Loading AI tools
perusahaan asal Indonesia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
PT Smart Telecom (disingkat Smartel)[1] adalah sebuah perusahaan di Indonesia yang merupakan anak usaha dari operator seluler PT Smartfren Telecom Tbk.[2] Berbasis di Jakarta, perusahaan ini bergerak di beberapa bidang seperti menjadi perusahaan induk dari sejumlah anak usaha dan memegang hak frekuensi yang diselenggarakan jaringan induknya.[3][4][1]
Sebelumnya | PT Indoprima Mikroselindo (1996-2007) |
---|---|
Anak perusahaan | |
Industri | Operator telekomunikasi seluler |
Nasib | Beralih ke dalam layanan Smartfren. Perusahaan masih beroperasi sampai sekarang |
Pendahulu | PT Wireless Indonesia |
Penerus | Smartfren |
Didirikan | 16 Agustus 1996 |
Kantor pusat | Jakarta, Indonesia |
Produk | CDMA2000 (2007-2011) |
Pemilik | Sinar Mas (2006-2010) Smartfren Telecom (2011-sekarang) |
Anak usaha | Mora Telematika Indonesia (18,32%) |
Sebelumnya, perusahaan ini dikenal sebagai operator seluler mandiri dengan merek dagang Smart mulai tahun 2007[1] hingga 2011. Beroperasi di sejumlah kota di pulau Jawa dan Sumatra menggunakan sistem CDMA2000, produknya terdiri dari Smart Prabayar, Smart Pascabayar dan Smart Jump.
PT Smart Telecom awalnya bernama PT Indoprima Mikroselindo (dikenal dengan nama dagang Primasel). Perusahaan ini didirikan pada 16 Agustus 1996 dengan modal Rp 5 miliar, dan dimiliki secara patungan oleh Indosat (20%), PT Yamabri Komunikasindo 35% (terafiliasi dengan bisnis ABRI), PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI) 20%, dan sisa 25%-nya dimiliki oleh Primkopparpostel (Primer Koperasi Pegawai Kantor Pusat Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi).[5] Primasel dibentuk untuk mengoperasikan jaringan Personal Handy-phone System (PHS) berfrekuensi 1800 MHz di Jawa Timur, dengan target pasar menengah ke bawah dan bertarif pulsa lokal.[6] Untuk mempersiapkan operasionalnya, Primasel mengadakan uji coba layanan PHS dan kemudian mendapatkan izin dari pemerintah di tahun 1997.[7][8]
Namun dalam perkembangannya, walaupun sudah beberapa kali diundur (dari 1997 ke 2000),[9] hingga 2002 bisnis ini tidak kunjung berjalan (bahkan perusahaan ini hampir ditutup di tahun 2003),[10][11] sehingga Primasel memutuskan untuk pindah ke sistem CDMA berfrekuensi 1980 MHz di tahun 2004.[12][13] Dalam titik ini, pemegang saham hanya menyisakan PT INTI dan sebuah perusahaan lain.[14] Pasca diberi izin dari pemerintah untuk mengubah sistemnya, Primasel sempat merencanakan akan membangun 300.000 sambungan[14] berbasis fixed wireless (FWA) dan teknologi CDMA2000 1x.[15] Namun, belum sempat memulai proyek tersebut, pada tahun 2006 Primasel "digusur" oleh pemerintah untuk tidak menggunakan frekuensinya karena akan dipakai untuk jaringan 3G. Primasel lalu berpindah ke frekuensi 1900 MHz, namun dengan tarif penggunaan yang lebih murah dibanding operator GSM yang menggunakan frekuensi serupa karena hanya menggunakan setengah kapasitas.[12][16]
Sementara itu, sebuah perusahaan lain bernama PT Wireless Indonesia (WIN) diketahui sudah mendapatkan izin sebagai penyedia komunikasi non-seluler di jaringan 3G sejak 2001. Perusahaan ini kemudian juga mendapatkan nasib yang sama, yaitu "digusur" (dari frekuensi pada 2006 karena jaringannya dianggap mengganggu frekuensi 3G GSM.[17] Hal ini membuat frekuensinya yang awalnya ada di 1970-1980 MHz[15] dipindahkan ke frekuensi yang ditujukan untuk layanan time-division duplex (TDD), meskipun akhirnya dikembalikan ke pemerintah.[12] Awalnya, perusahaan ini dimiliki oleh Teddy A. Purwadi, tetapi kemudian beralih ke Grup Sinar Mas (sebenarnya juga ada rumor bahwa ZTE sempat berencana masuk ke perusahaan ini).[18] WIN sebenarnya pada awal 2003 sudah merencanakan untuk meluncurkan produknya yang berbasis FWA[15] dengan teknologi CDMA2000 1980 MHz[15] (menggunakan merek WIN), dan sudah melakukan sejumlah persiapan seperti menyediakan modal US$ 400 juta ditambah kontrak dengan Airvana Inc. bagi menyediakan infrastrukturnya.[19][20] Namun, rencana ini akhirnya tidak terwujud, dan WIN tidak pernah berhasil meluncurkan produknya.[12]
Dalam kondisi itulah, muncul masalah pada dua perusahaan ini, yaitu Primasel dan WIN. Maka, pemerintah kemudian menganjurkan keduanya untuk melakukan penggabungan usaha. Sinar Mas kemudian mengambil alih Primasel dan menggabungkan WIN dengannya (dengan Primasel menjadi surviving company) pada Oktober 2006. Merger ini menghasilkan perusahaan telekomunikasi dengan layanan penuh, gabungan dari Primasel (layanan suara) dan WIN (layanan data)[21] yang berlisensi seluler nasional.[22] Pemerintah kemudian juga merespon positif akan penggabungan tersebut dan memberikan blok frekuensi (di 1903,75-1910 dan 1983,5-1990 MHz dengan bandwith 15 MHz)[23] sehingga Primasel bisa mulai berencana untuk beroperasi. Saham perusahaan merger ini mayoritas dimiliki oleh beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Grup Sinar Mas, seperti PT Bali Media Telekomunikasi (35%), PT Global Nusa Data (29%), PT Indonesia Mobilindo (2%), PT Wahana Inti Nusantara (33%) dan PT INTI (0,2%). Walaupun sempat menimbulkan masalah karena pemilik lama WIN mempermasalahkan sahamnya di perusahaan hasil merger ini, tetapi Sinar Mas tetap berancang-ancang memulai operasionalnya.[12]
Awalnya, Primasel berencana meluncurkan produknya ke publik pada Desember 2006 dan Maret 2007 dengan menargetkan 500.000 konsumen, tetapi gagal. Hal ini dikarenakan mereka perlu menyiapkan berbagai hal seperti jaringan, BTS, kantor dan lain-lain. Demi persiapan ini, awalnya pemilik Primasel, Sinar Mas sempat diberitakan berencana bekerjasama dengan Altimo (sebuah perusahaan telekomunikasi asal Rusia) dengan suntikan dana US$ 2 miliar,[24] namun kemudian ternyata Sinar Mas lebih memilih bekerjasama dengan ZTE.[25] Pilihan teknologi yang digunakan jatuh pada CDMA2000 1x dan EV-DO Rev. A, karena dianggap lebih murah dalam hal biaya investasi dan operasional dengan kualitas yang hampir sama atau lebih canggih dibanding teknologi seluler lainnya.[26]
Muncul kemudian kabar lain yang menyebutkan bahwa Primasel akan melakukan peluncurannya pada April 2007 dan mulai beroperasi pada Juni 2007 dengan target awal Bandung dan Surabaya (dan tentu saja karyawan kerajaan bisnis Sinar Mas),[27] walaupun tidak tercapai juga.[28] Belakangan, sebelum mulai beroperasi, pihak Sinar Mas memutuskan untuk mengubah produknya dari Primasel ke Smart dan nama perusahaannya menjadi PT Smart Telecom. Smart merupakan singkatan dari Sinar Mas Accesible Reliable Telecommunication (Telekomunikasi Sinar Mas yang Mudah Diakses dan Dipercaya). Perubahan nama ini resmi dilakukan pada 11 April 2007[29] dan diumumkan ke publik pada Mei 2007.[30][31][32] Menurut pihak Smart, pergantian nama penting dilakukan karena nama Primasel yang sudah ada dirasa "kurang menjual".[33]
Konon, sebagai bukti seriusnya pihak Sinar Mas untuk terjun ke bisnis operator seluler di tahun itu, pemiliknya, Eka Tjipta Widjaja sampai harus "turun gunung" dengan meresmikan kantor pusat Smart Telecom di Menteng, Jakarta Pusat pada tanggal 26 April 2007 (saat ini, kantor tersebut masih menjadi kantor pusat penerus Smart, Smartfren).[33] Bagi Sinar Mas, Smart Telecom menjadi titik puncak dari rencana dan keinginan mereka bermain di bisnis telekomunikasi seluler sejak 1990-an. Sebelum adanya Smart, konglomerasi tersebut sempat mencoba membangun operator berbasis AMPS bernama PT Telecom Indomas Nusantara di Bali maupun meraih lisensi GSM dari pemerintah yang semuanya kurang sukses. Dengan adanya pilar bisnis baru ini, pihak Sinar Mas mengharapkan Smart Telecom bisa meraih kesuksesan yang sama seperti unit-unit usaha grup tersebut lainnya.[26]
Sebagai persiapan awal, sebelum peluncuran resminya, produk Smart dipasarkan dahulu pada 100.000 karyawan Grup Sinar Mas di Jawa Timur dan Jabodetabek mulai 26 April 2007,[34] ditambah kegiatan Uji Laik Operasi (ULO) di sejumlah daerah. Dengan soft launch dan ULO tersebut, Smart Telecom dapat mengetahui masalah yang ada, seperti kurang bagusnya sinyal jaringan Smart yang berusaha diatasi dengan berbagai cara, seperti membangun lebih banyak BTS. Selain masalah jaringan, juga muncul keluhan dari BRTI yang menganggap Sinar Mas tidak serius dan hanya ingin menjual izin operator selulernya karena tidak kunjung meluncurkan produknya di tahun tersebut, sehingga memaksa pihak Smart Telecom mempercepat rencana peluncuran produknya agar tidak dicabut izinnya. Persiapan lainnya dilakukan dengan menjalin kerjasama bersama sejumlah vendor penyedia perangkat telepon seluler. Adapun perusahaan memilih ZTE dan Haier karena dirasa mampu memenuhi spesifikasi perangkat yang diinginkan Smart. Namun, Smart Telecom juga masih mengedarkan produk dari Nokia dan Motorola yang ditujukan untuk pasar kelas menengah dan atas.[21][33]
Akhirnya, Smart diluncurkan secara resmi pada 3 September 2007, dengan target sepanjang bulan tersebut bisa meraih 600.000-800.000 pelanggan dan beroperasi awal di 5 kota besar, yaitu Surabaya, Bandung, Jakarta, Yogyakarta dan Semarang. Sebagai persiapan, 600 BTS dan modal senilai Rp 3 triliun sudah disiapkan oleh pihak pengelola.[35] Diharapkan, pada akhir 2007 Smart sudah meraih 1 juta pelanggan dan jaringannya diperluas ke Lombok dan Bali, yang akan dilanjutkan ke 80 kota di Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi dengan bantuan 3.000 BTS.[36][37] Bahkan, pada 2009 perusahaan ini sudah mencanangkan untuk menjadi operator CDMA nasional.[38] Walaupun sempat ada polemik lagi dari pemerintah setelah peluncurannya mengenai frekuensi yang digunakan Smart (1900 MHz) yang ditujukan untuk GSM 3G sedangkan Smart beroperasi di CDMA2000 3G, namun hal tersebut tampaknya tidak memengaruhi.[39][40] Menurut pihak Smart, mereka berkomitmen untuk "membangun jaringan berkualitas dunia di Tanah Air, membangun organisasi yang berbasis pada pelanggan, fleksibel dan cepat, serta memberikan nilai lebih pada jumlah uang yang dikeluarkan pelanggan dan menjembatani teknologi digital".
Smart terus berekspansi sepanjang 2008, misalnya dengan menjual telepon seluler murah seharga Rp 188.000 dan Rp 110.000 yang cukup populer, ditambah modem CDMA bernama "Jump" yang menggunakan teknologi EV-DO Rev. A dan merupakan produk pertama dalam jenisnya.[41][42] Pada awal 2008, pelanggannya sudah mencapai 300.000 yang didukung oleh 1.000 BTS, dan ditargetkan akan terus bertambah, sehingga telah disiapkan anggaran sebesar Rp 3,22 T.[43] Di tahun tersebut, Smart berekspansi ke sejumlah wilayah di Jawa Timur (seperti Madiun, Pacitan dan Ponorogo) serta Palembang,[44][45] yang disusul Lombok, Bandar Lampung, Banda Aceh, Medan dan beberapa kota lainnya di tahun 2009,[46] serta Batam, Pekanbaru dan Makassar di tahap selanjutnya.[47] Tidak hanya memperluas penerimaan sinyalnya, Smart juga terus meluncurkan produk dan layanan baru. Misalnya di tahun 2009, diperkenalkan telepon seluler BlackBerry Curve berjaringan CDMA pertama di Indonesia, layanan musik[48] dan paket netbook yang dilengkapi modem;[49] sedangkan di tahun 2010, layanan LTE bersama sejumlah modem baru dengan fasilitas tertentu diluncurkan di Malang dan Surabaya, untuk memenuhi minat masyarakat akan internet berkecepatan tinggi.[21][50]
Target pasar Smart pada saat itu adalah menengah ke bawah, dengan menawarkan layanan berharga murah namun berjaringan baik yang didukung oleh BTS-BTS di berbagai daerah.[51][52] Mulanya, Smart memfokuskan dirinya pada penjualan perangkat telepon dan layanan menelepon yang terjangkau, namun kemudian lebih memilih mengembangkan layanan internet murah mengikuti minat masyarakat.[21] Selain konsumer, Smart Telecom juga melayani komunikasi bagi pelanggan korporat.[53]
Namun, pada 2009, pemilik Smart, Sinar Mas Group memutuskan untuk mengakuisisi perusahaan telekomunikasi milik Global Mediacom, PT Mobile-8 Telecom Tbk (dikenal dengan merek Fren). Akuisisi tersebut membuat Sinar Mas memiliki dua perusahaan telekomunikasi, yaitu Mobile-8 dan Smart. Meskipun awalnya disampaikan keduanya akan tetap beroperasi sendiri-sendiri,[54] namun keduanya kemudian memutuskan untuk mengkonsolidasikan perusahaan mereka dengan nama Smartfren dalam rangka efisiensi biaya. Awalnya, kedua perusahaan belum bergabung dan masih sekedar melakukan kerjasama penyatuan merek (dan logo) pada 3 Maret 2010. Selain dalam merek, kerjasama/integrasi juga dilakukan dalam penjualan produk bersama, lokasi pelayanan pada pelanggan, SDM, dan tentu saja penggunaan jaringan (800 MHz Fren, 1900 MHz Smart) ditambah BTS.[55][56]
Konsolidasi ini dirasa penting, mengingat Smart selama ini mengalami hambatan dengan frekuensi 1900 MHz yang digunakannya, dengan sulit menjangkau sejumlah tempat dan kurang populernya ponsel dual band yang bisa menerima jaringan Smart. Jaringan Mobile-8 selanjutnya diharapkan bisa membantu mengembangkan bisnis keduanya.[21] Setelah penyatuan merek tersebut, Smart masih meluncurkan produk baru (hasil kerjasama kedua perusahaan) seperti telepon Islami di bulan Ramadan, telepon Chit Chat, dan aplikasi Smartfren Messenger.[57][58] Memasuki Desember 2010, integrasi jaringan juga semakin dipercepat oleh kedua operator.[59] Namun, awalnya integrasi kedua perusahaan yang direncanakan akan dilakukan pada RUPSLB Mobile-8 di tanggal 8 Desember 2010, gagal karena hasil RUPSLB tidak mencapai kuorum.[60] Rencana merger juga sempat tersandung isu menunggaknya Smart Telecom akan kewajiban Biaya Hak Penggunaan (BHP) dari pemerintah sebesar Rp 484 miliar sejak tahun 2006, yang membuatnya terancam ditutup.[61]
Baru pada 18 Januari 2011, rencana integrasi keduanya dapat terwujud dengan Mobile-8 melakukan rights issue kepada pemilik saham Smart Telecom, yaitu PT Bali Media Telekomunikasi, PT Wahana Inti Nusantara, serta PT Global Nusa Data senilai Rp 3,77 triliun. Setelah rights issue itu, 57% saham Mobile-8 beralih pada pemegang saham Smart Telecom. Dalam kegiatan tersebut, PT Smart Telecom juga dijadikan anak perusahaan Mobile-8, dan yang digabung hanyalah operasionalnya saja bukan perusahaannya, sehingga dapat dikatakan Sinar Mas melakukan backdoor listing. Akhirnya, proses integrasi operasional dan transaksi kedua perusahaan tuntas pada 23 Maret 2011 dan PT Mobile-8 Telecom Tbk mengganti namanya menjadi PT Smartfren Telecom Tbk pada 28 Maret 2011.[62][63][64][65][66][67][68] Dengan merger itu, operasional (seperti layanan, kantor dan produk) Smart kemudian digabungkan dengan operasional PT Smartfren Telecom Tbk. Namun, untuk PT Smart Telecom sampai saat ini masih ada, sebagai anak perusahaan PT Smartfren Telecom Tbk.[69]
Adapun beberapa operasional PT Smart Telecom yang dilakukan pasca-merger, seperti:
Dalam RUPS PT Smartfren Telecom Tbk pada Juli 2022, direncanakan Smartfren akan dimerger dengan PT Smart Telecom, anak usahanya demi menyederhanakan kepemilikan spektrum frekuensi radio.[4]
Hingga Maret 2010, Smart telah meluncurkan tiga produk, meliputi:
Berikut sejumlah kota yang dilayani jaringan Smart di Indonesia, sebelum digabungkan ke Smartfren:
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.