Israel yang baru dibentuk pada tahun 1948.[596] Namun, saat duta besar Israel Golda Meir tiba di Uni Soviet, Stalin dibuat marah oleh kerumunan Yahudi yang berkumpul untuk menyambut Golda Meir.[596] Stalin juga semakin murka akibat menguatnya persekutuan Israel dengan AS.[597] Setelah hubungan Stalin dengan Israel retak, ia melancarkan kampanye anti-Yahudi di Uni Soviet dan Blok Timur.[573] Pada November 1948, ia membubarkan Komite Anti-Fasis Yahudi,[598] dan beberapa anggotanya diseret ke pengadilan bohong-bohongan.[599] Media Soviet menyerang Zionisme, budaya Yahudi, dan "kosmopolitanisme tak berakar",[600] sementara antisemitisme semakin menguat di masyarakat Soviet.[601]
Antisemitisme ini mungkin berakar dari menguatnya nasionalisme Rusia di dalam pribadi Stalin atau dari keyakinan bahwa antisemitisme merupakan alat mobilisasi yang berguna bagi Hitler, sehingga Stalin merasa bahwa ia juga dapat melakukan hal yang sama.[602] Ia semakin memandang orang Yahudi sebagai sebuah bangsa "anti-revolusi" yang setia kepada AS.[603] Meskipun tidak pernah terbukti, terdapat rumor bahwa Stalin berencana untuk mendeportasi semua orang Yahudi Soviet ke Wilayah Otonomi Yahudi di Birobidzhan, Siberia Timur.[604]
Pada tahun-tahun terakhirnya, kondisi kesehatan Stalin memburuk.[605] Ia semakin sering libur panjang; pada tahun 1950 dan lagi pada tahun 1951, ia berlibur selama hampir lima bulan di sebuah dacha miliknya di Abkhazia.[606] Namun, Stalin tidak memercayai dokter-dokternya; pada Januari 1952, ia menjebloskan salah satu dokternya ke penjara setelah Stalin diberi saran untuk pensiun demi kondisi kesehatannya.[605] Pada September 1952, beberapa dokter Kremlin ditangkap atas tuduhan berencana membunuh para politikus senior, dan peristiwa ini dikenal dengan sebutan Rencana Para Dokter; kebanyakan dari mereka yang dituduh adalah orang Yahudi.[607][608] Ia juga memerintahkan agar para dokter yang ditangkap disiksa supaya mereka mau mengaku.[609] Pada bulan November, pengadilan Slánský diadakan di Cekoslowakia, dan selama pengadilan tersebut 13 figur Partai Komunis senior (11 diantaranya orang Yahudi) dituduh dan divonis menjadi bagian dari persekongkolan Zionis-Amerika untuk menggulingkan pemerintahan-pemerintahan Blok Timur.[610] Pada bulan yang sama di Ukraina, diadakan sebuah pengadilan yang banyak diliput oleh media yang menuduh beberapa orang Yahudi sebagai penghancur industri.[611] Pada tahun 1951, Stalin memulai Skandal Mingrelia dengan melancarkan pembersihan anggota-anggota Partai Komunis cabang Georgia, sehingga lebih dari 11.000 orang dideportasi.[612]
Dari tahun 1946 hingga kematiannya, Stalin hanya menyampaikan tiga pidato publik, dua di antaranya hanya berselang beberapa menit.[613] Jumlah tulisan yang ia buat juga menurun.[613] Pada tahun 1950, Stalin mengeluarkan artikel "Marxisme dan Masalah-Masalah Linguistik", yang menunjukkan minatnya terhadap permasalahan-permasalahan kebangsaan Rusia.[614] Pada tahun 1952, buku terakhir Stalin yang berjudul Masalah-Masalah Ekonomi Sosialisme di Uni Soviet diterbitkan. Buku ini mencoba memberikan pedoman untuk memimpin negara tersebut setelah kematiannya.[615] Pada Oktober 1952, Stalin menyampaikan pidato selama satu setengah jam di sidang pleno Komite Pusat.[616] Selama pidato tersebut, ia menegaskan hal-hal yang ia anggap sebagai sifat-sifat kepemimpinan yang diperlukan untuk ke depannya dan juga menggarisbawahi kelemahan berbagai calon penerus, khususnya Molotov dan Mikoyan.[617] Kemudian, pada tahun 1952, ia membubarkan Politbiro dan menggantikannya dengan badan yang lebih besar yang ia sebut Presidium.[618]
Pada tanggal 1 Maret 1953, Stalin ditemukan setengah sadar di lantai kamar tidur dachanya di Volynskoe.[619] Ia mengalami pendarahan otak.[620] Stalin lalu dipindahkan ke sebuah sofa dan tetap berada di situ selama tiga hari.[621] Ia disuapi dengan menggunakan sendok, diberi berbagai obat-obatan dan suntikan, dan lintah juga ditempelkan di tubuhnya untuk mengeluarkan darah.[620] Svetlana dan Vasily dipanggil ke dacha tersebut pada tanggal 2 Maret; Vasily berada dalam keadaan mabuk dan memarahi para dokter, sehingga ia dikirim pulang.[622]
Pada akhirnya Stalin menjemput ajal pada tanggal 5 Maret 1953.[623] Menurut Svetlana, kematian ini merupakan "kematian yang sulit dan sangat buruk".[624] Hasil otopsi menunjukkan bahwa Stalin meninggal akibat pendarahan otak dan ia juga mengalami kerusakan pada arteri otaknya yang disebabkan oleh aterosklerosis.[625] Terdapat kemungkinan bahwa Stalin dibunuh.[626] Beria dicurigai sebagai pelakunya, dan memoir-memoir politik Vyacheslav Molotov, yang diterbitkan pada tahun 1993, mengklaim Beria mengaku kepada Molotov bahwa ia telah meracuni Stalin: "Aku telah membunuhnya."[627] Namun, tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa Stalin dibunuh oleh Beria.[620]
Kematian Stalin diumumkan pada tanggal 6 Maret.[628] Jasadnya diawetkan[629] dan kemudian ditampilkan di Gedung Persatuan Moskow selama tiga hari.[630] Kerumunan saling berdesak-desakan hingga menewaskan sekitar 100 orang.[631] Kemudian jenazahnya dibaringkan di dalam Mausoleum Lenin di Lapangan Merah pada tanggal 9 Maret. Ratusan ribu orang hadir.[632] Pemerintah Tiongkok juga mengadakan masa berkabung atas kematian Stalin.[633] Namun, pada bulan tersebut, terjadi banyak penangkapan orang-orang atas tuduhan "pergolakan anti-Soviet" setelah polisi mendengar kabar mengenai orang-orang yang merayakan kematian Stalin.[634]
Stalin tidak mengangkat seorang penerus dan juga tidak membuat kerangka yang mempersiapkan penyerahan kekuasaan.[635] Komite Pusat bertemu pada hari kematiannya, dan beberapa orang yang menjadi tokoh-tokoh terpenting di dalam tubuh partai adalah Malenkov, Beria, dan Khruschev.[636] Sistem kepemimpinan kolektif dikembalikan, dan mereka berupaya memastikan agar tidak ada lagi anggota yang dapat menjadi diktator.[637] Reformasi sistem Soviet langsung diberlakukan.[638] Reformasi ekonomi mengurangi proyek-proyek pembangunan massal dan dititikberatkan pada pembangunan perumahan, dan reformasi ini juga menurunkan pajak petani untuk menggenjot produksi.[639] Para pemimpin baru mencoba rujuk dengan Yugoslavia dan mengurangi permusuhan dengan AS,[640] dan bahkan melakukan perundingan untuk mengakhiri Perang Korea pada Juli 1953.[641] Para dokter yang sebelumnya dijebloskan ke penjara dibebaskan dan pembersihan yang bersifat antisemitik dihentikan.[642] Pengampunan diberikan kepada mereka yang dipenjara akibat kejahatan-kejahatan non-politik, sehingga mengurangi setengah jumlah orang yang dipenjara, sementara badan keamanan negara dan sistem Gulag direformasi dan tindakan penyiksaan dilarang pada April 1953.[639]
Stalin mengklaim telah menghayati ajaran Marxisme sejak usia lima belas tahun,[643] dan ideologi tersebut memandunya sepanjang masa dewasanya.[644] Menurut Kotkin, Stalin memiliki "keyakinan Marxis yang sangat kuat",[645] sementara Montefiore menyatakan bahwa Marxisme memiliki nilai "semi-agama" bagi Stalin.[646] Meskipun ia tak pernah menjadi seorang nasionalis Georgia,[647] pada kehidupan awalnya, unsur-unsur dari pemikiran nasionalis Georgia berpadu dengan Marxisme dalam pandangannya.[648] Sejarawan Alfred J. Rieber menyatakan bahwa di dalam masyarakat yang menjadi cikal bakal Stalin, "pemberontakan sangat mengakar dalam cerita rakyat dan ritual-ritual populer".[647] Stalin percaya bahwa Marxisme perlu disesuaikan dengan perubahan keadaan; pada tahun 1917, ia menyatakan bahwa "terdapat Marxisme dogmatik dan Marxisme kreatif. Aku berdiri di atas landasan [Marxisme kreatif]".[649] Namun, Volkogonov meyakini bahwa Marxisme Stalin dibentuk oleh "jalan pikirannya yang dogmatis", yang menunjukkan bahwa hal tersebut telah ditanamkan pada diri Stalin selama pendidikannya di lembaga-lembaga keagamaan.[650] Menurut sejarawan Robert Service, Stalin "bukanlah seorang cendekiawan yang orisinal", dan beberapa inovasinya terhadap ideologi Marxisme justru malah bersifat "mentah dan meragukan".[644] Beberapa di antaranya dibuat demi kepentingan politik ketimbang komitmen intelektual yang tulus,[644] dan Stalin sering kali menggunakan ideologi post hoc untuk membenarkan keputusan-keputusannya.[651] Stalin sendiri menyebut dirinya sebagai seorang praktik, yang berarti bahwa ia lebih cenderung menjadi seorang revolusioner praktis daripada teoretikus.[652]
Sebagai seorang Marxis, Stalin percaya kepada perang kelas yang tak terelakkan antara kaum proletariat melawan borjuis.[653] Ia meyakini bahwa kelas pekerja akan memenangkan perjuangan ini dan mendirikan kediktatoran proletariat,[653] dan ia menganggap Uni Soviet sebagai salah satu contoh negara semacam itu.[654] Ia juga percaya bahwa negara proletar ini perlu memberlakukan tindakan represif untuk menghapuskan segala golongan yang memiliki properti,[655] dan dengan demikian perang kelas akan semakin menguat seiring dengan kemajuan sosialisme.[656] Negara baru ini kemudian dapat memastikan bahwa semua warga negara memiliki akses terhadap pekerjaan, makanan, tempat tinggal, kesehatan, dan pendidikan, sementara pemborosan kapitalisme akan dihilangkan oleh sistem ekonomi yang baru dan terstandardisasi.[657] Menurut Sandle, Stalin "berkomitmen untuk menciptakan masyarakat yang terindustrialisasi, terkolektivisasi, direncanakan secara terpusat dan berteknologi maju."[658]
Stalin menyatakan diri sebagai seorang Leninis yang setia.[659] Meskipun begitu, menurut Service, Stalin "bukanlah seorang Leninis yang taat buta".[657] Stalin menghormati Lenin, tetapi bukannya tanpa kritikan,[660] dan Stalin berani bersuara saat ia meyakini bahwa Lenin salah.[657] Pada masa kegiatan revolusionernya, Stalin merasa bahwa beberapa pandangan dan tindakan Lenin tidak hanya menunjukkan pribadi Lenin sebagai seorang emigran yang manja, tetapi juga bersifat kontraproduktif terhadap aktivitas Bolshevik yang berbasis di wilayah Kekaisaran Rusia.[661] Seusai Revolusi Oktober, mereka masih berselisih pandang. Lenin meyakini bahwa semua negara di Eropa dan Asia akan bersatu setelah meletusnya revolusi proletariat, tetapi Stalin justru berpendapat bahwa kebanggaan nasional akan mencegah hal tersebut, dan sebagai gantinya negara-negara sosialis yang terpisah akan terbentuk; menurut Stalin, sebuah negara seperti Jerman tak mau menjadi bagian dari sebuah negara federal yang didominasi Rusia.[662] Sementara itu, penulis biografi Stalin Oleg Khlevniuk meyakini bahwa Stalin dan Lenin membina "hubungan yang erat" selama bertahun-tahun,[663] dan Stalin sangat bergantung kepada tulisan-tulisan Lenin untuk memandunya dalam urusan-urusan negara setelah kematian Lenin (bahkan ia lebih sering menggunakan tulisan-tulisan tersebut daripada tulisan Marx dan Engels).[664] Stalin juga menganut pandangan Leninis yang menyatakan bahwa diperlukan organisasi pelopor revolusi yang akan memimpin proletariat ketimbang dipimpin oleh mereka.[653] Sebagai pemimpin organisasi pelopor ini, Stalin meyakini bahwa rakyat Soviet membutuhkan seorang figur sentral yang kuat yang dapat mereka ikuti, seperti halnya seorang Tsar.[665] Ia sendiri mengagumi dua Tsar yang dikenal sebagai tokoh yang kuat dalam sejarah Rusia, yaitu Ivan yang Mengerikan dan Pyotr yang Agung.[666]
Stalinisme merupakan pengembangan ideologi Leninisme,[667] dan meskipun Stalin menghindari pemakaian istilah "Marxisme-Leninisme-Stalinisme", ia mengizinkan orang lain menggunakannya.[668] Setelah kematian Lenin, Stalin berkontribusi dalam perdebatan teoretis di tubuh Partai Komunis dengan mengembangkan gagasan "sosialisme dalam satu negara". Konsep ini sangat terkait dengan pertarungan antar faksi di dalam partai, terutama melawan Trotsky.[669] Ia mula-mula mengembangkan gagasan tersebut pada Desember 1924 dan merincikannya dalam tulisan-tulisannya pada tahun 1925–26.[670] Doktrin Stalin ini menyatakan bahwa sosialisme dapat diwujudkan di Rusia, tetapi kemenangan akhir sosialisme di negara tersebut tak dapat terjamin akibat ancaman campur tangan kapitalis. Maka dari itu, ia tetap mempertahankan pandangan Leninis bahwa revolusi dunia masih diperlukan untuk memastikan kemenangan mutlak sosialisme.[670] Meskipun Stalin menganut paham Marxis bahwa negara akan hilang saat sosialisme berubah menjadi komunisme murni, ia meyakini bahwa negara Soviet masih akan tetap ada hingga kekalahan terakhir kapitalisme internasional.[671] Konsep ini memadukan gagasan-gagasan Marxis dan Leninis dengan gagasan-gagasan nasionalis,[658] dan dijadikan alat untuk menyudutkan Trotsky (yang mempromosikan gagasan "revolusi permanen") dengan menganggap Trotsky sebagai orang yang tidak percaya dengan kemampuan buruh Rusia dalam membangun sosialisme.[672]
Menurut Stalin, bangsa-bangsa adalah sebuah entitas yang dibentuk oleh kapitalisme dan sebenarnya dapat disatukan dengan yang lainnya.[673] Ia meyakini bahwa seluruh bangsa akan bergabung menjadi satu masyarakat global.[673] Ia juga menganggap semua bangsa pada dasarnya memiliki kedudukan yang setara.[674] Stalin berpendapat bahwa orang Yahudi memiliki "karakter nasional", tetapi bukanlah suatu "bangsa" dan maka dari itu tak dapat diasimilasi. Ia merasa bahwa nasionalisme Yahudi, terutama Zionisme, merupakan gagasan yang bermusuhan dengan sosialisme.[675] Dalam tulisannya, ia menyatakan bahwa "hak untuk memisahkan diri" sebaiknya ditawarkan kepada etnis-etnis minoritas di Kekaisaran Rusia, tetapi mereka tidak perlu didorong untuk mengambil keputusan tersebut.[676] Ia berpendapat bahwa jika mereka menjadi otonom sepenuhnya, maka mereka pada akhirnya akan dikendalikan oleh unsur-unsur yang paling reaksioner di komunitas mereka; contohnya, ia mengutip suku Tatar yang kebanyakan buta huruf, yang ia klaim akan didominasi oleh mullah-mullah mereka.[676] Maka dari itu, Khlevniuk berpendapat bahwa Stalin telah merukunkan gagasan Marxisme dengan imperialisme.[677] Menurut Service, Marxisme Stalin sangat diilhami oleh nasionalisme Rusia.[644] Upaya Stalin untuk memperluas pengaruh Soviet ke Eropa Timur juga telah memicu tuduhan-tuduhan imperialisme Rusia.[678] Namun, menurut Montefiore, keputusan Stalin untuk merangkul bangsa Rusia bersifat pragmatis, karena bangsa Rusia merupakan kelompok utama di Uni Soviet; keputusan ini bukan berarti bahwa Stalin telah menolak cikal bakal Georgia-nya.[679]
Stalin adalah seorang pembunuh. Ia juga seorang cendekiawan, administrator, negarawan, dan pemimpin partai; ia adalah seorang penulis dan penyunting meskipun pada saat yang sama juga seorang negarawan. Dalam kehidupan pribadi dan dengan caranya sendiri, ia adalah seorang suami dan ayah yang penuh perhatian sekaligus pemarah. Meskipun demikian, ia kurang sehat secara rohani maupun jasmani. Ia memiliki banyak bakat, dan setiap saat mampu menggunakan kecerdasannya untuk berpura-pura menjadi pribadi apa saja yang ia anggap bermanfaat bagi kepentingannya. Ia membingungkan, mencengangkan, membangkitkan amarah, menarik perhatian, dan memikat hati orang-orang semasa hidupnya. Akan tetapi, kebanyakan pria dan wanita sezamannya justru meremehkan Stalin.
Saat dewasa, tinggi badan Stalin hanya mencapai 163 cm (5 kaki 4 inci).[681] Agar terkesan lebih tinggi, ia mengenakan sepatu bersol tebal,[682] dan berdiri di atas panggung kayu kecil bilamana menyaksikan parade.[682] Wajahnya yang berkumis dipenuhi lubang-lubang bekas penyakit cacar yang pernah menjangkitinya semasa kecil. Ia lahir dengan jaringan selaput di sela jari kaki kirinya, dan lengan kirinya mengalami cedera permanen sejak kecil sehingga lebih pendek dibanding lengan kanannya dan kurang luwes untuk digerakkan,[683] mungkin akibat terserempet kereta kuda sewaktu berusia 12 tahun.[684]
Semasa muda, Stalin biasanya mengenakan kemeja satin merah, mantel kelabu, dan topi fedora merah, serta sesekali mengenakan chokha (mantel) tradisional Georgia bersama tutup kepala putih.[685] Pada masa itu rambutnya ia biarkan tumbuh memanjang, dan janggutnya sering pula ia pelihara;[686] ia memang sengaja berpenampilan lusuh sebagai bentuk penolakan terhadap nilai-nilai estetika kelas menengah.[51] Sejak pertengahan 1918 sampai akhir hayatnya, ia mengenakan busana bergaya militer, khususnya sepatu bot hitam panjang dan tunik tanpa kerah berwarna cerah, serta membawa sepucuk pistol.[687] Barang-barang keperluan hidupnya tak seberapa banyak, dan ia hidup secara bersahaja dengan pakaian dan perabot yang sederhana lagi murah;[688] ia memang lebih meminati kekuasaan daripada kekayaan.[689] Ia juga gemar merokok sampai akhir hayatnya, baik dengan cara mengisap pipa maupun lintingan tembakau.[690]
Stalin berasal dari suku bangsa Georgia,[691] dan terbiasa menuturkan bahasa Georgia sejak kecil.[692] Ia baru belajar bahasa Rusia pada umur delapan atau sembilan tahun.[693] Stalin sangat bangga akan budaya Georgia dan jati dirinya sebagai orang Georgia.[694] Sampai akhir hayatnya, aksen khas Georgia masih kental terdengar bilamana ia bertutur dalam bahasa Rusia.[695] Menurut Simon Montefiore, tindakannya mengadopsi budaya Rusia terlampau dilebih-lebihkan orang, dan sesungguhnya ia tetap seorang anak jati Georgia dalam gaya hidup maupun kepribadiannya, sampai-sampai sebagian besar tahun-tahun terakhir dalam hidupnya ia lewatkan di kampung halamannya.[696] Simon Montefiore berpendapat bahwa "selepas tahun 1917, ia menjadi orang yang memiliki empat kebangsaan: Georgia berdasarkan suku bangsa, Rusia berdasarkan kesetiaan, internasionalis berdasarkan ideologi, dan Uni Soviet berdasarkan kewarganegaraan."[697] Robert Service mengemukakan bahwa Stalin "tidak akan pernah menjadi orang Rusia", tidak dapat bersikap selayaknya orang Rusia tulen secara meyakinkan dan, bertentangan dengan anggapan umum, ia tidak pernah sungguh-sungguh berusaha menjadi orang Rusia.[698] Stalin digambarkan sebagai "seorang Asia" oleh rekan-rekannya, bahkan kepada seorang wartawan Jepang Stalin sendiri pernah berkata, "saya bukan orang Eropa, melainkan orang Asia, orang Georgia yang te-Rusiakan".[699] Ia mulai menggunakan nama samaran "Stalin" pada tahun 1912. Karena dibentuk dari kata Rusia untuk "baja", nama ini sering kali diterjemahkan menjadi "Pria Baja".[700] Nama-nama samaran yang pernah ia gunakan sebelum "Stalin" adalah "Koba", "Soselo", "Ivanov" dan lain-lain.[701]
Stalin memiliki nada suara yang lembut,[702] dan bercakap perlahan-lahan bilamana bertutur dalam bahasa Rusia, dengan kata-kata yang dipilih secara cermat.[691] Meskipun berusaha tidak menampakkannya di muka umum, Stalin sebenarnya biasa bertutur dalam gaya bahasa yang kasar.[703] Menurut Dmitri Volkogonov, sekalipun digambarkan sebagai seorang orator yang buruk,[704] gaya bertutur Stalin sebenarnya "lugas dan jelas, tidak bermuluk-muluk, tanpa kalimat-kalimat yang memukau maupun lagak berapi-api".[705] Ia jarang berbicara di hadapan sidang pendengar dalam jumlah besar, dan lebih suka mengungkapkan isi pikirannya dalam bentuk tertulis.[706] Gaya bahasa dalam tulisan-tulisannya pun seragam, berciri sederhana, jelas, dan singkat namun sarat makna.[707]
Leon Trotsky dan beberapa tokoh Uni Soviet lainnya menyebarluaskan gagasan bahwa Stalin adalah pribadi yang biasa-biasa saja.[708] Gagasan ini diterima luas di luar Uni Soviet namun sesungguhnya menyesatkan.[709] Menurut Simon Montefiore, "dari sudut pandang para saksi mata, baik yang suka maupun yang tidak suka padanya, Stalin jelas-jelas adalah pribadi yang istimewa, bahkan sejak masih kanak-kanak".[709] Stalin memiliki pola pikir yang rumit,[710] dan kemampuan mengendalikan diri yang mumpuni.[711] Ia jarang meluahkan amarah dengan nada suara yang tinggi,[712] meskipun tindak-tanduknya semakin sukar ditebak dan perangainya semakin memburuk seiring penurunan kondisi kesehatannya menjelang akhir hayat.[713] Selaku seorang pekerja keras,[714] ia menampakkan keinginan yang kuat untuk belajar,[715] dan memiliki daya ingat yang luar biasa.[716] Sewaktu masih berkuasa, ia mencermati berbagai macam hal-ihwal kehidupan masyarakat Uni Soviet, mulai dari naskah film sampai rancangan arsitektur dan sarana militer.[717] Menurut Dmitri Volkogonov, "kehidupan pribadi Stalin sudah menyatu dengan keseharian kerjanya"; ia tidak pernah bercuti dari kegiatan politik.[718]
Stalin adalah seorang pelakon ulung yang pandai menampilkan berbagai macam perwatakan di hadapan khalayak penonton yang berbeda-beda.[719] Ia pandai mengakali orang, sering menipu atau mengecoh orang lain demi maksud-maksud dan tujuan-tujuan yang hendak ia capai.[720] Ia adalah seorang organisator yang baik,[721] penuh perhitungan,[722] dan menilai orang lain berdasarkan kekuatan watak, kesigapan bertindak, dan kecerdikan mereka.[723] Ia dapat saja bersikap kasar dan menghina, yang secara terbuka ia akui sebagai kekurangan-kekurangannya.[724] Meskipun lekas naik darah dan suka berlagak tangguh bila bercakap, ia dapat tampil sangat memikat hati;[725] dalam suasana santai, ia suka berkelakar dan memperagakan gerak-gerik orang lain.[715] Simon Montefiore berpendapat bahwa daya tarik pribadi inilah yang menjadi "landasan kekuasaan Stalin dalam Partai Komunis".[726] Beberapa sejarawan merasa tidak patut untuk mencontohi langkah Lazar Kaganovich yang menggunakan ungkapan "ada beberapa orang Stalin" sebagai cara untuk menjabarkan kepribadiannya yang beraneka rupa itu.[727]
Stalin berwatak bengis,[728] berperangai kejam,[729] dan berkecenderungan melakukan kekerasan secara berlebih-lebihan, sekalipun di kalangan kaum Bolshevik sendiri.[712] Ia tidak kenal belas kasihan,[730] yang menurut dugaan Dmitri Volkogonov diakibatkan oleh pengalaman pahitnya dipenjarakan dan diasingkan selama bertahun-tahun,[731] meskipun ia dapat pula bermurah hati terhadap orang yang tidak dikenalnya, bahkan di tengah-tengah gencarnya gerakan Teror Besar.[732] Ia tidak pernah hadir secara langsung dalam kegiatan penyiksaan atau penghukuman mati.[733] Robert Service berpendapat bahwa Stalin "mendapatkan kepuasaan yang mendalam" dari tindakan menista dan mempermalukan orang lain, dan bahwasanya ia "gemar" membuat orang lain merasa terjerat dalam ketakutan, termasuk orang-orang terdekatnya.[678] Ia tergolong orang yang mudah kesal karena merasa benar sendiri,[734] suka menggeram[735] maupun balas dendam, dan suka mendongkol pada orang lain selama bertahun-tahun.[736] Pada 1920an, ia juga suka curiga dan berprasangka konspiratif, mudah merasa yakin bahwa rakyat sedang bersekongkol melawan dirinya dan bahwasanya ada persekongkolan besar bertaraf internasional di balik tindakan-tindakan pembelotan.[737] Simon Montefiore menduga bahwa kebrutalan Stalinlah yang menonjolkan dirinya sebagai seorang "ekstremis alami";[738] Robert Service menduga bahwa ia mengidap gangguan kepribadian paranoia atau sosiopat,[710] dan kepribadian "rusak parah" inilah yang menjadi "bahan bakar beroktan tinggi dalam perjalanan menuju peristiwa Teror Besar".[678] Para sejarawan lain berpendapat bahwa kebrutalan Stalin tidak semestinya dilihat sebagai akibat dari anasir-anasir kepribadian mana pun, tetapi sebagai pengejawantahan kebulatan tekadnya untuk untuk memperjuangkan kelangsungan hidup negara sosialisnya dan cita-cita sosialisme internasional.[739] Pada masa glasnost dan perestroika, para psikolog Soviet secara terbuka berdebat tentang apakah Stalin sebenarnya sudah gila.[740]
Sukar rasanya merukunkan kesantunan dan perhatian yang ia tunjukkan pada saya secara pribadi dengan kekejaman mengerikan dari tindakan-tindakan likuidasi menyeluruh yang dilakukannya. Orang lain yang tidak kenal padanya secara pribadi, hanya melihat sosok tiran dalam diri Stalin. Saya juga melihat sisi lainnya – kecerdasannya, daya tanggapnya yang fantastis sampai pada hal yang sekecil-kecilnya, akal sehatnya, dan rasa peri kemanusiaannya yang tidak disangka-sangka dapat ia tunjukkan, sekurang-kurangnya semasa perang. Menurut saya, ia lebih banyak tahu daripada Roosevelt, lebih realistis daripada Churchill, dalam segi-segi tertentu merupakan sosok yang paling efektif di antara pemimpin-pemimpin perang... Harus saya akui bahwa bagi saya Stalin tetap merupakan tokoh yang paling sukar dipahami dan yang paling penuh kontradiksi dari semua orang yang pernah saya kenal – dan biarlah sejarah yang memberikan penilaian akhir.
— Duta Besar Amerika Serikat, W. Averell Harriman[741]
Stalin mengagumi bakat-bakat seni,[742] dan melindungi beberapa sastrawan Soviet, misalnya Mikhail Bulgakov, bahkan saat karya tulis mereka dianggap membahayakan rezimnya.[743] Ia suka mendengarkan musik,[744] dan mengoleksi sekitar 2.700 album musik.[745] Pada era 1930-an dan 1940-an, ia sering menonton pertunjukan-pertunjukan yang digelar di gedung Teater Bolshoi.[746] Selera musik dan teaternya tergolong konservatif, ia lebih suka menonton pertunjukan drama, opera, dan balet klasik daripada pertunjukan-pertunjukan yang ia lecehkan sebagai "formalisme" coba-coba.[693] Demikian pula halnya dengan seni rupa, ia lebih suka pada karya-karya seni rupa berlanggam klasik daripada langgam-langgam avant-garde seperti kubisme dan futurisme.[747] Ia gemar membaca, dan memiliki sebuah perpustakaan yang menampung lebih dari 20.000 jilid buku.[748] Hanya sedikit di antaranya yang merupakan karya fiksi,[749] meskipun ia hafal beberapa baris kalimat dari karya tulis Alexander Pushkin serta Nikolay Nekrasov, dan mampu mendaraskan kalimat-kalimat dalam karya tulis Walt Whitman di luar kepala.[742] Ia lebih suka membaca kajian-kajian sejarah, dan mengikuti perkembangan debat-debat di bidang kajian sejarah Rusia, Mesopotamia, Romawi Kuno, dan Bizantium.[613] Selaku seorang otodidak,[750] ia mengaku membaca sampai 500 halaman dalam sehari,[751] bahkan Simon Montefiore menghargainya sebagai seorang cendekiawan.[752]
Stalin biasa bangun tidur sekitar pukul 11 siang,[753] dan bekerja hingga larut malam.[754] Ia makan kenyang pada siang hari, antara pukul 3 dan pukul 5 petang, sementara makan malamnya berlangsung tidak lebih awal dari pukul 9 malam.[755] Seringkali ia memilih untuk bersantap malam bersama para anggota Politbiro dan istri-istri mereka yang tinggal di Kremlin.[756] Ia banyak menghabiskan waktu di ruang bioskop yang dibangun di Kremlin maupun di dacha-dacha miliknya, tempat ia menonton film bersama para pejabat lain setelah larut malam; ia suka sekali menonton film-film koboi (film-film bergenre western),[757] meskipun film kegemarannya adalah Volga Volga.[758] Stalin suka menikmati minuman keras, dan suka mengajak orang-orang di sekelilingnya untuk menemaninya minum-minum bilamana menghadiri pesta-pesta santap malam atau acara-acara sosial lainnya, dengan harapan orang-orang itu akan membocorkan rahasia dalam keadaan mabuk.[759] Ia suka melucu, misalnya dengan menaruh sebutir tomat di tempat duduk para anggota Politbiro dan menunggu sampai mereka mendudukinya,[760] dan suka pula mengajak orang-orang untuk bernyanyi dalam acara-acara sosial.[761] Sewaktu masih bayi, Stalin menunjukkan kesukaan pada bunga-bungaan,[762] dan di kemudian hari ia suka merawat taman.[762] Dacha miliknya yang terletak di Volynskoe, kawasan permukiman di pinggiran kota Moskow, dikelilingi taman seluas 50 ekar (20,23 hektare), tempat Stalin mencurahkan banyak perhatian pada kegiatan bercocok tanam.[763] Stalin juga suka bermain biliar, bahkan sangat piawai.[764]
Dengan cara yang brutal, cerdik, dan tanpa kenal lelah, Stalin membangun kediktatoran perseorangan di dalam kediktatoran Bolshevik. Ia selanjutnya melancarkan sekaligus memantau usaha sosialis yang penuh cucuran darah untuk membentuk ulang seantero bekas kekaisaran itu, tampil sebagai pemenang perang terbesar dalam sejarah umat manusia, dan menghantarkan Uni Soviet ke episentrum percaturan global. Lebih dari tokoh-tokoh sejarah lainnya, bahkan melebihi Gandhi maupun Churchill, biografi Stalin... yang pada akhirnya tampil paling dekat dengan sejarah dunia.
— Stephen Kotkin[765]
Stalin tidak suka bepergian,[766] dan enggan berangkat dengan pesawat terbang.[767] Selaku pemimpin Uni Soviet, ia jarang meninggalkan Moskow, selain ke dacha miliknya untuk berlibur.[768] Rumah yang ia sukai sebagai tempat berlibur berubah-ubah dari tahun ke tahun,[769] meskipun setiap tahun ia pergi berlibur ke daerah-daerah di kawasan selatan Uni Soviet sejak 1925 sampai 1936, dan kembali melakukannya sejak 1945 sampai 1951.[770] Sama seperti tokoh-tokoh senior lainnya, ia memiliki sebuah dacha di Zubalova, 35 km di luar kota Moskow,[771] meskipun tidak lagi ia gunakan semenjak Nadya bunuh diri pada tahun 1932.[772] Selepas tahun 1932, ia lebih suka berlibur di Abkhazia, karena bersahabat dengan pemimpinnya, Nestor Lakoba.[773] Dacha Kuntsevo, dacha barunya, dibangun pada tahun 1934; dacha yang berjarak 9 km dari Kremlin ini menjadi tempat tinggal utamanya.[774] Pada tahun 1935, ia mulai menggunakan sebuah dacha baru yang disediakan baginya oleh Nestor Lakoba di Novy Afon;[775] pada tahun 1936, ia memerintahkan pembangunan dacha Kholodnaya Rechka yang dirancang oleh Miron Merzhanov di kawasan pesisir Abkhazia.[776] Sebelum Perang Dunia II, ia membangun lagi wastu di Lipki dan Semyonovskaya, serta sekurang-kurangnya empat buah dacha di kawasan selatan pada tahun 1937, termasuk dacha yang terletak di dekat Sochi. Sebuah vila mewah miliknya di dekat Gagri adalah pemberian Lavrenti Beria. Di Abkhazia, ia memiliki sebuah tempat petirahan di daerah pegunungan. Seusai perang, ia membangun lagi beberapa dacha di Novy Afon, di dekat Sukhumi, di Perbukitan Valdai, dan di Danau Mitsa. Wastu lain yang ia miliki terletak di dekat Zelyony Myss di pesisir Laut Hitam. Seluruh dacha, wastu, dan istana ini dirawat oleh barisan pengurus rumah tangga, diperlengkapi dengan perabot dan peralatan yang memadai, diawasi pasukan-pasukan penjaga keamanan, lebih banyak digunakan secara pribadi, dan sesekali digunakan pula untuk urusan-urusan diplomatik.[777]
Meskipun secara terbuka mengutuk antisemitisme,[778] Stalin berulang kali dituduh sebagai orang yang antisemit.[779] Orang-orang yang mengenal Stalin, seperti Nikita Khrushchev, menduga bahwa ia sudah lama memendam sentimen negatif terhadap orang Yahudi,[608][780][781] dan kecenderungan antisemit dalam kebijakan-kebijakan Kremlin semakin meningkat akibat perseteruannya dengan Leon Trotsky.[782] Setelah Stalin wafat, Nikita Khrushchev mengaku diberi isyarat oleh Stalin untuk memicu gerakan antisemit di Ukraina, konon dengan berkata bahwa "para buruh yang baik di pabrik semestinya diberi pentungan agar dapat mementung habis orang-orang Yahudi itu."[783] Pada tahun 1946, Stalin konon secara tertutup pernah berkata bahwa "setiap orang Yahudi berpotensi menjadi mata-mata."[608][784] Robert Conquest berpendapat bahwa meskipun memiliki rekan-rekan keturunan Yahudi, Stalin justru mendukung antisemitisme.[785] Robert Service memperingatkan bahwa "tidak ada bukti yang tak terbantahkan" mengenai jejak antisemitisme dalam karya-karya tulis Stalin yang telah diterbitkan, sekalipun pernyataan-pernyataan tertutup dan tindakan-tindakannya di muka umum "tidak dapat disangkal menyiratkan antipati terhadap orang Yahudi";[786] ia menambahkan pula bahwa seumur hidup Stalin, orang Georgia ini "adalah teman, rekan, maupun pemimpin bagi orang-orang Yahudi yang tak terkira jumlahnya".[787] Menurut Lavrenti Beria, Stalin bahkan pernah menjalin hubungan asmara dengan beberapa orang perempuan keturunan Yahudi.[788]
Bagi Stalin, persahabatan itu penting.[789] Ia memanfaatkan hubungan persahabatannya untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan.[790] Menurut pengamatan Stephen Kotkin, Stalin "lazimnya tertarik pada orang-orang yang sama dengan dirinya, yakni parvenu intelligentsia (cendekiawan pendatang baru) dari kalangan rakyat jelata".[791] Ia memberi nama panggilan kepada orang-orang yang ia sukai, misalnya Nikolai Yezhov yang ia beri nama panggilan "murbei hitamku".[792] Stalin pandai bergaul dan suka berkelakar.[793] Menurut Simon Montefiore, hubungan persahabatan Stalin "berkisar di antara kasih sayang, kekaguman, dan cemburu buta".[794] Saat menjadi kepala negara Uni Soviet, ia masih terus berhubungan dengan banyak sahabat lamanya di Georgia. Ia menyurati dan mengirimkan uang kepada mereka.[795]
Stalin tertarik pada perempuan, dan tidak ada laporan mengenai kecenderungan homoseksual pada dirinya;[796] menurut Simon Montefiore, pada masa mudanya Stalin "jarang terlihat di muka umum tanpa menggandeng seorang teman wanita".[49] Ia suka bergonta-ganti pasangan intim, tetapi jarang membicarakan urusan ranjangnya.[797] Simon Montefiore mencermati bahwa Stalin lebih suka pada "perempuan-perempuan muda, remaja-remaja belasan tahun yang masih rentan termakan rayuan maupun gadis-gadis desa bertubuh sintal",[797] yang ia anggap dapat mendukung dan tidak akan menyusahkan dirinya.[798] Menurut Robert Service, Stalin "memandang perempuan sebagai sumber kepuasan birahi dan kenyamanan rumah tangga".[799] Stalin menikah dua kali dan menurunkan beberapa orang anak.[796] Istri pertamananya, Ekaterina Svanidze, ia nikahi pada tahun 1906. Menurut Simon Montefiore, Stalin dan Ekaterina Svanidze adalah "pasangan cinta sejati";[800] Dmitri Volkogonov menduga bahwa Ekaterina Svanidze "mungkin adalah satu-satunya manusia yang pernah sungguh-sungguh dicintainya".[801] Pasangan ini menurunkan seorang putra, Yakov, yang kerap membuat Stalin merasa frustrasi dan jengkel.[802] Yakov sudah memiliki seorang putri, Galina, sebelum pergi berjuang bersama Tentara Merah dalam Perang Dunia II. Ia ditawan Tentara Jerman dan kemudian bunuh diri.[803] Saat Yakov masih ditahan, Jerman pernah menawarkan untuk menukar Yakov dengan Friedrich Paulus, Marsekal Lapangan Jerman yang ditangkap oleh Uni Soviet selama Pertempuran Stalingrad, tetapi Stalin menolak tawaran tersebut dan konon malah menjawab "Saya tidak akan menukar seorang Marsekal dengan seorang Letnan."[804]
Istri kedua Stalin bernama Nadezhda Alliluyeva; keduanya tidak begitu rukun, dan sering cekcok.[805] Stalin dan Nadezhda Alliluyeva menurunkan dua orang anak—seorang putra yang diberi nama Vasily, dan seorang putri yang diberi nama Svetlana—serta mengasuh seorang putra angkat yang bernama Artyom Sergeev, pada tahun 1921.[806] Selama pernikahannya dengan Nadezhda, Stalin menjalin hubungan asmara dengan banyak perempuan lain, sebagian besar di antaranya adalah rekan-rekan perempuan atau istri-istri dari rekan-rekan sesama pejuang revolusi.[807] Nadezdha akhirnya dapat mengendus perselingkuhan suaminya,[808] dan bunuh diri pada tahun 1932.[809] Stalin menganggap Vasily sebagai anak manja dan kerap mencela perilakunya; selaku putra Stalin, kenaikan pangkat Vasily dalam jenjang jabatan Tentara Merah tetap saja diperlancar sehingga memungkinkannya untuk hidup berfoya-foya.[810] Sebaliknya hubungan Stalin dan Svetlana sangat dekat ketika putrinya itu masih kanak-kanak,[811] dan ia juga sangat sayang pada Artyom.[806] Di kemudian hari, ia menolak semua pinangan yang ditujukan terhadap Svetlana dan tidak merestui semua pernikahan putrinya, sehingga meretakkan hubungan kasih sayang di antara keduanya.[812] Selepas Perang Dunia II, ia hanya meluangkan sedikit waktu bagi anak-anaknya, dan peranan keluarga semakin lama semakin tidak penting lagi dalam kehidupannya.[813] Setelah Stalin wafat, Svetlana mengganti nama belakangnya dari Stalin menjadi Alliluyeva,[640] dan membelot ke Amerika Serikat.[814]
Setelah Nadezdha wafat, Stalin menjadi semakin akrab dengan kakak iparnya, Zhenya Alliluyeva;[815] Simon Montefiore yakin bahwa keduanya mungkin sekali menjalin hubungan asmara.[816] Ada desas-desus yang menyebar, meskipun tanpa bukti, bahwasanya sejak 1934, ia menjalin hubungan asmara dengan pengurus rumah tangganya, Valentina Istomina.[817] Stalin sekurang-kurangnya memiliki dua orang anak hasil hubungan gelap,[818] meskipun tidak pernah ia akui sebagai anak-anaknya.[819] Salah seorang di antaranya, Konstantin Kuzakova, di kemudian hari menjadi dosen filsafat di Institut Teknik Mesin Militer Leningrad, tetapi tidak pernah berjumpa dengan ayahnya.[820] Yang seorang lagi, Aleksander, adalah putra dari Lidia Pereprygia; ia tumbuh besar sebagai putra seorang nelayan kampung, dan pemerintah Uni Soviet memaksanya bersumpah tidak akan pernah membocorkan rahasia bahwa Stalin adalah ayah kandungnya.[821]
Sejarawan Robert Conquest berpendapat bahwa Stalin, "mungkin lebih dari [orang] lain, menentukan arah perjalanan abad kedua puluh".[822] Robert Service menghargainya sebagai "salah seorang politikus terkemuka pada abad kedua puluh";[678] Dmitri Volkogonov juga menganggapnya "seorang politikus yang luar biasa".[823] Simon Montefiore memandang Stalin sebagai "perpaduan langka: 'cendekiawan' sekaligus 'pembunuh', seorang lelaki yang pernah menjadi "politikus tertinggi" dan "tokoh yang paling sukar dipahami sekaligus yang paling memikat di antara tokoh-tokoh raksasa abad kedua puluh".[824] Menurut sejarawan Kevin McDermott, penafsiran-penafsiran orang mengenai pribadi Stalin berkisar dari penafsiran-penafsiran "yang terkesan menjilat dan menyanjung sampai yang bernada menghujat dan mengutuk".[825] Sebagian besar dari orang-orang di Dunia Barat maupun orang-orang Rusia yang antikomunis memandangnya secara sangat negatif sebagai seorang pembunuh massal;[825] sejumlah besar orang Rusia dan Georgia menghormatinya sebagai seorang negarawan besar dan pembangun negara.[825] Stalin juga telah digambarkan sebagai seorang teroris karena kegiatan-kegiatan terkait revolusi yang pernah ia lakukan di Georgia.[826]
Stalin memperkuat dan menstabilkan Uni Soviet,[827] mengubahnya menjadi sebuah "kekuatan besar" dalam tiga dasawarsa.[828] Robert Service memperkirakan bahwa tanpa kepemimpinan Stalin, Uni Soviet mungkin sudah lama runtuh sebelum tahun 1991.[827] Saat ia wafat, Uni Soviet telah berubah menjadi sebuah kekuatan dunia dan raksasa industri, dengan populasi yang terdidik.[827] Menurut Robert Service, Uni Republik Sosialis Soviet di bawah rezim Stalin "boleh berbangga atas capaian-capaian yang menakjubkan" di bidang urbanisasi, kekuatan militer, pendidikan, dan harga diri Soviet.[829] Meskipun dipandang hina oleh jutaan warga Uni Soviet, dukungan bagi dirinya tetap saja mengalir dari seluruh kalangan masyarakat Uni Soviet.[829]
Uni Soviet di bawah rezim Stalin dinilai bersifat totaliter.[830] Sejumlah penulis biografi menggambarkannya sebagai diktator,[831] otokrat,[832] bahkan ada yang menuduhnya mempraktikkan Kaisarisme.[833] Simon Montefiore berpendapat bahwa meskipun Stalin mula-mula memerintah sebagai bagian dari suatu oligarki Partai Komunis, pemerintahan Uni Soviet berubah dari bentuk oligarki menjadi kediktatoran perseorangan pada tahun 1934,[834] dengan Stalin selaku "diktator mutlak" antara bulan Maret dan bulan Juni 1937, manakala tokoh-tokoh militer dan NKVD disingkirkan.[835] Menurut Stephen Kotkin, Stalin "membangun sebuah kediktatoran perseorangan di dalam kediktatoran Bolshevik".[765] Baik di Uni Soviet maupun di negara-negara lain, ia digambarkan sebagai seorang "despot khas timur".[836] Penulis biografi, Dmitri Volkogonov, menyifatkannya sebagai "salah seorang tokoh yang paling berkuasa dalam sejarah umat manusia",[837] sementara Kevin McDermott mengemukakan bahwa Stalin memiliki "kewenangan politik terpusat yang belum pernah ada sebelumnya di dalam genggaman tangannya",[838] dan Robert Service mencermati bahwa pada penghujung era 1930-an, Stalin "sudah lebih dekat pada despotisme perseorangan dibanding hampir semua kepala monarki sepanjang sejarah".[839]
Meskipun demikian, Kevin McDermott mengingatkan tentang "stereotip-stereotip yang terlampau menyederhanakan"—sebagaimana yang digembar-gemborkan dalam buku-buku fiksi karya penulis-penulis seperti Aleksandr Solzhenitsyn, Vasily Grossman, dan Anatoly Rybakov—yang menggambarkan Stalin sebagai seorang tiran yang mahakuasa dan mahahadir yang mengendalikan segala aspek kehidupan Uni Soviet melalui penindasan dan totaliterisme.[840] Robert Service dengan nada yang sama mewanti-wanti mengenai penggambaran Stalin sebagai seorang "despot yang tak terhalang", dengan mengemukakan bahwa "sekalipun sangat berkuasa, kekuasaannya tidaklah tanpa batasan", dan pemerintahannya bergantung pada kerelaannya untuk mempertahankan struktur pemerintahan Uni Soviet yang ia warisi dari pendahulunya.[841] Oleg Khlevniuk mencermati bahwa pada sejumlah titik tertentu, khususnya ketika Stalin sudah tua dan lemah, muncul "pernyataan-pernyataan sikap secara berkala" yang merupakan wujud ancaman dari oligarki partai terhadap kekuasaan otokratisnya.[713] Kepada para tetamu asing, Stalin menyangkal bahwa ia adalah seorang diktator, dengan mengatakan bahwa orang-orang yang menyebutnya diktator tidak memahami struktur pemerintahan Uni Soviet.[842]
Sekumpulan besar karya sastra yang mengagung-agungkan pribadi Stalin sudah pernah diterbitkan.[843] Semasa hidup Stalin, isi dari biografi-biografinya yang disetujui untuk terbit lebih bersifat hagiografis atau memuliakan pribadi Stalin.[844] Ia memastikan agar karya-karya tulis ini hanya menyoroti sedikit saja perihal masa mudanya, terutama karena ia tidak ingin menonjolkan asal-usulnya sebagai orang Georgia di sebuah negara yang mayoritas warganya berkebangsaan Rusia.[845] Sejumlah besar biografi Stalin telah diterbitkan semenjak ia wafat.[846] Sampai era 1980-an, biografi-biografi ini lebih banyak mengandalkan sumber-sumber informasi yang sama.[846] Di bawah rezim Mikhail Gorbachev, sejumlah berkas rahasia mengenai kehidupan Stalin diperbolehkan untuk dibaca oleh para sejarawan;[846] pada era glasnost, yang dicanangkan oleh Mikhail Gorbachev, hal-ihwal pribadi Stalin menjadi "salah satu isu agenda publik yang paling mendesak dan vital" di Uni Soviet.[847] Setelah pembubaran Uni Soviet pada tahun 1991, seluruh arsip terkait pribadi Stalin diperbolehkan untuk dibaca oleh para sejarawan, sehingga banyak informasi baru mengenai Stalin yang akhirnya tersingkap,[848] dan memunculkan banyak sekali kegiatan penelitian yang baru.[843]
Pandangan Kaum Leninis mengenai Stalin masih terpecah. Sebagian memandangnya sebagai penerus sejati dari Lenin, yang melestarikan dan mengembangkan gagasan-gagasan warisan Lenin, sementara sebagian lagi meyakini bahwa Stalin telah mengkhianati gagasan-gagasan Lenin dengan menyimpang dari gagasan-gagasan itu.[678] Sifat sosial-ekonomi dari Uni Soviet semasa Stalin berkuasa juga telah banyak diperdebatkan, dan mendapatkan beragam penilaian, yakni sebagai wujud dari sosialisme negara, kapitalisme negara, kolektivisme birokratik, ataupun sebagai suatu moda produksi yang sepenuhnya unik.[849] Bagi Dmitri Volkogonov, yang juga seorang sosialis, sikap dan perbuatan Stalin justru "memasok amunisi dan argumen berbobot yang lebih dari cukup" bagi pihak-pihak penentang sosialisme, dengan mengemukakan bahwa pemimpin Uni Soviet ini telah merusak "pesona besar sosialisme yang dihasilkan oleh Revolusi Oktober".[850]
Menurut Robert Service, Stalin adalah "salah seorang tokoh terjahat dalam sejarah", tokoh yang memerintahkan "pembunuhan manusia secara sistematis dan berskala masif".[827] Oleg Khlevniuk berpendapat bahwa tindakan-tindakan Stalin "menjungkirbalikkan atau sepenuhnya menghancurkan secara harfiah kehidupan berjuta-juta manusia".[843] Ia memperkirakan ada sekurang-kurangnya 60 juta orang yang mengalami satu dan lain bentuk penindasan atau diskriminasi di bawah rezim Stalin.[851] Catatan-catatan resmi menunjukkan bahwa 800.000 orang tewas ditembak mati di Uni Soviet antara tahun 1930 dan 1952, meskipun lebih banyak lagi jumlah orang yang tewas selama menjalani penyiksaan atau tewas akibat kondisi hidup yang buruk di kamp-kamp kerja paksa. Jauh lebih banyak lagi yang tewas akibat bencana kelaparan, terutama bencana kelaparan 1932-1933.[851]
Menurut perkiraan-perkiraan yang dibuat pada era Perang Dingin, jumlah korban jiwa pada masa pemerintahan Stalin mencapai angka 60 juta, tetapi perkiraan-perkiraan yang lebih mutakhir menunjukkan angka yang jauh lebih rendah.[852] Dalam edisi tahun 2008 dari bukunya, The Great Terror, Robert Conquest mengemukakan bahwa "sekurang-kurangnya ada 15 juta orang" yang tewas terbunuh akibat "segala macam teror yang dilakukan oleh rezim Soviet", meskipun jumlah yang benar-benar pasti mungkin tidak akan pernah diketahui.[853] Sejarawan dan peneliti arsip, Stephen G. Wheatcroft, menisbahkan sekitar 3 juta korban jiwa kepada rezim Stalin, sudah termasuk korban jiwa dari tindakan kejahatan akibat kelalaian namun belum termasuk korban jiwa akibat bencana kelaparan,[854] yang menurut perkiraannya dan perkiraan sejarawan R. W. Davies mencapai kisaran angka 5,5 sampai 6,5 juta.[855] Sejarawan Amerika, Timothy D. Snyder, mengemukakan bahwa jika rezim Nazi menewaskan 11–12 juta orang yang tidak ikut bertempur, maka rezim Stalin hanya bertanggung jawab atas tewasnya sekitar 6–9 juta orang, dan dengan demikian menafikan klaim-klaim yang mengatakan bahwa Stalin menewaskan lebih banyak orang dibanding Hitler.[856]
Para sejarawan masih terus memperdebatkan mengenai layak tidaknya bencana kelaparan 1932–1933 di Ukraina—dikenal dengan sebutan Holodomor di Ukraina—disebut sebagai genosida.[857] Gagasan yang populer di kalangan kaum nasionalis Ukraina adalah bahwasanya Stalin secara sadar merekayasa bencana kelaparan ini guna memadamkan semangat kebangsaan yang berkobar di kalangan masyarakat Ukraina.[858] Dua puluh enam negara secara resmi telah mengakui bencana kelaparan ini sebagai genosida berdasarkan definisi menurut hukum pidana internasional. Pada tahun 2006, Parlemen Ukraina menyatakan bencana ini sebagai genosida,[859] dan pada tahun 2010, sebuah sidang pengadilan yang digelar di Ukraina secara anumerta memutuskan bahwa Stalin, Lazar Kaganovich, Stanislav Kosior, dan pemimpin-pemimpin Soviet lainnya terbukti bersalah melakukan tindak pidana genosida.[860][861] Tafsiran semacam ini telah ditentang oleh kajian-kajian sejarah yang lebih mutakhir.[858] Kajian-kajian ini telah merumuskan pandangan bahwa—meskipun kebijakan-kebijakan Stalin memang turut berdampak secara signifikan terhadap tingginya tingkat kematian—tidak ada bukti mengenai kesengajaan Stalin atau pemerintah Uni Soviet untuk merekayasa bencana kelaparan ini.[862] Gagasan yang mengatakan bahwa bencana ini adalah serangan yang ditujukan secara khusus terhadap rakyat Ukraina dibuat lebih bersifat umum dengan menghubungkannya pada kenyataan bahwa kesengsaraan yang meluas akibat bencana kelaparan ini juga dirasakan oleh masyarakat Soviet lainnya kala itu, termasuk masyarakat Rusia.[863] Dengan mengetepikan ketidakjelasan niat Stalin, sejarawan Norman Naimark berpendapat bahwa sekalipun mungkin tidak ada cukup "bukti untuk memidana dirinya dalam suatu sidang pengadilan international sebagai seorang pelaku genosida [...] bukan berarti peristiwa bencana itu sendiri tidak dapat dinilai sebagai genosida".[864]
Proses de-Stalinisasi di Uni Soviet mulai dilaksanakan tak lama setelah ia wafat. Georgy Malenkov mengecam kultus individu Stalin,[865] sementara Pravda membatasi kata-kata pujian terhadap Stalin dan mulai ikut mengkritik tindakan pengultusan terhadap dirinya.[866] Stalingrad diganti namanya menjadi Volgograd.[867] Pada tahun 1956, Nikita Khruschev menyampaikan "Pidato Rahasia" yang bertajuk "Perihal Kultus Individu dan Konsekuensi-Konsekuensinya" pada sesi penutup Kongres Ke-20 Partai Komunis Uni Soviet. Dalam kesempatan itu, Nikita Khrushchev mengecam pribadi Stalin, baik karena penindasan massal yang dilakukannya maupun karena pengultusan dirinya.[868] Ia kembali mengutarakan kecaman-kecaman yang sama dalam Kongres Ke-22 Partai Komunis Uni Soviet pada bulan Oktober 1962.[869] Pada bulan Oktober 1961, jenazah Stalin dikeluarkan dari mausoleum dan dikuburkan di Nekropolis Tembok Kremlin yang bersebelahan letaknya dengan tembok Kremlin. Lokasi persemayaman jenazahnya hanya ditandai dengan sebuah patung dada sederhana.[870]
Proses de-Stalinisasi masyarakat Soviet yang dicanangkan oleh Nikita Khrushchev berakhir setelah ia digantikan oleh Leonid Brezhnev pada tahun 1964. Leonid Brezhnev justru mencanangkan proses re-Stalinisasi sampai taraf tertentu di Uni Soviet.[871] Rencana-rencana untuk memulihkan nama baik Stalin diajukan pernah diajukan pada tahun 1969, dan sekali lagi diajukan pada tahun 1979, tetapi kedua-duanya dimentahkan oleh pernyataan-pernyataan keberatan dari dalam negeri maupun dari partai-partai komunis di luar negeri.[872] Mikhail Gorbachev beranggapan bahwa tindakan pengecaman terhadap Stalin secara menyeluruh di muka umum perlu dilakukan demi kepentingan pembaharuan masyarakat Soviet.[873] Setelah Uni Soviet runtuh pada tahun 1991, Presiden Federasi Rusia yang pertama, Boris Yeltsin, mempertahankan pengecaman publik terhadap Stalin yang dicanangkan oleh Mikhail Gorbachev, bahkan ditambah lagi dengan pengecaman publik terhadap Lenin.[873] Penggantinya, Vladimir Putin, tidak berusaha memulihkan nama baik Stalin, tetapi lebih menonjolkan capaian-capaian Uni Soviet di bawah rezim Stalin ketimbang penindasan-penindasan yang pernah dilakukannya.[874]
Di tengah-tengah pergolakan sosial dan ekonomi pada kurun waktu pasca-Soviet, banyak warga Rusia menganggap Stalin sebagai pemimpin yang mampu menegakkan ketertiban, keadaan yang serba menentu, dan harga diri bangsa, pada masa pemerintahannya.[875] Stalin masih dihormati oleh banyak orang dari kalangan kaum nasionalis Rusia, yang masih mengagung-agungkan kemenangan Soviet atas Jerman Nazi pada Perang Dunia II,[876] dan namanya masih saja disebut-sebut dengan penuh kekaguman di kalangan ekstrem kanan maupun ekstrem kiri di Rusia.[877] Dalam acara televisi tahun 2008, Imya Rossiya (Nama Rusia), Stalin terpilih sebagai tokoh paling menonjol nomor tiga dalam Sejarah Rusia.[878] Sebuah hasil jajak pendapat yang dilakukan pada tahun 2017 menunjukkan bahwa popularitas Stalin di kalangan warga Rusia mengalami peningkatan tertinggi dalam 16 tahun terakhir; 46% dari populasi Rusia ternyata mengungkapkan pandangan yang positif mengenai Stalin.[879] Pada saat yang sama, karya-karya sastra pro-Stalinis marak bermunculan di Rusia; banyak di antaranya yang disusun berdasarkan tafsir yang keliru atas materi yang dijadikan sumber maupun berdasarkan sumber yang dikarang-karang belaka.[880] Dalam karya-karya sastra pro-Stalinis ini, penindasan-penindasan yang dilakukan Stalin dianggap sebagai tindakan yang perlu dilakukan guna mengalahkan "musuh-musuh rakyat" ataupun dianggap sebagai hasil dari tindakan para pejabat bawahan yang dilakukan tanpa sepengetahuan Stalin.[880] Pada bulan Oktober 2017, Presiden Rusia, Vladimir Putin, berkomentar mengenai penindasan-penindasan yang dilakukan oleh Stalin ketika meresmikan monumen peringatan Tembok Dukacita di Moskow dengan mengatakan bahwa, "masa lalu yang mengerikan ini tidak dapat dihapuskan dari ingatan bangsa, dan tidak dapat dibenarkan demi alasan apa pun, bahkan demi apa yang disebut-sebut sebagai kepentingan luhur kesejahteraan rakyat."[881]
Satu-satunya negara bekas Uni Soviet, tempat Stalin terus-menerus dikagumi orang adalah Georgia.[882] Banyak warga Georgia yang berang jika ada yang mengkritik Stalin, tokoh yang paling terkenal dalam sejarah modern bangsa Georgia;[876] sebuah survei yang dilakukan oleh Universitas Negeri Tbilisi pada tahun 2013 mendapati bahwa 45% dari warga Georgia memberi "tanggapan positif" mengenai Stalin.[883] Menurut sebuah survei opini yang dilakukan pada tahun 2012 atas permintaan Yayasan Dana Abadi Carnegie, 38% dari warga Armenia setuju dengan pernyataan "rakyat kami akan selalu membutuhkan sosok pemimpin seperti Stalin, yang akan datang memulihkan ketertiban."[884][885]
Pada awal tahun 2010, sebuah monumen untuk mengenang jasa-jasa Stalin didirikan di Zaporizhia, Ukraina;[861] namun pada bulan Desember, kepala patung Stalin pada monumen ini ditebas oleh orang tak dikenal, dan seluruh bagian monumen akhirnya hancur diledakkan pada tahun 2011.[886] Dalam sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh Institut Sosiologi Internasional Kiev pada tahun 2016, 38% dari responden memberi tanggapan negatif mengenai Stalin, 26% bersikap netral, dan 17% memberi tanggapan positif (19% menolak memberi jawaban).[887]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.