Remove ads
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Hasekura Tsunenaga (支倉常長 ) (lahir 1571 – meninggal 7 Agustus 1622) adalah samurai pengikut Date Masamune dari Domain Sendai pada awal zaman Edo di Jepang. Ia memimpin misi diplomatik ke Vatikan, dan melakukan perjalanan hingga Spanyol Baru (tiba di Acapulco dan berangkat dari Veracruz), serta singgah di berbagai pelabuhan di Eropa antara tahun 1613 dan 1620.
Hasekura Tsunenaga | |
---|---|
1571 - 7 Agustus 1622 | |
Lukisan potret Hasekura sewaktu dalam misi di Roma, 1615. Lukisan Claude Deruet, Coll. Borghese, Roma | |
Zaman | awal zaman Edo |
Tanggal lahir | 1571 |
Tahun wafat | 7 Agustus 1622 |
Penggantian nama | Yamaguchi Yoichi (山口与市 ), Hasekura Nagatsune, Hasekura Tsunenaga |
Nama alias | Rokuemon, Hasekura Rokuemon Tsunenaga |
Nama Kristen | Don Felipe Francisco |
Lokasi makam | Kōmyō-ji (Sendai) Saikō-ji (Miyagi, Prefektur Miyagi) Enpuku-ji (Distrik Shibata, Prefektur Miyagi) |
Jabatan | Samurai Domain Sendai |
Majikan | Date Masamune |
Klan | klan Yamaguchi, klan Hasekura |
Orangtua | Yamaguchi Tsunenari (ayah kandung), Hasekura Tokimasa (ayah angkat) |
Keturunan | Hasekura Tsuneyori |
Nama lainnya adalah Rokuemon Nagatsune (六右衛門長経 ). Dalam buku sejarah Eropa, namanya ditulis sebagai Faxecura Rocuyemon.[1]
Misi diplomatik ke Vatikan yang dipimpinnya disebut Misi Zaman Keichō yang dikirim sesudah Misi Zaman Tenshō.[2] Sewaktu kembali ke Jepang, Hasekura dan delegasinya mengambil rute pelayaran yang sama seperti sewaktu berangkat menuju Meksiko pada tahun 1613. Kapalnya berlayar dari Acapulco ke Manila, lalu terus ke utara menuju Jepang pada tahun 1620.[3] Ia dianggap sebagai duta besar Jepang pertama untuk Amerika dan Eropa.[4]
Meskipun misi diplomatik Hasekura diterima dengan ramah di Eropa, misi berlangsung ketika Jepang sedang menuju ke zaman penindasan Kekristenan. Monarki Eropa seperti Raja Spanyol menolak perjanjian perdagangan seperti diusulkan Hasekura. Pada tahun 1620, Hasekura tiba kembali di Jepang, dan meninggal dunia karena sakit setahun kemudian. Misi diplomatiknya hanya sedikit membawa hasil karena pemerintah Jepang makin menerapkan kebijakan negara tertutup.
Misi diplomatik Jepang berikutnya ke Eropa dikirim 200 tahun kemudian setelah membuka diri dari isolasi selama dua abad. Jepang mengirim Misi Diplomatik Jepang Pertama ke Eropa pada tahun 1862.
Spanyol memulai perjalanan trans-Pasifik antara Spanyol Baru (Meksiko) dan Filipina pada tahun 1565. Galiung Manila mengangkut perak dari tambang-tambang di Meksiko ke entrepot Manila di Filipina koloni Spanyol. Di Manila, perak digunakan untuk membeli rempah dan barang dagangan yang dikumpulkan dari seluruh Asia, termasuk barang-barang dari Jepang (hingga tahun 1638). Rute perjalanan pulang galiung Manila yang dipetakan navigator Basque, Andrés de Urdaneta membawa kapal ke timur laut mengikuti Arus Kuroshio di lepas pantai Jepang, dan kemudian menyeberangi Pasifik melalui pantai barat Amerika Utara sebelum sampai di Acapulco.[5]
Kapal-kapal Spanyol secara berkala terdampar di pantai-pantai Jepang akibat cuaca buruk, dan awak kapalnya memulai kontak dengan orang Jepang. Spanyol berkeinginan untuk menyebarluaskan Kekristenan di Jepang. Usaha memperluas pengaruh Spanyol di Jepang menemui perlawanan keras dari Serikat Yesuit yang sudah memulai pengabaran injil di Jepang sejak tahun 1549, serta Portugis dan Belanda yang tidak ingin persaingan dagang dengan Spanyol. Namun, beberapa orang Jepang, seperti Christopher dan Cosmas, diketahui lebih dulu menyeberangi Pasifik sebagai penumpang kapal galiung Spanyol paling tidak pada tahun 1587. Kabar tersebut diketahui dari pertukaran hadiah antara gubernur Filipina dan Toyotomi Hideyoshi. Dalam surat yang ditulisnya pada tahun 1597, Hideyoshi mengucapkan terima kasih untuk, "gajah hitam itu, terutama, menurut aku paling tidak biasa."[6]
Pada tahun 1609, galiung Manila milik Spanyol, San Francisco dilanda cuaca buruk dalam pelayaran dari Manila ke Acapulco, dan kandas di pantai Jepang, di Chiba. Para pelaut diselamatkan dan disambut. Kapten kapal Rodrigo de Vivero, mantan gubernur interim Filipina bertemu dengan pensiunan Shogun Tokugawa Ieyasu. Rodrigo de Vivero menyusun perjanjian yang ditandatangani 29 November 1609. Isi perjanjian antara lain Spanyol diizinkan membangun sebuah pabrik di bagian timur Jepang, ahli pertambangan akan didatangkan dari Spanyol Baru, kapal-kapal Spanyol akan diizinkan singgah di Jepang dalam keadaan darurat, dan misi diplomatik Jepang akan dikirim ke istana di Spanyol.
Shogun kembali memutuskan untuk membangun galiung baru di Jepang untuk mengirim pulang Vizcaino ke Spanyol Baru bersama misi diplomatik Jepang yang didampingi Luis Sotelo. Kapal galiung tersebut diberi nama Date Maru oleh orang Jepang, atau San Juan Bautista oleh orang Spanyol. Pembangunan kapal berlangsung selama 45 hari, dikerjakan oleh ahli pembuatan kapal dari keshogunan. Menteri Angkatan Laut Mukai Shogen mengutus kepala tukang kayu (Shogen bersama rekannya, William Adams telah berpengalaman membangun beberapa kapal). Keshogunan mengerahkan 800 tukang kapal, 700 pandai besi, dan 3.000 tukang kayu. Shogun menunjuk Daimyo Sendai, Date Masamune sebagai pimpinan proyek. Masamune kemudian menunjuk Hasekura Tsunenaga untuk memimpin misi diplomatik ke Eropa.
Misi diplomatik Jepang dikirim untuk membahas perjanjian dagang dengan tahta Spanyol di Madrid, sekaligus bertemu Paus di Roma. Date Masamune memperlihatkan itikad baik terhadap agama Katolik di domain yang dipimpinnya. Ia mengundang Luis Sotelo, dan mengizinkan penyebaran agama Kristen pada tahun 1611. Dalam surat Masamune yang ditujukan kepada Paus, dan disampaikan oleh Hasekura, ia menulis: "Saya menawarkan wilayah kekuasaan saya sebagai markas tugas misionaris Anda. Mohon kirimkan padri sebanyak mungkin."
Sotelo, dalam catatan perjalanan pribadinya, menekankan dimensi religius dari misinya, dan menulis bahwa tujuan utama dari misi tersebut adalah menyebarkan agama Kristen di utara Jepang:
Kapal San Juan Bautista yang ditumpangi Hasekura berangkat pada 28 Oktober 1613 menuju Acapulco dengan membawa penumpang 180 orang, termasuk 10 samurai wakil shogun (diutus oleh Menteri Angkatan Laut Mukai Shogen Tadakatsu), 12 samurai dari Sendai, 120 pedagang Jepang, pelaut, pelayan, dan sekitar 40 orang Spanyol dan Portugis, termasuk Sebastian Vizcaino yang menurutnya, "tidak lebih dari seorang penumpang."[8]
San Juan Bautista tiba di Tanjung Mendocino di tempat yang sekarang disebut California. Sesudah itu kapal berlayar menyusuri pesisir benua Amerika, dan tiba di Acapulco pada 25 Januari 1614. Pelayaran dari Jepang menuju Acapulco memakan waktu tiga bulan. Mereka menunggu di Acapulco hingga ada perintah cara mengatur perjalanan mereka berikutnya.
Perkelahian terjadi antara orang Jepang dan orang Spanyol, terutama Vizcaino, tampaknya karena beberapa perselisihan mengenai cara penanganan hadiah dari penguasa Jepang. Dalam sebuah jurnal kontemporer, sejarawan Aztek kelahiran Amecameca bernama Chimalpahin Quauhtlehuanitzin—nama resmi Domingo Francisco de San Anton Muñon—menulis bahwa Vizcaino terluka parah akibat perkelahian,
Setelah perkelahian terjadi, perintah dikeluarkan pada 4 Maret dan 5 Maret untuk mendamaikan mereka. Perintah mengumumkan bahwa,
Misi Hasekura berada dua bulan di Acapulco sebelum memasuki Mexico City pada 24 Maret,[10] dan diterima dengan upacara besar. Tujuan utama misi Hasekura adalah pergi ke Eropa. Hasekura dan rombongan tinggal beberapa lama di Meksiko sebelum berangkat ke Veracruz menaiki armada Don Antonio Oquendo.
Chimalpahin menulis tentang kunjungan Hasekura,
Tempat menginap Hasekura adalah sebuah rumah di dekat Gereja San Francisco. Hasekura bertemu dengan Viceroy (wakil raja), dan menjelaskan bahwa dirinya juga memiliki rencana bertemu Raja Filipus III di Spanyol. Misinya adalah menawarkan perdamaian dan meminta izin agar Jepang diizinkan datang ke Meksiko untuk berdagang. Pada hari Rabu 9 April, 20 orang Jepang dibaptis, 22 orang lainnya menyusul dibaptis pada 20 April oleh Uskup Agung Meksiko, don Juan Pérez de la Serna di Gereja San Francisco.[14] Semuanya ada 63 orang yang menerima sakramen penguatan pada 25 April. Hasekura menunggu hingga sampai di Eropa agar bisa dibaptis di sana.
Chimalpahin menulis bahwa Hasekura meninggalkan beberapa orang bawahannya sebelum berangkat ke Eropa,
Hasekura berangkat ke Eropa pada tanggal 10 Juni dengan naik kapal kapal San Jose. Ia harus meninggalkan sebagian besar dari kelompok orang Jepang. Mereka menunggu kepulangan misi Hasekura di Acapulco. Beberapa di antara mereka, serta mereka yang tiba dengan pelayaran sebelumnya bersama Tanaka Shosuke, kembali ke Jepang tahun yang sama, berlayar pulang dengan San Juan Bautista.
Pada bulan Juli 1614, misi diplomatik Hasekura singgah dan berganti kapal di Havana, Kuba. Rombongan tinggal di Havana selama enam hari.
Kapal Hasekura tiba di Sanlucar de Barrameda, 5 Oktober 1614.
Misi diplomatik Jepang bertemu dengan Raja Filipus III di Madrid, 30 Januari 1615. Hasekura menyampaikan surat dari Date Masamune kepada raja, berikut usulan untuk membuat perjanjian antarnegara. Raja menjawab bahwa ia akan melakukan hal-hal yang dapat dilakukan untuk memenuhi permintaan tersebut.
Hasekura dibaptis pada tanggal 17 Februari 1615 oleh pastor pribadi raja, dan diberi nama Felipe Francisco Hasekura. Upacara pembaptisan rencananya dilakukan oleh Uskup Agung Toledo, namun uskup sedang sakit dan tidak dapat melakukan tugasnya. Ducado de Lerma—pejabat administrasi utama kekuasaan Phillip III yang secara de facto adalah penguasa Spanyol—dijadikan sebagai wali baptis Hasekura.
Delegasi Hasekura tinggal selama delapan bulan di Spanyol sebelum berangkat ke Italia.
Setelah mengadakan perjalanan melintasi Spanyol, misi yang dipimpin Hasekura melayari Laut Tengah dengan tiga kapal fregat menuju Italia. Akibat cuaca buruk, mereka harus tinggal beberapa hari di pelabuhan Saint-Tropez, Prancis. Di sana mereka disambut oleh bangsawan setempat, dan cukup membuat terkejut penduduk setempat.
Kunjungan dari Kedutaan Besar Jepang tercatat dalam kronik kota karena dipimpin oleh "Philip Francis Faxicura, Duta Besar untuk Paus, dari Date Masamunni, Raja Woxu di Jepang." Tingkah laku mereka dicatat secara teliti:
Kunjungan tahun 1615 oleh Hasekura Tsunenaga ke Saint-Tropez adalah kunjungan pertama dalam sejarah hubungan Prancis-Jepang.
Misi diplomatik Hasekura melanjutkan perjalanan ke Italia, dan diterima oleh Paus Paulus V di Roma pada bulan November 1615. Pada tahun yang sama, Galileo Galilei untuk pertama kalinya diajukan ke hadapan Inkuisitor Roma karena penemuannya yang bertentangan dengan geosentrisme. Hasekura menyerahkan dua pucuk surat berlapis emas untuk Paus. Sepucuk dalam bahasa Jepang dan sepucuk lagi dalam bahasa Latin yang berisi permohonan dibuatnya perjanjian perdagangan antara Jepang dan Meksiko, juga diutusnya misionaris Kristen ke Jepang. Kedua surat tersebut hingga kini disimpan arsip Vatikan. Surat berbahasa Latin tersebut, kemungkinan ditulis oleh Luis Sotelo atas nama Date Masamune, sebagian di antaranya berbunyi:
Mencium kaki Suci, Agung, Universal, Bapa Maha Suci Tuan Seluruh Dunia, Paus Paulus, dalam kepatuhan yang mendalam dan rasa hormat, aku, Idate Masamune, Raja Wôshû dalam Kekaisaran Jepang, dengan kerendahan hati menyampaikan:
Paus menyetujui pengiriman misionaris, namun keputusan mengenai perdagangan diserahkan kepada Raja Spanyol. Hasekura juga menerima gelar kehormatan Warga Roma dari Senat Roma, seperti dicantumkan dalam sehelai dokumen yang dibawanya pulang ke Jepang. Dokumen tersebut kini disimpan di Sendai.
Sotelo juga menggambarkan pertemuannya dengan Paus dalam buku De ecclesiae Iaponicae statu relatio yang diterbitkan tahun 1634 setelah Sotelo meninggal dunia.
Selain catatan resmi mengenai kunjungan Hasekura ke Roma, beberapa dokumen saat itu cenderung menunjukkan dibicarakannya juga masalah politik. Aliansi dengan Date Masamune diusulkan sebagai cara memperluas pengaruh Kristen di seluruh Jepang.
Dalam kunjungan kedua di Spanyol, Hasekura kembali bertemu dengan raja Spanyol yang menolak perjanjian perdagangan. Alasan yang diberikan bahwa Kedutaan Besar Jepang yang dipimpin Hasekura dianggap bukan utusan resmi penguasa Jepang (Tokugawa Ieyasu). Pada bulan Januari 1614, Ieyasu mengeluarkan dekret pengusiran semua misionaris dari Jepang, dan mulai melakukan penganiayaan terhadap orang Kristen di Jepang.
Setelah dua tahun berada di Eropa, delegasi Hasekura berangkat dari Sevilla menuju Meksiko pada bulan Juni 1617. Beberapa orang Jepang memilih untuk tidak ikut, dan menetap di Spanyol, di sebuah kota dekat Sevilla (Coria del Río). Keturunan mereka hingga kini masih memakai nama keluarga Japón.
Kedatangan delegasi yang dipimpin Hasekura dikisahkan dalam berbagai terbitan di Eropa. Penulis Italia, Scipione Amati yang antara tahun 1615 dan 1616 mendampingi delegasi, menerbitkan sebuah buku di Roma dengan judul Sejarah Kerajaan Voxu (1615). Buku tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman pada tahun 1617. Pada tahun 1616, penerbit Prancis Abraham Savgrain menerbitkan catatan kunjungan Hasekura ke Roma dalam buku Récit de l'entrée solemnelle et remarquable faite à Rome, par Dom Philippe Francois Faxicura (Catatan Kunjungan Resmi dan Luar Biasa di Roma oleh Dom Philippe Francois Faxicura).
Dalam pelayaran pulang ke Jepang, Hasekura tinggal selama 5 bulan di Meksiko. San Juan Bautista telah menunggunya di Acapulco sejak tahun 1616, setelah melakukan pelayaran melintasi Pasifik untuk kedua kalinya dari Jepang ke Meksiko dengan nakhoda Yokozawa Shogen. Dalam pelayaran kedua San Juan Bautista ke Meksiko, kapal mengangkut lada kualitas terbaik, dan benda-benda pernis produk Kyoto yang laris di pasaran Meksiko. Spanyol cemas dengan banyaknya perak yang akan dibawa pulang oleh orang Jepang, sehingga raja Spanyol meminta agar wakil raja di Meksiko melakukan pembatasan. Hasil penjualan barang-barang Jepang harus dibelanjakan lagi untuk membeli barang-barang Meksiko. Sisanya sebesar 12.000 peso dan 8.000 peso dalam bentuk perak diizinkan untuk dibawa pulang ke Jepang.
Pada bulan April 1618, San Juan Bautista yang dinaiki Hasekura and Luis Sotelo tiba di Filipina dari Meksiko. Setelah sampai, San Juan Bautista dibeli pemerintah Spanyol. Pemerintah setempat sedang meningkatkan kemampuan pertahanan untuk mengatasi serangan Belanda dan Inggris. Uskup Filipina bersama penduduk lokal Filipina dan penutur bahasa Tagalog di Manila menjelaskan transaksi Hasekura dengan raja Spanyol dalam sebuah surat tertanggal 28 Juli 1619,
Selama berada di Filipina, Hasekura membeli banyak sekali barang untuk Date Masamune, dan membangun sebuah kapal, seperti dijelaskannya dalam sebuah surat yang ditulisnya kepada anaknya. Ia akhirnya tiba kembali di Jepang, dan merapat di pelabuhan Nagasaki pada bulan Agustus 1620.
Sepulangnya Hasekura di Jepang, keadaan telah berubah drastis, upaya memberantas Kekristenan telah berlangsung sejak tahun 1614. Tokugawa Ieyasu telah meninggal dunia pada tahun 1616, dan Tokugawa Hidetada yang lebih xenofobia menjadi penggantinya. Jepang makin cenderung menutup diri sebelum akhirnya menjalankan politik isolasi (sakoku). Orang Eropa sudah menerima berita tentang adanya penganiayaan orang Kristen Jepang semasa Hasekura masih berada di Eropa. Oleh karena itu, para raja-raja Eropa, terutama raja Spanyol, menjadi enggan untuk menanggapi proposal perdagangan dan pengiriman misionaris yang diajukan Hasekura.
Setelah tiba di Sendai, Hasekura melapor kepada Date Masamune. Menurut catatan, ia membawa oleh-oleh lukisan potret Paus Paulus V, potret dirinya sedang berdoa, seperangkat keris dari Indonesia, dan belati dari Sri Langka. Barang-barang tersebut sekarang ada di Museum Kota Sendai.
Dokumen berjudul Catatan Klan Masamune mencatat laporan Hasekura dengan cara agak ringkas, dan diakhiri dengan komentar tentang "banyaknya hal-hal yang mengejutkan" (奇怪最多シ, kikai mottomo ōshi).
Dampak langsung kembalinya Hasekura di Sendai adalah pelarangan agama Kristen di Domain Sendai dua hari kemudian.
Hukuman mati pertama kepada orang Kristen dimulai 40 hari kemudian. Meskipun demikian, tindakan anti-Kristen yang dilakukan Date Masamune relatif lunak. Orang Kristen dari Barat dan Jepang berulang kali menyatakan bahwa tindakan Masamune hanya untuk menyenangkan hati shogun,
Sebulan setelah Hasekura tiba kembali di Jepang, Date Masamune menulis surat kepada Shogun Tokugawa Hidetada. Dalam surat itu, ia berusaha keras menghindari tanggung jawab telah mengirim misi diplomatik ke Eropa. Misi tersebut dijelaskannya secara rinci sebagai misi yang diatur berdasarkan persetujuan dan bahkan kerja sama shogun,
Spanyol adalah kekuatan militer yang paling mengancam Jepang waktu itu (memiliki koloni dan tentara di Filipina yang berdekatan). Laporan saksi mata Hasekura tentang kekuatan militer Spanyol dan metode kolonialisme di Nueva España (Meksiko) telah mempercepat keputusan Shogun Tokugawa Hidetada untuk memutuskan hubungan perdagangan dengan Spanyol pada tahun 1623, dan hubungan diplomatik pada tahun 1624. Peristiwa lain seperti penyelundupan pastor Spanyol ke Jepang, dan misi kedutaan Spanyol yang gagal juga menjadi salah satu sebab.
Keadaan Hasekura setelah kembali dari misi diplomatik tidak banyak diketahui orang. Sejarawan Kristen kontemporer hanya dapat mengandalkan kabar burung, termasuk beberapa rumor, mulai dari berita ia meninggalkan agama Kristen, menjadi martir, hingga mempraktikkan Kristen secara rahasia. Nasib keturunan dan para pengikutnya yang kemudian dihukum mati karena menganut Kristen, menunjukkan bahwa Hasekura pribadi tetap seorang penganut Kristen yang taat, dan meneruskan imannya kepada para anggota keluarga.
Sotelo kembali ke Jepang, namun tertangkap dan dieksekusi pada tahun 1624 dengan cara dibakar. Sebelum dieksekusi, ia memuji Hasekura yang tiba kembali di Jepang sebagai pahlawan penyebar agama Kristen,
Sewaktu kembali ke Jepang, Hasekura juga membawa pulang beberapa benda-benda rohani. Ia tidak memberikannya kepada Masamune sebagai hadiah, melainkan disimpannya sebagai milik pribadi.
Hasekura Tsunenaga meninggal dunia pada tahun 1622 karena sakit (menurut sumber-sumber Jepang dan Kristen). Lokasi makamnya tidak diketahui dengan jelas. Tiga buah makam dinyatakan sebagai makam Hasekura, salah satunya ada di kuil Buddha, Enpuku-ji (Distrik Shibata, Prefektur Miyagi). Makam lainnya memiliki tanda-tanda yang jelas (bersama batu peringatan untuk Pastor Sotelo) di kuil Buddha, Kōmyō-ji (Sendai).
Hasekura memiliki seorang putra bernama Rokuemon Tsuneyori. Dua pelayan Tsuneyori, bernama Yogoemon beserta istri menolak untuk menyangkali iman mereka di bawah siksaan dengan cara digantung (tsurushi), dan meninggal dunia pada bulan Agustus 1637. Pada tahun 1637, Tsuneyori sendiri dicurigai sebagai penganut Kristen setelah ada laporan dari seseorang dari Edo, namun luput karena ia menjabat kepala kuil Zen Kōmyō-ji. Dua pelayan lainnya, Tarozaemon (71 tahun) yang mendampingi Hasekura ke Roma, dan istrinya (59 tahun) tewas setelah menolak untuk menyangkali iman mereka di bawah siksaan. Namun dalam peristiwa tersebut, Hasekura Tsuneyori (42 tahun) diminta bertanggung jawab. Ia dipenggal pada hari yang sama karena menolak untuk meninggalkan agama Kristen. Meskipun demikian, sebenarnya tidak ada kepastian mengenai agama yang dianut Tsuneyori, Kristen atau bukan.[26] Dua orang pastor ordo Dominikan, Pedro Vazquez dan Joan Bautista Paulo menyebutkan nama Tsuneyori ketika disiksa. Adik Tsuneyori yang bernama Tsunemichi dituduh beragama Kristen, namun berhasil melarikan diri dan menghilang.[26]
Hak-hak keluarga Hasekura dihapus oleh Domain Sendai, tanah hak milik dan harta benda mereka disita. Sewaktu dilakukan penyitaan pada tahun 1640, seluruhnya ada 50 benda-benda rohani yang ditemukan di tanah milik Hasekura, seperti salib, rosario, jubah dan lukisan rohani. Benda-benda tersebut disita dan disimpan oleh pemerintah Domain Sendai. Sewaktu dilakukan inventarisasi pada tahun 1840, benda-benda tersebut diketahui sebagai milik Hasekura Tsunenaga. Ada 19 buah buku yang dicatat dalam koleksi, namun ternyata sudah hilang. Artefak benda-benda rohani milik Hasekura kini disimpan di Museum Kota Sendai dan museum-museum lainnya di Sendai.
Perjalanan misi diplomatik Hasekura terlupakan di Jepang hingga berakhirnya politik sakoku. Pengiriman misi diplomatik Jepang berikutnya ke Eropa dilakukan pada tahun 1873 di bawah pimpinan Iwakura Tomomi (Misi Iwakura). Mereka untuk pertama kalinya mendengar tentang perjalanan Hasekura setelah ditunjukkan dokumen-dokumen mengenai kunjungan delegasi Hasekura di Venesia, Italia.[27][28]
Hasekura Tsunenaga dikenang dalam bentuk patung-patung yang didirikan di pinggir kota Acapulco, Meksiko, Teluk Havana di Kuba,[29] di Coria del Río, Spanyol,[30] di Gereja Civitavecchia (Italia), dan di Tsukinoura, dekat Ishinomaki.[31]
Sekitar 700 orang penduduk Coria del Río memakai nama keluarga Japón (dulunya Hasekura de Japón) untuk menunjukkan bahwa mereka adalah keturunan anggota delegasi Hasekura.[32]
Shusaku Endo pada tahun 1980 menulis sebuah novel berjudul The Samurai. Novel bertemakan sejarah ini berkaitan dengan misi diplomatik Hasekura.
Museum San Juan Bautista di Ishinomaki, Prefektur Miyagi memamerkan replika kapal San Juan Bautista di Pelabuhan Ishinomaki, tempat Hasekura mengawali pelayaran ke Eropa. Museum menjelaskan sejarah dan teknologi kapal San Juan Bautista.[33]
|
|
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.