Loading AI tools
Penjelajah dan pedagang Venesia terkenal karena perjalanannya ke Asia tengah dan timur Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Marco Polo (dibaca: Marko Polo; bahasa Venesia: [ˈmaɾko ˈpolo], Italia: [ˈmarko ˈpɔːlo] ⓘ; 15 September 1254 – 8 Januari 1324)[1] adalah saudagar[2][3] sekaligus petualang dan pengarang asal Venesia yang berkelana ke berbagai pelosok Asia lewat Jalur Sutra antara tahun 1271 sampai 1295. Kisah-kisah petualangannya dibukukan dengan judul Petualangan-Petualangan Marco Polo (Pustaka Keajaiban Dunia atau Il Milione, terbit sekitar tahun 1300). Buku ini memberi gambaran kepada bangsa Eropa tentang adat-istiadat dan keseharian masyarakat Dunia Timur yang kala itu masih merupakan suatu misteri bagi mereka, termasuk tentang kekayaan dan keluasan wilayah kedaulatan bangsa Mongol dan negeri Tiongkok pada zaman kulawangsa Yuan, dan dengan demikian menjadi sumber informasi yang komprehensif bagi bangsa Eropa seputar Tiongkok, Persia, India, Jepang, Nusantara serta berbagai kota dan negeri lain di Asia.[4]
Marco Polo | |
---|---|
Lahir | 15 September 1254 Venesia, Republik Venesia |
Meninggal | 8 Januari 1324 (umur 69 tahun) Venesia, Republik Venesia |
Makam | Gereja San Lorenzo 45.4373°N 12.3455°E |
Kebangsaan | Venesia |
Pekerjaan | Saudagar, petualang, pengarang |
Dikenal atas | Petualangan-Petualangan Marco Polo |
Suami/istri | Donata Badoer (kawin 1300–1324) |
Anak | Fantina, Bellela, dan Moretta |
Marco lahir di Venesia. Ilmu dan keterampilan usaha dagang kulakan ia dapatkan dari ayah dan pamannya, Niccolò dan Maffeo, yang sudah berpengalaman menjelajahi Asia dan pernah menghadap Kubilai Khan. Pada tahun 1269, Niccolò dan Maffeo pulang ke Venesia, dan untuk pertama kalinya berjumpa dengan Marco. Bersama ayah dan pamannya, Marco kemudian bertualang meneroka berbagai daerah di Asia sepanjang Jalur Sutra, sampai akhirnya tiba di Kathai (Tiongkok) dan diperkenankan menghadap Kubilai Khan. Kecerdasan dan kerendahan hati Marco membuat Kubilai Khan terkesan sampai-sampai memutuskan untuk mengangkatnya menjadi duta keliling. Marco diutus menjalankan misi-misi diplomatik ke berbagai pelosok wilayah kekuasaan Kubilai Khan, bahkan sampai ke negeri-negeri di Asia Tenggara, misalnya negeri-negeri yang kini bernama Birma, India, Indonesia, Srilangka, dan Vietnam.[5][6] Selaku duta keliling, Marco juga kerap melakukan perjalanan dinas di dalam negeri Tiongkok, berkediaman di tanah-tanah milik Kubilai Khan selama 17 tahun, dan menyaksikan berbagai hal yang sebelumnya tidak diketahui bangsa Eropa.[7] Sekitar tahun 1291, Marco bersama ayah dan pamannya ditugasi mengantar Putri Kokocin ke Persia. Sesudah mengantar sang putri ke tempat tujuan dengan selamat sekitar tahun 1293, ketiganya menempuh jalan darat menuju Konstantinopel, dan akhirnya kembali menjejakkan kaki di kampung halaman sesudah 24 tahun lamanya merantau.[7] Saat itu Venesia sedang berperang melawan Genova. Marco ikut berjuang membela negaranya, tetapi tertawan dan dipenjarakan. Selama mendekam di penjara Genova, Marco mendiktekan pengalaman-pengalamannya kepada Rustichello da Pisa, kawan satu selnya. Sesudah keluar dari penjara pada tahun 1299, Marco menjadi saudagar kaya, menikah, dan dikaruniai tiga orang anak. Ia wafat pada tahun 1324, dan dikebumikan di dalam Gereja San Lorenzo di Venesia.
Meskipun bukan orang Eropa pertama yang menjejakkan kaki di negeri Tiongkok (baca artikel Orang Eropa di Tiongkok pada Abad Pertengahan), Marco Polo adalah orang Eropa pertama yang meninggalkan catatan kronologis tentang pengalamannya di Tiongkok. Bagi bangsa Eropa, uraian-uraian Marco memberi gambaran jelas mengenai geografi maupun adat-istiadat pelbagai suku bangsa di Dunia Timur, dan merupakan karya tulis Eropa pertama yang menyajikan informasi tentang porselen, batu bara, mesiu, uang kertas, serta beberapa jenis flora dan fauna eksotis Asia.[8] Petualangan-Petualangan Marco Polo menjadi sumber inspirasi bagi Kristoforus Kolumbus[9] dan banyak musafir lain. Cukup banyak karya sastra yang ditulis dengan berpatokan kepada keterangan-keterangan Marco Polo, bahkan keterangan-keterangan tersebut juga mempengaruhi dunia kartografi Eropa, yang kemudian hari menghasilkan peta Fra Mauro.
Marco Polo lahir pada tahun 1254 di Venesia, ibu kota negara Republik Venesia.[10][11][12] Niccolò Polo, ayah Marco, membangun rumah tangga di Venesia, tetapi meninggalkan istrinya dalam keaadaan mengandung demi merantau ke Asia bersama saudaranya, Maffeo Polo. Kepulangan mereka ke Italia untuk "pergi ke Venesia dan menengok keluarga mereka" diceritakan di dalam Petualangan-Petualangan Marco Polo sebagai berikut: "...mereka bertolak dari Akko menuju Negroponte, dan dari Negroponte mereka berlayar menuju Venesia. Setibanya di Venesia, Messer Nicolas mendapati istrinya sudah wafat, meninggalkan seorang anak laki-laki berumur lima belas tahun bernama Marco".[13]
Generasi paling sepuh di keluarga Polo yang dapat diketahui adalah Marco Polo (sepuh) dari Venesia, saudara kandung kakek Marco. Marco Polo Sepuh menjalankan usaha peminjaman uang dan menakhodai sebuah kapal di Konstantinopel. Andrea Polo, kakek Marco, menetap di kota Venesia, tepatnya di contrada San Felice. Andrea Polo dikaruniai tiga orang putra, yakni Marco (senior), Maffeo, dan Niccolò, ayah Marco.[14][15] Menurut beberapa sumber pustaka sejarah Venesia, leluhur keluarga Polo berasal dari Dalmasia.[16][17][18]
Bentuk penulisan nama Marco Polo yang paling banyak didapati di dalam arsip-arsip Republik Venesia adalah Marco Paulo de confinio Sancti Iohannis Grisostomi (Marco Paulo dari lingkungan Gereja Santo Yohanes Krisostomus).[19]
Semasa hidupnya, Marco terkenal dengan julukan Milione (Jutaan). Bahkan judul bukunya di dalam bahasa Italia adalah Il libro di Marco Polo detto il Milione (Buku Karya Marco Polo Yang Berjulukan Si Jutaan). Menurut humanis abad ke-15, Giovanni Battista Ramusio, julukan ini diberikan warga Venesia kepada Marco sepulang merantau karena tidak jemu-jemunya bercerita bahwa nilai kekayaan Kubilai Khan terbilang dengan angka jutaan. Lebih tepatnya ia dijuluki Messer Marco Milioni (Tuan Marco Jutaan).[20]
Meskipun demikian, karena Niccolò, ayah Marco, juga dijuluki Milione,[21] Filolog abad ke-19, Luigi Foscolo Benedetto, menduga bahwa Milione sesungguhnya adalah kependekan dari Emilione, dan julukan ini dipakai untuk membedakan cabang keluarga Niccolò dan Marco dari cabang-cabang keluarga Polo selebihnya.[22][23]
Pada tahun 1168, Marco Polo Sepuh, saudara kakek Marco, menjalankan usaha peminjaman uang dan menakhodai sebuah kapal di Konstantinopel.[24][25] Kakek Marco, Andrea Polo dari Paroki San Felice, berputra tiga orang, yakni Maffeo, Marco Senior, dan Niccolò.[24] Silsilah yang dikemukakan Ramusio ini tidak diterima semua pihak karena tidak ada bukti tambahan yang mendukungnya.[26][27]
Ayah Marco, Niccolò Polo, adalah saudagar yang berdagang dengan orang-orang Timur Dekat, sehingga berhasil menjadi hartawan yang sangat terpandang.[28][29] Sebelum Marco lahir, Niccolò dan Maffeo bertolak meninggalkan Italia untuk berdagang.[29][30] Pada tahun 1260, sewaktu berada di Konstantinopel, ibu kota Kekaisaran Latin ketika itu, Niccolò dan Maffeo memprakirakan bahwa tak lama lagi akan terjadi pergolakan politik. Bertolak dari prakiraan tersebut, Niccolò dan Maffeo mencairkan aset-aset mereka, mengalihkannya ke dalam bentuk permata, lalu memboyong usaha mereka keluar dari Konstantinopel.[28] Menurut Petualangan-Petualangan Marco Polo, mereka berkelana ke berbagai pelosok Asia dan berkesempatan menghadap Kubilai Khan, pemimpin bangsa Mongol sekaligus pendiri kulawangsa Yuan.[31] Keputusan mereka untuk meninggalkan Konstantinopel ternyata memang tepat. Pada tahun 1261, Mikhael Paleologus, kepala negara Kekaisaran Nikea, merebut Konstantinopel, membumihanguskan kampung Venesia di kota itu, dan menegakkan kembali daulat Kekaisaran Romawi Timur. Orang-orang Venesia yang ditangkap dibutakan matanya,[32] dan yang berhasil lolos pun pada akhirnya tewas lantaran kapal-kapal yang mereka tumpangi untuk mengungsi ke koloni-koloni Venesia lainnya di Laut Egea tenggelam akibat kelebihan muatan.
Nyaris tidak ada informasi apa-apa tentang masa lalu Marco sebelum berumur lima belas tahun, selain dari dugaan bahwa mungkin sekali sebagian besar masa kanak-kanaknya dilewatkan di Venesia.[33][34][25] Saat itu ibunya sudah wafat, dan yang mengasuhnya adalah bibi dan pamannya.[29] Marco mendapatkan didikan yang baik. Ia diajari berbagai pengetahuan di bidang usaha dagang kulakan, antara lain pengetahuan seputar mata uang asing, penentuan harga barang, dan penanganan kapal-kapal angkutan barang.[29] Ia juga belajar bahasa Latin sedikit-sedikit atau mungkin tidak sama sekali.[28] Kemudian hari, ayahnya kawin lagi dengan Floradise Trevisan.[27]
Pada tahun 1269, Niccolò dan Maffeo pulang menengok keluarga mereka di Venesia, dan untuk pertama kalinya berjumpa dengan Marco.[33] Pada tahun 1271, masa pemerintahan Doge Lorenzo Tiepolo, Marco Polo (saat itu berumur 17 tahun) ikut ayah dan pamannya berangkat ke Asia, menempuh petualangan demi petualangan yang kemudian hari ia riwayatkan di dalam bukunya.[35]
Mula-mula mereka berlayar ke bandar Akko, tinggal selama beberapa bulan, kemudian menempuh jalan darat dengan menunggang unta menuju bandar Hormuz di Persia. Sewaktu tinggal di Akko, mereka sempat bertatap muka dengan Diakon Agung Akko, Tedaldo Visconti dari Piacenza. Kepada diakon agung, mereka ungkapkan keprihatinan mereka akan kekosongan takhta kepausan yang berlarut-larut, karena dalam perjalanan pertama mereka ke Tiongkok, Niccolò dan Maffeo menerima nawala dari Kubilai Khan yang harus disampaikan kepada Sri Paus, dan oleh karena itu perjalanan mereka ke Tiongkok kali ini dibebani rasa kecewa. Untung saja dalam perjalanan ke bandar Hormuz tiba kabar bahwa sidang Konklaf akhirnya berhasil memilih paus baru sesudah 33 bulan lamanya terjadi kekosongan takhta, dan kebetulan sekali paus yang baru terpilih adalah Diakon Agung Akko yang belum lama mereka jumpai. Ketiganya bergegas kembali ke Tanah Suci, dan menerima surat-surat dari Sri Paus yang baru untuk diserahkan kepada "Khan Agung", berisi undangan kepada Kubilai Khan untuk mengutus duta-duta ke Roma. Selain itu, Sri Paus juga memberangkatkan dua orang padri Dominikan selaku utusannya ke Tiongkok bersama mereka, yakni Guglielmo dari Tripoli dan Nicola dari Piacenza.[36]
Lewat jalan darat, mereka akhirnya sampai ke istana Kubilai Khan di Shangdu, Tiongkok (pada masa itu dikenal dengan nama Kathai), saat Marco berumur 21 tahun.[37] Lantaran terkesan melihat kecerdasan dan kerendahan hati Marco, Kubilai Khan mengangkatnya menjadi duta keliling yang ditugaskan ke India dan Birma. Marco bertugas menjalankan berbagai misi diplomatik ke berbagai pelosok wilayah kekuasaan Kubilai Khan, bahkan sampai ke negeri-negeri di Asia Tenggara, misalnya negeri-negeri yang sekarang bernama Indonesia, Srilangka, dan Vietnam.[5][6] Selain itu, Marco juga bertugas menghibur Kubilai Khan dengan berbagai cerita dan penjabaran hasil pengamatannya di tempat-tempat yang ia kunjungi. Selaku duta keliling, Marco kerap melakukan perjalanan dinas ke berbagai daerah di Tiongkok, dan berkediaman di tanah-tanah milik Kubilai Khan selama 17 tahun.[7]
Kubilai Khan berulang kali menampik permohonan keluarga Polo untuk diizinkan pulang ke Eropa. Ia telanjur suka bergaul dengan mereka dan menganggap mereka bermanfaat bagi dirinya.[38] Meskipun demikian, sekitar tahun 1291, Kubilai Khan akhirnya mengizinkan mereka untuk pulang ke tanah air, tetapi dengan mengemban satu tugas terakhir, yakni mengantar Putri Kokocin ke Persia untuk dijadikan permaisuri Argun Khan (baca bagian Narasi).[37][39] Sesudah menunaikan tugas, mereka menempuh jalan darat menuju Konstantinopel, lalu memutuskan untuk pulang ke kampung halaman.[37]
Sesudah 24 tahun lamanya merantau, mereka tiba di Venesia pada tahun 1295, membawa pulang setimbun harta kekayaan. Jarak yang sudah mereka tempuh mencapai hampir 15.000 mil (24.000 km).[29]
Marco Polo pulang ke Venesia pada tahun 1295, membawa serta harta kekayaan dalam bentuk batu-batu mulia. Ketika itu Venesia sedang beperang melawan Republik Genova.[40] Marco mengongkosi persenjataan sebuah galai bermanjanik[41] dan ikut maju ke medan laga. Kemungkinan besar ia ditawan musuh pada tahun 1296 dalam suatu serangan dadakan di perairan lepas pantai Anatolia, antara Adana dan Teluk Aleksandreta,[42] bukan dalam pertempuran Curzola tahun 1298 di perairan lepas pantai Dalmasia[43] seperti klaim dari abad ke-16 yang dicatat Giovanni Battista Ramusio[44][45]
Sewaktu mendekam di dalam penjara, beberapa bulan lamanya Marco mendiktekan kisah-kisah petualangannya kepada Rustichello da Pisa,[29] rekan satu selnya. Rustichello kemudian membumbui keterangan Marco dengan kisah-kisahnya sendiri, berbagai aneknot yang ia kumpulkan, dan kabar-kabar terbaru dari Tiongkok. Buku yang mereka hasilkan dalam waktu singkat menyebar ke seluruh Eropa dalam bentuk naskah, dan dikenal dengan judul Petualangan-Petualangan Marco Polo atau Il Milione, judulnya dalam bahasa Italia yang diambil dari julukan Marco, Milione. Judul aslinya dalam bahasa Prancis-Italia adalah Livres des Merveilles du Monde (Pustaka Keajaiban Dunia). Buku ini meriwayatkan berbagai pengalaman Marco maupun ayah dan pamannya sewaktu berkelana ke berbagai pelosok Asia, sehingga menyajikan pandangan komprehensif pertama kepada bangsa Eropa mengenai peri kehidupan masyarakat Timur Jauh, termasuk Tiongkok, India, dan Jepang.[46]
Marco dibebaskan pada bulan Agustus 1299,[29] dan pulang ke Venesia. Selagi ia mendekam di penjara, ayah dan pamannya membeli sebuah palazzo besar di lingkungan contrada San Giovanni Crisostomo (Corte del Milion).[47] Bangunan semewah itu mungkin sekali dibeli keluarga Polo dengan cadangan laba usaha mereka, bahkan mungkin pula dengan hasil penjualan berbutir-butir batu mulia yang mereka bawa pulang dari Dunia Timur.[47] Usaha dagang keluarga Polo terus berjalan, dan dalam waktu singkat Marco sudah menjadi seorang saudagar kaya. Marco dan pamannya, Maffeo Polo, memodali berbagai ekspedisi dagang, tetapi agaknya tidak pernah lagi jauh-jauh bepergian melewati batas-batas wilayah kedaulatan Republik Venesia, dan tidak pernah kembali menelusuri Jalur Sutra, menjelajahi belantara Asia.[48] Sebelum tahun 1300, ayah Marco, Niccolò Polo, wafat.[48] pada tahun 1300, Marco menikahi Donata Badoèr, anak perempuan Vitale Badoèr, seorang saudagar.[49] Mereka dikaruniai tiga orang anak perempuan, yakni Fantina (menikah dengan Marco Bragadin), Bellela (menikah dengan Bertuccio Querini), dan Moreta.[50][51]
Pietro d'Abano, filsuf sekaligus tabib dan ahli nujum di Padua, mengaku pernah berbincang dengan Marco Polo seputar hal-hal yang ia amati di cakrawala semasa bertualang dulu. Marco memberitahukan kepadanya bahwa dalam perjalanan pulang dari Laut Cina Selatan, ia melihat sebuah benda langit "serupa pundi-pundi" (bahasa Latin: ut sacco) berekor besar (bahasa Latin: magna habens caudam) yang ia perjelas lagi dengan gambar, mungkin saja sebuah komet. Para ahli falak sepakat tidak ada komet yang terlihat di langit Eropa pada penghujung tahun 1200, tetapi ada catatan-catatan tentang sebuah komet yang terlihat di Tiongkok dan Indonesia pada tahun 1293.[52] Menariknya, informasi ini justru tidak muncul di dalam Petualangan-Petualangan Marco Polo. Pietro D'Abano mengabadikan gambar yang dibuat Marco di dalam bukunya, Conciliator Differentiarum, quæ inter Philosophos et Medicos Versantur (Perukun Perbedaan-Perbedaan Pendapat di Antara Para Filsuf dan Para Tabib). Marco Polo juga memberitahukan berbagai hal lain yang ia amati di cakrawala Belahan Bumi Selatan dan penjabaran wujud badak sumatra yang termaktub di dalam Conciliator.[52]
Nama Marco Polo muncul di dalam sebuah dokumen Venesia dari tahun 1305, bersama nama-nama nakhoda lokal sehubungan dengan urusan pembayaran pajak.[27] Tidak jelas apakah ada kaitan antara Marco Polo sang petualang dengan orang bernama Marco Polo yang disebut-sebut terlibat kasus kerusuhan menentang pemerintah aristokratis pada tahun 1300 tetapi luput dari pidana mati, demikian pula dengan Marco Polo yang terlibat kasus-kasus kerusuhan tahun 1310 yang dipimpin Bajamonte Tiepolo dan Marco Querini, serta Marco Polo yang memberontak bersama-sama Jacobello dan Francesco Polo dari keluarga Polo cabang lain.[27] Nama Marco Polo kembali disebut secara jelas sesudah tahun 1305 di dalam surat wasiat Maffeo Polo yang dibuat antara tahun 1309 sampai 1310, di dalam selembar dokumen dari tahun 1319 yang mengukuhkan dirinya selaku pemilik sejumlah tanah yasan peninggalan mendiang ayahnya, dan di dalam selembar dokumen dari tahun 1321 selaku pembeli sebagian harta benda keluarga istrinya, Donata.[27]
Pada tahun 1323, Marco harus beristirahat di ranjang akibat sakit yang dideritanya.[53] Marco memasuki saat-saat sakratulmaut pada tanggal 8 Januari 1324, sekalipun para tabib sudah berusaha mengobati penyakitnya.[54] Untuk menulis dan mengesahkan surat wasiat Marco, keluarganya mendatangkan Giovanni Giustiniani, seorang padri dari San Procolo. Istrinya, Donata, beserta ketiga putrinya ia tetapkan menjadi pelaksana bersama.[54] Menurut hukum yang berlaku ketika itu, pihak Gereja berhak mendapat jatah dari tanah yasan yang diwariskannya. Marco mematuhi hukum tersebut bahkan mewasiatkan penyerahan sumbangan tambahan untuk rumah religius San Lorenzo, yang ia inginkan menjadi tempat peristirahatan terakhirnya.[54] Ia juga membebaskan Pietro, bujang Tartar yang setia mengabdi kepadanya, mungkin sejak ia masih berkelana di Asia.[55] Marco mewariskan 100 lira kepada Pietro dalam mata uang dinar Venesia.[56]
Aset-aset selebihnya, termasuk sejumlah barang miliknya, ia bagi-bagikan kepada orang-orang tertentu, lembaga-lembaga keagamaan, dan setiap serikat usaha maupun serikat persaudaraan tempat ia terdaftar sebagai anggota.[54] Ia juga menghapus banyak piutang, antara lain pinjaman 300 lira kepada saudari iparnya, pinjaman kepada rumah religius San Giovanni, pinjaman kepada Gereja San Paulo dari Tarekat Pendakwah, dan pinjaman kepada seorang rohaniwan bernama Fra Benvenuto.[54] Ia mewasiatkan penyerahan 220 keping solidus kepada Giovanni Giustiniani sebagai balas jasanya selaku notaris dan atas doa-doanya.[57]
Surat wasiat tersebut tidak ditandatangani Marco, tetapi disahkan mengikuti kaidah signum manus yang berlaku ketika itu, yakni cukup dengan disentuh pewasiat saja surat wasiat sudah sah menurut hukum.[56][58] Tanggal kematian Marco tidak dapat ditetapkan secara pasti lantaran satu hari menurut hukum Venesia berakhir pada saat matahari terbenam, tetapi beberapa sarjana memperkirakan Marco Polo tutup usia dalam rentang waktu antara matahari terbenam pada tanggal 8 sampai matahari terbenam pada tanggal 9 Januari 1324.[59] Biblioteca Marciana, lembaga yang menyimpan lembaran asli surat wasiatnya, menetapkan tanggal 9 Januari 1323 sebagai tanggal surat wasiat tersebut, dan memperkirakan Marco Polo tutup usia pada bulan Juni 1324.[58]
Versi otoritatif dari buku Marco Polo tidak ada dan mustahil ada, karena naskah-naskah awalnya memperlihatkan cukup banyak perbedaan antara satu sama lain, dan rekonstruksi karya tulis aslinya hanya dapat dilakukan lewat penerapan ilmu kritik teks. Sejauh yang sudah diketahui, ada 150 salinan buku Marco Polo dalam berbagai bahasa. Sebelum penemuan mesin cetak, kerap terjadi kekeliruan dalam proses penyalinan dan penerjemahan, sehingga muncul banyak perbedaan antara satu salinan dengan salinan lain.[60][61]
Marco menguraikan pengalaman-pengalamannya secara lisan kepada Rustichello da Pisa saat keduanya mendekam di penjara Republik Genova. Rustichello membukukan uraian-uraian tersebut dalam bahasa Prancis-Venesia dengan judul Devisement du Monde (Gambaran Dunia).[62] Mungkin mereka berniat menerbitkan semacam buku panduan bagi para saudagar, khususnya menyangkut bobot, ukuran, dan jarak tempuh.[63]
Naskah tertua yang masih lestari adalah naskah dalam bahasa Prancis Lama yang sarat dengan bumbu-bumbu bahasa Italia. Isi naskah ini dinamakan teks "F".[64] Bagi sarjana Italia, Luigi Foscolo Benedetto, teks "F" adalah teks dasar asli, yang ia koreksi sesudah membandingkannya dengan teks Italia yang agak lebih terperinci dari Giovanni Battista Ramusio dan sebuah naskah Latin yang tersimpan di Biblioteca Ambrosiana. Sumber-sumber awal lain yang juga penting adalah teks "R" (terjemahan ke dalam bahasa Italia yang dikerjakan Ramusio, cetak perdana tahun 1559) dan teks "Z" (sebuah naskah Latin dari abad ke-15, tersimpan di Toledo, Spanyol). Ada pula naskah tua lain dalam bahasa Prancis, yang dipertanggalkan sekitar tahun 1350, dan kini tersimpan di Perpustakaan Nasional Swedia.[65]
Iter Marci Pauli Veneti (Perjalanan Marco Polo Orang Venesia), salah satu naskah terawal, adalah hasil terjemahan ke dalam bahasa Latin yang dikerjakan Padri Dominikan Francesco Pipino pada tahun 1302, hanya beberapa tahun sesudah Marco bebas dan pulang ke Venesia. Karena ketika itu bahasa Latin merupakan bahasa kebudayaan yang otoritatif dan bahasa yang paling banyak digunakan di Eropa, diduga teks Rustichello diterjemahkan ke dalam bahasa Latin atas keputusan tarekat Dominikan, dan inilah faktor yang turut berjasa menyebarluaskannya ke seluruh Eropa.[19]
Terjemahan pertama ke dalam bahasa Inggris adalah versi bahasa Inggris zaman Ratu Elizabeth yang dikerjakan John Frampton dan diterbitkan tahun 1579 dengan judul The most noble and famous travels of Marco Polo, didasarkan atas terjemahan ke dalam bahasa Kastila (versi pertama dalam bahasa Kastila) yang dikerjakan Santaella dan diterbitkan pada tahun 1503.[66]
Edisi-edisi buku Marco yang diterbitkan dikerjakan dengan mengandalkan satu naskah saja, dengan memadukan beberapa versi, atau dengan menambahkan catatan penjelasan, misalnya di dalam edisi bahasa Inggris yang dikerjakan Henry Yule. Edisi bahasa Inggris terbitan tahun 1938 yang dikerjakan A. C. Moule dan Paul Pelliot didasarkan atas naskah Latin yang ditemukan di perpustakaan Gereja Katedral Toledo pada tahun 1932, dan 50% lebih panjang dibanding versi-versi lain.[67] Terjemahan populer yang keluaran penerbit Penguin Books pada tahun 1958 dikerjakan oleh R. E. Latham yang berusaha memadukan beberapa teks guna menghasilkan satu versi yang enak dibaca secara keseluruhan.[68]
Buku Marco diawali dengan mukadimah yang meriwatkan perjalanan ayah dan pamannya ke Bolgar, kota kediaman Pangeran Berke Khan. Setahun kemudian, keduanya berangkat ke Ukek[69] lalu meneruskan perjalanan ke Bukhara. Di kota itu, seorang duta dari Syam mengundang mereka untuk bertatap muka dengan Kubilai Khan yang belum pernah melihat orang Eropa.[70] Pada tahun 1266, mereka sampai ke kota kediaman Kubilai Khan, Dadu (sekarang Beijing). Kubilai Khan menyambut keduanya dengan ramah-tamah dan menanyakan berbagai hal menyangkut sistem hukum dan politik Eropa.[71] Ia juga bertanya tentang Sri Paus dan Gereja di Roma.[72] Sesudah mendengar jawaban-jawaban mereka, Kubilai Khan menitipkan nawala yang ditujukan kepada Sri Paus, meminta 100 orang Kristen yang mahir dalam tujuh macam ilmu (tata bahasa, retorika, logika, geometri, aritmetika, musik, dan astronomi). Kubilai Khan juga meminta dikirimi duta yang membawa minyak dari lampu di Yerusalem.[73] Sede vacante yang berlarut-larut sepeninggal Paus Klemens IV pada tahun 1268 menghalangi kedua saudagar bersaudara itu untuk selekasnya memenuhi permintaan-permintaan Kubilai Khan. Mereka menuruti anjuran Theobald Visconti, utusan paus untuk negeri Mesir ketika itu, dan pulang ke Venesia pada tahun 1269 atau 1270 sembari menunggu terpilihnya paus baru, sehingga Marco berkesempatan berjumpa dengan ayahnya untuk pertama kalinya saat berumur lima atau enam belas tahun.[74]
Pada tahun 1271, Niccolò, Maffeo, dan Marco Polo berangkat meninggalkan Venesia dengan maksud memenuhi permintaan Kubilai Khan. Mereka berlayar ke bandar Akko, kemudian menempuh jalur darat dengan mengendarai unta ke bandar Hormuz di Persia. Mereka berniat untuk berlayar langsung ke Tiongkok, tetapi kapal-kapal di Hormuz tidak laik laut, oleh karena itu mereka memutuskan untuk menempuh jalan darat melalui Jalur Sutra sampai ke istana musim panas Kubilai Khan di Shangdu, dekat Zhangjiakou sekarang. Dalam perjalanan, mereka pernah bergabung dengan serombongan kafilah saudagar keliling yang kebetulan berpapasan dengan mereka. Malangnya, tidak lama kemudian kafilah dagang itu diserang segerombolan penyamun yang memanfaatkan badai pasir untuk menyamarkan pergerakan mereka. Niccolò, Maffeo, dan Marco Polo berhasil melawan dan meloloskan diri ke kota terdekat, tetapi banyak anggota kafilah dagang tewas terbunuh atau ditawan dan dijadikan budak belian.[75] Sesudah tiga setengah tahun meninggalkan Venesia, ketika Marco berumur kira-kira 21 tahun, mereka akhirnya berkesempatan menghadap Kubilai Khan di istananya.[29] Tanggal kedatangan mereka di Shangdu tidak diketahui, tetapi menurut estimasi para sarjana, mereka tiba antara tahun 1271 sampai 1275.[nb 1] Pada kesempatan itu, mereka mempersembahkan minyak suci dari Yerusalem dan surat-surat dari Sri Paus kepada Kubilai Khan.[28]
Marco sendiri menguasai empat bahasa, dan anggota-anggota keluarga Polo sudah mengumpulkan berbagai pengetahuan dan banyak pengalaman yang berguna bagi Kubilai Khan. Kemungkinan besar Marco diangkat Kubilai Khan menjadi pejabat negara,[29] karena ia mencatat berbagai lawatan kenegaraan ke provinsi-provinsi di kawasan selatan dan kawasan timur Tiongkok, ke daerah-daerah yang lebih jauh lagi di selatan, dan ke negeri Birma.[76] Mereka sangat dihormati dan memikat hati banyak orang di lingkungan istana bangsa Mongol, sehingga Kubilai Khan berulang kali menolak mengabulkan permohonan mereka untuk meninggalkan Tiongkok. Lama kelamaan mereka mulai khawatir tidak dapat pulang dengan selamat ke tanah air. Menurut hemat mereka, andaikata Kubilai Khan mangkat, musuh-musuhnya akan berbalik melawan mereka lantaran terlampau dekat dengan Kubilai Khan. Pada tahun 1292, cucu dari adik Kubilai Khan yang memerintah Persia ketika itu, mengirim perutusan ke Tiongkok untuk mencari calon permaisuri. Para utusan dari Persia meminta ketiga anggota keluarga Polo untuk menemani mereka, dan oleh karena itulah Niccolò, Maffeo, dan Marco Polo diizinkan mengantar calon permaisuri bersama para utusan tersebut ke Persia. Tahun itu juga mereka bertolak dari bandar Zaitun di kawasan selatan Tiongkok, dalam iring-iringan armada yang terdiri atas 14 jung. Armada berlayar ke bandar Singapura,[77] kemudian putar haluan ke utara menuju Sumatra,[78] memutari ujung selatan Anak Benua India,[79] dan akhirnya melintasi Laut Arab menuju bandar Hormuz. Pelayaran yang berlangsung selama dua tahun itu tidak luput dari berbagai marabahaya. Dari enam ratus penumpang (tidak termasuk awak kapal), hanya delapan belas orang (termasuk Niccolò, Maffeo, dan Marco Polo) yang berhasil selamat sampai tujuan.[80] Sesudah mendarat di bandar Hormuz, Niccolò, Maffeo, dan Marco Polo berpisah dengan rombongan pengantar calon permaisuri dan menempuh jalur darat menuju bandar Trebizon (sekarang Trabzon) di tepi Laut Hitam.[29]
Sarjana Inggris Ronald Latham mengemukakan bahwa Pustaka Aneka Keajaiban yang ditulis antara tahun 1298–1299 itu sesungguhnya adalah hasil kolaborasi Marco Polo dengan seorang penulis roman profesional bernama Rustichello asal Pisa.[81] Diyakini bahwa Marco menguraikan pengalaman-pengalamannya secara lisan kepada Rustichello da Pisa saat keduanya mendekam di penjara Republik Genova. Rustichello menulis Devisement du Monde dalam bahasa Prancis-Venesia, yakni bahasa kebudayaan yang digunakan secara luas di kawasan utara Italia, antara kawasan lingkar subalpen dan kawasan hilir sungai Po, dari abad ke-13 sampai abad ke-15.[62][82]
Latham mengemukakan pula bahwa Rustichello mungkin saja memoles uraian-uraian Marco serta menambahkan unsur-unsur fantastis dan romantis yang membuat buku itu laris manis.[81] Sarjana Italia Luigi Foscolo Benedetto sebelumnya sudah mengemukakan bahwa buku tersebut ditulis dengan "gaya bertutur santai" yang merupakan ciri khas karya-karya tulis Rustichello, dan bahwasanya beberapa kalimat di dalamnya disalin mentah-mentah dari karya-karya tulis Rustichello lainnya, atau setidaknya cuma sedikit dimodifikasi. Sebagai contoh, kalimat "kepada sekalian kaisar dan raja, sekalian adipati dan adipati mancanegara" di dalam Pustaka Keajaiban Dunia disalin mentah-mentah dari sebuah roman bertema Raja Arthur yang ditulis Rustichello beberapa tahun sebelumnya, sementara uraian kedatangan anggota-anggota keluarga Polo di istana Kubilai Khan untuk kedua kalinya nyaris sama persis dengan uraian kedatangan Tristan di istana Raja Arthur di Camelot dalam roman yang sama.[83] Latham yakin bahwa banyak unsur di dalam buku tersebut, semisal legenda-legenda Timur Tengah dan kisah-kisah kejaiban eksotis, mungkin ditambahkan Rustichello dengan maksud menyajikan cerita-cerita yang lazimnya dinikmati sidang pembaca Eropa dari sebuah buku petualangan.[84]
Tampaknya cerita petualangan Marco sedari awal sudah memancing berbagai macam reaksi, lantaran sebagian pihak meragukan kebenarannya. Padri Dominikan Francesco Pipino adalah penulis yang menerjemahkan buku Marco ke dalam bahasa Latin dengan judul Iter Marci Pauli Veneti pada tahun 1302, hanya beberapa tahun sesudah Marco bebas dan pulang ke Venesia. Francesco Pipino menjamin kebenaran cerita-cerita di dalam buku tersebut, dan menyifatkan Marco sebagai "orang yang cermat, terhormat, lagi dapat dipercaya".[85] Di dalam karya-karya tulisnya, bruder Dominikan Jacopo d'Acqui menjelaskan mengapa orang-orang sezamannya meragukan kebenaran isi buku Marco. Ia meriwayatkan pula bahwa sebelum tutup usia, Marco Polo menegaskan bahwa "dia baru menceritakan separuh dari segala sesuatu yang pernah ia saksikan dengan mata kepala sendiri".[85]
Menurut beberapa penelitian mutakhir yang dilakukan sarjana Italia Antonio Montefusco, keakraban yang dibina Marco Polo dengan para anggota tarekat Dominikan di Venesia memunculkan dugaan bahwa padri-padri Domikan di Venesia berkolaborasi dengan Marco untuk menghasilkan versi Latin dari bukunya, yakni menerjemahkan teks Rustichello ke dalam bahasa Latin atas keputusan tarekat.[19]
Karena pewartaan Injil kepada bangsa-bangsa asing adalah salah satu karya misi para padri Dominikan (bdk. peran para misionaris Dominikan di Tiongkok[86] dan Hindia[87]), tidaklah keliru untuk menduga bahwa mereka menganggap buku Marco sebagai sumber informasi andal yang berguna bagi misi-misi di Timur. Komunikasi-komunikasi diplomatik yang dijalin Paus Inosensius IV dan Paus Gregorius X dengan bangsa Mongol[88] mungkin sekali merupakan alasan lain yang melatarbelakangi keputusan tarekat Dominikan ini. Kala itu, peluang pembentukan aliansi Kristen-Mongol untuk melawan Islam sedang hangat-hangatnya diperbincangkan.[89] Bahkan faktanya, seorang utusan Mongol telah dibaptis dengan meriah pada penyelenggaraan Konsili Lyon II. Dalam konsili tersebut, Paus Gregorius X mempromulgasikan Perang Salib baru yang akan dimulai pada tahun 1278 bersama-sama bangsa Mongol.[90]
Sejak diterbitkan, buku Marco sudah ditanggapi dengan sikap skeptis oleh sebagian pihak.[91] Pada Abad Pertengahan, ada pihak-pihak yang menganggap buku Marco sekadar sebuah roman atau fabel, lantaran uraian-uraian Marco tentang peradaban canggih di Tiongkok benar-benar berbeda dengan uraian-uraian yang lebih awal dari Giovanni da Pian del Carpine dan William dari Rubruck, yang menyifatkan bangsa Mongol sebagai orang-orang barbar yang terkesan hidup di 'alam lain'.[91] Pada abad-abad selanjutnya, berbagai pihak meragukan kebenaran narasi Marco Polo tentang petualangan-petualangannya di Tiongkok, misalnya lantaran Marco tidak menceritakan apa-apa tentang Tembok Besar Tiongkok, dan khususnya karena banyak nama tempat yang disebutkannya sukar diidentifikasi[92] (kendati semenjak saat itu mayoritas nama tempat di dalam buku Marco sudah teridentifikasi).[93] Banyak pihak yang ragu kalau Marco benar-benar sudah mendatangi tempat-tempat yang ia ceritakan, malah berprasangka kalau Marco cuma menceritakan pengalaman-pengalaman ayah dan pamannya atau musafir-musafir lain seakan-akan semua itu ia alami sendiri, bahkan sebagian pihak ragu kalau Marco benar-benar sudah menjejakkan kakinya di negeri Tiongkok, dan andaikata dia memang pernah sampai ke Tiongkok, mungkin saja dia tidak pernah bepergian keluar kota Khanbaliq (Beijing).[92][94]
Meskipun demikian, uraian-uraian Marco Polo mengenai Tiongkok sudah terbukti lebih akurat dan terperinci dibanding uraian musafir-musafir lain pada zaman itu. Adakalanya Marco membantah fabel-fabel dan legenda-legenda 'ajaib' yang termaktub di dalam karya-karya tulis Eropa lainnya, dan kendati mengandung kekeliruan dan keterangan yang berlebih-lebihan, uraian-uraian Marco mengandung relatif lebih sedikit keterangan tentang keajaiban-keajaiban yang tidak masuk akal. Dalam banyak kasus yang ada (kebanyakan terdapat pada bagian pertama sebelum ia sampai ke Tiongkok, semisal uraian-uraian tentang mukjizat-mukjizat Kristen), ia perjelas dengan keterangan bahwa keajaiban-keajaiban tersebut ia ketahui dari omongan orang, tidak ia saksikan dengan mata kepala sendiri. Hampir semua uraian Marco juga bebas dari kekeliruan-kekeliruan besar yang terdapat di dalam uraian-uraian lain, misalnya uraian musafir Maroko Ibnu Batutah yang mencampuradukkan Sungai Kuning dengan Terusan Besar maupun terusan-terusan lain, dan menyangka porselen terbuat dari batu bara.[95]
Kajian-kajian modern sudah membuktikan bahwa keterangan-keterangan terperinci di dalam buku Marco, misalnya keterangan tentang mata uang yang dipakai serta produksi dan pendapatan dari penjualan garam, akurat dan unik. Keterangan-keterangan terperinci semacam itu tidak terdapat di dalam sumber-sumber non-Tiongkok lain, dan keakuratannya didukung bukti arkeologis maupun catatan-catatan bangsa Tionghoa yang ditulis sesudah Marco meninggalkan Tiongkok. Oleh karena itu kecil kemungkinannya keterangan-keterangan Marco didapatkan dari tangan kedua.[96] Keterangan-keterangannya yang lain juga sudah terbukti benar. Misalnya, saat berkunjung ke Zhenjiang di Jiangsu, Tiongkok, Marco mendapati ada banyak gereja berdiri di kota itu. Keterangan ini diteguhkan sebuah karya tulis bangsa Tionghoa dari abad ke-14 yang menyebutkan bahwa orang Sogdia bernama Mar-Sargis asal Samarkand membangun enam gedung Gereja Nestorian di kota itu dan satu lagi di Hangzhou pada seperdua akhir abad ke-13.[97] Ceritanya tentang pengantaran Putri Kokocin dari Tiongkok ke Persia untuk menjadi permaisuri Ilkhan juga diteguhkan sumber-sumber Persia maupun Tiongkok yang tidak berkaitan satu sama lain.[98]
Pihak-pihak yang bersikap skeptis sudah lama berprasangka bahwa keterangan-keterangan di dalam buku Marco didapatkannya dari omongan orang belaka. Beberapa di antaranya berprasangka demikian dengan alasan bahwa Marco tidak menceritakan apa-apa tentang keunikan adat-istiadat dan bangunan-bangunan yang menonjol di Tiongkok, dan bahwasanya tidak ada keterangan apa-apa di dalam bukunya tentang beberapa tempat tertentu. Sekalipun menyajikan keterangan tentang uang kertas dan pemanfaatan batu bara sebagai bahan bakar, Marco tidak menyajikan keterangan apa-apa tentang Tembok Besar Tiongkok, teh, aksara Tionghoa, sumpit, maupun adat membebat kaki anak gadis.[99] Ketiadaan keterangan tentang Tembok Besar Tiongkok di dalam buku Marco pertama kali diungkit pada pertengahan abad ke-17, bahkan pada abad ke-18 muncul dugaan bahwa mungkin saja Marco tidak pernah sampai ke Tiongkok.[92] Sarjana-sarjana terkemudian seperti John W. Haeger berpendapat bahwa Marco mungkin tidak pernah menjelajahi kawasan selatan Tiongkok karena tidak menyajikan keterangan tentang kota-kota di kawasan selatan Tiongkok, sementara Herbert Franke mengemukakan kemungkinan bahwa Marco tidak pernah menjejakkan kakinya di Tiongkok, dan memperkirakan bahwa keterangan-keterangannya ia dapatkan dari sumber-sumber Persia lantaran ungkapan-ungkapan khas Persia yang digunakannya.[94][100] Pendapat ini diperluas Dr. Frances Wood di dalam bukunya yang terbit tahun 1995, Did Marco Polo Go to China?. Ia mengemukakan bahwa sejauh-jauhnya Marco Polo hanya bepergian sampai ke Persia (sekarang Iran), dan bahwasanya tidak ada keterangan tentang Tiongkok di dalam Pustaka Keajaiban Dunia yang tidak dapat diperoleh dengan sekadar membaca buku-buku Persia.[101] Frances Wood berpendirian bahwa lebih mungkin Marco Polo hanya bepergian sampai ke Konstantinopel (sekarang Istambul, Turki) dan beberapa koloni dagang Italia di pesisir Laut Hitam, lalu mengumpulkan kisah-kisah pengalaman para musafir yang sudah pernah berkelana jauh ke timur.[101]
Sanggahan dari pihak-pihak yang meyakini keakuratan keterangan Marco Polo bertitik tolak dari pokok-pokok permasalahan yang dikemukakan pihak-pihak yang bersikap skeptis, misalnya ketiadaan keterangan tentang adat membebat kaki dan Tembok Besar Tiongkok. Sejarawan Stephen G. Haw mengemukakan bahwa Tembok Besar dibangun untuk membendung invasi suku-suku bangsa dari utara, sementara kulawangsa yang memerintah Tiongkok semasa Marco Polo mengunjungi negeri itu justru adalah suku bangsa dari utara yang menginvasi Tiongkok. Mereka berpendapat bahwa Tembok Besar yang dikenal orang dewasa ini adalah bangunan kulawangsa Ming yang baru dikerjakan kira-kira dua abad selepas kunjungan Marco Polo, dan bahwasanya para penguasa Mongol yang mempekerjakan Marco Polo menguasai kawasan di sebelah utara maupun di sebelah selatan Tembok Besar yang ada saat ini, oleh karena itu tidak ada alasan untuk merawat benteng-benteng peninggalan kulawangsa-kulawangsa sebelumnya yang mungkin masih ada saat itu.[102] Musafir-musafir Eropa lainnya yang pernah berkunjung ke Khanbaliq pada zaman kulawangsa Yuan, semisal Giovanni de' Marignolli dan Odorico da Pordenone, juga tidak menyebut-menyebut keberadaan Tembok Besar Tiongkok. Musafir Muslim Ibnu Batutah, yang menanyakan ihwal Tembok Besar saat berkunjung ke Tiongkok pada zaman kulawangsa Yuan, tindak berhasil menemukan narasumber yang pernah melihat tembok tersebut maupun yang kenal dengan orang yang pernah melihatnya. Ini berarti bahwa kendati reruntuhan tembok pertahanan yang dibangun kulawangsa-kulawangsa sebelumnya masih ada, reruntuhan tersebut tidak dianggap penting atau layak diperhatikan pada masa itu.[102]
Stephen G. Haw mengemukakan pula bahwa membebat kaki bukanlah suatu kelaziman, bahkan bukan suatu kelaziman di dalam masyarakat Tionghoa pada masa hidup Marco Polo, dan nyaris tidak dikenal di dalam masyarakat Mongol. Sekalipun Odorico da Pordenone, misionaris Italia yang berkunjung ke Tiongkok pada zaman kulawangsa Yuan, mencatat ihwal membebat kaki (kendati tidak jelas apakah ia sekadar mengulangi keterangan orang lain, lantaran penjabarannya tidak akurat),[103] musafir-musafir asing lain yang berkunjung ke Tiongkok pada zaman kulawangsa Yuan tidak menyebut-nyebut adat tersebut. Kenyataan ini mungkin saja mengisyaratkan bahwa adat membebat kaki belum menyebar luas atau belum diamalkan dalam bentuk ekstemnya pada masa itu.[104] Marco Polo sendiri menguraikan (di dalam naskah Toledo) gaya berjalan lemah gemulai perempuan Tiongkok yang pendek-pendek melangkahkan kaki.[102] Sarjana-sarjana lain juga sudah membuktikan bahwa banyak hal yang tidak diceritakan Marco Polo, misalnya teh dan sumpit, juga tidak disebut-sebut para musafir lain.[39] Stephen G. Haw memaparkan pula bahwa meskipun ada hal-hal tertentu yang tidak diceritakan, uraian-uraian Marco Polo lebih luas cakupannya, lebih akurat, dan lebih terperinci daripada uraian-uraian para musafir asing lain yang berkunjung ke Tiongkok kala itu.[105] Marco Polo bahkan menjabarkan berbagai hasil reka cipta bangsa Tionghoa di bidang pelayaran, misalnya sekat-sekat ruang kedap air pada kapal-kapal bangsa Tionghoa, ilmu yang ingin sekali ia bagikan kepada rekan-rekannya sesama warga Venesia.[106]
Selain Stephen G. Haw, sejumlah sarjana lain pun sudah mengemukakan pendapat yang mendukung pandangan bahwa Marco Polo pernah berkunjung ke Tiongkok sebagai tanggapan terhadap buku Frances Wood.[107] Buku Frances Wood menuai kritik dari berbagai pihak, antara lain Igor de Rachewiltz (penerjemah dan anotator The Secret History of the Mongols) dan Morris Rossabi (penulis Kublai Khan: his life and times).[108] Sejarawan David Morgan menunjukkan kekeliruan-kekeliruan mendasar di dalam buku Frances Wood semisal mencampuradukkan kulawangsa Liao dengan kulawangsa Jin. David Morgan juga tidak mendapati bukti kuat di dalam buku tersebut yang mampu membuatnya yakin kalau Marco Polo tidak pernah berkunjung ke Tiongkok.[109] Stephen G. Haw juga mengemukakan di dalam bukunya, Marco Polo's China, bahwa uraian Marco jauh lebih tepat dan akurat daripada yang kerap disangka orang, dan tampaknya sangat mustahil Marco mendapatkan semua informasi di dalam bukunya dari sumber-sumber tangan kedua.[110] Stephen G. Haw mengkritik pula pendekatan yang dipakai Frances Wood, yakni mencari-cari keterangan tentang Marco Polo di dalam karya-karya tulis Tionghoa dengan berpendirian bahwa orang-orang Eropa pada masa hidup Marco tidak begitu mementingkan pemakaian nama marga, dan bahwasanya alih aksara nama "Marco" secara langsung ke dalam aksara Tionghoa merupakan pengabaian terhadap kemungkinan bahwa Marco pernah memakai nama Tionghoa atau bahkan nama Mongol yang tidak memiliki kaitan makna maupun kemiripan bunyi dengan nama Latinnya.[111]
Masih dalam rangka menanggapi pendapat Frances Wood, Jørgen Jensen mengungkit kembali pertemuan Marco Polo dengan Pietro d'Abano menjelang akhir abad ke-13. Dalam pertemuan tersebut, Marco menjabarkan berbagai hasil pengamatan astronomis yang dilakukannya selama bertualang. Pengamatan-pengamatan tersebut hanya mungkin dilakukan Marco jika ia pernah tinggal di Tiongkok, Sumatra, dan kawasan sekitar Laut Tiongkok Selatan.[112] Lagipula semua itu hanya termaktub di dalam buku Conciliator Differentiarum yang ditulis Pietro, dan tidak termaktub di dalam buku Petualangan-Petualangan Marco Polo.
Sesudah menelaah isi buku Stephen G. Haw, Peter Jackson (penulis The Mongols and the West) mengemukakan tinjauannya bahwa Stephen G. Haw "sekarang ini mestinya sudah menyelesaikan kontroversi seputar kesejarahan kunjungan Marco Polo ke Tiongkok".[113] Di dalam tinjauannya yang menyangkali pokok-pokok paparan Frances Wood, Igor de Rachewiltz menyajikan kesimpulan berisi kecaman tajam bahwasanya "Dengan menyesal harus saya katakan kalau buku Frances Wood jauh di bawah standar ilmiah yang diharapkan orang dari karya-karya tulis semacam itu. Bukunya cuma dapat disifatkan mengecoh, baik dalam kaitan dengan penulisnya maupun dalam kaitan dengan khalayak ramai pada umumnya. Pertanyaan-pertanyaan yang ia kemukakan, dalam mayoritas kasus, sudah dijawab tuntas ... usahanya tidak profesional; ia kurang menguasai kemahiran-kemahiran dasar yang dibutuhkan di bidang ini, yakni kompetensi linguistik dan metodologi penelitian yang memadai ... dan argumen-argumen utama yang dikemukakannya tidak mampu bertahan menghadapi pengujian saksama. Kesimpulannya telah gagal mempertimbangkan semua bukti yang mendukung kredibilitas Marco Polo."[114]
Beberapa sarjana yakin bahwa Marco Polo melebih-lebihkan arti penting dirinya di Tiongkok. Sejarawan Inggris David Morgan menduga bahwa Marco Polo mungkin sekali melebih-lebihkan dan berdusta perihal statusnya di Tiongkok,[115] sementara Ronald Latham yakin bahwa unsur berlebih-lebihan tersebut adalah bumbu penyedap cerita yang ditambahkan si juru tulis, Rustichello da Pisa.[84]
Et meser Marc Pol meisme, celui de cui trate ceste livre, seingneurie ceste cité por trois anz.
Dan Tuan Marco Polo yang sama, yang dikisahkan di dalam buku ini, memerintah atas kota tersebut selama tiga tahun.
Berikut ini adalah nama-nama tempat di Indonesia yang disebutkan di dalam buku Petualangan-Petualangan Marco Polo:
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.