Loading AI tools
Politikus dan penulis Indonesia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Drs. Andi Rizal Mallarangeng, M.A., Ph.D. (lahir 29 Oktober 1964) adalah seorang politikus, pengamat politik, dan penulis Indonesia. Ia pernah berkiprah sebagai staf khusus Aburizal Bakrie yang menjadi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada tahun 2004 dan kemudian Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat pada tahun 2005. Ia juga pernah menjadi salah satu pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar pada masa kepemimpinan Bakrie dan Airlangga Hartarto.
Rizal Mallarangeng | |
---|---|
Informasi pribadi | |
Lahir | 29 Oktober 1964 Makassar, Sulawesi Selatan |
Partai politik | Partai Golkar |
Suami/istri | Dewi Tjakrawati |
Hubungan | Andi Alfian Mallarangeng (kakak) Choel Mallarangeng (adik) |
Anak | Guntur Surya |
Orang tua | Andi Mallarangeng (ayah) |
Almamater | Universitas Gadjah Mada Ohio State University |
Sunting kotak info • L • B |
Ia dilahirkan Makassar, Sulawesi Selatan, dan awalnya ia mengenyam pendidikan di SMAN Ragunan yang merupakan sebuah sekolah atlet di Jakarta. Namun, setelah lulus SMA, ia memutuskan untuk berkuliah di Universitas Gadjah Mada dan mengambil jurusan ilmu politik. Ia lalu mendapatkan beasiswa Fullbright untuk menempuh pendidikan S2 dan S3 dalam bidang ilmu politik di Ohio State University. Setelah menyelesaikan studi S3nya, ia kembali ke tanah air dan mengawali kariernya sebagai peneliti politik, penulis naskah Presiden Megawati Soekarnoputri, dan pembawa acara gelar wicara di Metro TV. Ia sempat menarik perhatian publik saat ia menyatakan siap maju sebagai calon presiden dalam pemilihan umum Presiden Indonesia 2009, tetapi pada akhirnya ia harus mengubur angan-angannya karena elektabilitasnya masih terlampau rendah bila dibandingkan dengan calon-calon lainnya. Setelah itu, ia bergabung dengan Partai Golkar dan diangkat sebagai Ketua Bidang Pemikiran dan Kajian Kebijakan pada masa kepemimpinan Aburizal Bakrie. Kemudian, ia menjabat sebagai Pelaksana Tugas Ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta dan Koordinator Bidang Penggalangan Khusus Partai Golkar pada masa kepemimpinan Airlangga Hartarto.
Sepanjang kariernya, Rizal telah menulis sejumlah buku dan esai mengenai politik dan ekonomi. Ia juga merupakan pendiri Freedom Institute yang menjadi wadah bagi para cendekiawan dan penulis muda. Secara politik, Rizal mendukung kebebasan individu dan pendekatan ekonomi yang berhaluan kanan.
Rizal Mallarangeng lahir di kota Makassar, Sulawesi Selatan, pada tanggal 29 Oktober 1964. Ayahnya adalah Andi Mallarangeng, mantan Wali Kota Parepare pada periode 1969-1972, sementara ibunya adalah Andi Asny yang merupakan cucu La Temmu Page Arung Labuaja, salah satu panglima perang terakhir Kerajaan Bone. Kakek Rizal dari pihak ibunya, yaitu Andi Patoppoi, adalah tokoh Bugis pertama yang pernah menjadi bupati di pulau Jawa, tepatnya di Grobogan pada tahun 1954-1958. Rizal sendiri adalah anak kedua dari lima bersaudara. Kakaknya adalah Andi Alfian Mallarangeng,[1] sementara salah satu adiknya adalah Choel Mallarangeng.[2]
Saat masih kecil, Rizal kerap disapa "Celli". Ayahnya meninggal dunia akibat serangan jantung saat masih berumur 36 tahun, sehingga ia dan empat saudara-saudaranya kemudian diasuh oleh ibu dan kakeknya. Rizal memulai pendidikannya di TK Katolik Parepare, dan lalu ia masuk ke SD dan SMP Frater Makassar. Saat masih kecil, ia gemar bermain tenis, dan berkat prestasinya sebagai atlet junior, ia ditarik masuk sekolah khusus atlet di SMAN Ragunan, Jakarta.[3] Di sekolah tersebut, ia pernah menjadi ketua OSIS. Di bidang tenis, dan prestasi tertingginya adalah ketika ia menjadi juara dua turnamen tenis antarpelajar ASEAN di Bangkok pada tahun 1981; ia dikalahkan di babak final oleh Suharyadi yang merupakan teman satu angkatannya.[4] Setelah lulus dari sekolah ini pada tahun 1984, ia meninggalkan dunia tenis dan meneruskan pendidikannya di perguruan tinggi.[5]
Rizal Mallarangeng menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Gadjah Mada (UGM). Di situ ia sudah aktif dalam kegiatan-kegiatan kemahasiswaan seperti kelompok diskusi, dan sesekali ia juga menjadi pemimpin dan peserta demonstrasi mahasiswa. Di universitas itu pula ia berkenalan dengan tokoh seperti Goenawan Mohamad, Arief Budiman, dan Soedjatmoko. Kemudian, pada Januari 1991, saat Perang Teluk tengah berkecamuk di Irak, Rizal bersama dengan Taufik Rahzen dan pegiat-pegiat perdamaian sedunia berkemah di perbatasan Kuwait-Irak untuk menolak tindakan Presiden Amerika Serikat George H. W. Bush.[5]
Setelah lulus dari UGM, ia mendapatkan beasiswa Fullbright pada tahun 1992 dan melanjutkan pendidikan S2 dan S3-nya dalam bidang ilmu politik di Ohio State University, Amerika Serikat.[5] Selama di Amerika, Rizal pernah menjadi asisten dosen selama tiga tahun. Ia menyelesaikan studi S3nya pada tahun 2000, dan setelah itu ia menjadi dosen di universitas hingga akhirnya ia kembali ke Indonesia pada Juni 2001.[6]
Sepulangnya dari negeri Paman Sam, Rizal bergabung ke Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menjadi staf peneliti. Pada saat yang sama, ia memperoleh tawaran dari Surya Paloh untuk bergabung dengan Metro TV, alhasil ia menjadi redaktur khusus dan pembawa acara gelar wicara di stasiun televisi tersebut. Setelah dua bulan bekerja di CSIS, ia mendapatkan ajakan dari Ketua KADIN Aburizal Bakrie untuk mendirikan wadah berkumpulnya para cendekiawan dan penulis muda. Oleh sebab itu, ia memutuskan untuk mendirikan Freedom Institute pada tahun 2001 bersama dengan kawan-kawannya (seperti Ulil Abshar-Abdalla dan Akhmad Sahal),[6] dan ia juga berperan sebagai direktur eksekutif di lembaga tersebut.[7] Ia juga pernah menjadi penulis pidato untuk Presiden Indonesia Megawati Soekarnoputri.[6]
Pada tahun 2002, Rizal meluncurkan sebuah buku yang berjudul "Mendobrak Sentralisme Ekonomi: Indonesia 1986-1992" yang merupakan gubahan dari disertasi S3nya yang dibimbing oleh Profesor William Liddle.[8] Buku ini membahas upaya liberalisasi ekonomi di Indonesia dari tahun 1986 hingga 1992 pada masa kekuasaan Soeharto, dan di dalam buku ini ia juga membahas pertumbuhan "komunitas epistemis liberal", yaitu jaringan individu yang melampaui batas negara, masyarakat, ataupun kelas, dan mereka dipersatukan oleh keyakinan bersama mengenai penerapan pengetahuan tertentu.[9] Tahun 1986-1992 sendiri dipilih karena pada masa itu para teknokrat ekonomi di pemerintahan tengah gencar melakukan deregulasi dengan dukungan dari komunitas epistemis liberal yang ikut membentuk opini masyarakat.[10]
Setelah Susilo Bambang Yudhoyono memenangkan pemilu presiden tahun 2004, Rizal menjadi staf khusus Aburizal Bakrie yang telah diangkat sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan kemudian Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia. Saat masih menjabat, ia juga pernah menjadi Ketua Tim Interdep Pemerintah Republik Indonesia dalam upaya untuk menuntaskan kasus kelaparan di Yahukimo, Papua. Ia juga pernah menjadi Wakil Ketua Delegasi Indonesia dalam Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2007 di Bali.[2]
Pada Februari 2008, Rizal mendirikan sebuah lembaga konsultasi politik profesional yang disebut Fox Indonesia bersama dengan adiknya, Choel, dan juga dengan rekan-rekannya.[2] Kemudian, pada bulan Juli, Rizal Mallarangeng menyatakan siap maju dalam pemilihan presiden Republik Indonesia 2009.[11] Ia membuat keputusan ini meskipun kakak kandungnya, Andi Mallarangeng, merupakan anggota Partai Demokrat yang mendukung petahana saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono.[12] Walaupun saat itu masih belum ada partai yang meliriknya, Rizal menyatakan tertarik untuk menjadi calon dari Partai Golkar atau bahkan PDIP.[11] Dengan ikon "RM09", ia memulai kampanyenya dengan meluncurkan iklan-iklan di televisi.[13] Selama upayanya ini, kalimat yang paling sering ducapkan olehnya adalah "If there is a will, there is a way" ("Di mana ada kemauan, di situ ada jalan").[14][15]
Namun, walaupun sudah berkampanye selama kurang lebih tiga bulan dari Juli hingga September 2008, tingkat elektabilitas Rizal masih belum bisa melampaui SBY maupun Megawati.[16] Rizal sendiri mengklaim bahwa selama kampanye tersebut, timnya hanya mampu mewujudkan angka popularitas sebesar 35% bila dibandingkan dengan angka awal dikenal publik sebesar 12-14%, padahal ia merasa bahwa ia membutuhkan setidaknya 90% untuk mewujudkan impiannya. Akibatnya, pada tanggal 19 November 2008 di Goethehaus, ia mengumumkan bahwa ia mundur dari bursa pencalonan.[17] Meskipun demikian, sebelum menyampaikan pengumuman tersebut, Rizal telah meluncurkan buku Dari Langit yang merupakan kumpulan artikel yang pernah ia tulis dalam kurun waktu 18 tahun semenjak dirinya masih menjadi seorang mahasiswa.[17] Sesudah itu, Rizal memutuskan untuk mendukung SBY untuk periode kedua dan ia diberi amanat untuk menjadi juru bicara tim sukses SBY-Boediono.[18]
Ketika Musyawarah Nasional (Munas) Kedelapan Partai Golkar digelar Hotel Labersa, Pekanbaru, Riau, pada tanggal 8 Oktober 2009, Rizal Mallarangeng diangkat sebagai Ketua Bidang Pemikiran dan Kajian Kebijakan, sementara yang menjadi ketua partai beringin tersebut adalah Aburizal Bakrie.[19] Pembacaan nama Rizal sebagai salah satu pengurus DPP Partai Golkar ini sempat disambut dengan teriakan "huu...",[20] dan pengangkatan Rizal sendiri menuai kritikan dari kubu Surya Paloh dan pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsudin Haris, karena Rizal dianggap bisa masuk akibat kedekatannya dengan Bakrie, dan juga akibat anggapan bahwa ia sebelumnya dekat dengan Partai Demokrat dan bukan kader Golkar yang merangkak dari bawah.[21][22][23]
Setelah Airlangga Hartarto terpilih sebagai ketua Golkar dan menggantikan Setya Novanto yang tersangkut kasus korupsi, ia mengumumkan daftar anggota pengurus DPP partainya pada tanggal 22 Januari 2018, dan Rizal Mallarangeng diangkat sebagai Wakil Koordinator Bidang Penggalangan Khusus.[24] Kemudian, pada tanggal 6 September 2018, Rizal secara resmi mengemban jabatan sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta dan menggantikan Agus Gumiwang Kartasasmita yang dijadikan Menteri Sosial oleh Presiden Joko Widodo.[25] Beberapa bulan sesudahnya, pada tanggal 19 Maret 2019, Rizal ditunjuk menjadi Koordinator Bidang Penggalangan Khusus (Korbid Galsus) DPP Partai Golkar dan menggantikan Hajriyanto Thohari yang telah diangkat sebagai Duta Besar Indonesia di Lebanon; ia masih menjabat sebagai Plt. Ketua DPD Golkar Jakarta meskipun sudah diberikan tugas baru.[26] Menjelang pemilihan umum Presiden Indonesia 2019, Rizal Mallarangeng juga ditugaskan sebagai Koordinator Nasional Relawan Golkar Jokowi (Gojo).[27] Di tengah kesibukan kampanye, pada Maret 2019, ia merilis sebuah buku yang berjudul Dari Jokowi ke Harari. Buku ini merupakan kumpulan esai politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan sejarah yang mengulas berbagai tokoh dunia, dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump hingga Presiden Indonesia Joko Widodo dan sejarawan asal Israel, Yuval Noah Harari.[28][29]
Sastrawan Indonesia Goenawan Mohamad di dalam kata pengantar buku Dari Langit yang diterbitkan oleh Rizal menyatakan bahwa Rizal adalah pendukung kebebasan berpikir dan berpendapat, kebebasan memilih kepercayaan, serta perluasan pasar bebas dan konsep demokrasi liberal yang mengadakan pemilihan terbuka dan adil untuk semua warga negara yang dianggap setara oleh hukum.[30] Sementara itu, Goenawan Mohamad juga mengamati bahwa Rizal memiliki pandangan ekonomi yang berhaluan kanan, seperti yang dapat dilihat dari kritiknya terhadap tesis-tesis Marxisme di dalam esainya yang berjudul "Nabi yang Palsu".[31]
Rizal menikah dengan Dewi Tjakrawati yang merupakan teman seangkatannya di UGM.[32] Dari pernikahannya ini, ia dikaruniai dua anak laki-laki, yaitu Guntur dan Surya.[4][2]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.