Remove ads
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Sargon II (bahasa Akadia Šarru-kên "raja yang benar", bahasa Ibrani: סרגון, sar·ḡō·wn; berkuasa 722 – 705 SM) adalah raja Asyur. Sargon II menjadi penguasa bersama dengan Salmaneser V pada tahun 722 SM dan menjadi penguasa satu-satunya atas kerajaan Asyur pada tahun 722 SM setelah wafatnya Salmaneser. Tidak jelas apakah ia merupakan putra dari Tiglath-Pileser III atau perebut kuasa yang bukan dari keluarga kerajaan. Dalam inskripsinya, dia menyebut dirinya sebagai manusia baru dan jarang menyebut pada pendahulunya; walau begitu, ia menggunakan nama Sharru-kinu ("raja sejati"), setelah Sargon dari Akkadia — yang mendirikan Kekaisaran Semit pertama di wilayah tersebut sekitar 16 abad silam.[1] Sargon merupakan bentuk dalam Alkitab untuk menyebutnya.[2]
Pada masa pemerintahannya yang sulit, Sargon II mengadakan perjanjian sekutu dengan raja Babel, Marduk-apla-iddina II. Ia dapat membebaskan semua kuil serta penduduk kota-kota Assur dan Harran dari pembayaran pajak. Sementara Sargon berusaha meraih dukungan di Asyur, Marduk-apla-iddina II merebut kota Babilon dengan pertolongan raja Elam yang baru, Ummanigash, dan dimahkotai sebagai raja pada tahun 721 SM.
Dokumen-dokumen sejarah kuno sering membingungkan karena kelompok orang Asyur bernama Tartan yang dipimpin oleh Sargon II juga disebut "Sargon". Tartan dianggap sebagai dewa oleh para tentaranya, setelah ia berhasil merebut berbagai wilayah di Mesopotamia kuno. Semuanya tentu atas nama rajanya. Pada tahun 720 SM, Sargon menyerang Elam, tetapi tentara Asyur ditahan dekat Der. Di akhir tahun itu, Sargon mengalahkan suatu koalisi Aram di kota Qarqar (Karkar), dan dengan demikian merebut kontrol daerah Arpad, Simirra, dan Damaskus. Sargon menguasai Gaza di Filistia, menghancurkan Rafah, dan mengalahkan tentara Mesir. Sekembalinya dari sana, ia membangun kembali kota Samaria menjadi ibu kota provinsi baru "Samerina" dan mengirim orang-orang Asyur untuk menghuni kota itu.
Pada tahun 717 BC, ia menguasai sebagian wilayah pegunungan Zagros dan kota Syro-Hittite, Karkemis pada sungai Efrat Hulu. Pada tahun 716 SM ia menyerang orang Mannaeans, di mana penguasanya, Aza putra Iranzu, telah digulingkan oleh Ullusunu dengan bantuan orang Urartu. Sargon merebut ibu kota Izirtu, dan menempatkan pasukan di Parsuash (tanah asal suku Persia, pada danau Urmia) dan Kar-Nergal (Kishesim). Ia juga mendirikan markas-markas baru di Madai, yang terutama di Harhar, diganti namanya menjadi Kar-Sharrukin (=Kar-Sargon). Pada tahun 715 SM, kota-kota lain dibuat sedemikian: Kar-Nabu, Kar-Sin dan Kar-Ishtar — semua dinamai menurut dewa-dewa Babel dan dihuni oleh orang-orang taklukan Asyur.
Serangan ke-8 Sargon melawan Urartu pada tahun 714 SM diketahui dari surat Sargon kepada dewa Ashur (diketemukan di kota kuno Assur, sekarang disimpan di Louvre) dan dari bas-relief di istana Dur-Sharrukin. Ukiran-ukiran istana itu menunjukkan sulitnya medan perang: kereta-kereta perang harus dibongkar dan diusung oleh para tentara (di mana raja masih duduk dalam kereja perangnya). Surat itu menceritakan bagaimana mereka harus membuat jalan melalui hutan-hutan yang padat. Serangan itu kemungkinan dimotivasi oleh fakta bahwa orang Urartu telah dilemahkan oleh penyusupan orang Kimeria, suatu suku nomaden di steppe. Satu pasukan Urartu dibinasakan sama sekali, dan jenderal Qaqqadanu ditawan.[3]
Setelah mencapai Danau Urmia, ia berbelok ke timur dan memasuki Zikirtu serta Andia di lereng Laut Kaspia pada pegunungan Kaukasus. Ketika mendengar kabar bahwa raja Rusas I dari Urartu bergerak melawannya, ia berbelok kembali ke Danau Urmia dengan tentaranya serta mengalahkan tentara Urartu pada lembah curam di Uaush (kemungkinan Sahend, sebelah timur Danau Urmia, atau lebih jauh ke selatan di negeri orang Mannaea), suatu gunung curam yang mencapai "awan-awan" dan bagian tepinya tertutup salju. Pertempuran itu digambarkan sebagai kekacauan biasa, tetapi raja Rusas berhasil melarikan diri. Kuda-kuda kereta perangnya dibunuh oleh tombak-tombak tentara Asyur, memaksanya menunggangi seekor kuda betina untuk meloloskan diri, suatu hal yang tidak pantas bagi seorang raja.
Sargon menjarah tanah-tanah subur di pantai selatan dan barat Danau Urmia, menginjak-injak ladang dan membakar hasil panen. Di tempat peristirahatan kerajaan Ulhu, gudang anggur raja Urartu dijarah; air anggur dicedok seperti air. Tentara Asyur kemudian menjarah Sangibuti dan bergerak ke utara ke arah Van tanpa mengalami tantangan, karena orang-orang di sana sudah mengundurkan diri ke benteng-benteng atau lari ke pegunungan setelah diperingatkan dengan tanda api. Sargon menyatakan telah menghancurkan 430 deswa kosong.
Setelah mencapai Danau Van, Sargon meninggalkan Urartu melalui Uaiaish. Di Hubushkia ia menerima upeti dari negeri "Nairi". Sementara sebagian besar tentaranya kembali ke Asyur, Sargon meneruskan merebut kuil Urartu bagi dewa Haldi dan istrinya Bagbartu di Musasir (Ardini). Jarahan yang diperoleh pasti sangat mengesankan; catatannya mencapai lima puluh kolom dalam laporan ke Ashur. Lebih dari satu ton emas dan lima ton perak jatuh ke tangan orang Asyur; seluruhnya ada 334.000 barang berharga. Suatu ukiran pada istana Dur-Sharrukin menggambarkan direbutnya kota Musasir (jatuh ke dalam sungai Tigris pada tahun 1846 ketika arkeolog Paul-Émile Botta bermaksud memindahkan artefak-artefaknya ke Paris). Musasir dianeksasi. Sargon menyatakan hanya kehilangan satu kusir kereta, dua penunggang kuda dan tiga kurir dalam peristiwa itu. Raja Rusa dikatakan sangat putus asa mendengar kejatuhan kota Musasir, dan jatuh sakit. Menurut annal kerajaan, ia membunuh diri dengan pedang besinya sendiri.
Pada tahun 713 SM, Sargon tinggal di ibu kota; tetapi pasukannya bergerak merebut berbagai kota termasuk Karalla, Tabal dan Cilicia. Para penguasa Persia dan Madai memberikan upeti. Pada tahun 711 SM, Gurgum direbut. Suatu pemberontakan di kota Filistin, Asdod, didukung oleh Kerajaan Yehuda, Moab, Edom dan Mesir, berhasil ditekan, lalu Filistia menjadi sebuah provinsi Asyur.
Di bawah pemerintahannya, orang Asyur melengkapi kekalahan Kerajaan Israel, merebut Samaria setelah mengepung selama tiga tahun (dimulai oleh pendahulunya, raja Salmaneser V) dan membuang para penduduknya ke tanah lain. Ini menjadi dasar legenda "Sepuluh Suku yang Hilang". Menurut Alkitab, bangsa-bangsa lain dibawa ke Samaria dan menjadi "orang Samaria" yang dikenal kemudian (2 Raja-raja 18). Nama "Sargon" sesungguhnya disebut satu kali dalam Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama dalam Alkitab Kristen, yaitu dalam Kitab Yesaya pasal 20:1, yang mencatat direbutnya kota Asdod oleh orang Asyur pada tahun 711 SM.[2]
Pada tahun 710 SM Sargon merasa cukup aman dalam pemerintahannya untuk menyerang musuh bebuyutannya di Babilonia, Marduk-apla-iddina II. Satu pasukan bergerak melawan Elam yang diperintah raja baru, Shutur-Nahhunte II; sementara pasukan lain dipimpin Sargon sendiri menyerang Babel. Sargon mengepung Babilon, dan Marduk-apla-iddina II melarikan diri. Dikatakan bahwa ia ditangkap di rawa-rawa Shatt al-Arab (meskipun karena kemudian masih menjadi duri bagi pemerintahan Sanherib di kemudian hari, tampaknya bukan berita benar). Babel Selatan, dihuni oleh suku nomaden Kasdim dan Aramea, dikuasai dan dijadikan provinsi Gambulu.
Setelah ditangkapnya Marduk-apla-iddina II, Babilon menyerah kepada Sargon dan ia diproklamirkan sebagai Raja Babel pada tahun 710 SM, sehingga mengembalikan kekuasaan ganda Babel dan Asyur. Ia menetap di Babilon selama 3 tahun; Pada tahun 709 SM, ia memimpin prosesi tahun baru sebagai raja Babel. Ia menikahkan putra mahkotanya, Sanherib dengan bangsawan perempuan Aramea Naqi'a, serta tinggal di bagian selatan untuk menenangkan suku-suku Aram dan Kasdim serta suku nomaden Suti. Sejumlah wilayah di Elam juga diduduki.
Pada tahun 710 SM, tujuh raja Yunani dan Ia' (Siprus) mengakui kekuasaan Asyur. Pada tahun 709 SM, Midas, raja Frigia, diganggu oleh suku nomaden Kimeria, takluk pada kekuasaan Asyur dan pada tahun 708 SM, Kummuhu (Comagene) menjadi sebuah provinsi Asyur. Asyur mencapai puncak kejayaannya. Urartu hampir kalah dengan orang Cimmerians, Elam sangat lemah, Marduk-apla-iddina II tidak punya kekuasaan, dan pengaruh Mesir di wilayah Levant telah dihilangkan.
Sargon memilih Niniwe sebagai ibu kotanya, bukan Assur yang secara tradisional adalah ibu kota. Pada tahun 713 SM, ia memerintahkan pembangunan istana dan kota baru yang diberi nama Dur-Sharrukin ("Rumah Sargon"), 20 km di sebelah utara Niniwe di kaki gunung Gebel Musri. Ia membeli tanah yang luas dan menghapus hutang-hutang para pekerja bangunan untuk menarik banyak tenaga kerja. Tanah di sekitar kota itu dijadikan ladang pertanian, ditanami pohon-pohon zaitun untuk meningkatkan produksi minyak zaitun yang kurang di Asyur. Kota itu berbentuk persegi panjang dan berukuran 1,760 x 1,635 km. Panjang tembok-temboknya adalah 16.280 unit Asyur, sesuai dengan nilai huruf-huruf dalam nama "Sargon". Kota itu sebagian dihuni oleh para tawanan perang dan orang buangan di bawah kontrol para pejabat Asyur, yang harus membuat mereka hormat sepatutnya kepada para dewa dan sang raja. Istana resmi dipindahkan ke Dur-Sharrukin pada tahun 706 SM, meskipun kota itu belum sepenuhnya selesai dibangun.
Pada tahun 705 SM, Sargon wafat ketika sedang mengusir orang Kimeria dari wilayah Iran kuno, di mana mereka menyerang negara-negara taklukan Sargon di Persia dan Madai. Mereka kemudian juga menyerang kerajaan Urartu dan Frigia, sebelum akhirnya ditaklukkan oleh tentara Asyur. Sargon digantikan oleh putranya, Sanherib (Sin-ahhe-eriba, 705–681 SM).
Penggalian di kota Khorsabad antara tahun 1842 sampai 1844 oleh arkeolog Paul-Émile Botta dan Eugène Flandin mendapati sekumpulan prasasti bertuliskan huruf kuneiform (huruf paku) yang mencatat tindakan militer raja Sargon II antara tahun 738 SM dan 720 SM.[4] Botta dan Flandin menerbitkan penemuan mereka pada tahun 1849, dalam suatu tulisan berjudul Les Monuments de Ninive (Monumen-monumen di Niniwe), karena Botta mengira telah menemukan kota Niniwe. Botta dan Flandin tidak dapat membaca huruf kuneiform, sehingga terjemahan dari prasasti itu dilakukan kemudian berdasarkan salinan Botta; terjemahan pertama dilakukan oleh Hugo Winckler dan diterbitkan sebagai Keitshrifttexte Sargons (Tulisan huruf paku Sargon) pada tahun 1889.[5]
Berikut ringkasan peristiwa pada pemerintahan Sargon II:
Tahun Sargon | Tahun Masehi | Peristiwa |
---|---|---|
1 | 722 SM | Naik tahta menggantikan Salmaneser V yang mangkat Merebut Samaria dan melenyapkan Kerajaan Israel Utara |
2 | 721 SM | Membakar habis kota Karkar dan menghancurkan pemberontakan Yahu-Bihdi, seorang Het. |
3 | 720 SM | Mengalahkan Mesir, membangun kembali Samaria dengan dihuni orang-orang Asyur. |
6 | 717 SM | Menguasai sebagian wilayah pegunungan Zagros dan kota Karkhemis |
8 | 715 SM | Menyerang sejumlah suku-suku Arab, termasuk Ibadidi dan Marsimani; memindahkan mereka yang selamat ke Samaria |
9 | 714 SM | Mengalahkan pasukan Urartu di dekat Danau Urmia |
10 | 713 SM | Sargon tinggal di ibu kota. Pembangunan istana di Dur-Sharrukin (Niniwe) dimulai. |
12 | 711 SM | Menyerang Asdod,[2] menggantikan Aziru dengan saudara laki-laki Aziru, Ahimiti, sebagai raja Asdod. |
13 | 710 SM | Mengalahkan Babel dan menjadi raja Babel. Yunani dan Ia' (Siprus) mengakui kekuasaan Asyur |
14 | 709 SM | Frigia takluk pada kekuasaan Asyur |
15 | 708 SM | Kummuhu (Comagene) menjadi sebuah provinsi Asyur. Puncak kejayaan Asyur |
17 | 706 SM | Ibu kota resmi dipindahkan dari Assur ke Dur-Sharrukin (Niniwe) |
18 | 705 SM | Mangkat; digantikan oleh Sanherib, putranya sebagai raja |
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.