Remove ads
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Dalam sejarah matematika, matematika Islam abad pertengahan, biasa disebut matematika Islam atau matematika Arab, mencakup kajian matematika yang dilakukan selama perkembangan peradaban Islam kira-kira antara tahun 622 dan 1600.[1] Sains Islam dan matematika Islam berkembang pesat di bawah khilafah Islam yang menguasai Timur Tengah, mulai dari Semenanjung Iberia di barat sampai Lembah Indus di timur dan Dinasti Almoravid dan Kekaisaran Mali di selatan.
Dalam buku A History of Mathematics, Victor Katz menulis bahwa:[2]
Sejarah matematika Islam abad pertengahan tidak dapat ditulis dengan lengkap, karena banyak manuskrip Arab yang belum dipelajari... Tetap saja, garis besarnya... sudah diketahui. Matematikawan Islam mengembangkan sistem numeralia letak-nilai desimal yang mencakup pecahan desimal, menyusun studi aljabar dan mulai mempertimbangkan hubungan antara aljabar dan geometri, mempelajari dan memajukan teori geometri Yunani yang dicetuskan Euklides, Archimedes, dan Apollonius, dan membuat kemajuan besar dalam geometri bidang dan bola.
Penerjemahan dan studi matematika Yunani yang menjadi rute utama distribusi teks-teks tersebut ke Eropa Barat turut memainkan peran penting. Smith menulis bahwa:[3]
Dunia berutang besar kepada para ilmuwan Arab karena melindungi dan mengirimkan karya klasik matematika Yunani... mereka lebih banyak mengirimkan [teks], tetapi mereka juga membuat kemajuan besar dalam bidang aljabar dan menunjukkan kejeniusan karya mereka dalam bidang trigonometri.
Adolph P. Yushkevich memberi pendapat seputar peran matematika Islam:[4]
Matematikawan Islam memiliki pengaruh besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa dan memperkayanya dengan temuan mereka sendiri dan temuan yang diwariskan oleh bangsa Yunani, India, Suriah, Babilonia, dan lain-lain.
Kontribusi terpenting matematikawan Islam adalah pengembangan aljabar, yaitu menggabungkan material India dan Babilonia dengan geometri Yunani untuk mengembangkan aljabar. Dalam aljabar, seorang matematikawan menggunakan simbol x, y, atau z sebagai pengganti angka untuk menyelesaikan persoalan matematika.
Bangsa Yunani menemukan bilangan irasional, namun mereka tidak senang dan hanya mampu membedakan besaran dan bilangan. Dalam pandangan Yunani, besaran terus berubah dan dapat digunakan untuk beberapa hal seperti rentang garis, sedangkan bilangan bersifat diskret. Karena itu, bilangan irasional hanya dapat diselesaikan oleh geometri dan matematika Yunani memang cenderung geometris. Sejumlah matematikawan Islam seperti Abū Kāmil Shujāʿ ibn Aslam perlahan menghapus perbedaan antara besaran dan bilangan, sehingga memungkinkan jumlah irasional tampak seperti koefisien dalam persamaan dan solusi bagi persamaan aljabar. Mereka bebas memperlakukan bilangan irasional seperti benda, tetapi mereka tidak mempelajari sifatnya secara teliti.[7]
Pada abad ke-20, versi Latin Arithmetic karya Al-Khwarizmi yang membahas numeralia India memperkenalkan sistem bilangan posisional desimal kepada dunia Barat.[8] Al-kitāb al-mukhtaṣar fī ḥisāb al-ğabr wa’l-muqābala karyanya memaparkan solusi sistematis pertama untuk persamaan linier dan kuadrat dalam bahasa Arab. Di Eropa Renaisans, ia dianggap sebagai penemu aljabar, meski sekarang sudah diketahui bahwa tulisannya didasarkan pada sumber-sumber India atau Yunani jauh lebih tua.[9] Ia merevisi Geography karya Ptolomeus dan menulis tentang astronomi dan astrologi.
Penjelasan rinci terawal tentang induksi matematika dapat ditemukan pada bukti Euklides bahwa bilangan prima tidak terhingga (c. 300 SM). Perumusan prinsip induksi yang eksplisit pertama dipaparkan oleh Blaise Pascal dalam Traité du triangle arithmétique (1665).
Di antara rentang waktu tersebut, bukti implisit dengan induksi untuk barisan aritmetika diperkenalkan oleh al-Karaji (c. 1000) dan dikembangkan oleh al-Samaw'al yang memakainya untuk menyelesaikan persoalan khusus teorema binomial dan sifat segitiga Pascal.
Omar Khayyám (c. 1038/48 di Iran – 1123/24)[10] menulis Treatise on Demonstration of Problems of Algebra yang mencantumkan solusi sistematis untuk persamaan tingkat tiga yang melampaui Aljabar karya Khwārazmī.[11] Khayyám mendapatkan solusi persamaan ini dengan mencari titik potong dua bidang kerucut. Metode ini sudah dipakai oleh bangsa Yunani,[12] tetapi mereka tidak menggeneralisasi metode ini untuk semua persamaan berakar positif.[13]
Sharaf al-Dīn al-Ṭūsī (? di Tus, Iran – 1213/4) mengembangkan pendekatan baru terhadap penelitian persamaan kubus, suatu pendekatan untuk mencari titik tempat polinomial kubus mencapai nilai maksimumnya. Misal, untuk menyelesaikan persamaan , dengan a dan b positif, ia menulis bahwa titik maksimum kurva ada di , dan persamaan tersebut bisa tidak punya solusi, satu solusi, atau dua solusi, tergantung apakah tinggi kurva pada titik tersebut kurang dari, sama dengan, atau lebih besar daripada a. Karya-karyanya yang berhasil diselamatkan tidak memberi petunjuk mengenai cara ia menemukan rumus nilai maksimum kurva tersebut. Berbagai konjektur telah dirumuskan untuk mengetahui bagaimana ia menemukan metode ini.[14]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.