suku bangsa di Indonesia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Dayak Ma’anyan atau Suku Ma'anyan adalah salah satu sub suku Dayak tertua di Nusantara, khususnya di Kalimantan bagian tengah dan selatan.[2] Pemukiman Dayak Ma'anyan tersebar di daerah Kabupaten Barito Timur dan sebagian Barito Selatan di Provinsi Kalimantan Tengah. Di Kalimantan Selatan, pemukiman Dayak Ma'anyan terkonsentrasi di kecamatan Tanta, khususnya desa Warukin, Kabupaten Tabalong, dan desa Uren Kabupaten Balangan.
Daerah dengan populasi signifikan | |
---|---|
Kalimantan Tengah: 71.000. Kalimantan Selatan:10.000 | |
Bahasa | |
Ma'anyan | |
Agama | |
• 86% Kristen (Katolik & Protestan) • 9% Kaharingan 5% Islam [1] | |
Kelompok etnik terkait | |
Banjar, Dusun Witu, Paku, Dusun Malang |
Suku Ma'anyan secara administrasi baru muncul dalam sensus tahun 2000 dan merupakan 2,80% dari penduduk Kalimantan Tengah, namun dalam sensus BPS tahun 2010 suku Maanyan tergabung ke dalam rumpun suku Dayak.[3]
Menurut situs "Joshua Project"[4] suku Ma'anyan berjumlah 71.000 jiwa, dan pada seiring berjalannya waktu mungkin telah bertambah sekitar 100.000 lebih yang tersebar.
Orang-orang Ma'anyan dibawa sebagai buruh oleh orang-orang Melayu dan Jawa dalam armada dagang mereka, yang mencapai Madagaskar pada sekitar tahun 50–500 Masehi.[5][6][7] Bahasa Malagasi berasal dari bahasa Barito Tenggara, dan bahasa Ma'anyan adalah kerabat terdekatnya, dengan banyak kata pinjaman bahasa Melayu dan Jawa.[8][9]
Ada kemungkinan bahwa para sarjana dan pengrajin abad ke-10 mencatat peristiwa orang-orang Ma'anyan yang mengungsi dalam jumlah besar ke Afrika dengan perahu layar cadik seperti yang digambarkan pada relief batu Borobudur pada 945 hingga 946 Masehi.[10] Catatan Arab abad ke-10 Ajayeb al-Hind (Keajaiban India) memberikan laporan invasi di Afrika oleh bangsa yang disebut Wakwak atau Waqwaq,[7] mungkin adalah orang-orang Melayu Sriwijaya atau orang Jawa dari kerajaan Medang,[11] pada 945–946 M. Mereka tiba di pantai Tanganyika dan Mozambik dengan 1000 kapal dan berusaha merebut benteng Qanbaloh, meskipun akhirnya gagal. Alasan serangan itu adalah karena tempat itu memiliki barang-barang yang cocok untuk negara mereka dan China, seperti gading, kulit kura-kura, kulit macan kumbang, dan ambergris, dan juga karena mereka menginginkan budak hitam dari orang Bantu (disebut Zeng atau Zenj oleh orang Arab, Jenggi oleh orang Jawa) yang kuat dan menjadi budak yang baik.[7]
Menurut orang Maanyan, sebelum menempati kawasan tempat tinggalnya yang sekarang, mereka berasal dari hilir (Kalimantan Selatan). Walaupun sekarang wilayah Barito Timur tidak termasuk dalam wilayah Kalimantan Selatan, tetapi wilayah ini dahulu termasuk dalam wilayah terakhir Kesultanan Banjar sebelum digabung ke dalam Hindia Belanda tahun 1860, yaitu wilayah Kesultanan Banjar yang telah menyusut dan tidak memiliki akses ke laut, sebab dikelilingi daerah-daerah Hindia Belanda.
Menurut sastra lisan suku Maanyan, setelah mendapat serangan Marajampahit (Majapahit) kepada Kerajaan Nan Sarunai, suku ini terpencar-pencar menjadi beberapa sub-etnis. Suku ini terbagi menjadi beberapa subetnis, di antaranya:
Keunikan Suku Dusun Maanyan, antara lain mereka mempraktikkan ritus pertanian, upacara kematian yang rumit, serta memanggil dukun (balian) untuk mengobati penyakit mereka.[13]
Suku Maanyan memiliki bahasa mereka sendiri yaitu bahasa Maanyan, tetapi bahasa Maanyan ini memiliki beberapa dialek yaitu dialek Paku, Kampung Sapuluh, Banua lima, Paju Epat, Maanyan Samihim, Dusun Witu, Dusun Malang. Masing- masing dialek tersebut dapat dipahami oleh dialek- dialek Maanyan lainnya. Namun untuk komunikasi antar suku dayak lainnya umumnya menggunakan Bahasa Banjar atau Bahasa Indonesia.[14].
Sebagian besar mata pencaharian suku Ma'anyan adalah bercocok tanam di ladang dengan sistem tebang bakar. Sistem tebang bakar dilakukan secara gotong royong oleh 12 hingga 15 orang, dengan pembagian kerja antara wanita dan pria. Tanaman utama yang ada di ladang adalah padi, sementara tanaman lainnya meliputi ubi kayu, nenas, ubi rambat, terong, tebu, cabai, dan tembakau. Mereka juga berburu binatang dengan bantuan anjing serta mencari rotan dan damar untuk dijadikan kerajinan tangan, seperti tikar dan keranjang. Suku Ma'anyan juga terkenal sebagai penenun; mereka dapat menenun menggunakan kapas, membuat pakaian dari kulit kayu, serta membuat perahu yang nantinya akan dijual.[15][16][17]
1. Tari Dadas dan Bawo
2. Tari Giring-giring[18]
Bahasa Dayak Maanyan banyak memiliki persamaan dengan bahasa Malagasi di Madagaskar, contoh:
Maanyan | Malagasi | Indonesia |
---|---|---|
Hanyu | Ianao | Engkau |
Mandrus | Mandro | Mandi |
Mandre | Mandry | Tidur |
Organisasi Kerukunan Warga Dayak "DUSMALA" merupakan wadah yang mengintegrasikan tiga suku Dayak serumpun, yaitu Dusun, Maanyan, dan Lawangan. Organisasi ini bertujuan untuk mempererat interaksi sosial serta melestarikan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh ketiga suku tersebut, sekaligus mendukung kesatuan dalam kerangka sosial budaya yang lebih luas.[22][23][24][25]
Orang Dayak Maanyan Warukin yang sering disebut Dayak Warukin adalah subetnis suku Dayak Maanyan yang mendiami desa Warukin, Haus, dan sekitarnya di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.[26]
Pemukiman Dayak Warukin terdapat dalam daerah kantong/enclave yang di sekitarnya adalah daerah pemukiman suku Banjar.
Dayak Warukin di desa Warukin, Kecamatan Tanta, Tabalong merupakan bagian dari Maanyan Benua Lima. Maanyan Benua Lima merupakan subetnis Maanyan yang terdapat di kecamatan Benua Lima, Barito Timur. Nama asalnya Maanyan Paju Lima. Istilah "benua" berasal dari Bahasa Banjar.
Upacara adat rukun kematian Kaharingan pada Dayak Warukin disebut mambatur. Istilah ini pada subetnis Maanyan Benua Lima pada umumnya disebut marabia.
Kekerabatan bahasa Maanyan Warukin dengan bahasa Banjar Kuala Lupak (Banjar Kuala) sekitar 50%. Kekerabatan bahasa Maanyan Warukin dengan bahasa Banjar Asam-Asam sekitar 57%.
Di Kabupaten Tabalong ini terbagi menjadi empat wilayah keadatan Dayak, salah satu diantaranya wilayah keadatan Dayak Maanyan yaitu:
Di luar keempat daerah-daerah kantong keadatan Dayak Kabupaten Tabalong tersebut juga terdapat suku Banjar yang merupakan mayoritas populasi penduduk Tabalong dan suku Banjar ini tidak terikat dengan Hukum Adat Dayak.
Seni tari: Tari Giring-Giring.[28]
Upacara adat: 1. Aruh Buntang[29][30]
|title=
pada posisi 120 (bantuan); Hapus pranala luar di parameter |title=
(bantuan)ISBN 9792108505|website=
(bantuan)Seamless Wikipedia browsing. On steroids.