Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif
Kompleks Candi Muaro Jambi
bangunan kuil di Indonesia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Remove ads
Satuan Ruang Geografis Muarajambi merupakan peninggalan Kerajaan Malayu Kuno dan Sriwijaya, yang dikenal sebagai pusat peribadatan agama Buddha terluas di Indonesia pada abad ke-7 hingga ke-13 Masehi.
Remove ads


Dalam konteks sejarah regional, Kerajaan Malayu dan Sriwijaya diakui memiliki pengaruh yang luas, tidak hanya di wilayah Nusantara, tetapi juga hingga ke daratan Asia Tenggara seperti Malaysia dan Thailand. Kedua kerajaan ini memainkan peran penting dalam percaturan politik dan ekonomi internasional, sebagai penghubung antara India dan Cina pada masanya.
Muarajambi bahkan pernah menjadi pusat pendidikan Buddhisme pada abad ke-5 hingga ke-6 Masehi.
Saat ini, kawasan Muarajambi berada dalam naungan Museum dan Cagar Budaya, Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia.
Remove ads
Penemuan dan pemugaran
Kompleks percandian Muaro Jambi pertama kali dilaporkan pada tahun 1824 oleh seorang letnan Inggris bernama S.C. Crooke yang melakukan pemetaan daerah aliran sungai untuk kepentingan militer. Baru tahun 1975, pemerintah Indonesia mulai melakukan pemugaran yang serius yang dipimpin R. Soekmono. Berdasarkan aksara Jawa Kuno[butuh rujukan] pada beberapa lempeng yang ditemukan, pakar epigrafi Boechari menyimpulkan peninggalan itu berkisar dari abad ke-7-12 Masehi. Di situs ini baru sembilan bangunan yang telah dipugar,[1] dan kesemuanya adalah bercorak Buddhisme. Kesembilan candi tersebut adalah Candi Kotomahligai, Kedaton, Gedong Satu, Gedong Dua, Gumpung, Tinggi, Telago Rajo, Kembar Batu, dan Candi Astano.
Dari sekian banyaknya penemuan yang ada, Junus Satrio Atmodjo menyimpulkan daerah itu dulu banyak dihuni dan menjadi tempat bertemu berbagai budaya. Ada manik-manik yang berasal dari Persia, China, dan India. Agama Buddha Mahayana Tantrayana diduga menjadi agama mayoritas dengan diketemukannya lempeng-lempeng bertuliskan "wajra" pada beberapa candi yang membentuk mandala.
Remove ads
Struktur kompleks percandian
Ringkasan
Perspektif
Kompleks percandian Muaro Jambi terletak pada tanggul alam kuno Sungai Batanghari. Situs ini mempunyai luas 12 km persegi, panjang lebih dari 7 kilometer serta luas sebesar 260 hektar yang membentang searah dengan jalur sungai. Situs ini berisi 110 candi yang sebagian besar masih berupa gundukan tanah (menapo) yang belum dikupas (diokupasi).[1] Dalam kompleks percandian ini terdapat pula beberapa bangunan berpengaruh agama Hindu.
Di dalam kompleks tersebut tidak hanya terdapat candi tetapi juga ditemukan parit atau kanal kuno buatan manusia, kolam tempat penammpungan air serta gundukan tanah yang di dalamnya terdapat struktur bata kuno. Dalam kompleks tersebut minimal terdapat 85 buah menapo yang saat ini masih dimiliki oleh penduduk setempat. Selain tinggalan yang berupa bangunan, dalam kompleks tersebut juga ditemukan arca prajnaparamita, dwarapala, gajahsimha, umpak batu, lumpang/lesung batu. Gong perunggu dengan tulisan Cina, mantra Buddhis yang ditulis pada kertas emas, keramik asing, tembikar, belanga besar dari perunggu, mata uang Cina, manik-manik, bata-bata bertulis, bergambar dan bertanda, fragmen pecahan arca batu, batu mulia serta fragmen besi dan perunggu. Selain candi pada kompleks tersebut juga ditemukan gundukan tanah (gunung kecil) yang juga buatan manusia. Oleh masyarakat setempat gunung kecil tersebut disebut sebagai Bukit Sengalo atau Candi Bukit Perak.
Remove ads
Hal ihwal kerusakan
Ringkasan
Perspektif
Meskipun kompleks candi ini sebagai Warisan Budaya Dunia, candi ini mengalami kemunduran dalam pengelolaan. Ini diperparah oleh adanya industri sawit dan batubara di sekitar kompleks. Bahkan sejumlah candi dan menapo (tumpukan bata berstruktur candi) berada persis di tengah-tengah lokasi pabrik dan areal penimbunan batubara. Pariwisata massal juga turut memperparah keadaan, dengan adanya persewaan sepeda, —yang sering kali melindas menapo, dan adanya kompleks candi yang digunakan sebagai pasar malam, mulai dari komidi putar dan tong setan yang dipasang di tengah candi. Selain itu, kawasan konservasi arkeologis itu belum lagi dimasukkan ke rencana tata ruang kabupaten dan provinsi. Disayangkan, pengalokasian wilayah untuk ini belum ada.[2]
Tak hanya itu, belasan arca belasan benda purbakala di antaranya beberapa arca, makara, dan padmasana yang sebelumnya disimpan di gedung koleksi, sempat teronggok di kolong bangunan museum Candi Kedaton di Desa Baru. Kondisinya terlantar di bawah bangunan panggung tanpa penutup selama hampir dua tahun. Selain arca, ada pula serpihan abu kremasi yang hanya terbungkus plastik dan ditaruh di dalam kotak.[3]
Adanya pabrik-pabrik itu, sudah mulai muncul sejak 1980-an, terlebih pepohonan di sekitar telah ditebangi, yang menyebabkan menghilangnya karakter ekologis di sekitar candi, sedikit demi sedikit.[4]
Lihat pula
Galeri
- Candi Tinggi.
- Stupa Candi Tinggi.
- Candi Gumpung.
- Makara Candi Gumpung.
- Candi Kembar Batu.
- Candi Kedaton.
- Candi Astano.
- Candi Gedong 1.
- Candi Gedong 2.
- Pohon tumbuh melalui reruntuhan Candi Koto Mahligai
Catatan kaki
Pranala luar
Wikiwand - on
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Remove ads