Remove ads
denominasi Kristen Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Calvinisme, yang juga disebut tradisi Reformed, iman Reformed,[1] atau Hervormd[2], adalah cabang utama Protestanisme yang mengikuti tradisi teologi Kristen dan pendekatan terhadap kehidupan Kristen yang dicetuskan oleh reformator Prancis Yohanes Calvin dan para teolog era Reformasi lainnya. Teologi Reformed menekankan kedaulatan Allah atas segala sesuatu dan otoritas Alkitab.[3]
Bagian dari seri |
Protestanisme |
---|
|
Portal Kristen |
Bagian dari seri |
Kalvinisme |
---|
Portal Kristen |
Label "Calvinisme" dapat disalahpahami, karena tradisi Reformed yang ditunjukkan dengan label tersebut memiliki keragaman, dengan berbagai macam pengaruh, dan bukan hanya satu pendiri. Namun, hampir semuanya sangat dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Agustinus dari Hippo seribu dua ratus tahun sebelum Reformasi.[4] Teologi Reformed juga dikembangkan oleh teologi-teolog seperti Ulrich Zwingli, Heinrich Bullinger, Peter Martyr Vermigli, dan Martin Bucer, dan juga dipengaruhi oleh para reformator Inggris seperti Thomas Cranmer dan John Jewel.
Tokoh yang dijadikan nama gerakan ini, reformator Prancis John Calvin, memeluk keyakinan Protestan pada akhir 1520-an atau awal 1530-an, ketika gagasan-gagasan awal dari tradisi Reformed sudah dipeluk oleh Ulrich Zwingli. Gerakan ini pertama kali disebut "Calvinisme" pada awal tahun 1550-an oleh kaum Lutheran yang menentangnya. Banyak orang dalam tradisi ini menganggapnya sebagai istilah yang tidak jelas atau tidak tepat dan lebih memilih istilah Reformed.[5][1]
Calvinisme berasal dari nama Yohanes Calvin dan pertama kali digunakan oleh seorang teolog Lutheran pada tahun 1552. Meskipun praktik umum Gereja Katolik Roma adalah menamai bidat dengan nama pendirinya, istilah ini berasal dari kalangan Lutheran. Calvin sendiri mengecam sebutan ini:
Mereka tidak dapat memberikan penghinaan yang lebih besar kepada kita daripada kata ini, Calvinisme. Tidak sulit untuk menebak dari mana datangnya kebencian yang begitu mematikan yang mereka tujukan kepada saya.
— Yohanes Calvin, Leçons ou commentaires et expositions sur les révélations du prophète Jeremie, 1565[6]
Meskipun berkonotasi negatif, sebutan ini menjadi semakin populer untuk membedakan Calvinis dari Lutheran dan cabang-cabang Protestan lainnya yang muncul kemudian. Namun, sebagian besar gereja yang menelusuri sejarah mereka kembali ke Calvin (termasuk Presbiterian, Kongregasionalis, dan gereja-gereja Calvinis lainnya) tidak menggunakan sebutan Calvinis karena mereka merasa sebutan "Reformed" secara umum lebih tepat untuk digunakan. Gereja-gereja ini mengklaim diri mereka sebagai—sesuai dengan kata-kata Yohanes Calvin sendiri—gereja yang "diperbaharui sesuai dengan tatanan Injil yang benar".
Sejak kontroversi Arminian, tradisi Reformed—sebagai sebuah cabang Protestan yang dibedakan dari Lutheranisme—terbagi menjadi dua kelompok: Arminian dan Calvinis.[7][8] Namun, sekarang ini jarang sekali Arminian disebut sebagai bagian dari tradisi Reformed, karena mayoritas Arminian saat ini adalah anggota dari gereja-gereja Metodis, gereja-gereja Baptis Umum, atau gereja-gereja Pentakosta. Meskipun tradisi teologi Reformed membahas semua topik tradisional teologi Kristen, kata Calvinisme sering kali digunakan untuk merujuk kepada pandangan-pandangan Calvinis tertentu mengenai soteriologi dan predestinasi, yang dirangkum dalam Lima Poin Calvinisme. Beberapa orang juga berpendapat bahwa Calvinisme secara keseluruhan menekankan kedaulatan atau pemerintahan Allah dalam segala hal termasuk keselamatan.
Para teolog Reformed gelombang pertama meliputi Huldrych Zwingli (1484-1531), Martin Bucer (1491-1551), Wolfgang Capito (1478-1541), Yohanes Oecolampadius (1482-1531), dan Guillaume Farel (1489-1565). Meskipun berasal dari latar belakang akademis yang berbeda, karya-karya mereka telah memuat tema-tema utama dalam teologi Reformed, khususnya prioritas Alkitab sebagai sumber otoritas. Alkitab juga dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh, yang mengarah pada teologi kovenan tentang sakramen baptisan dan Perjamuan Kudus sebagai tanda-tanda yang nyata dari kovenan anugerah. Perspektif bersama lainnya adalah penyangkalan mereka akan kehadiran Kristus yang nyata di dalam Perjamuan Kudus. Mereka memahami keselamatan hanya melalui anugerah dan menegaskan doktrin pemilihan tanpa syarat, ajaran bahwa beberapa orang dipilih oleh Allah untuk diselamatkan. Sedangkan, doktrin pembenaran hanya oleh iman, yang juga dikenal sebagai sola fide,[9] merupakan warisan langsung dari Luther.[10]
Reformator generasi kedua adalah Yohanes Calvin (1509-1564), Heinrich Bullinger (1504-1575), Wolfgang Musculus (1497-1563), Petrus Martir Vermigli (1500-1562), dan Andreas Hyperius (1511-1564). Menjelang pertengahan abad ke-16, keyakinan-keyakinan ini dibentuk menjadi satu pengakuan iman yang konsisten, yang akan membentuk definisi masa depan iman Reformed. Konsensus Tigurinus tahun 1549 mempersatukan teologi memorialis Zwingli dan Bullinger tentang Perjamuan Kudus, yang mengajarkan bahwa Perjamuan Kudus hanyalah sebuah peringatan akan kematian Kristus, dengan pandangan Calvin tentang Perjamuan Kudus sebagai sebuah sarana anugerah dimana Kristus benar-benar hadir, meskipun secara rohani dan bukan secara jasmani seperti dalam doktrin Katolik. Dokumen ini menunjukkan adanya keragaman dan juga kesatuan dalam teologi Reformed awal, yang memberikan stabilitas yang memungkinkannya untuk menyebar dengan cepat ke seluruh Eropa.
Pengaruh internasional Yohanes Calvin dalam perkembangan doktrin-doktrin Reformasi Protestan dimulai ketika ia berusia 25 tahun, ketika ia mulai menulis edisi pertamanya dari Institutio: Pengajaran Agama Kristen pada 1534 (diterbitkan pada 1536). Karya ini mengalami sejumlah revisi pada masa hidupnya, termasuk terjemahan yang mengesankan ke dalam bahasa Prancis sehari-hari. Lewat Institutio bersama dengan karya-karya polemik dan penggembalaan Calvin, sumbangan-sumbangannya terhadap dokumen-dokumen konfesional untuk digunakan di gereja-gereja, dan sumbangannya yang besar dalam bentuk tafsir Alkitab, Calvin memberikan pengaruh secara pribadi yang besar terhadap Protestanisme. Ia hanyalah salah satu di antara banyak tokoh lainnya yang memengaruhi doktrin-doktrin gereja-gereja Reformed, meskipun akhirnya ia menjadi yang paling terkemuka.
Calvin adalah seorang pengungsi Prancis di Jenewa. Ia telah menandatangani Pengakuan Iman Augsburg Lutheran setelah direvisi oleh Melanchton pada 1540, tetapi pengaruhnya pertama-tama dirasakan dalam Reformasi Swiss, yang tidak bersifat Lutheran, melainkan lebih mengikuti Ulrich Zwingli. Sejak awal telah jelas bahwa doktrin gereja-gereja Reformed berkembang dalam arah yang bebas dari Luther, di bawah sejumlah penulis dan pembaharu, termasuk Calvin yang kelak menjadi sangat menonjol. Jauh di kemudian hari, ketika kemashyurannya dihubungkan dengan gereja-gereja Reformed, seluruh kumpulan ajarannya kemudian disebut sebagai "Calvinisme".
Meskipun banyak dari praktik Calvin dilakukan di Jenewa, karya-karyanya menyebarkan gagasan-gagasannya tentang gereja yang tereformasi yang benar ke banyak bagian Eropa. Di Swiss, beberapa kanton menjadi Reformed, dan beberapa adalah Katolik. Calvinisme menjadi doktrin yang dominan dalam Gereja Skotlandia, Republik Belanda, beberapa komunitas di Flanders, dan bagian-bagian Jerman, khususnya yang berdekatan dengan Belanda di Pfalz, Kassel, dan Lippe, disebarkan oleh Olevianus dan Zacharias Ursinus. Di Hungaria Timur dan wilayah-wilayah Transilvania yang berbahasa Hungaria, Calvinisme dilindungi oleh bangsawan setempat sehingga menjadi agama yang penting. Saat ini ada sekitar 3.5 juta orang Reformed Hungaria di seluruh dunia.[11]
Calvinisme berpengaruh juga di Prancis, Lithuania, dan Polandia sebelum sebagian besar terhapus selama Kontra Reformasi. Salah satu teolog Reformed Polandia yang paling penting adalah John a Lasco, yang juga terlibat dalam mengurus gereja-gereja di Frisia Timur dan Gereja Orang Asing di London.[12] Di kemudian hari, sebuah faksi yang dikenal sebagai Persaudaraan Polandia memisahkan diri dari Calvinisme pada tanggal 22 Januari 1556, ketika Piotr of Goniądz, seorang siswa Polandia, berbicara menentang doktrin Tritunggal dalam sinode umum gereja-gereja Reformed di Poland yang diadakan di desa Secemin.[13] Calvinisme menjadi populer di Skandinavia, khususnya di Swedia, tetapi kemudian ditolak karena mereka lebih memilih Lutheranisme setelah Sinode Uppsala pada tahun 1593.[14]
Banyak pemukim Eropa abad ke-17 di Tiga Belas Koloni di Amerika Britania adalah orang-orang Calvinis, yang beremigrasi karena perselisihan mengenai struktur gereja, termasuk pada Pilgrim Fathers. Beberapa lainnya diasingkan secara terpaksa, termasuk kaum Huguenot dari Prancis. Para pemukim Calvinis Belanda juga merupakan kolonis-kolonis Eropa pertama yang sukses di Afrika Selatan, mulai dari abad ke-17. Mereka kemudian dikenal sebagai orang-orang Boer atau Afrikaner.
Sebagian besar wilayah Sierra Leone dihuni oleh para pemukim Calvinis dari Nova Scotia, yang umumnya adalah loyalis kulit hitam, yakni orang-orang kulit hitam yang berjuang untuk Britania pada masa Perang Kemerdekaan Amerika. John Marrant mendirikan sebuah jemaat di sana di bawah asuhan Koneksi Huntingdon. Sebagian dari gereja-gereja Calvinis terbesar dimulai oleh tenaga-tenaga misi abad ke-19 dan 20. Beberapa komuni yang sangat besar adalah gereja-gereja di Indonesia, Korea dan Nigeria. Di Korea Selatan, Presbiterianisme adalah denominasi Kristen yang terbesar.[15]
Sebuah laporan tahun 2011 dari Pew Forum mengenai Kehidupan Religius dan Publik memperkirakan bahwa anggota dari gereja-gereja Presbiterian atau Reformed merupakan 7% dari 801 juta orang Protestan yang diperkirakan secara global, atau sekitar 56 juta orang.[16] Meskipun begitu, iman Reformed yang didefinisikan secara las jauh lebih besar, karena hal ini termasuk Gereja Kongregasionalis (0.5%), sebagian besar dari gereja-gereja yang bersatu (gabungan dari beberapa denominasi) (7.2%) dan sangat mungkin beberapa denominasi Protestan lainnya (38.2%). Ketiga hal ini adalah kategori yang terpisah dari Presbiterian atau Reformed (7%) dalam laporan ini.
Persekutuan Gereja-Gereja Reformed Sedunia (WCRC), yang meliputi beberapa Gereja Bersatu, memiliki anggota 80 juta orang.[17] WCRC adalah komuni Kristen terbesar ketiga di dunia Gereja Roma Katolik dan Gereja-Gereja Ortodoks Timur.[18]
Banyak gereja-gereja Reformed yang konservatif yang sangat Calvinistik membentuk Persekutuan Reformed Sedunia (WRF) yang memiliki sekitar 70 denominasi anggota. Sebagian besar anggotanya bukan anggota dari Persekutuan Gereja-Gereja Reformed Sedunia karena sifatnya yang ekumenis. Konferensi Internasional Gereja-Gereja Reformed (ICRC) juga merupakan asosiasi konservatif lainnya.
Secara umum, gereja-gereja Calvinis bukan berpegang pada pengajaran Yohanes Calvin sebagai dasar pengajaran mereka, tetapi kepada pengakuan-pengakuan iman Calvinis, seperti:
Para teolog Reformed percaya bahwa Allah mengkomunikasikan pengetahuan akan diri-Nya melalui Firman Allah. Manusia tidak dapat mengetahui apa pun tentang Allah selain melalui penyataan diri-Nya. (Dengan pengecualian wahyu umum Allah; "Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih." (Roma 1:20) Spekulasi mengenai apa pun yang tidak Allah nyatakan melalui Firman-Nya adalah tidak terjamin. Pengetahuan yang dimiliki manusia tentang Allah adalah berbeda dari apa yang mereka miliki tentang hal lainnya karena Allah itu tidak terbatas, dan manusia terbatas tidak mampu memahami sepenuhnya sebuah keberadaan yang tidak terbatas. Meskipun pengetahuan yang diwahyukan Allah kepada manusia tidak pernah salah, namun pengetahuan itu juga tidak pernah lengkap.[19]
Menurut para teolog Reformed, pewahyuan diri Allah selalu dilakukan melalui putranya Yesus Kristus, karena Kristus adalah satu-satunya pengantara antara Allah dan manusia. Pewahyuan Allah melalui Kristus datang melalui dua saluran. Yang pertama adalah penciptaan dan providensia, yang adalah tindakan Allah dalam mencipta dan terus bekerja dalam dunia ini. Tindakan Allh ini memberikan semua orang pengetahuan mengenai Allah, tetapi pengetahuan ini hanya cukup untuk membuat manusia dapat disalahkan atas dosa mereka; pengetahuan ini tidak meliputi pengetahuan akan injil. Saluran kedua yang Allah gunakan untuk menyatakan dirinya adalah penebusan, yang adalah injil keselamatan dari hukuman atas dosa.[20]
Dalam teologi Reformed, Firman Allah mengambil beberapa rupa. Yesus Kristus sendiri adalah Firman yang Menjelma. Nubuat-nubuat mengenai dia yang menurut mereka ditemukan dalam Perjanjian Lama dan pelayanan para rasul yang melihatnya dan menyebarkan pesannya juga adalah Firman Allah. Selain itu, khotbah dari para pengkhotbah mengenai Allah adalah Firman Allah juga karena Allah dianggap berbicara melalui mereka. Allah juga berbicara melalui para penulis manusia dalam Alkitab, yang terdiri dari teks-teks yang dikhususkan Allah untuk pewahyuan diri.[21] Para teolog Reformed menekankan Alkitab sarana penting yang unik yang digunakan Allah untuk berkomunikasi dengan manusia. Manusia mendapatkan pengetahuan akan Allah melalui Alkitab yang tidak bisa didapatkan melalui cara lainnya.[22]
Para teolog Reformed menegaskan bahwa Alkitab adalah benar, tetapi beberapa perbedaan muncul di antara mereka mengenai arti dan sejauh mana kebenarannya.[23] Pengikut konservatif dari para teolog Princeton memegang pandangan bahwa Alkitab adalah benar dan (ineran), atau tidak mampu memiliki kesalahan di semua tempat.[24] Pandangan ini mirip dengan pandangan ortodoks Gereja Katolik dan juga Evangelikalisme modern.[25] Pandangan lain, dipengaruhi oleh pengajaran Karl Barth dan neo-ortodoksi, ditemukan dalam Pengakuan Iman tahun 1967 dari Gereja Presbiterian (AS) (PCUSA). Mereka yang memegang pandangan ini percaya Alkitab sebagai sumber utama pengetahuan kita akan Allah, tetapi juga bahwa beberapa bagian Alkitab bisa salah, bukan saksi bagi Kristus, dan tidak normatif bagi gereja masa kini.[24] Menurut pandangan ini, Kristus adalah wahyu dari Allah, dan kitab suci menjadi saksi dari wahyu ini dan bukan wahyu itu sendiri.[26]
Para teolog Reformed menggunakan konsep kovenan atau perjanjian untuk menggambarkan cara Allah memasuki persekutuan dengan manusia dalam sejarah.[27] Konsep kovenan sangat utama dalam teologi Reformed sehingga teologi Reformed dalam keutuhannya kadang disebut sebagai "teologi kovenan".[28] Namun, para teolog abad ke-16 dan ke-17 mengembangkan sebuah sistem teologi khusus yang disebut "teologi kovenan" atau "teologi federal" yang banyak gereja-gereja Reformed konservatif masih pegang hari ini.[27] Kerangka ini menata kehidupan Allah dengan manusia terutama dalam dua kovenan: kovenan kerja dan kovenan anugerah.[29]
Kovenan kerja dibuat dengan Adam dan Hawa di Taman Eden. Syarat dari kovenan tersebut adalah bahwa Allah menyediakan kehidupan yang diberkati di dalam taman dengan ketentuan bahwa Adam dan Hawa menaati hukum Allah dengan sempurna. Karena Adam dan Hawa merusak kovenan tersebut dengan memakan buah terlarang, mereka harus dihukum mati dan diusir dari taman. Dosa ini diturunkan ke semua umat manusia karena semua orang dikatakan sebagai dalam Adam sebagai kepala kovenantal atau "federal". Para teolog federal biasanya mengimplikasikan bahwa Adam dan Hawa akan mendapatkan kehidupan abadi jika mereka taat dengan sempurna.[30]
Kovenan kedua, disebut sebagai kovenan anugerah, dikatakan sebagai langsung dibuat setelah dosa Adam dan Hawa. Di dalamnya, Allah dengan penuh anugerah menawarkan keselamatan dari kematian dengan ketentuan iman kepada Allah. Kovenan ini dijalankan dalam beberapa cara di seluruh Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, tetapi mempertahankan substansinya yang bebas dari persyaratan akan ketaatan sempurna.[31]
Melalui pengaruh Karl Barth, banyak teolog Reformed kontemporer telah membuang kovenan kerja, bersamaan dengan konsep lain teologi federal. Barth melihat kovenan kerja sebagai terputus dari Kristus dan injil, dan menolak gagasan bahwa Allah bekerja dengan manusia dalam cara ini. Sebaliknya, Barth berargumen bahwa Allah terus berinteraksi dengan manusia di bawah kovenan anugerah, dan bahwa kovenan anugerah bebas dari semua ketentuan apa pun. Teologi Barth dan yang mengikutinya telah disebut sebagai "mono kovenantal" sebagai lawan dari skema "bi-kovenantal" dari teologi federal klasik.[32] Teolog Reformed konservatif kontemporer, seperti John Murray, juga telah menolak gagasan mengenai kovenan didasarkan pada hukum dan bukan anugerah. Meskipun begitu, Michael Horton telah membela kovenan kerja sebagai menggabungkan prinsip-prinsip hukum dan kasih.[33]
Pada umumnya, tradisi Reformed tidak mengubah konsensus abad pertengahan tentang doktrin Allah.[34] Karakter Allah terutama digambarkan menggunakan tiga adjektiva: kekal, tidak terbatas, dan tidak dapat berubah.[35] Para teolog Reformed seperti Shirley Guthrie telah mengajukan bahwa daripada memahami Allah dalam hal sifat-sifat-Nya dan kebebasan-Nya untuk melakukan apa yang Ia kehendaki doktrin Allah harus didasarkan pada karya Allah dalam sejarah dan kebebasan-Nya untuk hidup bersama dan memberdayakan manusia.[36]
Para teolog Reformed juga secara tradisional telah mengikuti tradisi abad pertengahan sejak sebelum konsili-konsili gereja mula-mula Nicaea dan Kalsedon tentang doktrin Tritunggal. Allah ditegaskan sebagai satu Allah dalam tiga pribadi: Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Anak (Kristus) dipercaya sebagai secara kekal diperanakkan oleh Bapa dan Roh Kudus secara kekal keluar dari Bapa dan Anak.[37] Namun, para teolog kontemporer juga telah mengkritik aspek-aspek pandangan Barat di sini. Berdasarkan tradisi Timur, para teolog Reformed ini mengajukan "trinitarianisme sosial" di mana pribadi-pribadi Tritunggal hanya ada dalam kehidupan mereka bersama sebagai pribadi-dalam-relasi.[37] Pengakuan-pengakuan iman Reformed kontemporer seperti Deklarasi Barmen dan Pernyataan Iman Singkat Gereja Presbiterian (AS) telah menghindari pembahasan mengenai sifat-sifat Allah dan menekankan karya-Nya dalam hal rekonsiliasi dan pemberdayaan manusia.[38] Teolog feminis Letty Russell menggunakan penggambaran kemitraan untuk pribadi-pribadi Tritunggal. Menurut Russell, berpikir dengan cara ini mendorong orang-orang Kristen untuk berinteraksi dalam hal persekutuan dan bukan hubungan timbal balik.[39] Namun, teolog Reformed konservatif Michael Horton, telah berargumen bahwa trinitarianisme sosial tidak dapat dipertahankan karena meninggalkan kesatuan yang esensial dari Allah dan menggantinya dengan sebuah komunitas dari keberadaan-keberadaan yang terpisah.[40]
Para teolog Reformed menegaskan kepercayaan Kristen historis bahwa Kristus adalah secara kekal satu pribadi dengan natur ilahi dan natur manusia. Orang-orang Kristen Reformed telah secara khusus menekankan bahwa Kristus sungguh-sungguh menjadi manusia supaya manusia bisa diselamatkan.[41] Natur manusia Kristus telah menjadi titik perdebatan antara Kristologi Reformed dan Lutheran. Sesuai dengan keyakinan bahwa manusia yang terbatas tidak dapat meliputi keilahian yang tidak terbatas, para teolog Reformed memegang bahwa tubuh manusia Kristus tidak bisa berada di berbagai tempat pada saat yang sama. Karena para Lutheran percaya bahwa Kristus hadir secara jasmani dalam Ekaristi, mereka memegang bahwa Kristus hadir secara jasmani di banyak tempat pada saat yang sama. Untuk orang-orang Kristen Reformed, kepercayaan semacam itu menyangkal bahwa Kristus benar-benar menjadi manusia.[42] Beberapa teolog Reformed kontemporer telah meninggalkan bahasa tradisional tentang satu pribadi dalam dua natur, menganggapnya sebagai tidak dapat dimengerti oleh orang-orang kontemporer. Sebaliknya, mereka cenderung menekankan konteks dan kekhususan Yesus sebagai seorang Yahudi abad pertama.[43]
Yohanes Calvin dan banyak teolog Reformed yang mengikutinya menggambarkan karya penebusan Kristus sebagai jabatan rangkap tiga: nabi, imam, dan raja. Kristus dikatakan sebagai seorang nabi karena Ia mengajarkan doktrin yang sempurna, seorang imam karena Ia bersyafaat kepada Bapa mewakili orang-orang percaya dan mempersembahkan diri-Nya sebagai korban untuk dosa, dan seorang raja karena Ia memerintah atas gereja dan berperang mewakili orang-orang percaya. Jabatan rangkap tiga Kristus mengaitkan karya Kristus dengan karya Allah di Israel kuno.[44] Banyak, tetapi tidak semua, teolog Reformed terus menggunakan jabatan rangkap tiga sebagai kerangka kerja karena penekanannya pada hubungan karya Kristus dengan Israel. Namun, mereka telah seringkali menginterpretasi ulang makna dari masing-masing jabatan.[45] Contohnya, Karl Barth menginterpretasikan jabatan nabi Kristus dalam hal keterlibatan politik mewakili masyarakat miskin.[46]
Orang Kristen percaya bahwa kematian dan kebangkitan Yesus menjadikan mungkin bagi orang-orang percaya menjadi untuk mendapatkan pengampunan dosa dan rekonsiliasi dengan Allah melalui penebusan. Kaum Protestan Reformed pada umumnya memegang sebuah pandangan khusus tentang penebusan yang disebut sebagai penebusan substitusi penal, yang menjelaskan kematian Kristus sebagai pembayaran korban bagi dosa. Kristus dipercaya mati menggantikan orang percaya, yang diperhitungkan benar sebagai hasil dari pembayaran korban ini.[47]
Dalam teologi Kristen, manusia diciptakan baik dan dalam gambar Allah tetapi telah menjadi rusak oleh dosa, yang menyebabkan mereka menjadi tidak sempurna dan terlalu mementingkan diri sendiri.[48] Orang-orang Kristen Reformed, mengikuti tradisi Agustinus dari Hippo, percaya bahwa kerusakan natur manusia ini disebabkan oleh dosa pertama Adam dan Hawa, sebuah doktrin yang disebut sebagai dosa asal.
Meskipun penulis-penulis Kristen terdahulu mengajarkan unsur-unsur kematian jasmani, kelemahan moral, dan kecenderungan untuk berbuat dosa dalam dosa asal, Agustinus adalah yang pertama untuk menambahkan konsep kebersalahan (reatus) yang diwariskan dari Adam di mana setiap bayi dilahirkan dalam kondisi terkutuk secara kekal dan manusia tidak memiliki kemampuan yang tersisa untuk berespons terhadap Allah.[49] Para teolog Reformed menekankan bahwa keberdosaan ini mempengaruhi seluruh natur seseorang, termasuk kehendak mereka. Pandangan ini, bahwa dosa sangat mendominasi manusia sehingga mereka tidak mampu menghindari dosa, disebut sebagai kerusakan total.[50] Sebagai akibat, setiap dari keturunan mereka mewarisi noda kerusakan. Kondisi ini, yang menjadi kondisi bawaan setiap manusia, dikenal dalam teologi Kristen sebagai dosa asal.
Menurut Calvin, dosa asal adalah "kerusakan natur kita yang diwariskan, menjangkau seluruh bagian jiwa." Calvin menegaskan manusia sangat dibengkokkan oleh dosa asal sehingga "semua yang pikiran kita hasilkan, renungkan, rencanakan, dan putuskan, selalu adalah kejahatan." Kondisi rusak dari setiap manusia bukanlah akibat dari dosa yang orang lakukan dalam hidup mereka. Sebaliknya, sebelum manusia dilahirkan, ketika masih berada di dalam kandungan ibu, "kita dalam pandangan Allah adalah tercemar." Menurut Calvin, manusia dengan benar dibinasakan ke neraka karena keadaan mereka yang rusak adalah "secara alamiah dibenci Allah."[51]
Istilah "kerusakan total" dapat dengan mudah disalah mengerti untuk berarti bahwa manusia tidak memiliki kebaikan apa pun atau tidak mampu melakukan hal baik apa pun. Namun, pengajaran Reformed sebenarnya adalah bahwa meskipun manusia terus membawa gambar Allah dan melakukan hal yang terlihat baik di luar, niat mereka yang berdosa mempengaruhi keseluruhan natur dan tindakan mereka sehingga mereka tidak memperkenan Allah.[52]
Beberapa teolog kontemporer dalam tradisi Reformed, seperti mereka yang diasosiasikan dengan Pengakuan Iman tahun 1967 dari Gereja Presbiterian (AS), telah menekankan sifat sosial dari keberdosaan manusia. Para teolog ini berusaha memberikan perhatian pada isu-isu keadilan lingkungan, ekonomi, dan politik sebagai bagian kehidupan manusia yang telah terdampak oleh dosa.[53]
Para teolog Reformed, bersama orang-orang Protestan lainnya, percaya keselamatan dari hukuman dosa adalah diberikan kepada semua yang memiliki iman kepada Kristus.[54] Iman tidak murni intelektual, tetapi melibatkan percaya pada janji Allah untuk menyelamatkan.[55] Orang-orang Protestan tidak memegang adanya syarat lain untuk keselamatan, tetapi bahwa hanya iman adalah cukup.[54]
Pembenaran adalah bagian dari keselamatan di mana Allah mengampuni dosa mereka yang percaya kepada Kristus. Secara historis, menurut orang-orang Protestan, pembenaran adalah kepercayaan terpenting dari iman Kristen, meskipun baru-baru ini kadang kurang dipentingkan penting karena kepentingan ekumenis.[56] Manusia dalam dirinya sendiri tidak mampu untuk sepenuhnya bertobat dari dosa-dosa mereka atau mempersiapkan diri mereka untuk bertobat karena keberdosaan mereka. Oleh karena itu, pembenaran dipercaya muncul semata-mata dari tindakan Allah yang bebas dan beranugerah.[57]
Pengudusan adalah bagian dari keselamatan di mana Allah membuat orang-orang percaya menjadi kudus, dengan memampukan mereka untuk menjalankan kasih yang lebih besar kepada Allah dan kepada orang lain.[58] Pekerjaan baik yang dilakukan oleh orang-orang percaya saat mereka dikuduskan dinilai sebagai hasil yang harus ada dari keselamatan orang percaya, meskipun mereka tidak menyebabkan orang percaya tersebut diselamatkan.[55] Pengudusan, seperti pembenaran, adalah melalui iman, karena melakukan pekerjaan baik hanya sesederhana hidup sebagai anak Allah sebagaimana mereka telah dijadikan.[59]
Para teolog Reformed mengajarkan bahwa dosa sangat berdampak pada natur manusia sehingga mereka tidak mampu menjalankan imannya kepada Kristus dengan kehendak mereka sendiri. Meskipun manusia tetap memiliki kehendak bebas, di dalamnya mereka berdosa dengan keinginannya sendiri berbuat dosa, mereka tidak mampu untuk tidak berdosa karena kerusakan mereka yang disebabkan dosa asal. Orang-orang Kristen Reformed percaya bahwa Allah menetapkan beberapa orang untuk diselamatkan dan lainnya untuk kebinasaan kekal.[60] Pemilihan oleh Allah untuk menyelamatkan beberapa dipercaya sebagai tanpa syarat dan tidak didasarkan pada karakteristik atau tindakan apa pun dari pribadi manusia yang dipilih. Pandangan ini berlawanan dengan pandangan Arminian yang menyatakan bahwa pemilihan Allah mengenai siapa yang ia selamatkan adalah bersyarat atau didasarkan pada pra-pengetahuan-Nya akan siapa yang akan berespons secara positif kepada Allah. [61]
Karl Barth menginterpretasi ulang doktrin predestinasi Reformed menjadi hanya berlaku pada Kristus. Individu manusia hanya dikatakan dipilih melalui mereka berada di dalam Kristus.[62] Para teolog Reformed yang mengikuti Barth, termasuk Jürgen Moltmann, David Migliore, dan Shirley Guthrie, telah berargumen bahwa konsep predestinasi tradisional Reformed bersifat spekulatif dan telah mengajukan model-model alternatif. Para teolog ini mengklaim bahwa sebuah doktrin trinitarian yang benar menekankan kebebasan Allah untuk mengasihi semua manusia, dan bukannya memilih beberapa untuk keselamatan dan lainnya untuk kebinasaan. Keadilan Allah terhadap dan kebinasaan dari orang-orang berdosa dikatakan oleh para teolog ini sebagai hasil dari kasih-Nya kepada mereka dan sebuah keinginan untuk mereka berekonsiliasi dengan-Nya.[63]
Banyak perhatian berkaitan dengan Calvinisme berfokus pada "Lima Pokok Calvinisme" (juga disebut doktrin-doktrin anugerah).[64] Kelima pokok telah diringkas dalam bahasa Inggris menggunakan akrostik TULIP:[65]
Kelima pokok secara populer dikatakan sebagai ringkasan dari Pasal-Pasal Ajaran Dordrecht. Namun, tidak ada hubungan historis antara keduanya, dan beberapa sarjana berargumen bahwa bahasa mereka mendistorsi makna dari Pasal-Pasal, teologi Calvin, dan teologi dari ortodoksi Calvinistik abad ke-17, khususnya dalam bahasa kerusakan total dan penebusan terbatas.[66] Kelima pokok tersebut baru-baru ini dipopulerkan dalam buklet tahun 1963 yang berjudul Lima Pokok Calvinisme Didefinisikan, Dipertahankan, Didokumentasikan oleh David N. Steele dan Curtis C. Thomas. Asal-usul dari kelima pokok dan akrostiknya tidak diketahui dengan jelas, tetapi mereka tampaknya diuraikan dalam Kontra Remonstransi tahun 1611, sebuah tanggapan Reformed yang kurang dikenal terhadap kaum Arminian, yang ditulis sebelum Pasal-Pasal Ajaran Dordrecht.[67] Akrostik tersebut digunakan oleh Cleland Boyd McAfee sedini sekitar tahun 1905.[68] Munculnya akrostik ini dalam penerbitan dapat ditemukan dalam buku tahun 1932 karya Loraine Boettner, Doktrin Predestinasi Reformed.[69]
Orang-orang Kristen Reformed memandang Gereja Kristen sebagai komunitas yang dengannya Allah telah membuat kovenan anugerah, sebuah janji kehidupan kekal dan relasi dengan Allah. Kovenan ini menjangkau mereka yang berada di bawah "kovenan lama" yang Allah pilih, dimulai dengan Abraham dan Sara.[70] Gereja dipahami sebagai sesuatu yang tidak kelihatan dan kelihatan. Gereja yang tidak kelihatan adalah sebuah tubuh yang terdiri dari semua orang percaya, yang hanya diketahui oleh Allah. Gereja yang kelihatan adalah badan institusi yang terdiri atas anggota-anggota gereja yang tidak kelihatan serta mereka yang terlihat memiliki iman kepada Kristus, tetapi tidak sungguh-sungguh menjadi bagian dari kaum pilihan Allah.[71]
Untuk mengidentifikasi gereja yang kelihatan, para teolog Reformed telah berbicara mengenai tanda-tanda tertentu dari Gereja. Bagi beberapa orang, satu-satunya tanda adalah pemberitaan yang murni dari injil Kristus. Lainnya, termasuk Yohanes Calvin, juga memasukkan penyelenggaraan yang benar dari sakramen-sakramen. Lainnya lagi, seperti mereka yang mengikuti Pengakuan Iman Skotlandia, memasukkan tanda ketiga, yaitu penyelenggaraan yang benar dari disiplin gereja, atau melaksanakan kecaman terhadap pendosa yang tidak bertobat. Tanda-tanda ini mengizinkan orang-orang Reformed untuk mengidentifikasi gereja berdasarkan kesesuaiannya dengan Alkitab dan bukan Magisterium atau tradisi gereja.[71]
Prinsip regulatif dalam ibadah adalah sebuah pengajaran yang dipegang oleh beberapa Calvinis dan Anabaptis tentang bagaimana Alkitab mengatur ibadah publik. Substansi dari doktrin mengenai ibadah adalah Allah mengatur di dalam Alkitab segala sesuatu yang Dia perlukan untuk ibadah di dalam Gereja dan bahwa segala sesuatu lainnya adalah dilarang. Ketika prinsip regulatif tercermin dalam pemikiran Calvin sendiri, hal ini didorong oleh antipati yang jelas terhadap Gereja Roma Katolik dan praktik-praktik ibadahnya, dan hal ini mengaitkan alat-alat musik dengan ikon, yang ia anggap merupakan pelanggaran terhadap larangan terhadap patung-patung berhala dalam Sepuluh Perintah Allah.[72]
Atas dasar ini, banyak Calvinis mula-mula juga menghindari penggunaan alat musik dan menganjurkan untuk hanya menyanyikan mazmur secara a cappella dalam ibadah,[73] meskipun Calvin sendiri mengizinkan lagu-lagu Alkitab lainnya beserta mazmur,[72] dan praktik ini menjadi ciri khas ibadah Presbiterian dan ibadah gereja-gereja Reformed lainnya selama beberapa waktu. Kebaktian hari Minggu orisinal yang didesain oleh Yohanes Calvin adalah kebaktian yang sangat liturgikal dengan Pengakuan Iman, Persembahan, Pengakuan dosa dan Pengampunan, Perjamuan Kudus, Doksologi, doa-doa, Mazmur dinyanyikan, Doa Bapa Kami dinyanyikan, dan Doa berkat.[74]
Namun, sejak abad ke-19, beberapa gereja-gereja Reformed telah memodifikasi pengertian mereka tentang prinsip regulatif dalam ibadah dan menggunakan alat musik. Mereka menilai Calvin dan pengikutnya yang mula-mula telah melampaui apa yang disyaratkan oleh Alkitab[72] dan hal seperti itu adalah situasi ibadah yang membutuhkan hikmat yang berakar pada Alkitab, dan bukannya perintah yang eksplisit. Meskipun ada protestasi dari orang-orang yang memegang pandangan yang ketat mengenai prinsip regulatif, saat ini himne dan alat musik digunakan secara umum, begitu pula dengan gaya musik ibadah kontemporer dengan unsur-unsur seperti band ibadah.[75]
Pengakuan Iman Westminster membatasi sakramen hanya pada baptisan dan Perjamuan Kudus. Sakramen-sakramen adalah "tanda dan meterai dari kovenan anugerah."[76] Pengakuan Iman Westminster membicarakan "sebuah hubungan sakramental, atau sebuah persatuan sakramental, antara tanda dengan hal yang ditandakan; dari mana nama dan akibat dari yang satu disebabkan oleh yang lain."[77] Baptisan adalah untuk anak bayi dari orang-orang percaya dan juga orang-orang percaya, begitu menurut semua gereja Reformed kecuali Baptis dan beberapa Kongregasionalis. Baptisan memasukkan orang yang dibaptis ke dalam gereja yang kelihatan, dan di dalamnya seluruh manfaat-manfaat dalam Kristus ditawarkan kepada orang yang dibaptis.[77] Mengenai Perjamuan Kudus, Pengakuan Iman Westminster mengambil pandangan di antara persatuan sakramental Lutheran dengan memorialisme Zwinglian: "Perjamuan kudus benar-benar dan sungguh, namun tidak secara jasmani dan badani, tetapi secara spiritual, menerima dan makan dari Kristus yang disalibkan, dan semua manfaat-manfaat dari kematian-Nya: tubuh dan darah Kristus maka tidak secara badani dan jasmani dalam, dengan, atau di bawah roti dan anggur; tetapi, tetap sungguh-sungguh, tetapi secara spiritual, hadir pada iman orang percaya dalam ordonansi tersebut sebagaimana elemen-elemen tersebut adalah dengan indra lahiriah mereka."[76]
Pengakuan Iman Baptis London tahun 1689 tidak menggunakan istilah sakramen, tetapi menggambarkan baptisan dan Perjamuan Kudus sebagai ordonansi, sebagaimana halnya kebanyakan gereja Baptis, Calvinis atau lainnya. Baptisan hanyalah bagi mereka yang "sungguh-sungguh mengakui pertobatan kepada Allah", dan bukan untuk anak-anak dari orang percaya.[78] Gereja-gereja Baptis juga bersikeras untuk melakukan baptis selam, berbeda dengan orang-orang Kristen Reformed lainnya.[79] Pengakuan Iman Baptis menggambarkan Perjamuan Kudus sebagai "tubuh dan darah Kristus maka tidak secara badani dan jasmani, tetapi secara spiritual hadir pada iman orang percaya dalam ordonansi tersebut", mirip dengan Pengakuan Iman Westminster.[80] Terdapat perbedaan yang signifikan dalam jemaat-jemaat Baptis mengenai Perjamuan Kudus, dan banyak yang berpegang pada pandangan Zwinglian.
Dalam teologi Calvinis skolastik, ada dua aliran dari pemikiran mengenai kapan dan siapa yang dipredestinasikan Allah:
Supralapsarianisme Antelapsarianisme |
Infralapsarianisme Sublapsarianisme Postlapsarianisme |
---|---|
Pemilihan untuk keselamatan dan penentuan kebinasaan | |
Penciptaan manusia pilihan dan non-pilihan | Penciptaan manusia |
Mengizinkan kejatuhan | |
Penebusan bagi orang-orang pilihan oleh Kristus | Pemilihan untuk keselamatan dan penentuan kebinasaan |
Penebusan bagi orang-orang pilihan oleh Kristus | |
Catatan: Urutan dalam Infralapsarianisme maupun Supralapsarianisme bukanlah urutan kronologis / waktu, tetapi hanya urutan berdasarkan logika.[82]
Kedua pandangan ini saling bersaing dalam Sinode Dordrecht, sebuah badan internasional yang mewakili gereja-gereja Kristen Calvinis dari seluruh Eropa, dan keputusan-keputusan yang dihasilkan oleh dewan tersebut berpihak pada infralapsarianisme (Pasal-Pasal Ajaran Dordrecht, Poin Doktrin Pertama, Pasal 7). Pengakuan Iman Westminster juga mengajarkan (dalam kata-kata Hodge "dengan jelas mengimplikasikan") pandangan infralapsarian[83], tetapi sensitif terhadap mereka yang memegang supralapsarianisme.[84] Kontroversi lapsarian memiliki pendukung vokal di masing-masing pihak, tetapi secara keseluruhan hal ini tidak mendapat banyak perhatian di antara Calvinis modern.
Tradisi Reformed secara historis diwakili oleh keluarga denominasi Kontinental, Presbiterian, Anglikan Reformed, Kongregasionalis, dan Baptis Reformed.
Gereja-gereja Reformed menjalankan beberapa bentuk pemerintahan gereja; terutama presbiterian dan kongregasional, tetapi beberapa beberapa menganut bentuk pemerintahan episkopal. Asosiasi interdenominasi terbesar adalah Persekutuan Gereja-Gereja Reformed Sedunia (WCRC) dengan lebih dari 100 juta anggota dalam 211 denominasi anggota di seluruh dunia.[85][86] Asosiasi Reformed konservatif yang lebih kecil meliputi Persekutuan Reformed Sedunia (WRF) dan Konferensi Internasional Gereja-Gereja Reformed (ICRC).
Gereja-gereja Reformed "kontinental" berasal dari Eropa kontinental, sebuah istilah yang digunakan oleh penutur bahasa Inggris untuk membedakan Eropa daratan dengan tradisi dari Kepulauan Britania. Banyak gereja dalam tradisi ini menjunjung tinggi Pengakuan Iman Helvetik dan Katekismus Heidelberg, yang masing-masing diadopsi di Zurich dan Heidelberg.[87] Di Amerika Serikat, imigran yang merupakan bagian dari gereja-gereja Reformed kontinental bergabung dengan Gereja Reformed Belanda di sana, serta juga Gereja Anglikan.[88]
Gereja-gereja presbiterian dinamakan menurut tata pemerintahannya yang diselenggarakan oleh sidang para penatua, atau presbiter. Mereka khususnya dipengaruhi oleh John Knox, yang membawa teologi dan bentuk pemerintahan gereja Reformed ke Gereja Skotlandia setelah menghabiskan waktu di Eropa daratan di kota Calvin, Jenewa. Gereja-gereja Presbiterian secara historis menjunjung tinggi Pengakuan Iman Westminster.
Kongregasionalisme berasal dari Puritanisme, sebuah gerakan abad ke-16 untuk mereformasi Gereja Inggris. Tidak seperti kaum Presbiterian, kaum Kongregasionalis menganggap gereja lokal seharusnya diatur sendiri oleh pejabat mereka sendiri, bukan mahkamah gerejawi yang lebih tinggi. Deklarasi Savoy, sebuah revisi dari Pengakuan Iman Westminster, adalah pengakuan iman utama dari Kongregasionalisme historis.[89] Kongregasionalis Evangelikal diwakili secara internasional oleh Persekutuan Kongregasional Evangelikal Sedunia. Denominasi Kristen dalam tradisi Kongregasionalis meliputi Konferensi Kristen Kongregasional Konservatif di Amerika Serikat, Gereja Kongregasional Evangelikal di Argentina dan Persekutuan Evangelikal dari Gereja-Gereja Kongregasional di Britania Raya.
Baptis Reformed atau Calvinistik[90], tidak seperti tradisi reformed lainnya, hanya mempraktikkan baptisan dewasa. Mereka menjalankan bentuk pemerintahan kongregasional seperti kaum Kongregasionalis. Pengakuan iman utama mereka adalah Pengakuan Iman Baptis 1689, sebuah revisi dari Deklarasi Savoy milik kaum Kongregasionalis, tetapi pengakuan iman Baptis lainnya juga digunakan.[91] Tidak semua kaum Baptis adalah reformed. Beberapa Baptis Reformed menerima teologi Reformed, khususnya soteriologi, tetapi tidak berpegang pada pengakuan iman tertentu atau kepada teologi kovenan.[92]
Meskipun Anglikanisme hari ini sering digambarkan sebagai cabang yang terpisah dari Reformed, Anglikanisme historis adalah bagian dari tradisi Reformed yang lebih luas. Dokumen-dokumen dasar dari gereja Anglikan "menyatakan sebuah teologi yang sesuai dengan teologi Reformed dari Reformasi Swiss dan Jerman Selatan."[93] Peter Robinson, uskup ketua dari Gereja Episkopal Bersatu di Amerika Utara, menuliskan:[94]
Perjalanan iman pribadi Cranmer meninggalkan jejaknya pada Gereja Inggris dalam bentuk sebuah Liturgi yang tetap hingga hari ini dikaitkan lebih dekat dengan praktik Lutheran, tetapi liturgi itu berpasangan dengan pendirian doktrinal yang luas, tetapi secara jelas adalah Reformed. ... 42 Pasal tahun 1552 dan 39 Pasal tahun 1563, keduanya mengikatkan Gereja Inggris pada dasar-dasar Iman Reformed. Kedua kumpulan Pasal-Pasal menegaskan sentralitas dari Alkitab, dan mengambil pandangan yang monergistik dalam hal Pembenaran. Kedua kumpulan Pasal-Pasal menegaskan bahwa Gereja Inggris menerima doktrin predestinasi dan pemilihan sebagai sebuah 'penghiburan bagi umat beriman' tetapi memperingatkan agar tidak terlalu banyak berspekulasi mengenai doktrin tersebut. Memang sebuah pembacaan yang santai dari Pengakuan Iman Wurttemburg tahun 1551,[95] Pengakuan Iman Helvetik Kedua, Pengakuan Iman Skotlandia tahun 1560, dan XXXIX Pasal-Pasal Agama menyatakan mereka dipotong dari gulungan kain yang sama.[94]
Amyraldisme (atau kadang Amyraldianisme, juga sebagai Mazhab Saumur, universalisme hipotetis,[98] pasca penebusan,[99] Calvinisme moderat,[100] atau Calvinisme empat poin) adalah bentuk modifikasi dari teologi Calvinis yang menolak salah satu dari lima poin Calvinisme, yakni doktrin penebusan terbatas. Mereka percaya bahwa Allah, sebelum ketetapannya untuk memilih, menetapkan penebusan Kristus bagi semua orang tanpa kecuali jika mereka percaya, tetapi melihat bahwa tidak ada satupun yang dengan sendirinya akan percaya, maka Allah pun kemudian memilih orang-orang yang Ia akan bawa kepada iman di dalam Kristus, dengan demikian tetap mempertahankan doktrin Calvinis tentang pemilihan tanpa syarat. Namun, efikasi dari penebusan tetap terbatas pada mereka yang percaya.
Dinamai sesuai perumusnya Moses Amyraut, doktrin ini masih dipandang sebagai sebuah varietas dari Calvinisme karena doktrin ini masih mempertahankan kekhususan anugerah yang berdaulat dalam pengaplikasian penebusan. Namun, penentangnya B. B. Warfield telah menyebutnya sebagai "bentuk yang tidak konsisten dan oleh sebab itu tidak stabil dari Calvinisme."[101]
Hiper-Calvinisme adalah keyakinan bahwa Allah menyelamatkan umat pilihan melalui kehendak kedaulatan-Nya tanpa atau hanya sedikit menggunakan metode (seperti penginjilan, khotbah, dan doa bagi yang hilang) dalam mewujudkan keselamatan itu. Hiper-Calvinis terlalu menekankan kedaulatan Allah dan terlalu mengabaikan tanggung jawab manusia dalam karya keselamatan.
Menurut Edwin H. Palmer, Hiper-Calvinisme bertentangan secara frontal dengan Arminianisme. Sementara penganut Arminian menyangkal kedaulatan Allah, Hiper-Calvinis meninggalkan fakta tanggung jawab manusia. Ia melihat pernyataan yang jelas dari Alkitab mengenai penentuan lebih dulu dari Allah dan memegang hal itu dengan teguh. Namun, karena tidak mampu mendamaikannya secara logis dengan tanggung jawab manusia, ia menyangkal tanggung jawab manusia itu. Jadi orang Arminian dan orang hyper-Calvinist, sekalipun merupakan kutub-kutub yang bertentangan, sebetulnya sangat dekat dalam cara berpikirnya.[102]
Dimulai dari tahun 1880-an, Neo-Calvinisme, sebuah bentuk dari Calvinisme Belanda, adalah gerakan yang dimulai oleh teolog dan mantan perdana menteri Belanda Abraham Kuyper. James Bratt telah mengidentifikasi beberapa jenis Calvinisme Belanda yang berbeda: Afscheiding—terpecah menjadi Gereja Reformed "Barat" dan Gereja Konfesionalis; dan Neo-Calvinis—Calvinis Positif dan Calvinis Antitetis. Kaum Afscheiding sebagian besar adalah infralapsarian dan kaum Neo-Calvinis biasanya adalah supralapsarian.[103]
Kuyper ingin membangunkan gereja dari apa yang ia pandang sebagai ketiduran pietistik. Ia menyatakan:
Tidak ada satu bagian pun dari dunia mental kita yang harus disegel dari yang lain dan tidak ada satu inci persegi pun dari seluruh wilayah eksistensi manusia di mana Kristus, yang berdaulat atas segala sesuatu, tidak berseru: "Milik-Ku!"[104]
Refrain ini telah menjadi semacam seruan bagi kaum Neo-Calvinis.
Rekonstruksionisme Kristen adalah gerakan teonomis Calvinis fundamentalis.[105] Didirikan oleh R. J. Rushdoony, gerakan ini memiliki pengaruh penting terhadap Kristen sayap kanan di Amerika Serikat.[106][107] Gerakan ini memuncak pada tahun 1990-an.[108] Namun, gerakan ini masih hidup dalam denominasi kecil seperti Gereja Presbiterian Reformed di Amerika Serikat dan posisi minoritas di denominasi-denominasi lainnya. Para penganut Rekonstruksionisme Kristen pada umumnya adalah penganut postmilenialisme dan pengikut dari apologetika presuposisional Cornelius Van Til. Mereka cenderung mendukung tatanan politik yang terdesentralisasi yang berakibat pada kapitalisme laissez-faire.[109]
Calvinisme Baru adalah perspektif yang sedang betumbuh dalam Evangelikalisme konservatif yang memeluk pengajaran dasar dari Calvinisme abad ke-16 selagi berusaha menjadi relevan di dunia masa kini.[110] Pada bulan Maret 2009, majalah Time menggambarkan Calvinisme Baru sebagai salah satu dari "10 gagasan yang mengubah dunia".[111] Beberapa tokoh utama yang telah diasosiasikan dengan Calvinisme baru adalah John Piper,[110] Mark Driscoll, Al Mohler,[111] Mark Dever,[112] C. J. Mahaney, dan Tim Keller.[113] Kaum Calvinis Baru telah dikritik karena mencampurkan soteriologi Calvinis dengan pandangan Evangelikal populer mengenai sakramen dan kontinuasionisme, serta menolak pokok ajaran yang dipandang penting bagi iman Reformed seperti konfesionalisme dan teologi kovenan.[114]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.