Loading AI tools
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Diabetes gestasional adalah intoleransi glukosa dalam masa kehamilan yang dimulai pada usia kehamilan 24 minggu dan berlangsung hingga proses persalinan. Diabetes gestasional berbeda dengan diabetes dalam kehamilan dan diabetes yang telah didiagnosis sebelumnya.
Diabetes gestasional | |
---|---|
Lingkaran biru universal, simbol untuk diabetes. | |
Informasi umum | |
Nama lain | Diabetes melitus gestasional |
Spesialisasi | Obstetri and endokrinologi |
Penyebab | Ketidakcukupan insulin karena resistensi insulin |
Faktor risiko | Obesitas, riwayat memiliki diabetes gestasional sebelumnya, riwayat keluarga dengan diabetes melitus tipe 2, sindrom ovarium polikistik |
Komplikasi | Preeklamsia, bayi lahir mati, peningkatan kemungkinan persalinan dengan sesar |
Awal muncul | Paling sering pada trimester ketiga kehamilan |
Diagnosis | Pemeriksaan kadar gula darah |
Perawatan | Diet diabetes, olahraga, suntikan insulin |
Prevalensi | Sekitar 3-9% dari jumlah kehamilan |
Klasifikasi untuk diabetes gestasional dibuat oleh Priscilla White pada tahun 1949 dengan edisi revisi pada tahun 1980. Klasifikasi ini didasarkan pada usia saat diabetes gestasional timbul, lamanya diabetes diderita, dan ada atau tidaknya komplikasi pada pembuluh darah. White membagi diabetes gestasional ke dalam 9 kelas.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang wanita hamil memiliki kecenderungan untuk menderita diabetes gestasional dibandingkan wanita hamil yang lain. Faktor-faktor tersebut adalah etnis, usia wanita hamil di atas 40 tahun, Indeks Massa Tubuh (IMT) yang lebih dari 30 kg/m2, riwayat peningkatan kadar gula darah, riwayat keluarga dengan diabetes melitus, riwayat menderita diabetes melitus sebelumnya, riwayat persalinan dengan bayi besar untuk masa kehamilan (BMK), sindrom polikistik ovarium, riwayat bayi lahir mati dalam masa perinatal, riwayat pengobatan kortikosteroid dan antipsikotik, dan kehamilan kembar.
Diabetes gestasional diduga terjadi akibat disfungsi sel beta pankreas yang menyebabkan resistensi insulin yang juga dipengaruhi oleh hormon-hormon selama kehamilan baik yang dihasilkan oleh calon ibu maupun yang dihasilkan oleh plasenta janin.
Federasi Obstetri dan Ginekologi Internasional atau International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) menetapkan kriteria diagnosis diabetes gestasional terbaru pada tahun 2015. Kriteria terbaru ini membedakan metode diagnosis diabetes gestasional dengan diabetes dalam kehamilan. Seorang wanita dikatakan menderita diabetes gestasional jika kadar gula darah puasanya 5,1-6,9 mmol/liter (95-125 gr/dl), atau kadar gula darah 1 jam setelah pemberian 75 gram glukosa ≥ 10 mmol/liter (180 mg/dl), atau kadar gula darah 2 jam setelah pemberian 75 gram glukosa 8,5-11 mmol/liter (153–199 mg/dl).
Penanganan diabetes gestasional meliputi dua terapi secara umum yaitu terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi. Terapi nonfarmakologi menitikberatkan terapi pada modifikasi pola makan atau terapi gizi medis, olahraga, manajemen berat badan, edukasi dan dukungan psikososial, serta pengawasan gula darah mandiri. Sedangkan terapi farmakologi merupakan terapi yang menggunakan insulin atau obat antidiabetik oral yaitu glibenklamida dan metformin.
Diabetes gestasional akan berakhir setelah proses persalinan. Hal inilah yang membedakannya dengan diabetes melitus tipe 1 atau tipe 2. Namun, pemeriksaan kontrol 4 hingga 12 minggu setelah persalinan perlu dilakukan untuk benar-benar memastikan kondisi tersebut tidak berkembang menjadi diabetes melitus tipe 2.
Diabetes gestasional akan memberikan dampak kepada janin dan calon ibu. Komplikasi pada janin adalah kelahiran prematur, bayi besar untuk masa kehamilan, trauma lahir, hipoglikemia, sindrom distres pernapasan pada bayi, jaundis, hipokalsemia, polisitemia, kelainan jantung, bayi lahir mati, dan peningkatan risiko untuk menderita diabetes melitus tipe 2. Sedangkan bagi calon ibu komplikasinya berupa preeklamsia, kemungkinan proses persalinan yang diinduksi atau bahkan operasi sesar, hipertensi, kelahiran tidak cukup bulan, polihidramnion, perdarahan setelah persalinan, infeksi, kemungkinan menderita diabetes gestasional berulang, kemungkinan berkembang menjadi diabetes melitus tipe 2, peningkatan risiko menderita sindrom metabolik dan penyakit kardiovaskular, penyakit ginjal, dan retinopati diabetik.
Secara global, prevalensi diabetes gestasional sulit ditentukan karena terdapat beberapa kriteria diagnosis yang dapat digunakan dan proses skrining diabetes gestasional tidak dilakukan di semua negara. Namun, diperkirakan angkanya adalah 3-9% dari total keseluruhan kelahiran di dunia. Pada tahun 2015, penelitian yang bersifat global menunjukkan prevalensi diabetes gestasional sebesar 24,2% di Asia Tenggara; 21,8% di Timur Tengah dan Afrika Utara; 15,8% di Eropa; 14,9% Amerika Utara dan Kepulauan Karibia; 13,2% Amerika Tengah dan Amerika Selatan; 12,45 di Pasifik Barat; dan 10,5% di Afrika Sub-Sahara.
Diabetes gestasional adalah intoleransi glukosa yang didiagnosis pertama kali dalam masa kehamilan setelah usia 24 minggu dan berakhir setelah proses persalinan. Kondisi ini merupakan komplikasi kehamilan yang paling sering terjadi.[1][2]
Diabetes yang telah terdiagnosis sebelum masa kehamilan tidak termasuk ke dalam kriteria diabetes gestasional. Seorang wanita yang telah menderita diabetes sebelum hamil termasuk ke dalam kelompok diabetes dalam kehamilan atau diabetes in pregnancy (DIP).[3]
Kriteria diabetes gestasional sebagai peningkatan kadar gula darah selama masa kehamilan memiliki keterbatasan karena sebagian besar kondisi ini sebenarnya telah terjadi sebelumnya, tetapi tidak ada skrining yang dilakukan pada wanita usia reproduktif yang tidak sedang hamil. Untuk wanita hamil yang dicurigai telah menderita diabetes yang tidak terdiagnosis, dilakukan pemeriksaan lagi setelah proses persalinan.[1][4]
Pada tahun 2015, Federasi Obstetri dan Ginekologi Internasional atau International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), membuat kriteria kadar gula darah untuk membedakan diagnosis antara diabetes gestasional dengan diabetes dalam kehamilan. Hal ini menyebabkan penggunaan kriteria gula darah diabetes melitus tipe 1 atau tipe 2 yang dahulu dipakai untuk mendiagnosis diabetes gestasional, tidak lagi digunakan.[3]
Diabetes dalam kehamilan | Diabetes gestasional |
---|---|
Ibu hamil telah didiagnosis diabetes melitus sebelum kehamilan | Hiperglikemia selama kehamilan yang tidak memenuhi kriteria untuk diabetes melitus |
Hiperglikemia didiagnosis pertama kali saat masa kehamilan yang memenuhi kriteria untuk diabetes melitus untuk wanita yang tidak sedang hamil menurut WHO | Hiperglikemia didiagnosis pertama kali saat masa kehamilan yang tidak memenuhi kriteria diabetes melitus menurut WHO |
Dapat timbul kapan saja selama masa kehamilan termasuk saat trimester pertama | Timbul setelah usia kehamilan di atas 24 minggu |
Pada tahun 1949, Priscilla White memublikasikan sistem klasifikasi diabetes pada wanita hamil berdasarkan usia saat diabetes timbul, lama diabetes diderita, dan ada atau tidaknya komplikasi pembuluh darah.[5] Klasifikasi ini beberapa kali mengalami modifikasi. Revisi pertama dilakukan pada tahun 1965 dengan menggeser komplikasi pembuluh darah ke dalam kelas "D" dan menambahkan kelas "R". Revisi kedua dilakukan pada tahun 1972 dengan memasukkan diabetes gestasional ke dalam kelas "A" dan kelas "D" dibagi menjadi lima kategori. Revisi terakhir dilakukan pada tahun 1980 dengan memisahkan diabetes gestasional ke dalam kelas tersendiri dan penghapusan kelas "E" dan "G".[2][6]
Kelas A: Diabetes terkontrol dengan pola makan, timbul pertama kali pada usia berapa pun
A1: terkontrol dengan pola makan A2: terkontrol dengan pemberian obat-obatan[8] |
Kelas B: Diabetes timbul pertama kali pada usia 20 tahun atau lebih dan berlangsung kurang dari 10 tahun |
Kelas C: Diabetes timbul pada usia antara 10-19 tahun atau berlangsung selama 10-19 tahun |
Kelas D: Diabetes timbul di bawah usia 10 tahun, berlangsung selama lebih dari 20 tahun, terdapat retinopati atau hipertensi (tanpa preeklamsia)
D1: Timbul sebelum usia 10 tahun D2: Berlangsung selama 20 tahun D3: Terdapat kalsifikasi pembuluh darah di kaki (penyakit makrovaskuler) D4: Retinopati ringan (penyakit mikrovaskuler) D4: Hipertensi |
Kelas R: Diabetes dengan retinopati proliferatif atau perdarahan vitreus |
Kelas F: Diabetes dengan nefropati dan proteinuria lebih dari 500 mg/d |
Kelas RF: Terdapat kriteria kelas R dan kelas F |
Kelas H: Diabetes dengan penyakit jantung arteriosklerosis dengan bukti klinis yang jelas |
Kelas T: Diabetes yang sebelumnya telah menjalani transplantasi ginjal |
Faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan seorang wanita hamil menderita diabetes gestasional adalah:
Etnis tertentu yang memiliki kemungkinan lebih besar untuk menderita diabetes gestasional adalah Asia,[9][10] subbenua India (India, Pakistan, Bangladesh, Nepal, Sri Lanka, Bhutan, dan Maladewa),[11][12] penduduk asli Kepulauan Selat Torres,[13][14] penduduk Pasifik,[15][16] Suku Māori,[17][18] Timur Tengah,[19] hispanik,[20][21] dan orang kulit berwarna dari Afrika.[19][22]
Usia wanita hamil di atas 40 tahun.[23] Risiko untuk terjadinya diabetes gestasional berbanding lurus dengan pertambahan usia wanita hamil. Mekanisme terjadinya hal ini belum diketahui dengan pasti, tetapi berhubungan dengan resistensi insulin tingkat tinggi, tingginya petanda inflamasi dan adipositokin dalam sirkulasi darah ibu, serta adanya peningkatan stres oksidatif.[24][25] Jika dibandingkan dengan wanita hamil usia 20-24 tahun, risiko menderita diabetes gestasional akan mengalami peningkatan sebesar 3,2 kali untuk wanita berusia ≥ 35 tahun, untuk wanita berusia ≥ 40 tahun sebesar 4,2 kali, dan untuk wanita berusia ≥ 45 tahun sebesar 4,4 kali.[24]
Indeks massa tubuh (IMT) ≥ 30 kg/m2.[23] Dari penelitian yang dilakukan oleh Susan Chu di tahun 2007, diperoleh adanya peningkatan risiko diabetes gestasional sebesar 2,14 kali untuk wanita gemuk (IMT 25-29,9 kg/m2), sebesar 3,56 untuk wanita dengan obesitas (IMT ≥ 30 kg/m2), dan sebesar 8,56 untuk wanita sangat obesitas (IMT ≥ 40 kg/m2).[26]
Riwayat peningkatan kadar gula darah.[27] Hiperglikemia dalam kehamilan merupakan kondisi yang timbul akibat adanya diabetes melitus yang tidak terdeteksi sebelumnya atau gangguan resistensi insulin yang berkembang selama masa kehamilan. Hiperglikemia timbul akibat perubahan metabolisme glukosa wanita hamil. Peningkatan produksi insulin oleh pankreas selama kehamilan ini tidak dapat diakomodasi oleh tubuh wanita hamil sehingga terjadi peningkatan gula darah.[28][29]
Riwayat keluarga dengan diabetes melitus.[30] Dalam sebuah analisis yang dilakukan oleh Gloria Larrabure-Torrealva dan kawan-kawan pada tahun 2018 di Peru, wanita hamil yang memiliki riwayat diabetes dalam keluarganya memiliki peningkatan risiko untuk menderita diabetes gestasional 1,53 kali lebih banyak dibandingkan wanita hamil tanpa riwayat keluarga.[30][31] Penelitian yang dilakukan oleh Hongyan Mao dan kawan-kawan pada tahun 2012 mampu mengisolasi setidaknya 8 gen yang diturunkan dalam keluarga yang berperan dalam terjadinya diabetes gestasional.[32]
Riwayat menderita diabetes melitus sebelumnya.[33] Wanita hamil yang menderita diabetes melitus tipe 1 memiliki kadar HbA1c yang tinggi selama kehamilan meskipun kadar gula darahnya mengalami perbaikan.[31] Seorang wanita yang menderita diabetes melitus pada kehamilan sebelumnya memiliki risiko untuk menderita diabetes gestasional hingga 8,42 kali lebih banyak dibandingkan wanita normal.[9]
Riwayat persalinan dengan bayi besar untuk masa kehamilan.[23] Asosiasi Diabetes Amerika merekomendasikan skrining bagi wanita dengan riwayat melahirkan bayi besar dalam kehamilan sebelumnya karena hal ini menunjukkan adanya gangguan toleransi glukosa dan kemungkinan diabetes gestasional yang tidak terdeteksi.[34]
Sindrom ovarium polikistik atau polycystic ovary syndrome (PCOS).[23] Kondisi ini merupakan kelainan endokrin yang banyak diderita oleh wanita usia subur. Di Eropa, prevalensinya mencapai 20%. PCOS ditandai dengan adanya hiperandrogenisme dan peningkatan resistensi insulin sehingga dapat memicu terjadinya diabetes gestasional.[35]
Riwayat bayi lahir mati dalam masa perinatal.[2][29] Seorang wanita hamil dengan diabetes memiliki risiko hingga 5 kali lipat untuk mengalami bayi lahir mati dibandingkan wanita normal. Oleh karena itu, riwayat bayi lahir mati pada kehamilan sebelumnya menjadi faktor risiko seorang wanita untuk menderita diabetes gestasional.[36][37]
Pengobatan dengan kortikosteroid.[27] Wanita hamil dengan penyakit autoimun yang menerima terapi kortikosteroid memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita diabetes gestasional.[38] Pemberian glukokortikoid sistemik akan meningkatkan resistensi insulin dengan cara mengurangi ekspresi gen untuk transpor glukosa[39][40] dan mengurangi migrasi sel serta menurunkan level glikogen sintase.[41][42]
Pengobatan dengan antipsikotik.[2][43] Dari penelitian yang dilakukan oleh Suat Kucukgoncu dan kawan-kawan pada tahun 2019, penggunaan obat antipsikotik akan meningkatkan risiko diabetes gestasional hingga 1,6 kali lipat dibandingkan wanita hamil kontrol.[44] Mekanisme timbulnya diabetes gestasional terjadi akibat peningkatan berat badan. Antipsikotik meningkatkan nafsu makan dengan cara menghambat reseptor dopamin.[45][46]
Penumpukan jaringan lemak akan menyebabkan lipolisis yang tidak terkontrol sehingga asam lemak dalam darah akan meningkat. Peningkatan ini akan merangsang terjadinya glukoneogenesis dan resistensi insulin di hati dan otot akibat penumpukan diasilgliserol atau digliserida.[45]
Antipsikotik juga memiliki efek toksik terhadap sel beta pankreas sehingga sekresinya akan menurun.[45][46]
Kehamilan kembar.[43] Kejadian diabetes gestasional dapat dipicu oleh kehamilan kembar. Kehamilan kembar akan menyebabkan peningkatan berat badan dan penurunan kadar PAPPA (sejenis metaloprotease) yang berfungsi untuk mengatur faktor pertumbuhan mirip insulin atau insulin-like growth factor (IGF). Kadar PAPPA yang rendah akan menyebabkan gangguan proteolisis jaringan adiposa sehingga terjadi penumpukan lemak. Gangguan metabolisme jaringan lemak ini akan meningkatkan resistensi insulin dan gangguan toleransi glukosa.[47][48]
Strategi skrining diabetes gestasional pada wanita hamil kini dimulai pada pemeriksaan kehamilan pertama. Jika tidak ditemukan kemungkinan adanya diabetes melitus atau kondisi prediabetes, pemeriksaan yang sama dilakukan lagi saat usia kehamilan 24-28 minggu. Asosiasi Diabetes Amerika (ADA) merekomendasikan skrining untuk wanita hamil dengan kelebihan berat badan atau obesitas dan memiliki satu atau lebih faktor risiko berikut:[1]
Diabetes gestasional memiliki kemiripan dengan diabetes melitus tipe 2 yang terjadi akibat resistensi dan insensitivitas insulin. Mekanisme terjadinya diabetes gestasional masih belum dipahami sepenuhnya, tetapi diduga akibat disfungsi sel beta pankreas.[49]
Pada trimester kedua dan ketiga kehamilan, produksi hormon mengalami peningkatan. Jika sel beta pankreas tidak mampu menghasilkan jumlah insulin yang cukup untuk regulasi glukosa, maka akan terjadi peningkatan gula darah.[2][50] Penelitian yang dilakukan oleh A.H. Xiang dan kawan-kawan berhasil memperlihatkan penurunan fungsi sel beta pankreas hingga 67% pada wanita dengan diabetes gestasional.[51] Piotr Molęda dan kawan-kawan kemudian membuktikan bahwa hal tersebut terjadi bukan akibat proses autoimunitas berdasarkan tes antibodi anti asam glutamat dekarboksilase yang menunjukkan hasil negatif. Molęda menyebutkan bahwa kemungkinan disfungsi sel beta pankreas tersebut disebabkan oleh faktor genetika.[52]
Selama kehamilan, plasenta akan menghasilkan beberapa hormon yang bertujuan untuk pertumbuhan dan menginduksi perubahan metabolisme selama kehamilan. Perubahan ini akan menyebabkan modifikasi terhadap reseptor insulin. Hormon laktogen plasenta manusia atau disebut juga hormon somatomammotropin korionik manusia dan kortisol akan menghalangi reseptor insulin sehingga terjadi penurunan insulin di dalam peredaran darah.[49][8]
Selain itu, fosforilasi oleh tirosina kinase akan mengalami penurunan dan terjadi perubahan bentuk reseptor insulin yang akan menyebabkan kegagalan insulin untuk mengikat glukosa dalam darah.[8]
Jika wanita hamil memiliki indeks massa tubuh yang ≥ 30 kg/m2, akan terjadi inflamasi ringan yang berlangsung kronis. Inflamasi ini akan menginduksi sintesis asam santurenat yang merupakan unsur yang berperan dalam perkembangan diabetes gestasional dan kondisi prediabetes.[8]
Pendekatan diagnosis diabetes gestasional yang banyak dilakukan dan dinilai efektif adalah melalui skrining faktor risiko. Selain itu ada juga yang menggunakan sistem skoring berdasarkan usia kehamilan, indeks massa tubuh, riwayat keluarga dengan diabetes melitus, riwayat diabetes gestasional pada kehamilan sebelumnya, glikosuria, dan usia wanita hamil seperti yang dilakukan di Kanada,[53] Vietnam,[54] Denmark, Thailand.[3]
Pada tahun 2010, International Association of Diabetes and Pregnancy Study Groups (IADPSG) merekomendasikan skrining kepada semua wanita hamil dengan metode satu langkah menggunakan tes toleransi glukosa oral 75 gram atau 75 gram oral glucose tolerance test (OGTT 75-g). Dengan rekomendasi yang didukung oleh WHO, Federasi Diabetes Internasional atau International Diabetes Federation (IDF), dan Asosiasi Diabetes Amerika atau American Diabetes Association (ADA) ini,[55] skrining dengan metode 2 langkah menggunakan glukosa 50 gr dan 100 gram tidak lagi dilakukan.[4]
FIGO membagi skrining diabetes gestasional berdasarkan ketersediaan pemeriksaan ke dalam tiga kriteria yaitu:[3]
Ketersediaan sarana | Strategi | |
---|---|---|
Waktu pemeriksaan | Alat diagnostik | |
Sarana pemeriksaan lengkap | Trimester pertama | Gula darah puasa, gula darah sewaktu, atau pemeriksaan HbA1c |
Kehamilan usia 24-28 minggu | Jika skrining pertama negatif, lakukan tes toleransi glukosa oral 75 gram 2 jam setelah makan | |
Sarana pemeriksaan lengkap dan terdapat etnis dengan risiko tinggia | Trimester pertama | Tes toleransi glukosa oral 75 gram 2 jam setelah makan |
Kehamilan usia 24-28 minggu | Jika skrining pertama negatif, lakukan tes toleransi glukosa oral 75 gram 2 jam setelah makan | |
Sarana standar | Kehamilan usia 24-28 minggu | Tes toleransi glukosa oral 75 gram 2 jam setelah makan |
a Wanita Asia memiliki risiko tinggi mengalami hiperglikemia dengan insiden tertinggi pada kelompok wanita usia muda.[56] Pada populasi Asia, gula darah puasa dan HbA1c sensitifitasnya lebih rendah dibandingkan pemeriksaan tes toleransi glukosa oral 2 jam setelah makan.[57] Dalam satu penelitian di Cina, partisipan tanpa diabetes terbukti memiliki peningkatan kadar gula darah dengan tes toleransi glukosa oral 2 jam setelah makan.[58]
FIGO mengadopsi kriteria diagnosis yang ditetapkan oleh WHO sebagai kriteria diagnosis diabetes gestasional terbaru. Seorang wanita hamil harus memiliki satu atau lebih hasil pemeriksaan positif untuk gula darah puasa dan atau pemeriksaan gula darah 2 jam setelah pemberian glukosa 75 gram atau pemeriksaan gula darah sewaktu yang dilakukan secara acak. Asosiasi Diabetes Amerika menambahkan rekomendasi pemeriksaan HbA1c sebagai alat bantu diagnosis diabetes pada wanita hamil.[3]
Diabetes dalam kehamilan | Diabetes gestasional | |
---|---|---|
Gula darah puasa | ≥ 7 mmol/liter (126 mg/dl) | 5,1-6,9 mmol/liter (95-125 gr/dl) |
1 jam setelah pemberian 75 gram glukosa | ≥ 10 mmol/liter (180 mg/dl) | |
2 jam setelah pemberian 75 gram glukosa | ≥ 11,1 mmol/liter (200 mg/dl) | 8,5-11 mmol/liter (153–199 mg/dl) |
Gula darah sewaktu | ≥ 11,1 mmol/liter (200 mg/dl) disertai gejala diabetes | |
HbA1c | ≥ 48 mmol/liter atau 6,5% di awal kehamilan | 41 mmol/mol-48 mmol/mol
Nilai yang lebih rendah tidak berarti normal |
Penanganan wanita hamil dengan diabetes gestasional melalui perbaikan pola hidup dimulai dengan terapi gizi secara medis, aktivitas fisik, manajemen berat badan berdasarkan usia kehamilan, edukasi dan dukungan psikososial, serta pengawasan gula darah secara mandiri.[59]
Terapi gizi medis berupa perencanaan makanan harus memenuhi kebutuhan kalori yang cukup untuk perkembangan janin dan kesehatan ibu hamil, mampu mencapai target kadar glukosa yang diinginkan, dan meningkatkan berat badan sesuai dengan usia kehamilan. Kebutuhan kalori dasar ibu hamil disesuaikan dengan usia ibu saat mengandung dan usia kehamilannya berdasarkan panduan diet tahun 2020-2025[60] yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian Amerika Serikat yaitu 175 gram karbohidrat, 71 gram protein, dan 28 gram serat.[59]
Diet karbohidrat untuk wanita hamil dengan diabetes gestasional diutamakan yang mengandung indeks glikemik rendah, membatasi karbohidrat hanya 40-50% dari total kebutuhan kalori harian, menghindari gula yang diproses seperti permen dan minuman bersoda, dan meningkatkan asupan serat.[61][62]
Tujuan terapi gizi medis adalah mencapai target gula darah yang normal dan mencegah terjadinya ketosis.[1][62]
Kegiatan fisik yang dianjurkan bagi wanita hamil dengan diabetes gestasional adalah latihan aerobik (berjalan kaki, sepeda statis, berenang, olahraga air, kelas senam kehamilan) intensitas sedang selama 30 menit setidaknya 5 hari dalam seminggu atau minimal 150 menit per minggu.[63][64] Wanita hamil yang sebelumnya tidak banyak beraktivitas dianjurkan untuk meningkatkan jumlah waktunya secara bertahap. Sebaliknya jika sebelumnya sudah aktif, intensitas aktivitas fisik wanita hamil justru diturunkan atau dipertahankan.[65]
Olahraga yang tidak dianjurkan adalah olahraga yang memiliki risiko untuk jatuh dan yang sering membutuhkan pergantian posisi, melompat, dan olahraga di tempat yang jaraknya ekstrem seperti menyelam atau memanjat gunung. Selama berolahraga, wania hamil dianjurkan untuk mengenakan pakaian yang tidak ketat, mengonsumsi air yang cukup agar tidak dehidrasi, menghindari berolahraga saat temperatur dan kelembapan sedang tinggi, dan tidak berolahraga ketika sedang lapar, demam, atau kurang sehat.[66]
Ada beberapa kondisi yang menyebabkan seorang wanita hamil tidak dianjurkan untuk melakukan olahraga yaitu gangguan hemodinamika jantung, kelemahan kandungan, kehamilan kembar, perdarahan trimester 2 dan 3 yang bersifat persisten, plasenta previa di atas usia kehamilan 26 minggu, dan preeklamsia.[66]
Jika dalam melakukan olahraga, terdapat keluhan dispnea, pusing, mual, nyeri kepala, penurunan gerakan janin, kontraksi rahim, perdarahan, kebocoran cairan ketuban, nyeri punggung atau pinggang, nyeri dada, dan pembengkakan daerah kaki, dianjurkan untuk segera berhenti dan menghubungi tenaga kesehatan.[66]
Seorang wanita yang sedang hamil akan mengalami peningkatan berat badan karena pertambahan janin (sekitar 3,5 kg), cairan ketuban (sekitar 1-1,5 kg), plasenta (sekitar 1-1,5 kg), jaringan payudara (sekitar 1-1,5 kg), suplai darah (sekitar 2 kg), deposit jaringan lemak (sekitar 2,5–4 kg), dan perkembangan rahim (sekitar 1-2,5 kg).[67][68] Peningkatan berat badan wanita hamil dengan diabetes gestasional tidak dianjurkan melebihi batas rekomendasi dari ahli obstetri dan ginekologi sesuai dengan usia kehamilannya.[69]
Dibandingkan dengan wanita hamil dengan berat badan normal yang tidak menderita diabetes gestasional, risiko wanita hamil berat badan normal dengan diabetes gestasional meningkat hingga 1,94 kali lebih besar dan wanita hamil obesitas dengan diabetes gestasional meningkat hingga 5,47 kali lebih besar untuk kemungkinan melahirkan bayi besar untuk masa kehamilan.[70]
Proses skrining diabetes gestasional yang dilakukan di awal masa kehamilan memungkinkan tenaga kesehatan menginformasikan dan mendiskusikan jumlah kenaikan berat badan yang direkomendasikan.[71]
Wanita hamil tanpa ada penyulit memiliki masalah psikologisnya sendiri. Terlebih bagi wanita hamil dengan diabetes gestasional. Kondisi depresi, gangguan makan, stres, dan kecemasan adalah bagian dari kemungkinan gangguan psikologis yang diderita. Jika dari penilaian status psikologis ditemukan adanya gangguan kesehatan mental, wanita hamil dirujuk kepada tenaga profesional untuk memberi dukungan, memetakan dan memecahkan masalah, serta memotivasi mereka.[73][74]
Pendekatan individual yang dilakukan sebaiknya mempertimbangkan latar belakang bahasa dan budaya, kemampuan dan pola belajar wanita hamil, serta kondisi sosial dan keluarga. Tenaga kesehatan wajib menyediakan informasi kepada wanita hamil dan keluarganya mengenai dampak jangka pendek dan jangka panjang diabetes gestasional terhadap ibu dan janin, rekomendasi pola makan (bila perlu dirujuk ke ahli gizi) dan rekomendasi aktivitas fisik, pengawasan dan target kadar gula darah secara mandiri di rumah, apa yang harus dilakukan jika wanita hamil merasakan keluhan, dan pentingnya kontrol jangka panjang. Termasuk di dalam informasi ini adalah kemungkinan penurunan gula darah pada bayi dalam 1x24 jam setelah proses persalinan.[75][76]
Fluktuasi kadar gula darah selama masa kehamilan dan hal-hal yang memengaruhi kenaikannya adalah hal yang harus diperhatikan wanita hamil dengan diabetes gestasional. Hal ini dilakukan ketika pertama kali seorang wanita didiagnosis diabetes gestasional. Tujuannya untuk mengetahui pendekatan terapi yang akan diambil.[62][77]
Frekuensi awal pemeriksaan gula darah adalah sehari empat kali. Sekali dilakukan sebelum sarapan dan 3 kali dilakukan 1 jam atau 2 jam setelah makan pagi, siang, dan malam. Begitu target gula darah yang ingin dicapai telat terpenuhi, frekuensinya dapat dikurangi.[76]
Target hasil pemeriksaan gula darah dengan menggunakan darah kapiler adalah 5,3 mmol/liter (95 mg/dl) untuk gula darah puasa, kurang atau sama dengan 7,4 mmol/liter (140 mg/dl) untuk pemeriksaan 1 jam setelah makan, dan 6,7 mmol/liter (120 mg/dl) untuk pemeriksaan 2 jam setelah makan.[3][78] Jika kadar gula darah meningkat di dua kali pemeriksaan dalam satu minggu, perlu dilakukan modifikasi pola makan serta intervensi kegiatan fisik dan terapi farmakologi.[76][77]
Jika perubahan pola makan dan pola hidup tidak dapat mengontrol kadar gula darah, wanita hamil dengan diabetes gestasional akan diberikan terapi farmakologi. Pilihan utama untuk terapi ini adalah insulin sesuai dengan rekomendasi dari ADA.[50][62]
Insulin adalah pilihan terapi farmakologi pertama pada diabetes gestasional karena dapat mengontrol gula darah dengan cepat dan aman bagi janin karena tidak melewati sawar plasenta.[1] Dosis insulin yang diberikan menggunakan formula 0,7-1 unit/kg BB/hari dalam dosis terbagi. Selanjutnya setiap 2-3 hari dosis dapat ditingkatkan 2-4 unit sesuai kebutuhan hingga target gula darah terpenuhi atau diturunkan jika terdapat 2-3 kali episode hipoglikemia dalam 1 minggu atau jika terjadi hipoglikemia berat meskipun hanya sekali.[62][79]
FIGO menyarankan peningkatan dosis insulin secara bertahap dimulai dari 0,7 unit/kgBB/hari pada trimester pertama; lalu 0,8 unit/kgBB/hari sejak minggu ke-18; kemudian 0,9 unit/kgBB/hari sejak minggu ke-26; dan 1 unit/kgBB/hari sejak minggu ke-36 hingga saat persalinan.[3]
Dahulu, obat antidiabetik oral tidak direkomendasikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat karena diduga memiliki efek teratogenik dan hipoglikemia neonatus.[3]
Meskipun demikian beberapa penelitian uji acak terkendali yang dilakukan oleh Janet A. Rowan dan kawan-kawan pada tahun 2008[80] dan Juan Gui pada tahun 2013[81] menunjukkan efikasi pemberian metformin serta penelitian oleh Langer O. dan kawan-kawan pada tahun 2000[82] untuk pemberian glibenklamida.[59]
Dosis awal pemberian metformin adalah 500 mg per oral per hari setelah makan. Setelah seminggu dapat ditingkatkan sebesar 500 mg dalam dosis terbagi 2x500 mg. Glibenklamida dimulai dengan dosis 2,5–5 mg sehari sekali hingga mencapai 20 mg per hari dengan pemberian dua kali sehari. Glibenklamida terbukti lebih efektif jika dikonsumsi sekitar 30-60 menit sebelum makan.[62][64]
Jika dibandingkan dengan glibenklamida, metformin memiliki jumlah kelahiran bayi besar untuk masa kehamilan yang lebih sedikit, pertambahan berat badan wanita hamil yang lebih kecil, tetapi dengan jumlah mortalitas perinatal dan hipoglikemia neonatus yang tidak jauh berbeda.[62]
Glibenklamida yang merupakan generasi kedua golongan sulfonilurea yang bekerja dengan cara meningkatkan pelepasan insulin dari sel beta pankreas sedangkan metformin bekerja dengan cara meningkatkan sensitivitas insulin dan mengurangi kadar glukosa darah puasa dan dua jam setelah makan. Metformin juga menurunkan glukosa hati dengan cara menghambat proses glukoneogenesis dan meningkatkan absorpsi glukosa perifer di otot dan jaringan lemak.[74]
Diabetes gestasional akan berakhir setelah proses persalinan. Namun, pemeriksaan kontrol 4 hingga 12 minggu setelah persalinan perlu dilakukan untuk melihat apakah kondisi tersebut berkembang menjadi diabetes melitus tipe 2, gangguan glukosa darah puasa atau gangguan tes toleransi glukosa oral. Pemeriksaan yang direkomendasikan adalah tes toleransi glukosa oral 75 gram.[8]
Asosiasi Diabetes Amerika menganjurkan pemeriksaan ulang selama 1 hingga 3 tahun pertama setelah persalinan bagi wanita dengan diabetes gestasional.[8] Dari penelitian yang dilakukan oleh Stuebe dan kawan-kawan pada tahun 2011, diabetes gestasional dan gangguan toleransi glukosa selama kehamilan berhubungan dengan kelainan metabolik persisten 3 tahun setelah proses persalinan.[83]
Kemungkinan seorang wanita menderita diabetes gestasional lagi pada kehamilan keduanya adalah sekitar 30-84%. Jika kehamilan ini timbul dalam jangka waktu setahun setelah kehamilan pertama, kemungkinannya semakin besar.[84]
Prematuritas terutama jika kadar gula darah ibu hamil sangat tinggi dan membutuhkan terapi insulin.[2]
Besar untuk masa kehamilan (BMK).[2][27]
Trauma lahir akibat ukuran bayi yang besar. Dapat mengakibatkan patah tulang dan kelumpuhan saraf.[27][85]
Sindrom distres pernapasan pada bayi.[2]
Kelainan jantung termasuk kardiomiopati hipertrofik dan obstruksi aliran darah di ventrikel kiri.[89]
Terdapat peningkatan risiko untuk gangguan toleransi glukosa, diabetes melitus tipe 2, dan obesitas.[2]
Persalinan yang diinduksi.[91]
Hipertensi dalam kehamilan.[91]
Kelahiran tidak cukup bulan.[91]
Diabetes gestasional berulang di kehamilan berikutnya.[93][94]
Diabetes melitus tipe 2.[50][95]
Risiko berkembang menjadi diabetes melitus atau prediabetes 11,4 tahun setelah persalinan.[95]
Peningkatan risiko menderita gangguan metabolisme glukosa seperti gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa.[95]
Perkembangan sindrom metabolik.[96]
Perkembangan penyakit kardiovaskular.[2][97]
Menentukan prevalensi pasti diabetes gestasional secara global masih sulit untuk dilakukan karena adanya perbedaan kriteria diagnosis yang digunakan oleh masing-masing negara. Selain itu proses skrining tidak dilakukan secara menyeluruh di semua negara.[2] Namun, diperkirakan angkanya adalah 3-9% dari total kelahiran di seluruh dunia.[79]
Secara global, penelitian pertama tentang prevalensi hiperglikemia pada wanita hamil usia 20-49 tahun dilakukan pada tahun 2013. Hasilnya didapatkan prevalensi diabetes gestasional adalah 16,9% atau sekitar 21,4 juta kelahiran hidup.[99]
Pada tahun 2015 penelitian yang bersifat global lainnya menunjukkan prevalensi sebesar 24,2% di Asia Tenggara; 21,8% di Timur Tengah dan Afrika Utara; 15,8% di Eropa; 14,9% Amerika Utara dan Kepulauan Karibia; 13,2% Amerika Tengah dan Amerika Selatan; 12,45 di Pasifik Barat; dan 10,5% di Afrika Sub-Sahara.[100]
Penelitian global terbaru dilakukan pada tahun 2020 oleh Moody C. dan kawan-kawan. Dengan menggunakan perbandingan berbagai kriteria, melibatkan 13.450 wanita hamil dari 7 negara, diperoleh hasil prevalensi diebetes gestasional yang dinilai berdasarkan kriteria yang dikeluarkan oleh IADPSG, memberikan angka paling tinggi yaitu 10,13%. Prevalensi diabetes gestasional tertinggi adalah Malaysia dengan 38,25%; India dengan 21,95%; Thailand 14,25%; Turki 10,25%; Nigeria 8,05%; dan yang terendah adalah Irlandia dengan prevalensi 2,075%.[100]
Di Asia Tenggara, penelitian tentang kejadian diabetes gestasional dikemukakan dalam simposium yang diadakan oleh International Life Sciences Institute (ILSI) pada tahun 2021. Penelitian tersebut melibatkan penderita diabetes gestasional dari enam negara yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina, dan Vietnam. Namun, di antara enam negara hanya Malaysia dan Singapura yang memiliki prevalensi nasional untuk diabetes gestasional. Jika dilihat dari prevalensi nasional, Singapura memiliki angka yang lebih tinggi dibanding Malaysia. Dari data rumah sakit, tiga prevalensi tertinggi secara berurutan adalah Vietnam, Thailand, dan terakhir Filipina.[101]
Perkiraan prevalensi dari keenam negara adalah 1,7-25% dengan persamaan pada peningkatan angka diabetes gestasional dari waktu ke waktu. Dengan adanya variasi kriteria yang digunakan oleh berbagai negara, jika menggunakan kriteria International Association of Diabetes and Pregnance Study Group (IADPSG), tiga negara teratas adalah Malaysia, Singapura, dan Vietnam.[101]
Dari penelitian yang dilakukan oleh Cong Luat Nguyen dan kawan-kawan pada tahun 2018 tentang prevalensi diabetes gestasional di Asia Timur dan Asia Tenggara, didapatkan prevalensi kejadian diabetes gestasional tanpa memperhatikan standar diagnosis yang digunakan adalah sebesar 10,07. Negara dengan angka diabetes gestasional yang paling tinggi secara berurutan adalah Singapura (20,06%), Vietnam (18,93%), Cina (11,91%), Malaysia (11,83%), sisanya adalah Jepang, Korea, Taiwan, dan Thailand dengan prevalensi kurang dari 8%.[102]
Penelitian yang dilakukan di Finlandia oleh Elina Keikkala dan kawan-kawan pada tahun 2020 dengan menggunakan data dari 1146 kehamilan dengan diabetes gestasional dari tahun 2009-2012 memperlihatkan prevalensi sebesar 11,1%.[103]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.