Loading AI tools
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Letnan Jenderal TNI (Purn.) dr. H. Ibnu Sutowo, D.Sc. (23 September 1914 – 12 Januari 2001 ) adalah mantan tokoh militer Indonesia dan tokoh yang mengembangkan Pertamina, perusahaan minyak negara yang kemudian berubah menjadi Pertamina serta pernah menjabat sebagai Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral). Ia dikenal sebagai sosok yang melakukan korupsi pada era Soeharto ketika menjadi Direktur sebanyak 15 Milliar Dollar ditahun 1978 dan kemudian dipensiunkan oleh Soeharto diam-diam dan menjadi ketua PMI.
Ibnu Sutowo | |
---|---|
Menteri Minyak, dan Gas Bumi Indonesia ke-3 | |
Masa jabatan 28 Maret 1966 – 25 Juli 1966 | |
Presiden | Soekarno |
Pendahulu Armunanto | |
Panglima Komando Daerah Militer Sriwijaya ke-4 | |
Masa jabatan 5 September 1955 – 2 Juli 1956 | |
Direktur Utama Pertamina | |
Masa jabatan 9 Oktober 1968 – 3 Maret 1976 | |
Pendahulu Tidak diketahui Pengganti Piet Haryono | |
Ketua Umum Palang Merah Indonesia Ke-9 | |
Masa jabatan 1986–1992 | |
Pendahulu Soeyoso Soemodimedjo | |
Informasi pribadi | |
Lahir | Yogyakarta, Hindia Belanda | 23 September 1914
Meninggal | 12 Januari 2001 86) Jakarta, Indonesia | (umur
Suami/istri | Zaleha binti Sjafe'ie |
Anak | Pontjo Sutowo dan 6 lainnya |
Profesi | Tentara Dokter |
Karier militer | |
Pihak | Indonesia |
Dinas/cabang | TNI Angkatan Darat |
Masa dinas | 1946–1976 |
Pangkat | Letnan Jenderal TNI |
Satuan | Kesehatan (CKM) |
Sunting kotak info • L • B |
Ibnu bertemu dengan Zaleha pertama kali di Martapura, sewaktu ia bekerja di sana sebagai dokter. Setelah menyelesaikan pendidikan kedokteran Belanda di Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS) di Surabaya tahun 1940 pada usia 26 tahun. Ia kemudian ditugaskan Pemerintah Hindia-Belanda bertugas di daerah Sumatera Selatan. Persisnya di daerah Belitung yang merupakan wilayah kolonisasi.
Belitung adalah daerah transmigrasi. Tugasnya adalah untuk membasmi penyakit malaria yang terkenal di sana pada masa itu, serta untuk memperbaiki gizi masyarakat. Selain di Belitung, ia juga kemudian ditugaskan sebagai dokter untuk wilayah Martapura secara keseluruhan.
Sebagai dokter yang masih berstatus bujangan, ia kemudian berkenalan dengan seorang gadis bernama Zaleha, yang biasa dipanggil Saly, putri pasirah Haji Syafe'ie, tokoh masyarakat yang sangat disegani di Martapura saat itu. Ibunya adalah seorang guru tamatan MULO di Palembang.
Setelah lulus MULO di Palembang, Zaleha pulang ke Martapura. Zaman perang ketika itu menyebabkan Zaleha tinggal di rumah saja sambil secara sukarela menolong anak-anak belajar. Ketika Jepang datang, Zaleha mengajar anak-anak perempuan bersekolah. Kebetulan sekolah Zaleha berada di depan polikliniknya, sehingga ada banyak kesempatan buat mereka berdua untuk saling memandang, dan akhirnya saling jatuh cinta dan berpacaran.
Mereka selalu bercakap-cakap dalam bahasa Belanda. Ibnu bahkan lebih terbiasa berbicara dalam bahasa Belanda, atau kalau tidak bahasa Jawa. Ia mulai terbiasa berbahasa Indonesia setelah berkenalan dengan Zaleha.
Meskipun sudah berpacaran dan sudah disetujui kedua orangtua, Pak Haji Syafe'ie dan Ibu Haji, tetapi jalan menuju pernikahan tidaklah terlalu mulus. Masih ada tanggapan yang kurang menggembirakan dari keluarga besar Pak Syafe'ie karena Ibnu berasal dari suku lain, yakni suku Jawa. Waktu itu orang Jawa yang berada di Sumatera Selatan kurang dihargai oleh masyarakat setempat. Mereka yang kebanyakan berasal dari Banyumas umumnya adalah orang-orang transmigran, atau bekerja sebagai kuli kereta api.
Oleh karena Zaleha memang sudah jatuh hati sama Ibnu, dan kedua orangtuanya juga sudah tidak berkeberatan, keluarga besar Pak Syafe'ie pun akhirnya mengalah. Mereka akhirnya menikah pada 12 Desember 1943 di Martapura. Acara syukuran pernikahan diadakan secara sederhana pada malam harinya. Resepsi pernikahan baru diadakan sebulan kemudian. Maklum, adat-istiadat di Sumatera Selatan waktu itu memerlukan persiapan ini dan itu. Meskipun waktu itu masih zaman Jepang, tetapi resepsinya berjalan lancar.
Selepas pendidikan kedokteran di Surabaya, pada tahun 1940 Ibnu Sutowo bekerja sebagai dokter di Palembang dan Martapura. Setelah masa kemerdekaan, ia sempat bertugas sebagai Kepala Jawatan Kesehatan Tentara se-Sumatera Selatan (1946-1947). Pada tahun 1955, Sutowo ditunjuk sebagai Panglima TT-II Sriwijaya.
Riwayat Pangkat Militer : [1]
Pada tahun 1957, A.H. Nasution (saat itu KSAD) menunjuk Sutowo untuk mengelola PT Tambang Minyak Sumatera Utara (PT Permina). Pada tahun 1968, perusahaan ini digabung dengan perusahaan minyak milik negara lainnya menjadi PT Pertamina.
Harian Indonesia Raya pimpinan Mochtar Lubis pada tanggal 30 Januari 1970 memberitakan bahwa simpanan Ibnu Sutowo pada saat itu mencapai Rp 90,48 miliar (kurs rupiah saat itu Rp 400/dolar), dan melaporkan kerugian negara akibat kongkalikong Ibnu dan pihak Jepang mencapai US$1.554.590,28. Saat itu, pemerintah Indonesia di bawah Presiden Soeharto membentuk tim yang bernama Komisi Empat untuk menyelidiki dugaan korupsi di Pertamina. Tim ini menghasilkan laporan yang menyimpulkan terjadinya beberapa penyimpangan-penyimpangan, tetapi tanpa tindakan hukum apa pun terhadap pelaku korupsi.
Pada tahun 1975, Pertamina jatuh krisis. Pada tahun 1976, Ibnu mengundurkan diri sebagai Dirut Pertamina, dan meninggalkan Pertamina dalam kondisi utang sebesar US$ 10,5 miliar. Ibnu lalu masuk ke PT Golden Mississippi.
Selain menjadi Direktur Utama Pertamina, Ibnu juga dipercaya oleh Presiden Soeharto dalam sejumlah proyek-proyek besar yang terkait pemerintah maupun Keluarga Soeharto seperti Pembangunan Gedung Bina Graha Istana Merdeka, Proyek Laboratorium USAID di Jonggol, Proyek Rumah Sakit Pertamina di Jakarta Selatan dan Pembangunan Lapangan Golf di sejumlah tempat.
Tirto Utomo, bawahan Ibnu, yang sedang membuat produk air mineral pada tahun 1973, dengan merek Aqua, berkunjung ke Bangkok, Thailand. Ibnu juga diajak oleh Tirto, untuk mempelajari cara pembuatan air mineral di pabrik air mineral Polaris di Thailand, karena di Indonesia, sama sekali belum ada. Sampai akhirnya, ia berkata kepada Tirto: "Aneh Tirto iki. Banyu banjir kok diobokke dalam botol".
Setelah Aqua semakin terkenal ketika pertandingan bulu tangkis Piala Thomas & Uber 1988 di Kuala Lumpur dan pertandingan golf, ia berpendapat bahwa Aqua harus dikelola oleh yang lebih muda. Maka, ia mengundurkan diri dari jabatan direktur utama PT Golden Mississippi dan digantikan oleh Willy Sidharta.
Pada masa kepemimpinan Willy Sidharta, yang jabatannya diletakkan oleh Ibnu, PT Golden Mississippi juga memperluas bisnisnya ke dalam bidang taman kota dengan membangun Taman Aqua di setiap Ruang Terbuka Hijau di Jakarta dan taman wisata Aqua KLCC yang dikelola oleh air minum merek "Sehat" (produk Aqua di Malaysia, Brunei, dan Singapura) di Kuala Lumpur, dan Ibnu mendirikan Bank Aqua pada 1988, meski bisnis perbankan ini akhirnya gagal.
Setelah meninggalkan Pertamina dengan kondisi hutang yang sangat tinggi, Ibnu lalu mulai mengelola Petronas, pertambangan minyak Malaysia pada 1976. Walaupun Petronas baru 2 tahun berdiri, Ibnu menanggapi pesatnya pertumbuhan pertambangan minyak yang dikelola sendiri oleh umat Islam, sehingga kekayaan umat Islam selalu disumbang dari pertambangan minyak, walaupun minyak sendiri termasuk dalam Sumber Daya Alam yang tidak dapat diperbaharui, seperti halnya bahan tambang lainnya.
Ali Sadikin, mantan Gubernur Jakarta, saat diperiksa tahun 2005 mengaku tertipu oleh PT Indobuildco yang dikiranya merupakan anak perusahaan Pertamina. Saat itu Ibnu Sutowo sebagai Direktur Pertamina diminta untuk membangun hotel Pertamina di Senayan dengan hak guna bangunan 30 tahun, tetapi ternyata hotel tersebut dimiliki oleh perusahaan pribadi Ibnu Sutowo.
Hilton Hotel di Senayan kini berganti nama menjadi Sultan Hotel, hingga hari ini tetap dimiliki oleh keluarga Sutowo. Perpanjangan HGB dilanjutkan setelah HGB lama berakhir 2002.
Baris ke-1 | Bintang Mahaputera Adipradana (13 Januari 1972)[3] | ||
---|---|---|---|
Baris ke-2 | Bintang Dharma | Bintang Gerilya | Bintang Kartika Eka Paksi Pratama |
Baris ke-3 | Bintang Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia | Satyalancana Kesetiaan 24 Tahun | Satyalancana Perang Kemerdekaan I |
Baris ke-4 | Satyalancana Perang Kemerdekaan II | Satyalancana G.O.M I | Satyalancana G.O.M IV |
Baris ke-5 | Satyalancana G.O.M V | Satyalancana G.O.M VII | Satyalancana Sapta Marga |
Baris ke-6 | Satyalancana Wira Dharma | Satyalancana Penegak | Satyalancana Pembangunan |
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.