Loading AI tools
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Reaksi berantai polimerase transkripsi-balik (lebih dikenal dengan nama bahasa Inggris: reverse transcription polymerase chain reaction atau RT-PCR) adalah teknik amplifikasi DNA komplemen dengan RNA virus melalui reaksi berantai polimerase yang menggunakan enzim transkriptase balik. Proses amplifikasi menggunakan sepasang primer oligonukleotida pada sekuen gen spesifik.[1] Reaksi berantai polimerase transkripsi-balik umumnya digunakan pada berbagai macam agen penyakit. Salah satu deteksinya yang umum ialah pada virus flu burung.[2] Selain itu, reaksi berantai polimerase transkripsi-balik dijadikan sebagai penanda molekuler untuk analisis asam nukleat pada uji koronavirus. Hasil pengujian dari reaksi berantai polimerase balik bersifat cepat dan dapat diandalkan. Keuntungan lain dalam penggunaannya adalah proses penargetan dan identifikasi patogen yang spesifik. Reaksi berantai polimerase transkripsi-balik mulai dikembangkan setelah diketahui mampu melakukan identifikasi genomik dan proteomik dari SARS-CoV-2.[3] Metode reaksi berantai polimerase transkripsi-balik menghasilkan analisis secara kualitatif.[4]
Reaksi berantai polimerase transkripsi-balik merupakan pengembangan dari reaksi berantai polimerase. Dalam biologi molekuler, teknik ini digunakan untuk menghasilkan penggandaan untai DNA. Penggandaan diawali dengan transkripsi balik untai RNA menjadi DNA komplemen menggunakan enzim transkriptase balik. Proses penggandaan sama dengan reaksi berantai polimerase pada umumnya. Sepasang primer yang komplemen dengan sekuensing dua untai DNA komplemen digunakan sebagai bahan pengganda. Enzim DNA polimerase kemudian digunakan untuk memperpanjang ukuran primer sehingga akan dihasilkan untai ganda DNA.[5] Reaksi berantai polimerase transkripsi-balik juga digunakan untuk menggandakan jumlah RNA. Proses amplifikasi RNA tidak berbeda jauh dengan amplifikasi pada DNA. RNA target dihancurkan lalu diubah menjadi DNA melalui proses denaturasi yang menggunakan enzim transkriptase balik. Enzim ini mampu melakukan transkripsi RNA menjadi DNA.[6]
Deteksi ekspresi gen pada reaksi berantai polimerase transkripsi-balik terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama isolasi RNA total, kemudian dilanjutkan dengan sintesis DNA komplemen, dan diakhiri dengan amplifikasi daerah transkip gen target. Tahpan-tahapannya secara rinci sebagai berikut:
Dalam prosedur reaksi berantai polimerase transkripsi-balik, perlu diperhatikan hal-hal berikut:[8]
RT-PCR multiprima mendeteksi ekspresi mRNA gen laten pada biopsi jaringan tumor, kultur sel dan darah secara sensitif . Secara simultan, teknik ini mendeteksi ekspresi mRNA EBV yaitu EBNA1, EBNA2, LMP1, LMP2A, LMP2B, BZLF1, BARTs, dan U1A snRNP. Dalam deteksi, gen-gen tersebut dianggap sebagai gen rumah tangga untuk kontrol internal kuantitas RNA. Selanjutnya, dilakukan hibridisasi amplikon fragmen DNA komplemen dengan pelacak oligoneukleotida spesifik. Sebelum hibridisasi, masing-masing pelacak dilabeli dengan radioaktif agar meningkatkan spesifitas.[9] Autoradiografi pada film sinar-X menjadi visualisasi amplikon fragmen DNA komplemen yang menunjukkan ekspresi transkrip gen laten. RT-PCR multiprima sensitif dalam mendeteksi mRNA yang mengalami proses pembuangan intron dalam jumlah kecil. Selain itu, teknik ini sesuai pada deteksi yang memerlukan lebih sedikit jumlah sampel klinis. Kualitas kontrolnya juga dapat diandalkan pada biopsi jaringan limfoma dengan jumlah sedikit. Kuantitas RNA perlu diukur terlebih dahulu sebelum sampel dianalisis dengan teknik gel elektroforesis RNA untuk mendeteksi 18S RNA atau 28S RNA. Profil ekspresi transkrip gen laten EBV khususnya pada ekspresi gen laten I, II, dan III pada biopsi jaringan, kultur sel, dan darah sesuai diperiksa dengan teknik ini.[10]
Reaksi berantai polimerase transkripsi-balik telah digunakan untuk mengetahui organisasi genom Odontoglossum ringspot virus. Genom ini diketahui dengan penggunaan empat pasang primer yaitu POR-RdRpF, POR-RdRpR, POR-CPF dan POR-CPR. Bahan tambahan yang digunakan ialah dua suar molekuler dengan tipe MOR-RdRp dan MORCP.[11]
Reaksi berantai polimerase transkripsi-balik digunakan sebagai penanda molekuler lanjutan pada sampel virus yang berasal dari unggas. Pengujian ini diterapkan jika virus memiliki kemampuan melakukan aglutinasi SDM. Virus ini umumnya dalam famili Orthomyxoviridae yang menyebabkan influenza atau dalam famili Paramyxoviridae yang menyebabkan penyakit newcastle. Virus-virus tersebut diketahui ada jika hasil uji hemaglutinasi positif.[12] Isolasi RNA virus diterapkan untuk identifikasi subtipe virus flu burung. Primer yang digunakan spesifik terhadap Hahnium dan Natrium serta metode elektroforesis.[13]
Pada virus flu burung, hasil reaksi berantai polimerase transkripsi-balik dapat sangat bervariasi sesuai dengan jenis primer dan reagen kit yang digunakan.[14] Prosesnya juga memerlukan periode waktu tertentu. Proses transkripsi balik dilakukan selama 60 menit dengan suhu 45oC. Tahap predenaturasi dilakukan selama 5 menit pada suhu 95oC. Siklus reaksi berlanjut ke tahap denaturasi selama 30 detik pada suhu 95oC. Lalu aniling selama 30 detik dengan suhu 55oC 30 detik, dilanjutkan dengan tahap ekstensi selama 40 detik dengan suhu 72oC dan post ekstensi selama 10 menit dengan suhu 72oC.[15]
Setiap isolat diamplifikasi dengan primer H5 dan N1 untuk identifikasi subtipe virus. Primer spesifik hanya dilakukan pada isolat yang positif berdasarkan uji hemaglutinasi, tetapi hasil H5 dan N1 negatif. Primer ini umum digunakan pada virus penyakit newcastle. Suhu selama proses aniling mencapai 48oC. Keberadaan pita DNA spesifik hasil reaksi diidentifikasi melalui elektroforesis pada gel agarose dengan kadar 2%.[16]
Pasangan primer H5-1 dan H5-3 serta CU-N1F dan CU-N1R digunakan sebagai alat identifikasi subtipe H5 dan N1 secara berturut-turut. Sedangkan pasangan primer NDVF dan NDVR digunakan untuk identifikasi lebih lanjut terhadap virus penyakit newcastle. Ketiga pasang primer tersebut menghasilkan produk yang relatif kecil dengan 219 pasangan basa untuk H5, 131 pasangan basa untuk N1 dan 202pasangan basa untuk NDV. Hal ini membuat deteksi lebih sensitif dan spesifik. Setiap isolat diamplifikasi dengan primer H5 dan N1 untuk identifikasi subtipe virus. Primer spesifik untuk NDV menggunakan isolat negatif H5 dan N1, sedangkan isolat yang positif berdasarkan uji hemaglutinasi menggunakan primer non spesifik. Primer lain juga dapat digunakan sesuai dengan pustaka genom virus yang tersedia di GenBank.[17] Amplifikasi gen H5, N1 dan ND serta besaran produk PCR yang diharapkan, memerlukan sekuen basa berikut:[14]
Primer | Sekuen basa | Fragmen gen | Produk (pasangan basa) |
---|---|---|---|
1 | H5-1:
5‟GCC ATT CCA CAA CATACA CCC‟3 H5-3: 5‟CTC CCC TGC TCA TTGCTA TG‟3 |
H5
(basa 915- 1133) |
219 |
2 | CU-N1F:
5‟GTTTGAGTCTGTTGCTTGGTC‟ 3 CU-N1R: 5‟TGATAGTGTCTGTTATTATGCC‟3 |
N1
(basa 479-609) |
131 |
3 | NDVF:
5‟GGTGAGTCTATCCGGARGATACAAG‟3 NDVR: 5‟TCATTGGTTGCRGCAATGCTCT‟3 |
NDV
(basa 4829- 5030) |
202 |
Proses hibridisasi pada reaksi berantai polimerase transkripsi-balik menggunakan pelacak DNA spesifik. Metode ini digunakan jika RNA HIV dapat dideteks dalam darah secara langsung baik secara kualitatif maupun kuantitatif.[18] RNA virus menjadi DNA komplemen diubah melalui ekstraksi dari plasma sampel dan dibiarkan bereaksi dengan enzim transkriptase balik. Reaksi yang timbul kemudian menguatkan potongan DNA spesifik yang berfungsi sebagai penyandi gen-gen virus tertentu. Manfaat lainnya adalah adanya refleksi ekspresi gen sehingga dapat mengamati ekspresi gen dari produksi RNA gen tertentu dan menghidupkan gen tertentu tersebut.[19]
Organisasi Kesehatan Dunia menjadikan reaksi berantai polimerase transkripsi balik sebagai tes pilihan dalam pengujian sampel pernapasan. Sensitivitas yang bervariasi bergantung pada asal spesimen tersebut diambil. Penyebaran virus/tingkat positif dapat bervariasi antara kedua kasus dan selama perjalanan penyakit. Maka suatu tes negatif tunggal tidak mengeksklusi kemungkinan infeksi.[20] Selain itu, Organisasi Kesehatan Dunia juga memberikan rekomendasi diagnosis infeksi SARS-CoV-2 menggunakan reaksi berantai polimerase transkripsi balik. Jumlah DNA komplemen SARS-CoV-2 dalam spesimen pasien dapat dihitung, karena deteksi menggunakan primer yang khusus menargetkan genom SARS-CoV-2.[21]
Reaksi berantai polimerase transkripsi-balik diterapkan pada pengujian sampel koronavirus.[22] Metode untuk pengujian asam nukleat ini secara umum terbagi menjadi 2 tahapan, yaitu proses transkripsi balik dari RNA menjadi DNA komplemen. Selanjutnya dilakukan tahap amplifikasi DNA komplemen.Secara umum, area dari genom SARS-CoV-2 yang menjadi target amplifikasi adalah gen protein E, gen protein N dan gen RdRP yang terdapat pada area rangka baca terbuka ORF1ab.[22] Konfirmasi hasilnya dapat diperoleh melalui sekuensing.[23] Spesifisitas tes dapat ditingkatkan pada target berjumlah lebih dari satu. Identifikasi virus dapat dilakukan dalam spesimen dengan jumlah virus yang sedikit. Selama tahap awal atau akhir koronavirus, kurangnya jumlah virus dapat terjadi pada orang tanpa gejala. Hal ini juga dapat terjadi karena proses pengumpulan spesimen yang tidak tepat. Kemampuan reaksi dalam mendeteksi koronavirus juga dipengaruhi oleh jenis sampel yang digunakan.[24]
Reaksi berantai polimerase transkripsi-balik mampu memeriksa banyak sampel sekaligus sehingga menyingkat waktu pengujian. Namun pemeriksaannya memerlukan teknisi profesional dengan kemampuan analisis data yang tepat. Selain itu, pengerjaan yang lebih rumit membutuhkan peralatan khusus. Kesalahan diagnostik dapat terjadi akibat kesalahan pengerjaan yang tidak sesuai dengan prosedur. Terjadinya kesalahan dapat dimulai sebelum proses analisa seperti identifikasi sampel dan pengambilan sampel yang tidak benar, kualitas spesimen yang buruk atau hanya mengandung sampel dengan jumlah yang sangat sedikit, kondisi pengiriman dan penyimpanan sampel yang tidak akurat, kontaminasi sampel, atau kesalahan pipeting selama persiapan sampel manual atau aliquot. Kesalahan juga dapat terjadi selama tahap analisa yang memungkinkan adanya hasil negatif palsu. Kesalahan ini dapat disebabkan oleh kontaminasi silang, pengujian di luar jendela diagnostik atau pada fase infeksi, ketidaksesuaian primer dan probe, penggabungan nukleotida yang salah, serta penempelan pada target non spesifik sebagai risiko rekombinasi aktif dan mutasi .[24]
Karakteristik deteksi RNA koronavirus dengan reaksi berantai polimerase transkripsi-balik adalah sebagai berikut:[25]
Deteksi RNA | |
---|---|
Jenis deteksi | Antigen berupa RNA virus |
Jenis sampel | Usap orofaring, usap nasofaring, sputum, cairan BAL |
Batas kemapuan deteksi terendah | 0,5 salinan/μL |
Durasi pengujian sampel | 2–3 jam |
Daya guna alat pengujian | Deteksi sampel dalam jumlah besar |
Standar minimal keahlian petugas | Memerlukan keahlian khusus dengan tingkat keterampilan tinggi |
Kebutuhan peralatan dan ruangan | Memerlukan alat dan ruangan laboratorium khusus. Standar minimalnya yaitu BSL-2 |
Biaya peralatan dan pemeriksaan | Mahal |
Risiko paparan virus ke petugas | Risiko tinggi |
Uji SARS-CoV-2 dilakukan dengan beberapa metode reaksi yang dikembangkan oleh beberapa negara maju. Metode pertama dibuat oleh Center for Disease Control and Prevention. Metode ini dikembangkan di Amerika Serikat. Gen dalam sekuen N protein dan RdRP ditargetkan menggunakan campuran primer N1 dan N2 serta pasangan primer RP. Primer 2019-nCoV digunakan untuk kontrol positif. Applied Biosystems 7500 Fast Dx Real-Time PCR digunakan untuk amplifikasi DNA komplemen. Sedangkan analisis data menggunakan perangkat lunak SDS versi 1.4. Metode kedua dikembangkan oleh Charité Germany di Jerman. Tahapan analisisnya terbagi menjadi tiga. Pertama, tahap skrining menggunakan primer gen E. Tujuannya untuk mendeteksi semua jenis SARS. Tahpa kedua yaitu konfirmasi menggunakan primer gen RdRp dengan dua probes yang berbeda dan dua macam primer. Sedangkan tahap terakhir disebut dengan tahap diskriminasi, karena mengunakan probe yang hanya bisa mendeteksi SARS-CoV-2. Metode ketiga dikembangkan di Institut Pasteur, Paris. Metode ini menargetkan gen RdRp dengan menggunakan primer dan probe. Primer E digunakan sebagai konfirmasi yang mengikuti protokol Charité.[22] Universitas Hong Kong dan BGI Group di Beijing mengembangkan metode Chinese National Institute for Viral Disease Control and Prevention. Metode Altona Diagnostics digunakan di Hamburg, Jerman. Singapura membuat metode uji SARS-CoV-2 di Agency for Science, Technology and Research dan MiRXES. Sedangkan di Berlin, uji SARS-CoV-2 dikembangkan oleh TIB Molbiol.[26]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.