From Wikipedia, the free encyclopedia
Suku Banten atau Sunda Banten (aksara Sunda: ᮅᮛᮀ ᮘᮔ᮪ᮒᮨᮔ᮪, Urang Banten) adalah orang berbahasa Sunda yang mendiami bekas daerah kekuasaan Kesultanan Banten[4] di luar Parahyangan, Cirebon, dan Jakarta. Menurut Sensus Penduduk tahun 2010 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, populasi suku Banten mewakili 2,1% dari penduduk Indonesia, atau sekitar 4.657.000 jiwa lebih.[5][6] Orang Banten umumnya bertutur menggunakan sebuah dialek dari bahasa Sunda yang disebut sebagai bahasa Sunda Banten.
Artikel ko sadang disiapkan dan sadang dikambangkan, dan mungkin akan tajadi parubahan-parubahan gadang. Sanak dapek mambantu dalam pangambangan laman ko. Laman ko taakhia disuntiang dek InternetArchiveBot (Kontrib • Log) 573 hari 1063 menit nan lalu. Kok Sanak mancaliak artikel ko indak disuntiang dalam babarapo hari, mohon hapuih templat ko. |
Suku Banten | ||||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Bantenese wedding.jpg | ||||||||||||||||||
Pakaian adat dalam pernikahan suku Banten. | ||||||||||||||||||
Jumlah populasi | ||||||||||||||||||
±5.000.000-9.000.000[1]Setidaknya 4.657.000–5.000.000 jiwa[2] di Indonesia (Sensus Penduduk Indonesia 2010) | ||||||||||||||||||
Kawasan bapopulasi cukuik banyak | ||||||||||||||||||
| ||||||||||||||||||
Bahaso | ||||||||||||||||||
Sunda Banten, Indonesia | ||||||||||||||||||
Agamo | ||||||||||||||||||
Islam (Sunni) | ||||||||||||||||||
Kalompok etnik takaik | ||||||||||||||||||
Sunda, Badui, Cirebon |
Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2010 oleh Badan Pusat Statistik Indonesia, Suku Banten bersama Suku Badui dikelompokan ke dalam Suku asal Banten dengan total jumlah 4.657.784 jiwa.[5][6]
Kata Banten muncul jauh sebelum berdirinya Kesultanan Banten. Kata ini digunakan untuk menamai sebuah sungai dan daerah sekelilingnya, yaitu Cibanten atau sungai Banten. Rujukan tertulis pertama mengenai Banten dapat ditemukan pada naskah Sunda Kuno Bujangga Manik yang menyebutkan nama-nama tempat di Banten dan sekitarnya sebagai berikut:
Tanggeran Labuhan Ratu.
Ti kalér alas Panyawung,
Tanggeran na alas Banten.
Itu ta na gunung (.. .)ler,
Tanggeran alas Pamekser,
Nu awas ka Tanjak Barat.
Itu ta pulo Sanghiang,
Heuleut-heuleut nusa Lampung,
Ti timur pulo Tampurung,
Ti barat pulo Rakata,
Gunung di tengah sagara.
Itu ta gunung Jereding,
Tanggeran na alas Mirah,
Ti barat na lengkong Gowong.
Itu ta gunung Sudara,
Na gunung Guha Bantayan,
Tanggeran na Hujung Kulan,
Ti barat bukit Cawiri.
Itu ta na gunung Raksa,
Gunung Sri Mahapawitra,
Tanggeran na Panahitan,
Dataran lebih tinggi yang dilalui sungai ini disebut Cibanten Girang atau disingkat Banten Girang ("Banten atas"). Berdasarkan riset yang dilakukan di Banten Girang pada tahun 1988 dalam program Franco-Indonesian excavations, di daerah ini telah ada pemukiman sajak abad ke 11 sampai 12 (saat kerajaan Sunda). Berdasarkan riset ini juga diketahui bahwa daerah ini berkembang pesat pada abad ke-16 saat Islam masuk pertama kali di wilayah ini.
Perkembangan pemukiman ini kemudian meluas atau bergeser ke arah Serang dan ke arah pantai. Pada daerah pantai inilah kemudian didirikan Kesultanan Banten oleh Sunan Gunung Jati.
Asal usul suku Banten erat kaitannya dengan sejarah berdirinya Kesultanan Banten, berbeda dengan Suku Cirebon yang bukan merupakan bagian dari Suku Sunda maupun Suku Jawa (melainkan hasil percampuran dari dua budaya besar, yaitu Sunda dan Jawa), Suku Banten bersama Urang Kanekes (Badui) pada dasarnya adalah sub-etnik dari Suku Sunda yang mendiami bekas wilayah Kesultanan Banten (wilayah Karesidenan Banten setelah Kesultanan Banten dihapuskan dan dianeksasi oleh pemerintah Hindia Belanda). Hanya saja setelah dibentuknya Provinsi Banten, kemudian sebagian orang (terutama orang luar negeri) menerjemahkan Bantenese sebagai kesatuan etnik dengan budaya dan bahasa tersendiri, Budaya dan Bahasa Sunda Banten.[7]
Tanah Banten kaya akan adat dan budaya, salah satu yang dominan adalah adat dan budaya suku Banten yang menjadi mayoritas di Provinsi Banten.
Perbedaan tata bahasa antara Bahasa Sunda dialek Banten dan Bahasa Sunda Umum dikarenakan wilayah Banten tidak pernah menjadi bagian dari Kesultanan Mataram, sehingga tidak mengenal tingkatan kasar dan sangat halus yang diperkenalkan oleh Mataram. Bahasa ini biasa dituturkan terutama di wilayah selatan Banten seperti Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, bagian selatan Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan bagian selatan Kabupaten Serang.[8]
Kekhasan budaya masyarakat Banten antara lain seni bela diri Pencak Silat, Debus, Rudad, Umbruk, Tari Saman (Dzikir Saman), Tari Topeng,[9] Dog-dog, Angklung Gubrag, Rampak Bedug, Tari Walijamaliha,[10] Tari Silat Pandeglang,[11][12] Palingtung, Lojor, Beluk, dan lainnya.[13][14] Di samping itu juga terdapat peninggalan warisan leluhur, antara lain Masjid Agung Banten, Makam Keramat Panjang,[15] dan masih banyak peninggalan lainnya.
Kuliner khas Banten diantaranya adalah Sate Bandeng, Rabeg Banten, Pecak Bandeng, Pasung Beureum, Ketan Bintul, Nasi Belut, Kue Cucur, Angeun Lada, Balok Menes, Sate Bebek Cibeber, Emping Menes,[13][14] dan lainnya.[16][17][18]
Secara umum, mereka yang mengaku sebagai etnis Banten merupakan pemeluk agama Islam yang tidak bisa lepas dari budaya keislaman yang sangat kental, hal tersebut erat kaitannya dengan sejarah Banten sebagai salah satu Kerajaan Islam terbesar di pulau Jawa. Selain itu kesenian-kesenian di Wilayah Banten juga menggambarkan aktivitas keislaman masyarakatnya, seperti kesenian Rampak Bedug dari Pandeglang.[12] Meskipun begitu, provinsi Banten merupakan masyarakat multietnis yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama,[6] pemeluk agama lain dari suku-suku lainnya dapat hidup berdampingan secara damai di wilayah ini, seperti masyarakat Tionghoa Benteng di Tangerang, dan Masyarakat adat Badui (Sunda Wiwitan) di wilayah Kanekes, Leuwidamar, Lebak.
Corak dan motif Batik Banten adalah iluminasi dari ragam hias yang telah dikaji Pemerintah provinsi Banten dalam rangka menemukan kembali ornamen motif pada bangunan rumah adat di Banten, Ragam hias ini hasil ekskavasi yang direkontruksi oleh Arkeologi Nasional dan Fakultas Sastra Universitas Indonesia sejak tahun 1976. Ragam hias tersebut telah menjadi keputusan Gubernur Banten Tahun 2003.
Sejak dipatenkan tahun 2003, Batik Banten telah mengalami proses panjang hingga akhirnya diakui di seluruh dunia. Batik Banten dipatenkan setelah ada kajian di Malaysia dan Singapura yang diikuti 62 negara dan mendapatkan predikat terbaik sedunia. Bahkan Batik Banten menjadi batik pertama yang punya hak paten di UNESCO.
Batik Banten memiliki identitas tell story (motifnya bercerita) dan kekhasan tersendiri ketimbang batik lain. Beberapa motifnya diadopsi dari benda-benda sejarah (artefak). Di setiap motif terdapat warna abu-abu yang konon menjadi cermin masyarakat Banten. Semua batiknya mengandung muatan filosofi.[19]
Nama-nama motif Batik Banten diambil dari nama toponim desa-desa kuno, nama gelar bangsawan/sultan dan nama tataruang istana kerajaan Banten. Pada corakpun identik dengan cerita sejarah yang mengandung filosofi (penuh arti) pada motifnya dengan bermakna intelektual bagi pemakai bahan dan busana Batik Banten.[20]
Berikut adalah tokoh-tokoh terkenal dari suku Banten:
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.