Loading AI tools
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Samudramantana (Dewanagari: समुद्रमन्थन; IAST: Samudramanthana ) atau Ksirasagaramantana (Dewanagari: क्षीरसागरमन्थन; IAST: Kṣirasāgaramanthana ) merupakan salah satu cerita mitos agama Hindu yang tercatat dalam beberapa kitab-kitab Purana, serta tersisipkan di dalam naskah Adiparwa, kumpulan pertama dari 18 kitab Mahabharata. Samudramanthana merupakan istilah bahasa Sanskerta yang secara harfiah berarti "pengadukan samudra", sedangkan Kṣirasāgaramanthana berarti "pengadukan lautan susu" (kṣirasāgara adalah nama lautan susu dalam mitologi Hindu).[1]
Berdasarkan salah satu sumbernya, yaitu kitab Mahabharata, maka dapat diketahui bahwa cerita ini berlatar belakang agama Hindu dan merupakan bagian dari pengaruh kebudayaan yang diadopsi dari India. Kisah ini menguraikan upaya para dewa dan asura (raksasa, detya, danawa) dalam memperoleh air keabadian, atau "tirta amerta" dari pengadukan samudra susu, melalui proses yang mirip dengan cara pembuatan mentega tradisional, yaitu mengaduk-aduk cairan krim susu.
Selain di India, kisah ini terkenal di lingkungan kerajaan-kerajaan yang dipengaruhi budaya Hindu, seperti Kerajaan Khmer di Kamboja, kerajaan-kerajaan Jawa Kuno di Indonesia, serta kerajaan Thailand. Terdapat relief rendah yang besar dan indah menggambarkan Samudramantana pada dinding candi Angkor Wat. Terdapat pula mastaka atau kemucak candi berupa replika adegan Samudramantana di Trowulan, Majapahit. Pada masa kini adegan Samudramantana juga terwujud dalam bentuk patung di Bandara Suwarnabhumi, Bangkok, Thailand.
Bagian dari seri |
Mitologi Hindu |
---|
Portal Agama Hindu |
Menurut kepercayaan Hindu, kisah Samudramantana terjadi di "Ksirasagara" (lautan susu), suatu tempat dalam kosmologi Hindu yang mengelilingi benua Kraunca (Krauncadwipa).[1] Kisah ini berawal dari perseteruan para dewa dan asura (raksasa, detya, danawa) untuk memperoleh air suci "tirta amerta" yang dapat memberikan keabadian bagi siapa saja yang meminumnya. Wisnu menyarankan para dewa dan asura agar mereka bekerja sama untuk mendapatkan amerta, alih-alih berseteru. Ia pun memimpin kaum dewa dan asura untuk melilitkan nāga raksasa Basuki pada gunung Mandara, lalu memindahkan gunung tersebut ke samudra, sebagai tongkat pengaduk. Supaya gunung Mandara tidak tenggelam, maka Wisnu berubah wujud menjadi Kurma, yaitu kura-kura raksasa untuk menopang gunung Mandara. Wisnu memerintahkan para asura untuk memegang bagian pangkal tubuh Basuki, sementara para dewa memegang bagian ekornya. Akibatnya para asura terkena bisa yang keluar dari mulut Basuki. Meskipun demikian, para dewa maupun para asura tetap bekerja sama menarik tubuh Basuki dengan gerakan seperti menarik tambang, untuk menggoyang gunung Mandara, sehingga samudra susu teraduk.
Dari dalam adukan ini muncullah racun berbahaya yang disebut Halahala. Racun ini demikian berbahaya sehingga dapat memusnahkan alam semesta. Wisnu membujuk Siwa untuk membantu, maka Siwa menelan racun ini dan menyelamatkan jagat raya. Istri Siwa, yaitu Parwati membantu menekan leher Siwa agar racun tidak lolos keluar. Karena hal itu, leher Siwa berubah menjadi biru, sehingga muncul julukan Siwa sebagai Nilakanta (dari bahasa Sanskerta: nila= biru; kantha= leher).
Dari adukan Samudramantana tersebut muncullah beberapa harta benda berharga (dalam bahasa Sanskerta disebut ratna atau "permata"), yaitu:[2]
Dari adukan Samudramantana, muncul pula beberapa binatang ajaib seperti:
Selain itu, diperoleh pula tiga benda berharga:
Daftar ratna atau benda berharga juga berbeda-beda menurut beberapa versi Purana, Ramayana, dan Mahabharata. Beberapa benda berharga menurut versi lainnya yaitu:
Hasil adukan lainnya yang diperoleh antara lain:
Hasil akhir pengadukan lautan susu adalah Dhanwantari, tabib para dewa yang muncul sambil membawa kendi berisi tirta amerta. Akhirnya, muncul perseteruan kembali antara para dewa dan asura demi memperebutkan amerta. Untuk melindungi amerta, Garuda pun mengamankannya dengan cara membawanya terbang jauh dari para dewa dan asura. Para dewa memohon kepada Wisnu untuk menyelesaikan perkara. Wisnu pun mengubah wujudnya menjadi wanita cantik bernama Mohini, yang mempesona para asura. Lalu ia mengambil amerta dan membagikannya terlebih dahulu kepada para dewa. Asura yang bernama Swarbanu beralih rupa menjadi dewa agar mendapat jatah amerta. Karena memiliki pandangan yang terang dan jeli, Dewa Surya dan Dewa Candra mengetahui perbuatan asura tersebut. Mereka segera memberi tahu Mohini tepat sebelum Swarbanu berhasil menenggak amerta. Mohini pun memenggal Swarbanu dengan cakra. Namun amerta berhasil menyentuh kerongkongan Swarbanu sehingga kepala asura tersebut masih dapat bertahan hidup. Sejak saat itu, kepalanya disebut Rahu, sedangkan badannya disebut Ketu.[3]
Akhir cerita mengisahkan para dewa—yang telah meminum amerta—berhasil mengalahkan para asura. Sementara itu, Rahu menelan Candra dan Surya pada saat tertentu. Karena Rahu tidak memiliki badan, maka Candra dan Surya lolos kembali setelah melewati kerongkongannya. Proses tersebut menyebabkan terjadinya gerhana.[4]
Kisah Samudramantana telah begitu dikenal oleh masyarakat pendukung kebudayaan Hindu di Indonesia pada era kerajaan Hindu-Buddha. Hal itu diketahui dari penyalinan kisah ini ke dalam bahasa Jawa Kuno (dijawakan) semenjak zaman Dharmawangsa Teguh, Raja Mataram Hindu yang memerintah pada sekitar tahun 991 M–1016 M.[5]
Masyarakat Jawa Kuno telah menganggap cerita ini sebagai cerita Jawa Kuno asli, dan segala sesuatunya tentang cerita ini dianggap terjadi di tanah Jawa. Keadaan ini sebenarnya disebabkan oleh kebijaksanaan dan kecerdasan dari para sastrawan yang telah mampu memindahkan alam pikiran para pembaca dan pendengarnya dari suasana India menjadi suasana Jawa asli. Inti dari cerita ini adalah pengadukan samudra yang dilakukan oleh para dewa dan raksasa untuk mendapatkan air amerta (air suci).[6]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.