Kisah yang dicatat di pasal ini terjadi pada bulan pertama (Nisan atau Abib) tahun ke-41 setelah bangsa Israel ke luar dari tanah Mesir, yaitu setelah bangsa Israel menyeberangi sungai Yordan masuk ke tanah Kanaan.[3] Diperkirakan pada tahun 1406 SM.[4]
Bangsa Israel berkemah di Gilgal, yaitu batas timur kota Yerikho.[3]
Terjemahan Baru (TB) membagi pasal ini (disertai referensi silang dengan bagian Alkitab lain):
Ketika semua raja orang Amori di sebelah barat sungai Yordan dan semua raja orang Kanaan di tepi laut mendengar, bahwa TUHAN telah mengeringkan air sungai Yordan di depan orang Israel, sampai mereka dapat menyeberang, tawarlah hati mereka dan hilanglah semangat mereka menghadapi orang Israel itu. (TB)[5]
"Sampai mereka dapat menyeberang": diterjemahkan dari bahasa Ibrani: ‘aḏ-‘ā-ḇə-rā-nū, secara harfiah "sampai kami menyeberang".[6] Keil dan Delitzsch mengamati bahwa frasa yang mengandung "kami" ini merupakan catatan saksi mata dan penulis paling sedikit satu bagian Kitab Yosua ini, di mana ia menggolongkan diri di dalam orang-orang yang menyeberangi sungai Yordan di bawah pimpinan Yosua tersebut.[7]
Pada waktu itu berfirmanlah TUHAN kepada Yosua: "Buatlah pisau dari batu dan sunatlah lagi orang Israel itu, untuk kedua kalinya." (TB)[8]
"Sunat": Di bawah perjanjian yang lama, sunat menjadi tanda setiap laki-laki sebagai anak Abraham dan hamba Tuhan. Sunat membuatnya berhak untuk ikut ambil bagian dalam berkat-berkat perjanjian (lihat Kejadian 17, terutama Kejadian 17:11). Apalagi, sunat merupakan tanda ketaatan mereka kepada perjanjian. Sekalipun umat Allah telah memasuki tanah perjanjian, persiapan rohani berupa sunat dan Paskah (Yosua 5:10) diperlukan sebelum mereka dapat memulai penaklukan yang sesungguhnya.[9]
Lalu Yosua membuat pisau dari batu dan disunatnyalah orang Israel itu di Bukit Kulit Khatan. (TB)[10]* "Bukit Kulit Khatan" diterjemahkan dari kata Ibrani גבעת הערלות giḇ-‘aṯhā-‘ă-rā-lō-wṯ (bahasa Inggris:Gibeath-haaraloth) yang terletak di daerah Gilgal.[11]
Setelah seluruh bangsa itu selesai disunat, maka tinggallah mereka di tempatnya masing-masing di perkemahan itu, sampai mereka sembuh. (TB)[12]
"Sampai mereka sembuh": Kuatnya iman terhadap Yahweh jelas terlihat bukan hanya pada Yosua tapi seluruh umat Israel, yang tidak bersungut-sungut, meskipun penyunatan ini membuat orang laki-laki Israel tidak bisa berbuat apa-apa selama beberapa hari, dan dari sisi militer tidaklah bijaksana untuk melakukannya saat itu, tetapi keajaiban penyeberangan sungai Yordan membuat orang Israel bersemangat untuk memperbarui perjanjian mereka dengan Allah yang sudah melakukan perbuatan besar bagi mereka, dan membuat orang Kanaan ketakutan sehingga tidak ada upaya menyerang orang Israel, melainkan penduduk Yerikho (Yosua 6:1) memilih tinggal di balik perlindungan tembok kota mereka yang kuat.[13]
Dan berfirmanlah TUHAN kepada Yosua: "Hari ini telah Kuhapuskan cela Mesir itu dari padamu." Itulah sebabnya nama tempat itu disebut Gilgal sampai sekarang. (TB)[14]
"Gilgal" (31.88°N 35.5°E / 31.88; 35.5): Tempat perkemahan pertama bangsa Israel di tanah Kanaan setelah sampai di tepi barat sungai Yordan (Yosua 4:19) dan dihuni dalam suatu periode yang cukup lama (Yosua 9:6; Yosua 10:6 dst., Yosua 9:15; Yosua 14:6).[15] Terletak pada sebuah bukit kecil atau tanah yang agak menonjol pada dataran Yerikho (Arboth-Jericho atau “the plains of Jericho”) di bagian tanah rata “Ghôr” yang terbentang antara kota Yerikho dan sungai Yordan.[16] Kata "Gilgal" mengacu pada suatu "lingkaran" (“circle”; melingkar) dan dikaitkan dengan makna "menggulung" untuk "menghapuskan" (rolling; Yosua 5:9) tetapi lebih dahulu merujuk kepada batu-batu peringatan yang disusun "melingkar" (sebagaimana juga ditemukan di beberapa tempat lain di Kanaan), dan terlestarikan dalam situs modern Birket Jiljuliyeh, dekat kota modern Yerikho.[15] Nama tempat ini sudah disebutkan dalam Ulangan 11:30 untuk menggambarkan tempat tinggal orang Kanaan (“over against Gilgal”).[17] Situsnya ditetapkan oleh Flavius Yosefus: 50 furlong (10 km) dari sungai Yordan dan 10 furlong (2 km) dari Yerikho,[18] yang dekat dengan desa modern er-Riha (yaitu Yerikho yang sekarang).[17] Rupanya "Gilgal" bukan nama baru, melainkan nama yang sudah ada tapi kemudian diberi makna baru dan nilai penting dengan adanya peristiwa-peristiwa dalam Kitab Yosua ini.[17] Di kemudian hari memiliki sejarah penting, terutama penampakan "Panglima Balatentara TUHAN" (‘the captain of the host of the Lord’) kepada Yosua (Yosua 5:13 dst.), serta kemunculan Malaikat TUHAN yang mengindikasikan bahwa Gilgal adalah suatu tempat kudus (sanctuary) sebagaimana Sinai, di mana Allah menyatakannya sebagai tempat kediaman-Nya (Hakim–hakim 2:1).[15] Gilgal disebutkan lagi pada zaman Saul (1 Samuel 7:16; 1 Samuel 10:8), dan sekitar 60 tahun kemudian dalam sejarah kepulangan Daud ke Yerusalem (2 Samuel 19:15).[16] Pada abad ke-8, Gilgal masih sering disebut-sebut (Hosea 4:15; Hosea 9:15; Hosea 12:11; Amos 4:4; Amos 5:5).[15]
Sementara berkemah di Gilgal, orang Israel itu merayakan Paskah pada hari yang keempat belas bulan itu, pada waktu petang, di dataran Yerikho. (TB)[19]
Perayaan Paskah ini adalah yang pertama kali setelah bangsa Israel masuk ke tanah Kanaan dan terjadi pada tahun ke-41 setelah perayaan yang pertama kalinya pada waktu mereka ke luar dari tanah Mesir.[20]
Lalu berhentilah manna itu, pada keesokan harinya setelah mereka makan hasil negeri itu. Jadi orang Israel tidak beroleh manna lagi, tetapi dalam tahun itu mereka makan yang dihasilkan tanah Kanaan. (TB)[21]
Makanan dari Allah, manna, menurut catatan pada Kitab Keluaran pasal 16 mulai turun pada hari ke-16 bulan kedua setelah bangsa Israel ke luar dari tanah Mesir[22] dan baru berhenti pada tanggal 16 bulan pertama 40 tahun kemudian. Hal ini menguatkan catatan di Kitab Keluaran:
Orang Israel makan manna empat puluh tahun lamanya, sampai mereka tiba di tanah yang didiami orang; mereka makan manna sampai tiba di perbatasan tanah Kanaan.[23]
Jawabnya: "Bukan, tetapi akulah Panglima Balatentara TUHAN. Sekarang aku datang." Lalu sujudlah Yosua dengan mukanya ke tanah, menyembah dan berkata kepadanya: "Apakah yang akan dikatakan tuanku kepada hambanya ini?" (TB)[24]
Yosua disadarkan akan kehadiran Allah yang tidak tampak bersama bala sorgawi-Nya, siap untuk berperang bersama dengan umat-Nya yang setia (lihat Kisah Para Rasul 12:5–11; 18:9–10; 23:11; 27:23). Pengalaman Yosua mengajar kita bahwa kita tidak sendiri dalam pergumulan kita di dunia ini. Ada kuasa-kuasa rohani yang berperang demi kita dan ada yang menentang kita (lihat Ibrani 1:14). Kita memiliki Roh Kudus yang senantiasa mendampingi kita sebagai penolong dan pelindung kita (Yohanes 14, terutama Yohanes 14:16–23).[9]
W.S. LaSor, D.A. Hubbard & F.W. Bush. Pengantar Perjanjian Lama 1. Diterjemahkan oleh Werner Tan dkk. Jakarta:BPK Gunung Mulia. 2008. ISBN 979-415-815-1, 9789794158159
Joseph S. Exell; Henry Donald Maurice Spence-Jones (Editors). On "Joshua 5". In: The Pulpit Commentary. 23 volumes. First publication: 1890. Diakses 24 April 2018. Artikel ini memuat teks dari sumber tersebut, yang berada dalam ranah publik.