Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Kedaulatan Allah dalam Kekristenan dapat didefinisikan sebagai hak Allah untuk menjalankan kekuasaan pemerintahan-Nya atas ciptaan-Nya. Kedaulatan juga dapat mencakup cara Allah menjalankan kekuasaan pemerintahan-Nya. Namun aspek ini rentan terhadap perbedaan terutama terkait dengan konsep batasan-batasan yang ditetapkan Allah sendiri. Hubungan antara kedaulatan Allah dan kehendak bebas manusia merupakan tema penting dalam diskusi mengenai hakikat dari pilihan manusia.
Bagian dari topik Kekristenan |
Sifat-sifat hakiki Allah |
---|
![]() |
|
Kamus-kamus teologis memberikan definisi yang cukup seragam mengenai konsep kedaulatan Allah. Pertama, kedaulatan Allah dapat dilihat sebagai "hak mutlak-Nya untuk mengerjakan segala sesuatu sesuai dengan keinginan kehendak-Nya."[1] Dengan nuansa lebih, kedaulatan Allah dapat dilihat sebagai pengajaran "bahwa segala sesuatu berasal dan bergantung pada Allah. ... [Hal itu] tidak berarti bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia adalah kehendak Allah."[2] Lebih tepatnya, kedaulatan Allah dapat didefinisikan sebagai konsep rangkap dua: "Pertama, hal ini dapat dilihat sebagai hak ilahi untuk memerintah secara total; kedua, hal ini dapat diperluas untuk mencakup pelaksanaan hak ini oleh Allah. Untuk aspek pertamanya, tidak ada perdebatan. Perbedaan pendapat muncul pada aspek yang kedua."[3]
Menurut definisi-definisi ini, kedaulatan Allah dalam Kekristenan dapat didefinisikan sebagai hak Allah untuk melaksanakan kuasa pemerintahan-Nya atas ciptaan-Nya. Cara Allah melaksanakan kuasa tersebut adalah hal yang diperdebatkan. Kaum Calvinis umumnya memandang pelaksanaan ini sebagai aspek inheren dari konsep kedaulatan yang lebih luas.[4] Sebaliknya, kaum non-Calvinis juga mungkin mengintegrasikan pelaksanaan kekuasaan ini ke dalam konsep kedaulatan[5] atau memandangnnya secara terpisah, kemudian melalui konsep providensia Allah.[6][7]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.