Loading AI tools
salah satu mazhab fikih Islam Sunni Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Mazhab Syafi'i (bahasa Arab: الشافعية, translit. al-syāfi‘īyah) adalah mazhab fikih dalam Sunni[1][2] yang dicetuskan oleh Abu Abdullah Muhammad bin Idris As Syafi'i atau yang lebih dikenal dengan nama Imam Syafi'i pada awal abad ke-9.[3][4][5][6] Mazhab ini kebanyakan dianut para penduduk Mesir selatan, Arab Saudi bagian barat, Palestina, Suriah, Kurdistan, Indonesia, Malaysia, Brunei, Filipina, pantai Koromandel, Ceylon, Malabar, Hadramaut, dan Bahrain.[7][8]
Pemikiran fikih mazhab ini diawali oleh Imam Syafi'i, yang hidup pada zaman pertentangan antara aliran Ahlul Hadits (cenderung berpegang pada teks hadis) dan Ahlur Ra'yi (cenderung berpegang pada akal pikiran atau ijtihad).[5] Imam Syafi'i mulanya belajar kepada Imam Malik sebagai tokoh Ahlul Hadits, dan Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani sebagai tokoh Ahlur Ra'yi yang juga murid Imam Abu Hanifah. Ia juga belajar dari banyak ulama-ulama Hijaz.[9]
Imam Syafi'i kemudian pergi ke Irak untuk mempelajari istinbat yang digunakan oleh para fukaha di sana. Sejak saat itu ia mulai merumuskan aliran atau mazhabnya sendiri, yang dapat dikatakan berada di antara kedua mazhab sebelumnya, mazhab Hanafi dan mazhab Maliki.[10]
Imam Syafi'i mulai mendirikan mazhabnya sendiri. Ia menyusun mazhabnya berdasarkan Hadis dan Qiyas. Metodologi yang digunakan Imam Syafi'i merupakan hasil kolaborasi dari ilmu hadis yang dipelajarinya dari para ahli di Hijaz dan para ahli kias di Irak. Kedua ilmu tersebut dielaborasikan olehnya sebagai dasar dari mazhabnya, yakni mazhab Syafi'i.[11]
Dasar-dasar Mazhab Syafi'i dapat dilihat dalam kitab ushul fiqh Ar-Risalah dan kitab fiqh al-Umm. Di dalam buku-buku tersebut Imam Syafi'i menjelaskan kerangka dan prinsip mazhabnya serta beberapa contoh merumuskan hukum far'iyyah (yang bersifat cabang). Dasar-dasar mazhab yang pokok ialah berpegang pada hal-hal berikut.[5][12]
Imam Syafi'i pada awalnya pernah tinggal menetap di Baghdad. Selama tinggal di sana ia mengeluarkan ijtihad-ijtihadnya, yang biasa disebut dengan istilah Qaul Qadim ("pendapat yang lama") atau juga disebut dengan mazhab Qadiem. Mazhab Qadiem yaitu hasil ijtihad yang diajarkan Imam Syafi'i kepada murid-muridnya di Irak.[13]
Murid-murid Imam Syafi'i di Irak yang antara lain:[11]
Lalu para murid-murid Imam Syafi'i di atas juga memiliki murid lagi. Ulama-ulama besar Irak yang menjadi murid dari murid-muridnya Imam Syafi'i antara lain:[11]
Kemudian Imam Syafi'i pindah ke Mesir. Kemunculan aliran Mu’tazilah yang telah berhasil memengaruhi kekhalifahan membuat Imam Syafi'i melihat realitas baru yang berbeda dengan apa yang ditemuinya saat di Baghdad. Atas dasar itulah kemudian ia mengeluarkan ijtihad-ijtihad baru yang berbeda, yang biasa disebut dengan istilah Qaul Jadid ("pendapat yang baru") atau juga disebut mazhab Jadid.[15]
Murid-murid Imam Syafi'i di Mesir yang antara lain:[16]
Selain itu, masih banyak ulama-ulama yang terkemudian yang mengikuti dan turut menyebarkan Mazhab Syafi'i, antara lain:
Imam Syafi'i berpendapat bahwa tidak semua qaul jadid menghapus qaul qadim. Jika tidak ditegaskan penggantiannya dan terdapat kondisi yang cocok, baik dengan qaul qadim ataupun dengan qaul jadid, maka dapat digunakan salah satunya. Dengan demikian terdapat beberapa keadaan yang memungkinkan kedua qaul tersebut dapat digunakan, dan keduanya tetap dianggap berlaku oleh para pemegang Mazhab Syafi'i.
Dua aliran mazhab Syafi'i, yakni Qadiem dan Jadid memiliki kontribusi pula dalam penyebaran mazhab Syafi'i. Sebagai aliran yang pertama, Qadiem sebagai permulaan tumbuh di Irak, sementara Jadid tumbuh di Mesir. Namun kemudian aliran Jadid yang lebih mahsyur ikut mempengaruhi kawasan Irak, sehingga perlahan aliran Qadiem mulai tersisih.[17]
Setelah dari Irak, mazhab Syafi'i mulai menyebar ke kawasan Jazirah Arab lainnya, hingga ke Hijaz, Suriah (Syam), Persia, dan India. Mazhab Syafi'i juga berkembang di wilayah-wilayah yang merupakan mayoritas penganut mazhab Maliki, kecuali Maroko.[18]
Penyebaran mazhab Syafi'i yang begitu luas disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama yaitu karena Imam Syafi'i banyak belajar di berbagai tempat, mulai dari Hijaz, Irak, dan Mesir, hal ini juga mempengaruhi luasnya pengaruhnya. Selain itu Imam Syafi'i juga banyak belajar dari imam-imam fikih terdahulu, seperti Abu Hanifah dan Imam Malik. Luasnya wawasan dan kawasan yang pernah didatangi Imam Syafi'i mendukung perkembangan mazhab yang dibawanya.[16]
Faktor kedua ialah banyaknya murid-murid Imam Syafi'i, dan murid-muridnya itu kemudian memiliki murid-murid lagi yang tak kalah banyak jumlahnya. Banyak murid-murid Imam Syafi'i yang kemudian menyebarkan mazhabnya di tempat asalnya setelah belajar darinya. Tiga orang murid Imam Syafi'i yang berjasa dalam perkembangan mazhab Syafi'i di Mesir adalah Al-Buwaithy, Al-Muzany, dan Rabie' Al-Djizy. Kemudian muridnya yang berkontribusi dalam penyebaran di kawasan Syam adalah Al-Qadly Abu Zu'rah Muhammad ibn Utsman Ad-Dimasqy. Lalu di kawasan sekitar Sungai Tigris dan Sungai Efrat dikembangakan oleh Al-Qaffâl Asj Sjâsiy Al-Kabier.[16]
Ringkasnya mazhab Syafi'i berkembang karena usaha-usaha yang dilakukan oleh murid-murid Imam Syafi'i dan pengikutnya. Tidak seperti mazhab Hanafi dan mazhab Maliki yang turut dibantu oleh kekuasaan khalifah. Namun bukan berarti tidak ada peran penguasa dalam penyebaran mazhab Syafi'i. Beberapa pemimpin dan tokoh politik Islam yang menganut mazhab Syafi'i antara lain Mahmud bin Sebaktekin, Nizham al-Mulk, dan Salahuddin Ayyubi.[19]
Imam Syafi'i merupakan salah satu dari empat imam mazhab yang paling banyak menulis kitab. Kitab-kitab yang ia tulis kemudian banyak menjadi pegangan bagi penganut mazhab Syafi'i. Saat Imam Syafi'i masih tinggal di Irak, ia menulis kitab yang berjudul Al-Hujjah. Kitab Al-Hujjah tersebut kemudian diteruskan oleh empat muridnya, yakni: Ahmad (Imam Hambali), Abu Tsaur, Az- Za'farâny, dan Al-Karâbisy. Kemudian setelah Imam Syafi'i pindah ke Mesir, ia mendiktekan beberapa kitabnya ke murid-muridnya. Salah satu kitab yang ia diktekan kepada muridnya ialah kitab Ar-Risalah atatu Risalah Ushul yang kemudian dijadikan mukadimmah kitab ia yang lain, Al-Umm.[20]
Kitab-kitab mazhab Syafi'i lain yang tersohor antara lain:[21]
Imam Syafi'i terkenal sebagai perumus pertama metodologi hukum Islam. Ushul fiqh (atau metodologi hukum Islam), yang tidak dikenal pada masa Nabi dan sahabat, baru lahir setelah Imam Syafi'i menulis Ar-Risalah. Mazhab Syafi'i umumnya dianggap sebagai mazhab yang paling konservatif di antara mazhab-mazhab fiqh Sunni lainnya. Dari mazhab ini berbagai ilmu keislaman telah bersemi berkat dorongan metodologi hukum Islam yang dikembangkan para pendukungnya.
Karena metodologinya yang sistematis dan tingginya tingkat ketelitian yang dituntut oleh Mazhab Syafi'i, terdapat banyak sekali ulama dan penguasa di dunia Islam yang menjadi pendukung setia mazhab ini. Di antara mereka bahkan ada pula yang menjadi pakar terhadap keseluruhan mazhab-mazhab Sunni di bidang mereka masing-masing. Saat ini, Mazhab Syafi'i diperkirakan diikuti oleh 28% umat Islam sedunia, dan merupakan mazhab terbesar kedua dalam hal jumlah pengikut setelah Mazhab Hanafi.
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.