Remove ads
Penyakit progresif, neurodegeneratif yang ditandai dengan kehilangan ingatan Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Penyakit Alzheimer adalah penyakit degeneratif progresif pada otak yang umumnya menyerang orang tua serta dikaitkan dengan perkembangan plak-plak beta amiloid pada otak. Nama penyakit ini diambil dari nama ilmuwan Jerman, Alois Alzheimer.
Artikel ini memberikan informasi dasar tentang topik kesehatan. |
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Penyakit Alzheimer | |
---|---|
Perbandingan otak normal (kiri) dengan otak penderita penyakit Alzheimer (kanan) | |
Informasi umum | |
Spesialisasi | Neurologi |
Penderita penyakit ini menunjukkan gejala kebingungan, disorientasi, kegagalan memori, gangguan bicara, dan demensia. Penyebab pasti dari penyakit ini belum diketahui. Penyakit Alzheimer bukanlah penyakit menular, melainkan merupakan sejenis sindrom dengan apoptosis sel-sel otak pada saat yang hampir bersamaan, sehingga otak tampak mengerut dan mengecil.[1]
Risiko untuk mengidap Alzheimer meningkat seiring dengan pertambahan usia. Saat menginjak usia 65 tahun, seseorang mempunyai risiko lima persen mengidap penyakit ini dan akan meningkat dua kali lipat setiap lima tahunnya. Sekalipun penyakit ini dikaitkan dengan orang tua, tetapi sejarah membuktikan bahwa penyakit ini pertama kali dikenali pada seorang wanita dengan usia awal 50-an.
Penyakit Alzheimer paling sering ditemukan pada orang tua berusia sekitar 65 tahun ke atas. Di negara maju seperti Amerika Serikat, saat ini ditemukan lebih dari 4 juta orang usia lanjut penderita penyakit Alzheimer. Angka ini diperkirakan akan meningkat sampai hampir 4 kali pada tahun 2050. Hal ini berkaitan dengan lebih tingginya harapan hidup pada masyarakat di negara maju, sehingga populasi penduduk lanjut usia juga bertambah. Sedangkan di Indonesia diperkirakan terdapat sedikitnya 5 juta penderita Alzheimer pada tahun 2015.[2]
Pada tahap awal perkembangan Alzheimer, penurunan faktor-faktor risiko vaskular dapat menyulitkan diagnosis sindrom ini, tetapi mengurangi kecepatan perkembangan demensia.[3]
Para filsuf dan dokter Yunani dan Romawi kuno mengaitkan usia tua dengan peningkatan demensia.[4] Baru pada tahun 1901, seorang psikiater asal Jerman yang bernama Alois Alzheimer mengidentifikasi kasus pertama dari apa yang kemudian dikenal sebagai penyakit Alzheimer, pada seorang wanita berusia lima puluh tahun yang disebut Auguste D. Alois terus meneliti perkembangan kasus penyakit wanita itu sampai dia meninggal pada tahun 1906 ketika Alois pertama kali melaporkan pasien Alzheimer tersebut secara terbuka.[5] Selama lima tahun berikutnya, sebelas kasus serupa dilaporkan dalam literatur medis, beberapa di antaranya sudah menggunakan istilah penyakit Alzheimer.[4] Penyakit ini pertama kali dijelaskan sebagai penyakit yang unik oleh Emil Kraepelin setelah ia menghapus beberapa gejala klinis (delusi dan halusinasi) dan patologis (perubahan arteriosklerotik) yang terkandung dalam laporan asli Auguste D.[6] Dia memasukkan penyakit Alzheimer, yang ia sebut sendiri sebagai demensia pra-pikun, sebagai subtipe dari demensia pikun dalam edisi kedelapan bukunya yang berjudul Textbook of Psychiatry dan diterbitkan pada 15 Juli 1910.[7]
Untuk sebagian besar abad ke-20, diagnosis penyakit Alzheimer hanya diperuntukkan pada individu yang menginjak usia 45 hingga 65 tahun yang menunjukkan gejala demensia.[8] Terminologi mengenai Alzheimer kemudian berubah setelah 1977 ketika sebuah konferensi tentang penyakit Alzheimer menyimpulkan bahwa perwujudan klinis dan patologis dari demensia pra-pikun dengan pikun yang sebenarnya hampir identik, meskipun hal ini tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa kedua gangguan tersebut memiliki penyebab yang berbeda.[9] Hal ini akhirnya menyebabkan penyakit Alzheimer dianggap sebagai penyakit yang bisa menjangkiti manusia terlepas dari usia mereka.[10] Istilah pikun demensia tipe Alzheimer (SDAT) digunakan untuk menggambarkan kondisi pada mereka yang berusia di atas 65 tahun. Hal ini bertujuan untuk membedakannya dengan penyakit Alzheimer klasik yang digunakan untuk menggambarkan pengidap penyakit ini pada pasien yang lebih muda. Akhirnya, istilah penyakit Alzheimer secara resmi diadopsi dalam nomenklatur medis untuk menggambarkan individu dari segala usia dengan pola gejala umum yang khas, perjalanan penyakit, dan neuropatologi.[11]
Institut Nasional Gangguan Neurologis dan Komunikasi dan Stroke (NINCDS) dan Asosiasi Penyakit Alzheimer dan Gangguan Terkait (ADRDA, sekarang dikenal sebagai Asosiasi Alzheimer) kemudian menetapkan Kriteria Alzheimer NINCDS-ADRDA yang mana kriteria ini adalah kriteria yang paling umum digunakan untuk mendiagnosis Alzheimer pada tahun 1984.[12] Kriteria ini lalu diperbarui secara ekstensif[13] pada tahun 2007.[14] Kriteria ini mensyaratkan adanya gangguan kognitif, dan dugaan sindrom demensia yang mana ini dikonfirmasi dengan pengujian neuropsikologis untuk diagnosis klinis penyakit Alzheimer. Konfirmasisi histopatologi termasuk pemeriksaan mikroskopis jaringan otak juga diperlukan untuk diagnosis definitif. Kriteria ini juga mensyaratkan keandalan dan validitas statistik yang ditunjukkan antara kriteria diagnostik dan konfirmasi histopatologis definitif.[15]
Hingga saat ini masih terdapat perbedaan pendapat mengenai hubungan antara penyakit Alzheimer dan demensia vaskular. Sebagian ilmuwan beranggapan bahwa demensia vaskular berada pada lintasan dislipidemia aterogenis, khususnya dengan LDL rantai pendek dan jenuh, aterosklerosis karotid, tekanan darah sistolik tinggi dan peningkatan rasio IR-UII (bahasa Inggris: plasma levels of immunoreactive);[16] sedangkan Alzheimer berada pada bidang yang lain, yaitu hiposomatomedinemia dan hipogonadisme.[17]
Ilmuwan yang lain berpendapat bahwa demensia vaskular sebagai patogen yang menyertai Alzheimer pada lintasan radang aterosklerosis,[18] atau bahkan mengemukakan bahwa aterosklerosis merupakan radang yang mencetuskan hipoperfusi pada otak dan berakibat pada Alzheimer.[19]
Penyakit Alzheimer ditandai dengan perubahan-perubahan yang bersifat degeneratif pada sejumlah sistem neurotransmiter, termasuk perubahan fungsi pada sistem neural monoaminergik yang melepaskan asam glutamat, noradrenalin, serotonin dan serangkaian sistem yang dikendalikan oleh neurotransmiter.[21] Perubahan degeneratif juga terjadi pada beberapa area otak seperti lobus temporal dan lobus parietal, dan beberapa bagian di dalam korteks frontal dan girus singulat,[21] menyusul dengan hilangnya sel saraf dan sinapsis.[22]
Sekretase-β dan presenilin-1 merupakan enzim yang berfungsi untuk mengiris domain terminus-C pada molekul AAP dan melepaskan enzim kinesin dari gugus tersebut.[1] Apoptosis terjadi pada sel saraf yang tertutup plak amiloid yang masih mengandung molekul terminus-C, dan tidak terjadi jika molekul tersebut telah teriris.[1] Hal ini disimpulkan oleh tim dari Howard Hughes Institute yang dipimpin oleh Lawrence S. B. Goldstein, bahwa terminus-C membawa sinyal apoptosis bagi neuron.[1] Sinyal apoptosis juga diekspresikan oleh proNGF yang tidak teriris, saat terikat pada pencerap neurotrofin p75NTR, dan distimulasi hormon sortilin.[23]
Penumpukan plak ditengarai karena induksi apolipoprotein-E yang bertindak sebagai protein kaperon,[24] defiensi vitamin B1 yang mengendalikan[25] metabolisme glukosa serebral[26] seperti O-GlkNAsilasi,[27] dan kurangnya enzim yang terbentuk dari senyawa tiamina[28] seperti kompleks ketoglutarat dehidrogenase-alfa, kompleks piruvat dehidrogenase, transketolase,[29] O-GlcNAc transferase, protein fosfatase 2A,[30] dan beta-N-asetilglukosaminidase.[31] Hal ini berakibat pada peningkatan tekanan zalir serebrospinal,[32] menurunnya rasio hormon CRH,[33] dan terpicunya hipoglikemia di dalam otak walaupun tubuh mengalami hiperglisemia.
Selain disfungsi enzim presenilin-1 yang memicu simtoma ataksia,[20] masih terdapat enzim Cdk5 dan GSK3beta yang menyebabkan hiperfosforilasi protein tau,[34] hingga terbentuk tumpukan PHF. Hiperfosforilasi juga menjadi penghalang terbentuknya ligasi antara protein S100beta dan tau, dan menyebabkan distrofi neurita, meskipun kelainan metabolisme seng juga dapat menghalangi ligasi ini.[35]
Hiperinsulinemia dan hiperglikemia juga menginduksi hiperfosforilasi protein tau, dan oligomerasi amiloid-beta yang berakibat pada penumpukan plak amiloid.[36] Namun meski insulin menginduksi oligomerasi amiloid-beta, insulin juga menghambat enzim aktivitas enzim kaspase-9 dan kaspase-3 yang juga membawa sinyal apoptosis, dan menstimulasi sekresi Hsp70 oleh sel LAN5 untuk mengaktivasi program pertahanan sel.[37]
Terdapat kontroversi minor dengan dugaan bahwa hiperfosforilasi tersebut disebabkan oleh infeksi laten oleh virus campak, atau Borrelia. Tujuh dari 10 kasus Alzheimer yang diteliti oleh McLean Hospital Brain Bank of Harvard University, menunjukkan infeksi semacam ini.[38]
Merah Biru Hijau Ungu Oranye
Ungu Oranye Hijau Biru Merah
Biru Oranye Ungu Hijau Merah
Ungu Hijau Merah Biru Oranye
Ini adalah contoh singkat dari tes. Tes ini digunakan untuk mengukur perbedaan fungsi-fungsi kognitif seperti perhatian pada pemilihan.
Menamai warna kata dari kelompok pertama lebih mudah dan cepat daripada kelompok kedua, karena pada kelompok pertama, warnanya sama dengan yang ditulis, sedangkan pada kelompok yang kedua tidak. Jadi harus memberikan perhatian lebih.
Pasien yang mengalami kesulitan perhatian, seperti halnya terjadi pada penderita penyakit Alzheimer tingkat awal cenderung lemah dalam mengerjakan tes tersebut.[39][40]Berikut ini gejala-gejala penyakit Alzheimer, meliputi gejala yang ringan sampai berat:
Penderita juga kadang kala akan berjalan ke sana sini tanpa sebab dan pola tidur mereka juga berubah. Para pengidap akan lebih banyak tidur pada waktu siang dan terbangun pada waktu malam.
Secara umum, orang sakit yang didiagnosis mengidap penyakit ini meninggal dunia akibat radang paru-paru atau pneumonia. Ini disebabkan, pada waktu itu orang yang sakit tidak dapat melakukan sembarang aktivitas lain.
Pada otak penderita penyakit Alzheimer, ditemukan:
Penekanan penelitian penyakit Alzheimer ditujukan untuk diagnosis sebelum gejala-gejala timbul.[48] Sejumlah tes bio-kimia telah dapat melakukan deteksi awal. Sebuah tes yang melibatkan cerebrospinal fluid untuk beta-amyloid atau tau proteins,[49] keduanya merupakan jumlah tau protein dan phosphorylated tau181P sebagai konsentrasi protein[50][51] Mencari protein-protein ini menggunakan spinal tap dapat memprediksi awal Alzheimer dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas (sensitivity) antara 94% hingga 100%.[50] Jika digunakan bersamaan dengan teknik pencitraan fungsi syaraf (Functional neuroimaging), dokter dapat mengidentifikasi pasien dengan kehilangan memori yang mana penyakitnya telah berkembang.[50]
"Ketidaktepatan diagnosis pada pada tahap awal penyakit Alzheimer adalah masalah yang mencolok, karena terdapat lebih dari 100 kondisi yang dapat menyaru penyakit ini. Pada pasien dengan masalah memori yang ringan, tingkat ketepatan adalah barely better than chance," menurut penelitian periset P. Murali Doraiswamy, MBBS, professor of psychiatry and medicine at Duke Medicine, "Standar emas pasti untuk diagnosis Alzeheimer adalah otopsi, kita butuh cara yang lebih baik untuk melihat ke dalam otak."
Penyakit demensia Alzheimer harus dibedakan dengan Frontotemporal dementia (FTD) yang memiliki gejala yang mirip dan sulit dibedakan secara klinis maupun patologi. Sama seperti Alzheimer, FTD juga menimbulkan kesulitan dalam berbicara, memori dan kemampuan visual serta spasial yang menurun. Tetapi jika pasien mengalami perubahan kepribadian, kenaikan berat badan atau nafsu makan yang tidak terkontrol selain gejala-gejala di atas, kemungkinan pasien mengalami FTD, bukan Alzheimer.[52][53][54]
Selain mirip dengan FTD, Alzheimer juga memiliki persamaan dengan penyakit-penyakit neurodegeneratif lainnya. Untuk membedakan, dapat dilakukan pemeriksaan neuroimaging. Pada tahap awal Alzheimer, computed tomography (CT) scan dan magnetic resonance imaging (MRI) tidak menunjukkan perbedaan dari otak normal. Seiring dengan perkembangan penyakit, akan terlihat adanya atrofi pada bagian temporal medial otak dan predominan posterior korteks. Hal ini juga membedakan dengan FTD yang mengalami atrofi pada predominan anterior. Atrofi pada otak ditandai dengan adanya pelebaran sulkus dan pengecilan girus. Selain itu, pada Alzheimer juga terlihat adanya hipometabolisme pada bagian parietal dan temporal korteks.[52][53][54]
Pada pemeriksaan cairan serebrospinal, ditemukan penurunan A42 dan peningkatan protein tau yang mengalami hiperfosforilasi. Meskipun demikian, perubahan komposisi tersebut juga terjadi pada penuaan alamiah sehingga tidak bisa dijadikan penanda untuk Alzheimer. Diagnosis spesifik Alzheimer dapat dilakukan secara pasti setelah kematian dengan autopsi.[52][53][54]
Menyusul ditemukannya kinom pada manusia, kinase protein telah menjadi prioritas terpenting kedua pada upaya penyembuhan, oleh karena dapat dimodulasi oleh molekul ligan kecil. Peran kinase pada lintasan molekular neuron terus dipelajari, tetapi beberapa lintasan utama telah ditemukan. Sebuah protein kinase, CK1 dan CK2, ditemukan memiliki peran yang selama ini belum diketahui, pada patologi molekular dari beberapa kelainan neurogeneratif, seperti Alzheimer, penyakit Parkinson dan sklerosis lateral amiotrofik. Pencarian senyawa organik penghambat yang spesifik bekerja pada kedua enzim ini, sekarang telah menjadi tantangan dalam perawatan penyakit tersebut di atas.[55]
Donepezil adalah obat yang diminum secara oral untuk mengobati penyakit Alzheimer taraf rendah hingga medium. Donepezil tersedia dalam bentuk tablet oral. Biasanya diminum satu kali sehari sebelum tidur, sebelum atau sesudah makan. Pada awalnya, dokter akan memberikan dosis rendah, lalu ditingkatkan setelah empat hingga enam minggu.
Efek samping yang sering terjadi sewaktu minum Donepezil adalah sakit kepala, nyeri seluruh badan, lesu, mengantuk, mual, muntah, diare, nafsu makan hilang, berat badan turun, kram, nyeri sendi, insomnia, dan meningkatkan frekuensi buang air kecil.
Rivastigmin adalah obat yang diminum secara oral untuk mengobati penyakit Alzheimer taraf rendah hingga medium. Setelah enam bulan pengobatan dengan rivastigmin, 25-30% penderita dinilai membaik pada tes memori, pengertian dan aktivitas harian dibandingkan pada pasien yang diberikan plasebo hanya 10-20%. Rivastigmin biasanya diberikan dua kali sehari setelah makan. Karena efek sampingnya pada saluran cerna pada awal pengobatan, pengobatan dengan rivastigmin umumnya dimulai dengan dosis rendah, biasanya 1,5 mg dua kali sehari, dan secara bertahap ditingkatkan tidak lebih dari 2 minggu.
Dosis maksimum biasanya hingga 6 mg dua kali sehari. Jika pasien mengalami gangguan pencernaan yang bertambah parah karena efek samping obat seperti mual dan muntah, sebaiknya minum obat dihentikan untuk beberapa dosis lalu dilanjutkan dengan dosis yang sama atau lebih rendah.
Sekitar setengah pasien yang minum rivastigmin menjadi mual dan sepertiganya mengalami muntah minimal sekali, sering kali terjadi pada pengobatan di beberapa minggu pertama pengobatan sewaktu dosis ditingkatkan. Antar seperlima hingga seperempat pasien mengalami penurunan berat badan sewaktu pengobatan dengan rivastigmin (sekitar 7 hingga 10 poun).
Seperenam pasien mengalami penurunan nafsu makan. Satu dari lima puluh pasien mengalami pusing. Secara keseluruhan, 15 % pasien (antara sepertujuh atau seperenam) tidak melanjutkan pengobatan karena efek sampingnya.
Memantin adalah obat yang diminum secara oral untuk mengobati penyakit Alzheimer taraf Sedang hingga berat dengan mekanisme keja yang berbeda dan unik dengan memperbaiki proses sinyal glutamat. Obat ini diawali dengan dosis rendah 5 mg setiap minggu dilakukan selama 3 minggu untuk mencapai dosis optimal 20 mg/hari. Untuk pemilihan obat pikun atau obat Alzheimer yang tepat ada baiknya anda harus periksakan diri dan konsultasi ke dokter.
Pencegahan Alzheimer dapat dilakukan dengan rutin mengonsumsi minyak ikan, berolahraga, mengisi teka teki silang, dan aktivitas lainnya yang bermanfaat bagi otak. Tetapi menurut kajian terbaru, tidak ada bukti kuat bahwa semua itu dapat mencegah penyakit Alzheimer. Sebuah panel ahli yang terdiri dari para ahli menyimpulkan, suplemen, obat atau interaksi sosial juga belum terbukti dapat mencegah penyakit degenerasi otak tersebut. Kelompok ahli itu mengamati puluhan riset yang menunjukkan cara-cara untuk mencegah penyakit Alzheimer, tetapi belum menemukan satu pun bukti yang cukup kuat akan dampaknya bagi pencegahan.
Ada definisi yang tidak konsisten tentang penyakit Alzheimer dan penurunan kondisi kognitif yang menyebabkannya. Para dokter juga tidak sepenuhnya memahami bagaimana penyakit itu berkembang. Contohnya, ada perdebatan tentang apakah plak amiloid yang ditemukan dalam otak penderita menjadi penyebab penyakit itu atau hanya sekadar gejala.
Saat ini, hanya ada sedikit obat untuk mengobati penyakit Alzheimer, tetapi efeknya hanya sementara. Serangan penyakit Alzheimer ditandai dengan kehilangan daya pikir secara bertahap, dan akhirnya dapat menjadi cacat mental total. Gejala awal Alzheimer adalah mudah lupa pada hal-hal yang sering dilakukan dan hal-hal baru. Penderita juga mengalami disorientasi waktu dan mengalami kesulitan fungsi kognitif yang kompleks seperti matematika atau aktivitas organisasi.
Penyakit Alzheimer berat ditandai dengan kehilangan daya ingat yang progresif sampai mengganggu aktivitas sehari-hari, disorientasi tempat, orang, dan waktu, serta mengalami masalah dalam perawatan diri, seperti lupa mengganti pakaian. Penderita penyakit itu biasanya juga mengalami perubahan tingkah laku seperti depresi, paranoia, atau agresif. Orang yang mempunyai riwayat keluarga Alzheimer mempunyai risiko mengalaminya dan risiko tersebut makin meningkat apabila kedua orang tua mengidap Alzheimer.
Alois Alzheimer memperhatikan adanya perubahan jaringan otak pada wanita yang meninggal akibat gangguan mental yang belum pernah ditemui sebelumnya. Hasil pengamatan dari bedah, Alzheimer mendapati saraf otak tersebut bukan saja mengerut, bahkan dipenuhi dengan sedimen protein yang disebut plak amiloid dan serat yang berbelit-belit neuro fibrillary. Meskipun penyakit ini ditemukan hampir satu abad yang lalu, ia tidak sepopuler penyakit lain, seperti sakit jantung, hipertensi, Sindrom Pernafasan Akut Parah (SARS) dan sebagainya.
Publikasi mengenai penyakit Alzheimer masih rendah, banyak orang tidak mengetahui penyakit ini hingga dipublikasikan secara terbuka oleh mantan Presiden Amerika Serikat yang ke-40, Ronald Reagan dalam suratnya tertanggal 5 November 1994. Sekitar tahun 1950-an diperkirakan 2,5 juta penduduk dunia mengidap penyakit ini, dan mencapai enam miliar orang pada tahun 2000. WHO memperkirakan lebih dari satu miliar orang tua yang berusia lebih dari 60 tahun atau 10 persen penduduk dunia mengidap Alzheimer pada tahun 2003. Peningkatan ini disebabkan dengan semakin banyak penduduk dunia yang berusia lanjut, peningkatan masa hidup hingga umur 80 tahun bagi wanita dan 75 tahun bagi lelaki. Selain itu, penjagaan kesehatan yang lebih baik, tingkat perkawinan menurun, perceraian bertambah dan mereka yang kawin tetapi tidak banyak anak.
Penelitian klinis terbaru menunjukkan suplementasi dengan asam lemak omega-3 dapat memperlambat menurunan fungsi kognitif pada penderita penyakit Alzheimer ringan.
World Alzheimer Day diperingati setiap tahunnya dan tahun ini mengambil tema "No Time To Lose". World Alzheimer Day merupakan suatu kampanye tahunan yang bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit Alzheimer dan diagnosa dini Demensia. Asosiasi Alzheimer dunia, Alzheimer Disease International (ADI), termasuk di dalamnya Asosiasi Alzheimer Indonesia (AAzI) menyerukan agar peringatan kali ini difokuskan pada perawatan (care) dengan menitikberatkan peningkatan pengetahuan penyebab penyakit demensia maupun cara-cara mendampingi ODD. Hal tersebut sesuai dengan Piagam Global Penyakit Alzheimer yang dideklarasikan pada saat World Alzheimer Day yang mengungkapkan, kurangnya kesadaran dan pemahaman terhadap Demensia Alzheimer mengakibatkan ketidakcukupan sumber daya untuk menghadapi krisis ini.[41]
Saat ini, penelitian yang sedang berlangsung ditujukan untuk meneliti peran obat-obatan tertentu dalam mengurangi prevalensi (pencegahan primer) dan/atau perkembangan (pencegahan sekunder) dari penyakit Alzheimer.[56] Percobaan penelitian yang menyelidiki obat sering kali berfokus pada beberapa efeknya seperti plak Aβ, peradangan, APOE, reseptor neurotransmiter, neurogenesis, regulator epigenetik, faktor pertumbuhan, dan hormon.[57] Penelitian-penelitian ini telah mengarah pada pemahaman yang lebih baik tentang penyakit Alzheimer, tetapi tidak ada satu pun penelitian yang benar-benar mengarah pada strategi pencegahan yang jelas akan penyakit Alzheimer.[57]
Diet ketogenik adalah diet yang sangat tinggi lemak, cukup protein, rendah karbohidrat yang digunakan untuk mengobati epilepsi refrakter pada anak-anak. Dirancang untuk meniru beberapa efek puasa, mengikuti diet ketogenik dapat menyebabkan peningkatan kadar molekul dalam darah yang disebut badan keton. Badan keton ini memiliki efek neuroprotektif pada sel-sel otak yang menua. Penelitian terbatas dalam bentuk uji praklinis (mencit dan tikus), dan uji klinis (manusia) skala kecil, telah mengeksplorasi potensi dari diet ini sebagai terapi untuk gangguan neurodegeneratif semacam penyakit Alzheimer.[58]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.