Loading AI tools
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Letnan Jenderal TNI (Anm.) Haeruddin Tasning atau lebih disingkat dengan nama Hertasning (19 Desember 1922 – 1 Juli 1978 ) adalah seorang tokoh revolusioner asal Sulawesi Selatan. Ia lahir di Taeng, Pallangga, Gowa pada tanggal 19 Desember 1922 dan wafat di Bedugul, Bali pada bulan Juni 1978. Ia adalah putra kedua dari pasangan H. Tasning Daeng Muntu dan Hj. Bonto Daeng Kunjung. Sebagaimana adat istiadat suku Bugis-Makassar, Haeruddin Tasning diberi nama Paddaengang yaitu Daeng Toro, sebagaimana yang dipakai oleh kedua orang tuanya yaitu Daeng Muntu (ayah) dan Daeng Kunjung (ibu).
Haeruddin Tasning | |
---|---|
Duta Besar Indonesia untuk Singapura ke-9 | |
Masa jabatan 1976–1978 | |
Presiden | Suharto |
Pengganti Sudjatmiko | |
Duta Besar Indonesia untuk Australia ke-10 | |
Masa jabatan 1973–1976 | |
Presiden | Soeharto |
Pendahulu Sujitno Sukirno | |
Informasi pribadi | |
Lahir | Chaeruddin Tasning Daeng Toro 19 Desember 1922 Taeng, Hindia Belanda |
Meninggal | 1 Juli 1978 55) Bedugul, Bali | (umur
Suami/istri | R.A. Madehara. |
Penghargaan sipil | Pahlawan Revolusi - KPLB Anumerta |
Karier militer | |
Pihak | Indonesia |
Dinas/cabang | TNI Angkatan Darat |
Pangkat | Letnan Jenderal (Anumerta) |
Satuan | Polisi Militer |
Pangkat terakhirnya adalah Mayor Jenderal TNI, tetapi karena gugur dalam tugas, maka diberikan Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KPLB) menjadi Letnan Jenderal TNI (Anumerta). | |
Sunting kotak info • L • B |
Hertasning menghabiskan masa kecilnya disebuah Kampung yang bernama Parang Tambung. Hertasning bersekolah di SD Jongaya pada tahun 1929. Setelah tamat Sekolah dasar, Hertasning pun melanjutkan ke Shakel School yang kini setara dengan Pendidikan Sekolah menengah pertama. Setelah itu Hertasning melanjutkan Sekolah menengah atas (SMA) di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (Mulo- Makassar), sebuah sekolah yang dibangun pada 1927 oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.
Pada saat menimba ilmu di sekolah menengah atas, Hertasning muda menumpang di rumah seorang saudagar kayu yang bernama H. Badong yang tinggal di Jl. Latimojong, Kota Makassar, karena keluarga Hertasning hijrah ke kampung di pinggiran Kota Sungguminasa bernama Kampung Taeng, Pallangga, Gowa.
Setelah menampatkan sekolah SMA pada tahun 1942, Hertasning merantau ke Bogor, Jawa Barat dan terdaftar sebagai Mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB Bogor). Ia bercita-cita untuk memajukan sektor pertanian di kampung halamannya. Sayangnya cita-cita tersebut harus putus ditengah jalan karena kondisi keamanan pada waktu itu tidak memungkinkan.
Pada saat pecah perang gerilya dan usaha-usaha pemuda dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, Hertasning ikut bersama pemuda-pemuda Sulawesi Selatan lainnya antara lain Abdul Kahar Muzakkar, Andi Ahmad Rivai dan Andi Mattalatta bergerilya dan bergabung dengan pasukan Jenderal Soedirman di Klaten, Jawa Tengah.
Di medan peperangan di Yogyakarta, Hertasning muda berkenalan dengan seorang wanita ayu yang membantu merawat para Pejuang yang terluka yang bernama R.A. Madehara.
Madehara adalah putri Seorang Pejabat di Solo yang bernama Raden Sugeng Persiswoyo. Mereka pun menikah pada tahun 1948 yang kemudian dikarunia empat orang anak, 3 putra dan 1 putri.
Salah satu saudari perempuan Letjen. Haeruddin Tasaning Daeng Toro bernama Hj. Balobo Tasning daeng Ngugi mempunyai suami bernama H.Alauddin Karaeng Ngemba sebagai pemangku Anrong Guru Taeng. Dari pernikahan Karaeng Ngemba dan Balobo Tasning melahirkan H. Abdul Muin Karaeng Muntu, Abdul Muin memperistrikan Siti Rukiyah, dari pasangan ini melahirkan Ir. Darmawangsyah Muin, ST. M.Si seorang Politikus Sekretaris Umum DPD Gerindra Sulawesi Selatan, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Sulawesi Selatan. Darmawangsah Muin juga sebagai pemangku Adat Anrong Guru Taeng atau dikenal juga dengan nama Bali Empona Kesultanan Gowa memiliki tugas sebagai dewan pertimbangan, yang dijabat sejak Agustus 2018 silam.
Karena keterlibatannya dalam perjuangan bersama TNI atau Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) di Makassar Pasca-Kemerdekaan membuatnya berjasa dalam perjuangan meraih kemerdekaan. Mayor Jenderal A.H. Nasution selaku pemimpin TNI saat itu, menginginkan anggota pasukan militer yang profesional dan tidak sekadar berjasa dalam perjuangan meraih kemerdekaan, melantik Hertasning sebagai anggota TNI.
Pada tanggal 1 Juli 1978, mereka mengadakan perjalanan menaiki helikopter bel 205 milik TNI AD dengan dikemudikan pilot Letnan Kolonel Cpn Tiksno Sugito, yang ternyata dalam perjalanan jatuh di Bedugul, Bali. Kecelakaan tersebut menewaskan seluruh 2 penumpang dan 2 pilot, termasuk Duta Besar RI untuk Singapura Mayjen TNI Haeruddin Tasning.[1]
Diabadikan sebagai nama jalan di kota Makassar bernama Jl. Letjen Hertasning, di Kecamatan Rappocini, Makassar.
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.