Loading AI tools
bilangan yang hanya memiliki faktor 1 dan bilangan itu sendiri Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Bilangan prima adalah bilangan asli lebih dari 1 yang bukan darab (hasil kali) dari dua bilangan asli yang lebih kecil. Bilangan asli yang lebih dari 1 dan bukan bilangan prima disebut bilangan komposit. Misalnya, 5 adalah bilangan prima karena 5 dapat ditulis sebagai atau , sedangkan 4 bukanlah bilangan prima karena hasil kalinya (), dimana kedua bilangan lebih kecil dari 4. Bilangan prima merupakan bagian pusat dari teori bilangan karena melibatkan teorema dasar aritmetika: setiap bilangan asli lebih besar dari 1 adalah bilangan prima itu sendiri atau dapat difaktorkan sebagai hasil kali tunggal hingga urutannya.
Sifat-sifat yang menjadikan bilangan prima disebut primalitas. Metode sederhana namun lambat yang memeriksa primalitas untuk bilangan , disebut pembagian percobaan. Metode ini menguji apakah kelipatan dari suatu bilangan bulat antara dan . Algoritma lebih cepatnya adalah uji primalitas Miller–Rabin, algoritma cepat namun memiliki kesempatan galat kecil; dan uji primalitas Agrawal–Kayal–Saxena, algoritma yang selalu memberikan solusi yang benar dalam waktu polinomial, namun sangat lambat bila dipraktekkan. Metode cepat khususnya tersedia dalam bilangan bentuk khusus, seperti bilangan Mersenne. Hingga pada Desember 2018, bilangan prima terbesar yang diketahui merupakan bilangan prima Mersenne dengan 24.862.048 digit.[1]
Sekitar 300 SM, Euklides menjelaskan bahwa ada tak berhingga banyaknya bilangan prima. Tidak ada rumus sederhana yang memisahkan bilangan prima dari bilangan komposit. Akan tetapi, sebaran bilangan prima dalam jumlah bilangan asli yang sangat banyak dapat digambar secara statistik. Hasil pertama sebaran bilangan prima tersebut mengarah pada teorema bilangan prima, yang dibuktikan pada akhir abad ke-19. Teorema ini mengatakan bilangan terbesar yang dipilih secara acak menjadi bilangan prima berbanding terbalik dengan jumlah digitnya, yaitu logaritma.
Beberapa masalah-masalah bersejarah yang melibatkan bilangan prima masih belum terpecahkan. Masalah di antaranya konjektur Goldbach, yang menyatakan bahwa setiap bilangan bulat lebih besar dari 2 dapat dibentuk sebagai jumlah dua bilangan prima, dan konjektur bilangan prima kembar, menyatakan bahwa ada tak berhingga banyaknya pasangan bilangan prima yang memiliki sebuah bilangan genap di antaranya. Masalah-masalah tersebut mendorong pengembangan berbagai cabang dalam teori bilangan, yang fokus pada aspek bilangan analitik atau bilangan aljabar. Dalam kehidupan sehari-hari, bilangan prima dipakai dalam teknologi informasi, seperti kriptografi kunci publik, yang bergantung pada kesulitan memfaktorkan bilangan yang lebih besar menjadi faktor bilangan prima. Dalam aljabar abstrak, objek yang umumnya berperilaku sebagai bilangan prima di antaranya elemen bilangan prima dan ideal bilangan prima.
Bilangan asli (1, 2, 3, 4, 5, dst.) dapat dikatakan bilangan prima jika dan hanya jika bilangan asli itu lebih besar dari 1 dan tidak dapat ditulis sebagai hasil kali bilangan asli yang lebih kecil. Bilangan asli yang lebih dari 1, namun bukan merupakan bilangan prima disebut bilangan komposit.[2] Dengan kata lain, dikatakan bilangan prima jika terdapat benda tidak dapat dibagi menjadi kelompok dengan jumlah yang sama, yang terdiri dari satu benda.[3] Bilangan prima juga diilustrasikan sebagai susunan titik menjadi persegi panjang yang lebar dan tingginya lebih dari satu titik.[4] Misalnya, bilangan di antara 1 sampai 6, bilangan primanya adalah 2, 3, dan 5;[5] karena tidak ada bilangan lain yang membagi ketiga bilangan tersebut tanpa adanya sisa. 1 bukan bilangan prima, karena merupakan pengecualian yang khusus dalam definisi di atas. 4 = 2 × 2 dan 6 = 2 × 3 merupakan bilangan komposit.
Pembagi bilangan asli adalah bilangan asli yang membagi sama rata. Pembagi pada setiap bilangan asli tersebut adalah 1 dan dirinya sendiri. Jika memiliki pembagi lain, maka bukanlah bilangan prima. Gagasan ini merujuk ke sebuah definisi bilangan prima yang berbeda namun ekuivalen: terdapat bilangan setidaknya dua pembagi bilangan positif, 1 dan dirinya sendiri.[6] Ada cara lain untuk menjelaskan hal tersebut, yaitu: adalah bilangan prima jika lebih besar dari 1 dan tidak ada bilangan yang membagi sama rata.[7]
Berikut adalah 25 bilangan prima pertama (semua bilangan prima yang lebih kecil dari 100):[8]
Tidak ada bilangan genap yang lebih besar dari 2 adalah bilangan prima karena bilangannya dapat dibentuk sebagai hasil kali . Karena itu, setiap bilangan prima selain dari 2 adalah bilangan ganjil, dan bilangan tersebut disebut bilangan prima ganjil.[9] Ketika ditulis dalam sistem desimal biasa dengan cara yang serupa, semua bilangan prima yang lebih besar dari 5 berakhir dengan digit satuan 1, 3, 7, atau 9. Bilangan yang berakhir dengan digit satuan yang berbeda adalah bilangan komposit: bilangan desimal yang digit satuannya adalah 0, 2, 4, 6, atau 8 adalah bilangan genap, dan bilangan desimal yang berakhir dengan digit satuan 0 dan 5 habis dibagi 5.[10]
Himpunan bilangan prima terkadang dilambangkan [11] atau .[12]
Papirus Matematika Rhind dari sekitar tahun 1550 SM, memiliki perluasan pecahan Mesir dalam bentuk yang berbeda untuk bilangan prima dan bilangan komposit.[13] Namun, catatan sejarah pertama kali yang mempelajari bilangan prima dengan eksplisit berasal dari matematika Yunani kuno.. Elemen dari Euklides (300 SM) membuktikan bilangan prima tak-hingga dan teorema dasar aritmetika, dan menunjukkan cara membuat bilangan sempurna dari prima Mersenne.[14] Penemuan Yunani lainnya yaitu tapis Eratosthenes masih digunakan untuk menyusun daftar bilangan prima.[15][16]
Sekitar 1000 M, matematikawan Islam Ibn al-Haytham (Alhazen) menemukan teorema Wilson dengan mencirikan bilangan prima sebagai bilangan yang membagi rata . Ia juga menduga bahwa semua bilangan sempurna genap berasal dari konstruksi Euklides yang menggunakan bilangan prima Mersenne, tetapi tidak dapat membuktikannya.[17] Matematikawan Islam lainnya, Ibn al-Banna' al-Marrakushi mengamati bahwa pitas Eratosthenes dapat dipercepat dengan menguji hanya pembagi hingga akar kuadrat dari bilangan terbesar yang akan diuji. Fibonacci membawa inovasi dari matematika Islam kembali ke Eropa. Liber Abaci (1202) dalam bukunya yang pertama mendeskripsikan pembagian percobaan untuk menguji primalitas, sekali lagi menggunakan pembagi hanya akar kuadrat hingga.[16]
Pada 1640, Pierre de Fermat menyatakan teorema kecil Fermat tanpa bukti, yang kemudian dibuktikan oleh Leibniz dan Euler.[18] Fermat juga menyelidiki primalitas dari bilangan Fermat ,[19] dan Marin Mersenne mempelajari prima Mersenne, bilangan prima dari bentuk dengan sendiri adalah bilangan prima.[20] Dalam surat tahun 1742 untuk Euler, Christian Goldbach merumuskan konjektur Goldbach, bahwa setiap bilangan genap adalah jumlah dari dua bilangan prima.[21] Euler membuktikan konjektur Alhazen (yang saat ini disebut teorema Euklides–Euler) bahwa semua bilangan sempurna genap dapat dibangun dari bilangan prima Mersenne.[14] Ia memperkenalkan metode dari analisis matematis ke cabang ini dalam bukti ketakterhinggaan bilangan prima dan kedivergenan jumlah timbal-balik bilangan prima .[22] Pada awal abad ke-19, Legendre dan Gauss menduga bahwa ketika menuju ke takhingga, jumlah bilangan prima hingga asimptotik ke , dimana melambangkan logaritma natural dari . Versi lemah postulat Bertrand yang mengatakan bahwa untuk setiap , terdapat bilangan prima di antara dan , dibuktikan oleh Pafnuty Chebyshev pada tahun 1852.[23] Gagasan Bernhard Riemann dalam makalahnya tahun 1859 tentang fungsi zeta menggambarkan sebuah garis besar dalam membuktikan konjektur Legendre dan Gauss. Walaupun gagasannya yang berkaitan dengan hipotesis Riemann masih belum terpecahkan, namun garis besar Riemann diselesaikan oleh Hadamard dan de la Vallée Poussin pada tahun 1896, dan hasilnya saat ini dikenal sebagai teorema bilangan prima.[24] Hasil penting lainnya pada abad ke-19 adalah teorema Dirichlet tentang barisan aritmetika, barisan aritmetika pasti memuat tak berhingga banyaknya bilangan prima.[25]
Beberapa matematikawan telah melakukan uji primalitas untuk bilangan lebih besar dari bilangan penerapan uji pembagian. Metode yang membatasi bentuk bilangan khusus di antaranya uji Pépin untuk bilangan Fermat (1877),[26] teorema Proth (sekitar 1878),[27] uji primalitas Lucas–Lehmer (berasal dari 1856), dan uji primalitas Lucas rampat.[28]
Sejak tahun 1951, semua bilangan prima terbesar yang diketahui telah ditemukan menggunakan uji ini pada komputer.[lower-alpha 1] Pencarian bilangan prima besar telah membangkitkan minat pada luar lingkaran matematika, melalui Great Internet Mersenne Prime Search dan proyek komputasi distribusi lainnya.[8][30] Gagasan bahwa bilangan prima memiliki beberapa penerapan diluar matematika murni,[lower-alpha 2] sekitar tahun 1970-an ketika kriptografi kunci publik dan RSA sistem kripto ditemukan dengan menggunakan bilangan prima sebagai basisnya.[33]
Meningkatnya kepentingan praktis dari pengujian dan faktorisasi primalitas terkomputerisasi menyebabkan pengembangan metode menjadi lebih baik yang mampu menangani sejumlah besar bentuk ketakhinggaan.[15][34][35] Teori matematika bilangan prima juga terus berkembang dengan teorema Green-Tao (2004) bahwa barisan aritmetika panjang yang cenderung dari bilangan prima, dan pembuktian pada tahun 2013 Yitang Zhang bahwa memiliki banyak uji celah prima ketakhinggaan.[36]
Hampir seluruh matematikawan Yunani kuno bahkan tidak menganggap 1 sebagai bilangan,[37][38] sehingga mereka tidak menganggap primalitas. Beberapa matematikawan pada kala ini juga menganggap bilangan prima adalah subpembagian bilangan ganjil, sehingga mereka menganggap 2 bukanlah bilangan prima. Namun, Euklides dan sebagian besar matematikawan Yunani lainnya menganggap 2 sebagai bilangan prima. Sebagian besar matematikawan Islam pada abad pertengahan mengikuti pandangan matematikawan Yunani bahwa 1 bukanlah sebuah bilangan.[37] Pada masa abad pertengahan dan masa Reinsans, para matematikawan mulai memperlakukan 1 sebagai bilangan, dan ada pula dari mereka memperlakukan 1 sebagai bilangan prima pertama.[39] Dalam suratnya untuk Leonhard Euler pada pertengahan abad ke-18, Christian Goldbach menganggap 1 sebagai bilangan prima; namun Euler tidak.[40] Pada abad ke-19, banyak para matematikawan masih menganggap 1 sebagai bilangan prima,[41] dan yang memuat 1 sebagai daftar bilangan prima terus diterbitkan hingga tahun 1956.[42][43]
Jika definisi bilangan prima mengatakan bahwa 1 adalah bilangan prima, maka banyak pernyataan yang melibatkan bilangan prima akan ditulis ulang dalam cara yang aneh. Sebagai contoh, teorema dasar aritmetika akan perlu ditulis ulang dalam bentuk faktorisasi menjadi bilangan prima lebih besar dari 1, karena setiap bilangan mempunyai banyak kelipatan dengan jumlah salinan dari 1 yang berbeda.[41] Mirip dengan contoh sebelumnya, saringan Eratosthenes tidak akan bekerja dengan benar jika saringan tersebut memperlakukan 1 sebagai sebuah bilangan prima, karena saringan Eratosthenes akan mengeliminasi semua kelipatan 1 (yaitu semua bilangan lainnya) dan memberikan hasil hanya satu bilangan saja, yaitu 1.[43] Ada beberapa sifat bilangan prima lebih teknis yang juga tidak berlaku untuk 1, sebagai contoh rumus fungsi phi Euler atau fungsi jumlah pembagi berbeda untuk bilangan prima dengan 1 yang didefinisikan sebagai bilangan prima.[44] Pada awal abad ke-20, para matematikawan mulai menyetujui bahwa 1 tidak ditulis sebagai bilangan prima, melainkan dikategorikan istimewa sebagai "satuan".[41]
Suatu bilangan dapat ditulis sebagai hasil kali bilangan prima disebut faktorisasi bilangan prima. Misalnya:
Bentuk yang ditulis dalam hasil kali disebut faktor bilangan prima. Faktor bilangan prima yang sama seringkali muncul lebih dari satu. Contoh di atas memiliki dua salinan faktor bilangan prima . Ketika sebuah bilangan prima sering muncul berkali-kali, eksponen dapat dipakai untuk mengumpulkan salinan faktor bilangan prima. Misalnya, dalam menulis hasil kali di atas, yakni pada barisan kedua, dilambangkan sebagai tiga pangkat dua.
Pentingnya bilangan prima dalam teori bilangan dan matematika umumnya berasal dari teorema dasar aritmetika.[45] Teorema ini mengatakan bahwa setiap bilangan bulat yang lebih besar dari 1 dapat ditulis sebagai hasil kali dari satu bilangan prima atau lebih. Lebih lanjut, hasil kalinya adalah tunggal dalam artian bahwa dua faktorisasi bilangan prima dari bilangan yang sama akan memiliki jumlah salinan yang sama dari bilangan prima yang sama meski urutannya berbeda.[46] Walaupun ada banyak cara mencari faktorisasi melalui algoritma faktorisasi bilangan bulat, hasil yang diperoleh adalah sama. Jadi, bilangan prima dapat dianggap sebagai "satuan dasar" bilangan asli.[47]
Bukti-bukti mengenai ketunggalan faktorisasi bilangan prima dijelaskan melalui lema Euklides: Jika bilangan prima dan membagi hasil kali (dimana dan bilangan bulat), maka membagi atau membagi (atau membagi keduanya).[48] Sebaliknya, jika memiliki sifat ketika dibagi hasil kalinya ( selalu membagi setidaknya salah satu dari faktor hasil kali tersebut), maka haruslah bilangan prima.[49]
Ada tak berhingga banyaknya bilangan prima. Dengan kata lain, barisan bilangan prima
tidak pernah berakhir. Karena pertama kali yang membuktikan pernyataan ini adalah Euklides, pernyataan tersebut disebut teorema Euklides untuk menghormati matematikawan Yunani Kuno Euklides. Masih ada bukti mengenai ketakterhinggaan bilangan prima, diantaranya: bukti analitik oleh Euler, bukti Goldbach berdasarkan bilangan Fermat,[50] bukti Furstenberg melalui topologi umum,[51] dan bukti elegan Kummer.[52]
Bukti Euler[53] menunjukkan bahwa setiap daftar bilangan prima terhingga belum lengkap. Kunci utamanya adalah mengalikan bilangan prima pada daftar tertentu dan ditambah . Jikalau terdiri dari bilangan prima , maka
Menurut teorema dasar aritmetika, memiliki faktorisasi bilangan prima yang faktornya berjumlah satu atau lebih.
dibagi habis secara merata oleh setiap faktor-faktor tersebut, tetapi mempunyai sisa yaitu satu ketika dibagi oleh suatu bilangan prima pada daftar tertentu sehingga tidak ada faktor bilangan prima yang terdapat pada daftar tersebut. Karena tidak ada daftar bilangan prima terhingga, maka pasti ada tak berhingga banyaknya bilangan prima.
Bilangan yang dibentuk dengan menambahkan 1 pada hasil kali dari bilangan prima terkecil disebut bilangan Euklides.[54] Lima bilangan pertama adalah bilangan prima, tetapi yang keenam,
adalah bilangan komposit.
Tidak ada rumus cepat yang diketahui untuk bilangan prima. Contoh, tidak ada polinomial takkonstan, bahkan dalam beberapa variabel, yang hanya memakai nilai bilangan prima.[55] Namun, ada banyak bentuk rumus yang mengodekan semua bilangan prima, atau hanya bilangan prima. Ada rumus yang dapat didasari pada teorema Wilson, dan rumus tersebut menghasilkan 2 berkali-kali dan sisa bilangan prima dihasilkan sekali.[56] Adapula himpunan persamaan Diophantus dalam sembilan variabel dan satu parameter dengan sifat berikut: parameter adalah bilangan prima jika dan hanya jika sistem persamaan yang dihasilkan adalah solusi bilangan asli. Hal tersebut dapat dipakai untuk memperoleh rumus tunggal dengan sifat bahwa semua nilai positif adalah bilangan prima.[57]
Contoh rumus yang menghasilkan bilangan prima lainnya berasal dari teorema Mills dan teorema Wright. Rumus ini mengatakan bahwa terdapat suatu konstanta real dan sehingga
adalah bilangan prima untuk suatu bilangan asli dalam rumus yang pertama, dan suatu bilangan eksponen dalam rumus yang kedua.[58] merepresentasikan fungsi bilangan bulat terbesar. Akan tetapi, rumus-rumus tersebut tidak dapat digunakan untuk menghasilkan bilangan prima, karena bilangan prima harus dihasilkan terlebih dahulu agar memperoleh nilai atau .
Banyak konjektur yang melibatkan bilangan prima telah diajukan. Seringkali memiliki perumusan dasar, banyak konjektur-konjektur tersebut memiliki bukti yang bertahan selama beberapa dekade: empat masalah Landau yang berasal dari tahun 1912 masih belum terpecahkan.[59] Salah satu masalah Landau adalah konjektur Goldbach, yang menyatakan bahwa setiap bilangan bulat genap lebih besar dari 2 dapat ditulis sebagai jumlah dari dua bilangan prima.[60] Hingga pada 2014, konjektur ini telah dibenarkan untuk semua bilangan hingga .[61] Pernyataan yang lebih lemah dari konjektur tersebut telah dibuktikan seperti: teorema Vinogradov yang mengatakan bahwa setiap bilangan bulat ganjil yang cukup besar dapat ditulis sebagai jumlah dari tiga bilangan prima,[62] teorema Chen yang mengatakan bahwa setiap bilangan genap yang cukup besar dapat dinyatakan sebagai jumlah dari bilangan prima dan semiprima (hasil kali dari dua bilangan prima),[63] serta suatu bilangan bulat genap yang lebih besar dari 10 dapat ditulis sebagai jumlah dari enam bilangan prima.[64] Cabang teori bilangan yang mempelajari masalah tersebut disebut teori bilangan aditif.[65]
Teori bilangan analitik adalah studi cabang teori bilangan yang berfokus mengenai fungsi kontinu, limit, deret takhingga, dan kaitan matematika tentang takhingga dan infinitesimal.
Cabang ini dimulai dengan Leonhard Euler yang menemukan solusi dari masalah yang sangat penting, yaitu masalah Basel. Masalah ini menanyakan berapakah nilai dari deret takhingga dan nilai deret saat ini dapat dianggap sebagai nilai (dimana adalah fungsi zeta Riemann). Fungsi ini sangat terkait erat dengan bilangan prima dan fungsi ini merupakan salah satu masalah yang belum terpecahkan yang sangat penting dalam matematika, hipotesis Riemann. Euler memperlihatkan bahwa .[66] Kebalikannya, , merupakan probabilitas batas yang menyatakan bahwa dua bilangan acak dipilih secara seragam dari kisaran relatif prima yang besar (relatif prima berarti tidak memiliki kesamaan faktor).[67]
Sebaran bilangan prima masih dicari, seperti pertanyaan yang menanyakan berapa banyak bilangan prima yang lebih kecil dari sebuah batas yang lebih besar dijelaskan melalui teorema bilangan prima, namun rumus efisien bilangan prima ke- belum diketahui. Teorema Dirichlet tentang barisan aritmetika, dalam bentuk dasar, mengatakan bahwa polinomial linear
dengan dan saling relatif prima mengambil tak berhingga banyaknya nilai bilangan prima. Bentuk teorema yang lebih kuat mengatakan bahwa jumlah timbal balik dari nilai bilangan prima tersebut adalah divergen, dan bahwa polinomial linear yang berbeda dengan yang sama kira-kira sama dengan perbandingan bilangan prima yang sama. Walaupun konjektur tersebut dirumuskan mengenai perbandingan bilangan prima dalam polinomial berderajat tinggi, konjektur tersebut masih belum terpecahkan, dan belum diketahui adakah polinomial kuadratik bahwa (untuk nilai-nilai bilangan bulat) merupakan sering tak berhingga bilangan prima.
Bukti Euler yang mengatakan ada tak berhingga banyaknya bilangan prima meninjau jumlah dari timbal-balik bilangan prima,
Euler memperlihatkan bahwa untuk suatu bilangan real sembarang, terdapat bilangan prima yang jumlahnya lebih besar dari .[68] Bukti tersebut memperlihatkan bahwa ada tak berhingga banyaknya bilangan prima. Karena jika terdapat berhingga banyaknya bilangan prima, maka jumlahnya akan mencapai nilai maksimum di bilangan prima terbesar daripada naik melalui setiap . Laju pertumbuhan dari jumlah ini digambarkan melalui teorema kedua Mertens.[69] Bandingkan jumlah
yang tidak naik menuju takhingga ketika menuju takhingga (lihat masalah Basel). Ini berarti, bilangan prima sering kali muncul daripada bilangan asli yang dikuadratkan meskipun kedua himpunan adalah takhingga.[70] Teorema Brun menyatakan bahwa jumlah timbal-balik bilangan prima kembar,
adalah terhingga. Karena teorema Brun, bukti di atas tidak dapat menggunakan metode Euler untuk menyelesaikan bilangan prima kembar, yang ada tak berhingga banyaknya bilangan prima.[70]
Fungsi penghitungan bilangan prima didefinisikan sebagai jumlah bilangan prima yang lebih kecil dari .[71] Contohnya, , karena ada lima bilangan prima yang lebih kecil atau sama dengan 11 (yakni 2, 3, 5, 7, 11). Metode seperti algoritma Meissel–Lehmer dapat menghitung nilai eksak lebih cepat daripada menulis setiap bilangan prima sampai dengan . Teorema bilangan prima menyatakan bahwa asimtotik dengan . Teorema ini ditulis sebagai
Ini berarti bahwa rasio terhadap pecahan di ruas kanan mendekati 1 ketika menuju takhingga.[72] Teorema ini menyiratkan bahwa kemungkinan bilangan yang lebih kecil dari yang dipilih secara acak adalah bilangan prima, kira-kira berbanding terbalik dengan jumlah digit .[73] Teorema ini juga menyiratkan bahwa bilangan prima ke- sebanding dengan ,[74] dan demikian bahwa ukuran rata-rata dari celah bilangan prima sebanding dengan .[75] Pendekatan lebih akuratnya adalah sebanding dengan integral logaritmik Euler[72]
Barisan aritmetika ialah barisan bilangan yang hingga maupun takhingga sehingga bilangan berurutan dalam barisan tersebut memiliki beda atau selisih yang sama.[76] Selisih barisan aritmetika disebut modulus barisan.[77] Misalnya,
adalah barisan aritmetika takhingga dengan modulus 9. Dalam barisan aritmetika, semua bilangan memiliki sisa yang sama ketika dibagi oleh modulus. Contoh di atas, sisanya adalah 3. Karena modulus adalah 9 dan sisanya merupakan kelipatan 3, dan begitu pula untuk setiap anggota pada barisan tersebut. Karena itu, barisan tersebut memiliki satu bilangan prima, yakni 3. Pada umumnya, barisan takhingga
dapat memiliki bilangan prima yang lebih dari satu ketika sisa dan modulus relatif prima. Jika dan relatif prima, teorema Dirichlet tentang barisan aritmetika mengatakan bahwa barisan memuat tak terhingga banyaknya bilangan prima.[78]
Teorema Green–Tao memperlihatkan bahwa ada barisan aritmetika hingga panjang sembarang yang hanya terdiri dari bilangan prima.[79][80]
Aritmetika modular memodifikasi aritmetika biasa, hanya saja dengan menggunakan bilangan untuk bilangan asli yang disebut modulus. Bilangan asli lainnya dapat dipetakan ke dalam sistem ini dengan menggantinya dengan sisa setelah pembagian dengan .[81] Penjumlahan, pengurangan, dan perkalian modular dihitung dengan melakukan penggantian yang sama dengan sisa hasil penjumlahan, pengurangan, atau perkalian bilangan bulat.[82] Kesamaan bilangan bulat sesuai dengan kongruensi dalam aritmetika modular: dan adalah kongruen (ditulis mod ) ketika mereka memiliki sisa yang sama setelah dibagi dengan .[83] Namun, dalam sistem bilangan ini, pembagian dengan semua bilangan bukan nol dimungkinkan jika dan hanya jika modulusnya adalah prima. Misalnya, dengan bilangan prima sebagai modulus, pembagian dengan adalah dimungkinkan: karena kemungkinan menghapus penyebut dengan mengalikan kedua ruas dengan diberikan rumus yang valid . Namun, dengan modulus komposit , pembagian dengan adalah hal mustahil. Tidak ada solusi yang valid untuk : menghapus penyebut dengan mengalikan dengan menyebabkan ruas kiri menjadi sedangkan ruas kanan menjadi atau . Dalam terminologi aljabar abstrak, kemampuan untuk melakukan pembagian berarti bahwa modulo aritmatika modular bilangan prima membentuk medan atau medan berhingga, sedangkan modulus lainnya hanya memberikan gelanggang tetapi bukan sebuah medan.[84]
Beberapa teorema tentang bilangan prima dirumuskan menggunakan aritmetika modular. Misalnya, teorema kecil Fermat menyatakan bahwa jika (mod ), maka (mod ).[85] Menjumlahkan dari semua pilihan diberikan persamaan
valid jika adalah bilangan prima. Konjektur Giuga menyebutkan bahwa persamaan ini juga merupakan syarat yang cukup untuk menjadi prima.[86] Teorema Wilson menyebutkan bahwa sebuah bilangan bulat adalah bilangan prima jika dan hanya jika faktorial kongruen dengan mod . Untuk bilangan ini tidak berlaku, karena salah satu faktornya membagi n dan , dan jadi adalah hal mustahil.[87]
Urutan -adik dari sebuah bilangan bulat adalah jumlah salinan dari dalam faktorisasi prima dari . Konsep yang sama diperluas dari bilangan bulat ke bilangan rasional dengan mendefinisikan urutan -adik dari pecahan menjadi . Nilai absolut -adik dari sembarang bilangan rasional kemudian didefinisikan sebagai . Mengalikan bilangan bulat dengan nilai absolut -adik-nya akan membatalkan faktor dalam faktorisasinya, dan hanya menyisakan bilangan prima lainnya. Sama seperti jarak antara dua bilangan real yang dapat diukur dengan nilai absolut jaraknya, jarak antara dua bilangan rasional dapat diukur dengan jarak -adik-nya, nilai absolut -adik dari selisihnya. Untuk definisi jarak ini, dua bilangan dikatakan berdekatan (memiliki jarak yang kecil) ketika selisihnya habis dibagi dengan pangkat yang tinggi. Dengan cara yang sama bahwa bilangan real dapat dibentuk dari bilangan rasional dan jaraknya, dengan menambahkan nilai pembatas ekstra untuk membentuk medan lengkap, bilangan rasional dengan jarak -adik diperluas ke medan lengkap yang berbeda.[88][89]
Urutan dari sebuah gambar, nilai absolut, dan medan lengkap yang diturunkan dari bilangan -adik digeneralisasikan ke medan bilangan aljabar dan penilaian-penilaian tersebut (pemetaan tertentu dari Medan grup perkalian ke grup aditif terurut total disebut juga sebagai urutan), nilai absolut (pemetaan perkalian tertentu dari medan ke bilangan real disebut juga sebagai norma),[88] dan tempat (ekstensi ke medan lengkap dimana medan yang diberikan adalah himpunan rapat disebut juga sebagai pelengkapan).[90] Perluasan dari bilangan rasional ke bilangan real, misalnya adalah tempat dimana jarak antara bilangan adalah nilai absolut biasa dari perbedaannya. Pemetaan yang sesuai ke grup aditif akan menjadi logaritma dari nilai absolut, meskipun ini tidak memenuhi semua persyaratan penilaian. Menurut teorema Ostrowski, gagasan ekuivalen alami berhingga, bilangan real dan bilangan -adik dengan urutan dan nilai absolutnya adalah satu-satunya penilaian, nilai absolut, dan tempat pada bilangan rasional.[88] Prinsip lokal-global memungkinkan masalah tertentu atas bilangan rasional untuk diselesaikan dengan menyatukan solusi dari masing-masing tempat, sekali lagi menggarisbawahi pentingnya bilangan prima untuk teori bilangan.[91]
Gelanggang komutatif merupakan struktur aljabar dimana penambahan, pengurangan dan perkalian didefinisikan. Bilangan bulatnya merupakan sebuah gelanggang, dan bilangan prima dalam bilangan bulat telah dirampat menjadi gelanggang melalui dua cara seperti anggota bilangan prima dan anggota taktereduksi. Sebuah anggota dari sebuah gelanggang dikatakan bilangan prima jika adalah bilangan taknol, tidak mempunyai invers perkalian (yang berarti, gelanggang bukanlah sebuah unit), dan memenuhi syarat berikut: jika membagi hasil kali dari dua anggota , maka juga membagi setidaknya ataupun . Sebuah anggota adalah taktereduksi jika sebuah anggota bukan merupakan sebuah unit maupun hasil kali dari dua anggota takunit lainnya. Dalam gelanggang bilangan bulat, anggota bilangan prima dan anggota taktereduksi membentuk himpunan yang sama,
Dalam sebuah gelanggang sembarang, semua anggota bilangan prima adalah taktereduksi. Kebalikannya tidak berlaku pada umumnya, namun berlaku untuk domain faktorisasi tunggal.[92]
Teorema dasar aritmetika tetap berlaku (menurut definisi) dalam domain faktorisasi tunggal. Contoh mengenai domain faktorisasi tunggal adalah bilangan bulat Gauss , gelanggang dari bilangan kompleks berbentuk dimana menyatakan satuan imajiner, dan merupakan bilangan bulat sembarang. Anggota bilangan primanya dikenal sebagai bilangan prima Gauss. Tidak semua bilangan yang merupakan bilangan prima di antara bilangan bulat tetap merupakan bilangan prima dalam bilangan bulat Gauss. Sebagai contoh, bilangan 2 dapat ditulis sebagai hasil kali dari dua bilangan prima Gauss, yaitu dan . Bilangan prima rasional (anggota bilangan prima dalam bilangan bulat) kongruen dengan 3 mod 4 adalah bilangan prima Gauss, namun bilangan prima rasional kongruen dengan 1 mod 4 bukan bilangan prima Gauss.[93] Contoh tersebut merupakan akibat dari teorema Fermat tentang jumlah dari dua bilangan kuadrat, yang mengatakan bahwa sebuah bilangan prima ganjil dapat dinyatakan sebagai jumlah dari dua bilangan kuadrat, , dan demikian dapat difaktorkan sebagai , tepat ketika kongruen dengan 1 mod 4.[94]
Tidak semua gelanggang merupakan ranah faktorisasi unik. Misalnya, dalam bilangan gelanggang (untuk bilangan bulat dan ) angka memiliki dua faktorisasi , tidak satu pun dari keempat faktor tersebut bisa direduksi lebih jauh, sehingga tidak memiliki faktorisasi unik. Untuk memperluas faktorisasi unik pada kelas gelanggang terbesar, gagasan tentang bilangan bisa diganti dengan ideal, sebuah himpunan bagian dari elemen gelanggang yang memuat semua jumlah pasangan elemennya, dan semua hasil kali elemennya dengan elemen gelanggang. Ideal prima yang dimana generalisasi elemen prima dalam arti bahwa ideal utama yang dihasilkan oleh elemen prima adalah ideal prima adalah alat dan objek studi penting dalam aljabar komutatif, teori bilangan aljabar dan geometri aljabar. Ideal prima dari gelanggang bilangan bulat adalah ideal (0), (2), (3), (5), (7), (11), ... Teorema dasar aritmetika digeneralisasikan ke teorema Lasker–Noether disebutkan setiap ideal dalam gelanggang komutatif Noetherian sebagai perpotongan ideal prima yang merupakan generalisasi yang tepat dari prima kuasa.[95]
Spektrum gelanggang adalah ruang geometris yang titik-titiknya merupakan ideal prima dari gelanggang tersebut.[96] Geometri aritmetika juga mendapat manfaat dari gagasan ini, dan banyak konsep yang ada, baik dalam geometri maupun teori bilangan. Misalnya, faktorisasi atau percabangan dari ideal prima ketika diangkat sebagai medan perluasan, masalah dasar teori bilangan aljabar memiliki beberapa kemiripan dengan percabangan dalam geometri. Konsep-konsep ini bahkan dapat membantu dalam pertanyaan teori bilangan yang hanya berkaitan dengan bilangan bulat. Misalnya, ideal prima dalam gelanggang bilangan bulat dari medan bilangan kuadrat dapat digunakan untuk penggunaan ketimbalbalikan kuadrat, pernyataan yang menyangkut keberadaan akar kuadrat modulo bilangan prima bilangan bulat.[97] Upaya awal untuk membuktikan Teorema Terakhir Fermat menyebabkan pengenalan Kummer dari prima regular, bilangan prima bilangan bulat terhubung dengan kegagalan faktorisasi unik pada bilangan bulat siklotomi.[98] Pertanyaan tentang berapa banyak bilangan prima bilangan bulat faktor menjadi darab dari beberapa ideal prima dalam medan bilangan aljabar ditangani oleh teorema kerapatan Chebotarev, yang (bila diterapkan pada bilangan bulat siklotomi) mana memiliki teorema Dirichlet pada bilangan prima dalam deret aritmatika sebagai kasus khusus.[99]
Dalam teori grup hingga, teorema Sylow menyiratkan bahwa jika perpangkatan bilangan prima membagi tingkat grup, maka grup memiliki subgrup tingkat . Menurut teorema Lagrange, suatu grup tingkat bilangan prima adalah grup siklik dan menurut teorema Burnside, suatu grup yang tingkatnya dibagi oleh dua bilangan prima merupakan grup terselesaikan.[100]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.