Loading AI tools
Pendiri dan presiden pertama Republik Turki Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Mustafa Kemal Atatürk (19 Mei 1881 – 10 November 1938 ), hingga 1934 namanya adalah Gazi Mustafa Kemal Paşa, adalah seorang perwira militer dan negarawan Turki yang memimpin revolusi negara itu. Ia juga merupakan pendiri dan presiden pertama Republik Turki. Ideologinya yang sekularis dan nasionalis berikut kebijakan serta teorinya dikenal sebagai Kemalisme.
Mustafa Kemal membuktikan dirinya sebagai komandan militer yang sukses selama berdinas sebagai komandan divisi dalam Pertempuran Gallipoli. Setelah kekalahan Kesultanan Utsmaniyah di tangan tentara Sekutu, dan rencana-rencana berikutnya untuk memecah negara itu, Mustafa Kemal memimpin gerakan nasional Turki dalam apa yang kemudian menjadi Perang Kemerdekaan Turki. Kampanye militernya yang sukses menghasilkan kemerdekaan negara ini dan terbentuknya Republik Turki. Sebagai presiden yang pertama, Mustafa Kemal memperkenalkan serangkaian pembaruan luas dalam usahanya menciptakan sebuah negara modern yang sekuler dan demokratis. Menurut Hukum Nama Keluarga, Majelis Agung Turki memberikan kepada Mustafa Kemal nama belakang "Atatürk" (yang berarti "Bapak Bangsa Turki") pada 24 November 1934.
Mustafa dilahirkan pada 1881, di Selânik Utsmaniyah (kini Thessaloniki di Yunani), sebagai anak seorang pegawai kecil yang kemudian menjadi pedagang kayu. Sesuai dengan kebiasaan Turki pada waktu itu, ia dinamai Mustafa saja. Ayahnya, Ali Rıza Efendi, seorang pegawai bea cukai, meninggal dunia ketika Mustafa baru berusia tujuh tahun. Karena itu, Mustafa kemudian dibesarkan oleh ibunya, Zübeyde Hanım.
Ketika Atatürk berusia 12 tahun, ia masuk ke sekolah militer di Selânik dan Manastır (kini Bitola), kedua-duanya pusat nasionalisme Yunani yang anti-Turki. Mustafa belajar di sekolah menengah militer di Selânik, dan di sana namanya ditambahkan dengan nama Kemal ("kesempurnaan") oleh guru matematikanya sebagai pengakuan atas kecerdasan akademiknya. Mustafa Kemal masuk ke akademi militer di Manastır pada 1895. Ia lulus dengan pangkat letnan pada 1905 dan ditempatkan di Damaskus. Di Damaskus ia segera bergabung dengan sebuah kelompok rahasia kecil yang terdiri dari perwira-perwira yang menginginkan pembaruan, yang dinamai Vatan ve Hürriyet (Tanah Air dan Kemerdekaan), dan menjadi penentang aktif Kesultanan Utsmaniyah. Pada 1907 ia ditempatkan di Selânik dan bergabung dengan Komite Kesatuan dan Kemajuan yang biasa disebut sebagai kelompok Turki Muda.
Pada 1908 kaum Turki Muda merebut kekuasaan dari sultan Abdul Hamid II, dan Mustafa Kemal menjadi tokoh militer senior. Pada 1911, ia pergi ke provinsi Libya untuk ikut serta dalam melawan invasi Italia. Pada bagian pertama dari Perang Balkan Mustafa Kemal terdampar di Libya dan tidak dapat ikut serta, tetapi pada Juli 1913 ia kembali ke Istanbul dan diangkat menjadi komandan pertahanan Utsmaniyah di wilayah Çanakkale di pantai Trakia (Trakya). Pada 1914 ia diangkat menjadi atase militer di Sofia, sebagian sebagai siasat untuk menyingkirkannya dari ibu kota dan dari intrik politiknya.
Ketika Kesultanan Utsmaniyah terjun ke Perang Dunia I di pihak Jerman, Mustafa Kemal ditempatkan di Tekirdağ (di Laut Marmara). Setelah Perang Dunia I usai, Kemal diangkat menjadi panglima dari semua pasukan yang berada di Turki Selatan. Banyak gerakan-gerakan yang muncul atas inisiasi rakyat untuk menggempur dan mengusir Sekutu dari wilayah Turki, akhirnya pasukan yang dipimpin oleh Kemal dan dibantu oleh gerakan-gerakan rakyat berhasil mengusir Sekutu dari Turki. Keberhasilan Sekutu mengusir penjajah, membuat rakyat dan Kemal berniat untuk menyingkirkan kekuasaan Sultan dengan membuat pemerintahan tandingan di Anatolia. Pembentukan pemerintahan tandingan ini tidak lain karena kebijakan Sultan telah bertentangan dengan kepentingan Nasional Turki dan Sultan masih menjadi boneka Sekutu yang otomatis kebijakannya adalah pencitraan dari kebijakan Sekutu atas Turki.[2]
Ia kemudian dipromosikan menjadi kolonel dan ditempatkan sebagai komandan divisi di daerah Gallipoli (bahasa Turki: "Gelibolu"). Ia memainkan peranan kritis dalam pertepuran melawan pasukan sekutu Inggris, Prancis dan ANZAC dalam Pertempuran Gallipoli pada April 1915. Di sini ia berhasil menahan pasukan-pasukan sekutu di Conkbayırı dan di bukit-bukit Anafarta. Karena keberhasilannya ini, pangkatnya kemudian dinaikkan menjadi Brigadir Jenderal, dan dengan demikian memperoleh gelar pasya dan memperoleh pengaruh yang semakin luas dalam upaya-upaya peperangan. Dengan pengaruh dan pengalaman inilah Mustafa Kemal berhasil menggulingkan Kesultanan Utsmaniyah dan merebut kembali wilayah-wilayah yang mulanya telah diserahkan kepada Yunani setelah perang besar itu.
Mustafa Kemal memperoleh penghormatan dari bekas lawan-lawannya karena keberaniannya dalam kemenangan. Memorial Mustafa Kemal Atatürk mempunyai tempat terhormat dalam Parade ANZAC Parade di Canberra. Di tugu peringatan ini tertulis kata-katanya:
Para pahlawan yang menumpahkan darahnya dan kehilangan nyawanya ... kalian kini terbaring di tanah dari negara sahabat. Karena itu beristirahatlah dengan damai. Tidak ada perbedaan antara Johnny dan Mehmet di mana mereka kini terbaring berdampingan di negara kita ... Kalian, para ibu yang mengirim anak-anaknya ke negara-negara yang jauh, hapuskanlah air matamu. Anak-anakmu kini berbaring pada haribaanmu di dalam kedamaian. Setelah kehilangan nyawa mereka di negeri ini, mereka pun telah menjadi anak-anak kami.
Pada 1917 dan 1918 Mustafa dikirim ke front Kaukasus (Kafkaslar) untuk berperang melawan pasukan-pasukan Rusia, yang berhasil dimenangkannya. Ia kemudian ditempatkan di Hejaz (Hicaz), untuk menindas Pemberontakan Arab (yang didukung oleh Britania Raya) melawan Kesultanan Utsmaniyah. Setelah melepaskan jabatannya, akhirnya ia kembali untuk berdinas dalam mempertahankan Palestina, namun gagal. Pada Oktober 1918 Kesultanan Utsmaniyah menyerah kepada Sekutu, dan Mustafa Kemal menjadi salah seorang pemimpin partai yang memilih untuk mempertahankan wilayah yang lebih kurang sama dengan yang dikuasai oleh Turki sekarang, sementara setuju untuk mengundurkan diri dari semua wilayah lainnya.
Sementara pasukan Sekutu mulai menduduki Kesultanan Utsmaniyah, kaum revolusioner Turki mulai memperlihatkan perlawanan. Mustafa Kemal mengorganisir gerakan-gerakan "Kuva-yi Milliye" (Angkatan Nasional) yang paling berhasil, yang berkembang menjadi Perang Kemerdekaan Turki.
Revolusi Mustafa Kemal dimulai dengan penempatannya di Samsun, dan di sana ia diberikan kekuasaan darurat sebagai Inspektur Divisi Militer ke-19. Begitu tiba di Anatolia, ia menafsirkan kekuasaannya secara bebas, dan menghubungi serta mengeluarkan perintah-perintah kepada para gubernur provinsi dan panglima militer daerah. Ia menyuruh mereka untuk melawan pendudukan. Pada Juni 1919 ia dan teman-teman dekatnya mengeluarkan Deklarasi Amasya yang menggambarkan mengapa wewenang Istanbul tidak sah. Para perwira Turki Muda secara politis mempromosikan gagasan bahwa pemerintahan di pengasingan harus dibentuk di suatu tempat di Anatolia. Perintah Istanbul untuk menghukum mati Kemal datang terlambat. Sebuah parlemen baru, Dewan Agung Nasional, sebuah pemerintahan darurat yang dibentuk di Ankara pada April 1920.[3]
Pada tahun 1921 Kesultanan Utsmaniyah secara resmi dihapuskan dan pada tahun 1923 Turki menjadi Republik Sekuler dengan Mustafa Kemal sebagai presidennya. Ia kemudian mendirikan rezim satu partai yang hampir tidak terinterupsi hingga tahun 1945.[3]
Mustafa Kemal kemudian memulai program revolusioner di bidang sosial dan reformasi politik untuk memodernisasi Turki. Perubahan perubahannya termasuk emansipasi untuk perempuan, penghapusan seluruh Institusi Islam dan pengenalan pada kode hukum Barat, pakaian, kalender, serta alfabet, mengganti seluruh huruf Arab dengan huruf Latin.
Untuk kebijakan luar negeri ia memilih netral dengan menjalin hubungan baik dengan negara tentangga.[3] Mustafa Kemal Pasya menandatangani Perjanjian Kars (23 Oktober 1921) dengan Uni Soviet - sebuah perjanjian persahabatan yang isinya Turki menyerahkan kota Batumi, yang kini terletak di Georgia - kepada kaum Bolshevik Lenin sebagai ganti kedaulatan atas kota-kota Kars dan Ardahan, yang direbut oleh Rusia Tsaris dalam Perang Rusia-Turki, 1877-1878. Ia mengantarkan Perjanjian Lausanne, dan dengan itu Turki akhirnya memasuki masa damai setelah satu dasawarsa mengalami peperangan yang menghancurkan, meskipun ia menghadapi oposisi irredentis di Dewan Nasional dan di tempat-tempat lainnya.
Mustafa Kemal menggunakan beberapa tahun berikutnya untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya di Turki dan melembagakan berbagai pembaruan politik, ekonomi dan sosial yang meluas. Pembaruan-pembaruan ini mengakibatkan oposisi di lingkungan Partai Rakyat Republik (Cumhuriyet Halk Fırkası dalam bahasa Turki) yang didirikan oleh Mustafa Kemal pada 9 September 1923. Kemudian Mustafa Kemal memerintahkan Jenderal Kâzım Karabekir untuk mendirikan Partai Republik Progresif (Terakkiperver Cumhuriyet Fırkası dalam bahasa Turki) sebagai oposisi di Dewan Nasional Turki. Partai ini menentang sosialisme negara dari Partai Rakyat Republik dan mengusulkan liberalisme. Tetapi setelah beberapa lama, partai ini diambil alih oleh orang-orang yang dianggap Atatürk sebagai fundamentalis. Pada 1925, sebagian sebagai tanggap terhadap provokasi dari Syekh Said, dikeluarkanlah Undang-undang untuk Mempertahankan Ketertiban, yang memberikan kekuasaan kepada Atatürk untuk membubarkan kelompok-kelompok subversif. Partai Republik Progresif dengan segera dibubarkan dengan undang-undang yang baru ini, suatu tindakan yang dianggapnya perlu untuk mempertahankan negara Turki. Namun, tindakan ini menyebabkan banyak orang Turki menjadi kecewa dengan Atatürk, dan menganggapnya sebagai tindakan seorang diktator.
Pada 11 Agustus 1930 Kemal Pasya memutuskan untuk sekali lagi mencoba gerakan demokrasi. Ia menuduh Ali Fethi Bey mendirikan partai yang baru. Dalam suratnya kepada Ali Fethi, ia menekankan laisisme. Mulanya Partai Republik Liberal berhasil menang di seluruh negara. Tetapi sekali lagi partai oposisi menjadi terlalu kuat di dalam perlawanannya terhadap upaya pembaruan Atatürk, khususnya dalam hal peranan agama dalam kehidupan masyarakat. Akhirnya Ali Fethi menghapuskan partainya sendiri dan Kemal tidak pernah berhasil mendemokratiskan sistem parlementer. Ia kadang-kadang menghadapi pihak oposisi dengan keras dalam berusaha mencapai tujuan utamanya untuk mendemokratiskan Turki. Salah satu kritiknya yang tetap bertahan hingga sekarang ialah bahwa Atatürk tidak mempromosikan demokrasi, namun sebagaimana dicatat oleh penulis biografinya, "Di antara kedua perang, demokrasi tidak dapat bertahan di banyak masyarakat yang lebih kaya dan yang lebih terdidik. Otoritarianisme Atatürk yang dicerahkan meninggalkan ruangan yang memadai untuk kehidupan privat yang bebas. Pada masa hidupnya, kita tidak dapat mengharapkan lebih banyak lagi."[4]
Pada tahun 1932, sebuah Al-Qur'an dalam bahasa Turki dibacakan di hadapan audiensi langsung dan disiarkan melalui radio.[5] Pada tahun yang sama, Atatürk ingin mengajarkan agama dalam bahasa Turki kepada orang-orang Turki yang telah mempraktikkan Islam tanpa memahaminya selama berabad-abad.[6] Semua Qur'an di Turki pada saat itu dicetak dalam bahasa Arab Kuno. Ada Al-Qur'an polyglot langka yang ditulis dalam bahasa Arab, Persia, Turki dan Latin dalam gaya tetrapla, disiapkan oleh Andrea Acoluthus dari Bernstadt dan dicetak di Berlin pada 1701.[7] Pada tahun 1924, tiga terjemahan Turki yang diterbitkan di Istanbul menimbulkan kontroversi. Beberapa terjemahan Qur'an dalam bahasa Turki dibacakan di depan umum.[5] Al-Qur'an Turki ini ditentang keras oleh umat beragama. Peristiwa ini mendorong banyak modernis Muslim terkemuka untuk memanggil Parlemen Turki untuk mensponsori terjemahan Al-Quran yang sesuai kualitasnya.[8] Dengan dukungan Atatürk, Parlemen menyetujui proyek tersebut dan Direktorat Urusan Keagamaan menunjuk Mehmet Akif (Ersoy) untuk menulis terjemahan Al-Qur'an, dan seorang sarjana Islam Elmalılı Muhammed Hamdi Yazır untuk menulis komentar Turki dalam bahasa Turki (tafsir) berjudul "Hak Dini Kur'an Dili." Baru pada tahun 1935 versi yang dibaca di depan umum menemukan cara untuk mencetak.[9] Atatürk percaya bahwa pemahaman agama terlalu penting untuk diserahkan kepada sekelompok kecil orang.[6] Ini termasuk teks agama utama Islam. Tujuannya adalah membuat Al-Qur'an dapat diakses oleh orang-orang modern, dan karenanya menerjemahkannya ke dalam bahasa-bahasa modern.[6]
Kemal Pasya memilih perempuan sebagai kelompok yang paling jelas ditindas oleh hukum agama konservatif. Di makam ibunya sendiri pada tahun 1923, ia menyatakannya sebagai korban pemerintahan para sultan. Dia berjanji untuk memberikan hidupnya jika perlu untuk memperbaiki itu. Majelis Nasional Agung-Nya menghapus kekhalifahan pada tahun 1924.
Selama Perang Kemerdekaan Turki, barang langka. Amunisi dan senjata sangat dibutuhkan di garis depan. Pengiriman senjata dan amunisi Rusia tiba di Laut Hitam. Upaya kolosal untuk mempercepat pasokan ke depan dengan gerobak sapi telah menjadi bagian dari kisah epik Perang. Banyak dari mereka yang mengangkut gerobak ke depan adalah wanita petani. Abad ke-20 penyair Turki yang diakui, Nâzım Hikmet, merebut jasa pahlawan wanita ini dalam bukunya, Memleketimden İnsan Manzaraları. Wanita seperti itu selalu kritis untuk kelangsungan hidup bangsa, tetapi nilai mereka sering diabaikan.
Selama perang itu, setiap rumah tangga menyediakan bagi Tentara Perlawanan satu set pakaian dalam dan sepatu bot, 40% dari semua stok kain, kulit untuk sabun dan lilin, dan dasar-dasar lainnya. Perempuan memainkan peran sentral dalam mengumpulkan kebutuhan seperti itu bagi pasukan. Penduduk sipil kelaparan. Mereka telah melalui 10 tahun perang yang terus menerus. Tapi, mereka rela mengorbankan apa yang tersisa. Bahkan, Kemal Pasya mengilhami mereka untuk memberikan tetes darah terakhir mereka jika perlu. Jika kaum Nasionalis kehilangan negara, tidak ada yang tersisa untuk hidup.
Halide Edib, lulusan Turki pertama dari Sekolah Amerika untuk Anak Perempuan di Istanbul, seorang novelis, seorang feminis yang blak-blakan dan dihormati, dan suara inspirasi untuk Gerakan Nasionalis adalah satu-satunya perwira perempuan di Tentara Perlawanan. Dia kemudian menulis memoar tentang pengalaman perang dan waktu berbahaya yang berjudul, The Ordeal Turki. Itu diterbitkan di AS dan Inggris pada tahun 1928.
Setelah kemenangan, Kemal Pasya berbicara kepada para perawat Bulan Sabit Merah, memuji mereka atas kualitas pekerjaan yang mereka lakukan bersama para pria dalam keadaan yang mengerikan. Dia menyarankan agar diberikan kondisi yang sama sehingga wanita mungkin melebihi pria. Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa wanita perlu lebih berpendidikan daripada pria untuk melatih anak-anak untuk memenuhi kebutuhan modern. Dia lebih lanjut menyarankan memodernisasi gaya berpakaian, dan bahwa wanita harus memainkan peran penuh dalam kegiatan sosial, ekonomi, dan akademik. Dia juga menyebut majelis perempuan dan laki-laki guru "perwira tentara pendidikan" yang akan "menghilangkan awan ketidaktahuan umum" yang telah "menetap pada orang-orang."
Pada tahun 1926, Majelis Turki mengeluarkan hukum sekularisasi. Perempuan dan laki-laki mendapatkan hak waris yang sama. Perceraian tidak lagi terjadi atas kemauan seorang suami. Salah satu orang tua mungkin menerima hak asuh anak. Namun, laki-laki masih memegang posisi sebagai kepala rumah tangga, dan perempuan tidak bisa bekerja di luar rumah atau bepergian ke luar negeri tanpa izin dari suami. Namun, dengan undang-undang baru, perempuan tidak hanya bisa mengajar di sekolah khusus perempuan tetapi juga di sekolah dasar dan menengah campuran. Perempuan, selanjutnya, dapat memulai karier di bidang hukum, kedokteran, dan layanan publik - meskipun perubahan sosial bertahap dan terbatas. Kehidupan di pedesaan berjalan seperti sebelumnya. Sementara hukum tidak lagi mengakui pernikahan agama atau poligami, masyarakat pedesaan yang konservatif tetap melakukannya. Presiden Mustafa Kemal menyampaikan sejumlah pidato pada awal dua puluhan yang menekankan pembebasan penuh wanita di negara dan masyarakat Turki. "Tugas kita yang paling mendesak saat ini," katanya berulang kali, "adalah untuk mengejar ketinggalan dengan dunia modern," dan lebih jauh lagi, bahwa, "Kita tidak akan mengejar ketinggalan dengan dunia modern jika kita hanya memodernisasi setengah populasi."
Pada 1930, perempuan diberi hak untuk memilih dan dipilih dalam pemungutan suara kota. Anak perempuan Atatürk yang diadopsi Afet, wanita pertama yang mendaftar di Partai Rakyat, menjadi pembuat pidato yang aktif. Dia kemudian menjadi profesor sejarah.
Pada saat ini, perempuan mulai mengambil tempat dalam jumlah besar dalam angkatan kerja yang berkembang. Dalam bukunya, The Making of Modern Turkey, penulis Feroz Ahmad menggambarkan apa yang terjadi: "Kebutuhan akan tenaga kerja terus tumbuh ketika negara industri dan membuka pabrik di seluruh Anatolia. Di kota-kota, perempuan turun ke profesi dan menjadi guru, pengacara, dan hakim, dan bahkan kepolisian dibuka untuk mereka. Wanita mulai menikah sesuai keinginan mereka sendiri. Keluarga inti mulai muncul di kota-kota. Wanita seperti Keriman Halis, Miss Turkey dan Miss Universe 1932 menjadi simbol kebebasan yang baru ditemukan. Perempuan melihat diri mereka bagian dari revolusi Kemalis. Dengan kemajuan ekonomi datang sejumlah kebebasan bagi perempuan. Mereka selalu bekerja di tanah itu, tetapi sekarang setiap industri besar mulai dari tekstil hingga rokok menggunakan tenaga mereka."
Perempuan terpilih sebagai anggota dewan desa pada tahun 1933. Masyarakat pedesaan konservatif menerimanya tetapi menganggapnya sebagai langkah yang sangat radikal. Akhirnya, pada 5 Desember 1934, perempuan memenangkan pemilihan dalam pemilihan parlemen. 16 dari mereka adalah perkotaan, tiga dengan ijazah sekolah menengah, satu dengan pendidikan sekolah menengah, sisanya memiliki pendidikan tinggi kecuali istri petani tentara yang cacat - yang sebelumnya telah terpilih sebagai kepala desa. Dia secara pribadi dipilih oleh Atatürk untuk menjadi salah satu Anggota Parlemen baru ini. 18 wanita ini mengambil kursi di Parlemen pada tahun 1935 bersama 382 pria. Republik Turki ini akan memberikan kepada dunia hakim mahkamah agung perempuan pertama. Akhirnya, Sabriye, salah satu putri angkat Atatürk menjadi hakim.
Pada bulan April 1935, Persatuan Wanita Turki menyelenggarakan Kongres Keduabelas Aliansi Internasional untuk Hak Pilih dan Persamaan Kewarganegaraan di Istana Yıldız di Istanbul. Organisasi Pos Gizi Turki Nasionalis dikenal sebagai Rumah Rakyat. Harus ditunjukkan bahwa pada tahun 1938, 90% populasi Turki adalah petani, menurut Bernard Lewis. Mencapai angka 500 secara nasional, People's Houses menjadi klub sosial yang aktif, dengan drama, grup musik, dan fasilitas olahraga. Fungsi mereka adalah untuk membawa peradaban Barat ke masyarakat. Institut Perempuan yang pertama telah dibuka di Ankara pada tahun 1930. Lembaga-lembaga ini mengajarkan gagasan Barat dan keterampilan mengurus rumah tangga. Perempuan mengambil peran utama dalam konservatori musik, seni drama, opera, dan radio. Beberapa wanita yang akhirnya menjadi terkenal secara internasional dalam seni ini adalah aktris Yıldız Kenter, pemain piano İdil Biret, opera diva Leyla Gencer dan Suna Korad, dan penulis Sennur Sezer, Pınar Kür, Melisa Gürpınar, Tomris Uyar, Nezihe Meriç, dan Adalet Ağaoğlu.
Hak pilih ini dan hak kesetaraan lainnya tentu muncul dalam tujuh tahun pertama Republik Turki karena Kemal Atatürk dapat memutuskan hukum negara baru dari undang-undang agama yang menahan hak yang sama terhadap perempuan. Dia berkata, "Jika suatu masyarakat tidak melakukan perjuangan bersama untuk mencapai tujuan bersama dengan wanita dan pria, secara ilmiah tidak ada cara bagi masyarakat untuk beradab atau berkembang." Kemal tahu kekuatan pasukan konservatif yang ia coba ubah. Lord Kinross, penulis biografi terkenal, Atatürk, mengatakannya sebagai berikut: "... Kemal mengambil risiko pemberontakan jika dia berusaha merevolusi status wanita Turki terlalu cepat. Fez bisa dihapuskan. Tabir tidak bisa. ... (Kemal) telah mengangkat putri angkatnya sebagai model wanita Kemalis; satu (Sabiha) dilatih sebagai pilot yang bertugas aktif."
Prestasi yang Kemal Atatürk hasilkan untuk Hak-Hak Perempuan dalam waktu sesingkat itu tidak dapat disepelekan. Sebelumnya, saya merujuk pada perjuangan panjang untuk persamaan hak yang dilakukan oleh perempuan atas nama diri mereka di sini di Amerika Serikat dan di Inggris. Saya mendaftar beberapa kesulitan yang mereka lalui; tetapi daftar itu tidak mulai menceritakan kisah mengerikan tentang perjuangan mereka untuk hak pilih. Di Republik Turki, hak-hak ini diberikan kepada perempuan karena Kemal Atatürk yang progresif dan humanistik. Sebagai orang yang telah hidup melalui Gerakan Hak-Hak Sipil tahun 1960-an, saya selamanya sadar akan keadaan rapuh hak-hak sipil dan setara negara mana pun. Hukum bisa berubah dalam semalam. Dunia Abad Pertengahan tampaknya selalu menunggu di balik tirai.
Seorang feminis, Judy Ayyildiz, memberikan pandangannya bagaimana perempuan perempuan Turki berkontribusi pada upaya memodernkan Turki dan apa yang diserukan oleh Atatürk untuk kaum perempuan agar berdaya, "Menangkan untuk kita semua perang dalam mendapatkan pendidikan dan kamu akan melakukan lebih untuk negaramu dibandingkan apa yang pernah terjadi sebelumnya." Ia juga mengemukakan pendapat untuk para pria dengan mengatakan apabila dimasa depan perempuan tidak dapat berpartisipasi pada kehidupan sosial suatu negara, kita tidak akan pernah mencapai kemajuan negara sepenuhnya. Untuk Ataturk negara tanpa perempuan yang aktif akan menjadi negara yang terbelakang, tidak mampu menangani syarat syarat kesetaraan yang diterapkan pada peradaban di barat. Menurutnya Turki sebaiknya tetap menerapkan jati dirinya, namun harus belajar dari barat apa yang dipersyaratkan agar dapat menjadi orang yang maju. Untuk Ataturk perempuan menjadi kelompok korban yang jelas tertekan oleh hukum hukum agama konservatif.
Di bawah Atatürk, proses penangkapan yang dikenal sebagai Penangkapan tahun 1927 (1927 Tevkifatı) diluncurkan, dan kebijakan penangkapan yang meluas diberlakukan terhadap anggota Partai Komunis Turki. Nama-nama seperti Hikmet Kıvılcımlı, Nâzım Hikmet, Şefik Hüsnü diadili dan dijatuhi hukuman penjara. Kemudian, pada tahun 1937, delegasi yang dipimpin oleh Mustafa Kemal Atatürk memutuskan untuk menyensor tulisan-tulisan Hikmet Kıvılcımlı sebagai berbahaya.[10][11][12]
Atatürk menghasut kebijakan ekonomi untuk mengembangkan bisnis skala kecil dan besar, tetapi juga untuk menciptakan strata sosial (borjuis industri bersama dengan kaum tani Anatolia) yang hampir tidak ada selama Kesultanan Utsmaniyah. Masalah utama yang dihadapi oleh politik pada zamannya adalah kelambanan dalam pengembangan lembaga-lembaga politik dan kelas-kelas sosial yang akan mengarahkan perubahan sosial dan ekonomi seperti itu.[13] Visinya mengenai kebijakan ekonomi Turki awal terlihat selama Kongres Ekonomi İzmir 1923 yang didirikan sebelum penandatanganan Perjanjian Lausanne. Pilihan awal dari kebijakan ekonominya mencerminkan kenyataan di zamannya.
Zaman Atatürk - di bawah kepresidenannya - hak properti untuk semua warga negara dan tidak hanya untuk dua sektor, selain itu dalam periode antara 1923 hingga 1938 ia bekerja pada pengembangan ekonomi Turki rata-rata pada tingkat 7,5% per tahun, jadi nasional Turki pendapatan meningkat dari 3,62 unit per seribu menjadi 6,52 unit per seribu.[14] Atatürk semakin mendukung kompleks industri bersubsidi besar negara seperti "Sümerbank" setelah krisis ekonomi global. Dia mendukung pembentukan industri pertanian, tekstil, mesin, pesawat terbang dan otomotif nasional.[15][16][17][18][19][20][21] Pada 1935, Turki berkembang menjadi masyarakat industri yang didasarkan pada model Atatürk di Eropa Barat.[22] Namun, kesenjangan antara tujuan Atatürk dan pencapaian struktur sosial-politik negara itu belum ditutup.[22]
Mustafa Kemal menganggap fez (dalam bahasa Turki "fes"), yang mulanya diperkenalkan Sultan Mahmud II sebagai aturan berpakaian di Kesultanan Utsmaniyah pada 1826) sebagai lambang feodalisme dan karena sebab itu ia melarang pemakaiannya di muka umum. Ia mendorong lelaki Turki untuk mengenakan pakaian orang Eropa. Meskipun Islam melarang keras minuman yang mengandung alkohol, ia menggalakkan produksi dalam negeri dan mendirikan industri minuman keras milik negara. Ia menyukai minuman keras nasional, rakı, dan banyak sekali meminumnya.
Atatürk pernah mengatakan: "Kebudayaan adalah dasar dari Republik Turki." Pandangannya tentang kebudayaan termasuk warisan kreatif bangsanya sendiri dan apa yang dipandangnya sebagai nilai-nilai yang mengagumkan dari peradaban dunia. Terutama sekali ia menekankan humanisme. Ia pernah menggambarkan tekanan ideologis Turki modern sebagai "suatu kreasi patriotisme dicampur dengan gagasan humanis yang luhur."
Untuk membantu pencampuran sintesis seperti itu, Atatürk menekankan perlunya memanfaatkan unsur-unsur warisan nasional bangsa Turki dan bangsa Anatolia (termasuk budaya-budaya pribuminya yang kuno) serta kesenian dan teknik dari peradaban-peradaban dunia lainnya, baik pada masa lalu maupun sekarang. Ia menekankan perlunya mempelajari peradaban-peradaban Anatolia kuno, seperti bangsa Het, Frigia, dan Lidia. Kebudayaan Turki pra-Islam menjadi pokok penelitian yang luas, dan tekanan khusus diberikan kepada kenyataan bahwa—jauh sebelum peradaban Seljuk dan Utsmani—bangsa Turki telah memiliki kebudayaan yang kaya. Atatürk juga menekankan kesenian rakyat di pedesaan sebagai mata air kreativitas Turki.
Kesenian visual dan plastik—yang perkembangannya sekali-sekali ditahan oleh sebagian pejabat Utsmani dengan anggapan bahwa penggambaran wujud manusia adalah bentuk penyembahan berhala—berkembang di bawah masa kepresidenan Atatürk. Banyak museum yang dibuka; arsitektur mulai mengikuti arus yang lebih modern; dan musik, opera, dan balet klasik barat, serta teater, juga mengalami kemajuan besar. Ratusan "Wisma Rakyat" dan "Ruang Rakyat" di seluruh negeri memungkinkan akses yang lebih luas terhadap berbagai kegiatan kesenian, olahraga dan acara-acara kebudayaan lainnya. Penerbitan buku dan majalah juga meningkat pesat, dan industri film mulai berkembang.
Mustafa Kemal memiliki visi sekuler dan nasionalistik dalam programnya membangun Turki kembali. Ia dengan keras menentang ekspresi kebudayaan Islam yang asli terdapat di kalangan rakyat Turki. Penggunaan huruf Arab dilarang dan negara dipaksa untuk beralih ke alfabet yang berbasis Latin yang baru. Pakaian tradisional Islam, yang merupakan pakaian kebudayaan rakyat Turki selama ratusan tahun, dilarang hukum dan aturan berpakaian yang meniru pakaian barat diberlakukan.
Atatürk menerbitkan banyak buku dan membuat jurnal sepanjang karier militernya. Jurnal harian Atatürk dan catatan militer selama periode Utsmaniyah diterbitkan sebagai satu koleksi. Koleksi lain mencakup periode antara 1923 dan 1937 dan mengindeks semua dokumen, catatan, memorandum, komunikasi (sebagai Presiden) di bawah beberapa volume, berjudul Atatürk'ün Bütün Eserleri ("Semua Pekerjaan Atatürk").
Daftar buku yang diedit dan ditulis oleh Atatürk diberikan di bawah ini yang dipesan pada tanggal penerbitan:
Mustafa Kemal Atatürk dikatikan dengan empat wanita Eleni Karinte, Fikriye Hanım, Dimitrina Kovacheva[23] dan Latife Uşaklıgil. Tidak banyak yang diketahui tentang hubungannya dengan Eleni, yang jatuh cinta padanya ketika dia masih menjadi siswa di Bitola, Makedonia (Manastır dalam bahasa Turki) tetapi hubungan tersebut mengilhami sebuah drama oleh penulis Makedonia Dejan Dukovski, yang kemudian difilmkan oleh Aleksandar Popovski.[24] Fikriye adalah sepupu nominal Atatürk, meskipun tidak memiliki hubungan darah (putri saudara tirinya Ragıp Bey). Fikriye memuja Atatürk; perasaan Atatürk tidak sepenuhnya jelas, tetapi bisa dipastikan mereka menjadi sangat dekat setelah Fikriye menceraikan suaminya yang berasal dari Mesir dan kembali ke Istanbul. Selama Perang Kemerdekaan, dia tinggal bersama Atatürk di Çankaya, Ankara sebagai asisten pribadinya. Namun, setelah tentara Turki memasuki İzmir pada tahun 1922, Atatürk bertemu Latife saat tinggal di rumah ayahnya, pengusaha terkemuka Muammer Uşakizade (kemudian Uşaklı). Latife jatuh cinta pada Atatürk; lagi sejauh mana ini dibalas tidak diketahui, tetapi dia jelas terkesan oleh kecerdasan Latife, yang adalah lulusan Sorbonne dan sedang belajar bahasa Inggris di London ketika perang pecah. Pada 29 Januari 1923, mereka menikah. Latife cemburu pada Fikriye dan menuntutnya meninggalkan rumah di Çankaya; Fikriye sangat terpukul dan segera pergi dengan kereta. Menurut catatan resmi, dia menembak dirinya sendiri dengan pistol yang diberikan Atatürk sebagai hadiah, tetapi ada kabar bahwa dia dibunuh.[25] Cinta segitiga Atatürk, Fikriye dan Latife menjadi subjek sebuah naskah oleh teman dekatnya, Salih Bozok, meskipun tetap tidak diterbitkan hingga 2005.[26] Latife secara singkat dan harfiah adalah wajah wanita Turki baru, muncul di depan umum dalam pakaian Barat bersama suaminya.[27] Namun, pernikahan mereka tidak bahagia; setelah sering bertengkar mereka bercerai pada 5 Agustus 1925.[28]
Selama masa hidupnya, Atatürk mengadopsi tiga belas anak: seorang laki-laki dan dua belas perempuan. Dari jumlah tersebut, yang paling terkenal adalah Sabiha Gökçen, pilot wanita pertama Turki dan pilot wanita pertama di dunia.[29]
Ada kontroversi tentang keyakinan agama Atatürk.[30] Beberapa peneliti telah menekankan bahwa ceramahnya tentang agama bersifat berkala dan bahwa pandangan positifnya terkait dengan subjek ini terbatas pada awal 1920-an.[31] Beberapa sumber Turki mengklaim, dia adalah seorang Muslim yang taat.[32][33][34][35] Namun menurut sumber lain, Atatürk sendiri adalah seorang agnostik, yang dimaksudkan sebagai deis non-doktrin,[36][37] atau bahkan sebagai seorang yang berpaham ateisme,[38][39][40] dalam artian ini pula beberapa sumber menyimpulkan bahwa keyakinan Atatürk adalah anti-agama dan anti-Islam pada umumnya.[41][42]
Sumber menunjukkan bahwa Atatürk adalah skeptis agama dan pemikir bebas. Pada tahun 1933, duta besar AS Charles H. Sherrill mewawancarainya. Dalam wawancara itu, dia mengatakan bahwa baik bagi umat manusia untuk berdoa kepada Tuhan. Menurut Atatürk, orang-orang Turki tidak tahu apa sebenarnya Islam itu dan tidak membaca Al-Quran. Orang-orang dipengaruhi oleh kalimat Arab yang tidak mereka mengerti, dan karena kebiasaan mereka, mereka pergi ke masjid. Ketika orang Turki membaca Al-Quran dan memikirkannya, mereka akan meninggalkan Islam.[43]
Di masa mudanya, Atatürk menjalani pelatihan agama, meskipun singkat. Pelatihan militernya mencakup pencetakan buku Ilmu Agama. Dia tahu bahasa Arab dengan cukup baik untuk memahami dan menterjemahkan Quran. Dia mempelajari "Sejarah Islam" oleh Leone Caetani dan "Sejarah Peradaban Islam" oleh Jurji Zaydan. Atatürk juga menulis buku dengan bab "Sejarah Islam" saat dia ingin mempersiapakan buku-buku sejarah sekolah menegah untuk diajarkan . Pengetahuan agama Atatürk sangat tinggi dalam sifat dan tingkatannya.[32]
Perdebatan tentang keyakinan agama Atatürk terus terjadi hingga kini, sumber-sumber menyatakan bahwa Atatürk memaknai agama dengan akal, sains, dan logika. Dalam pidatonya tentang agama Atatürk menyatakan:
Agama adalah institusi yang penting. Bangsa tanpa agama tidak bisa bertahan. Namun juga sangat penting untuk dicatat bahwa agama adalah penghubung antara Allah dan orang beriman secara individu. Perdagangan iman tidak bisa diizinkan. Mereka yang menggunakan agama untuk keuntungan mereka sendiri adalah menjijikkan. Kami menentang situasi seperti itu dan tidak akan mengizinkannya. Mereka yang menggunakan agama dengan cara seperti itu telah membodohi rakyat kami; melawan orang-orang seperti itulah yang kami perjuangkan dan akan terus berjuang. Ketahuilah bahwa apa pun yang sesuai dengan alasan, logika, dan keuntungan serta kebutuhan orang-orang kita sama dengan Islam. Jika agama kita tidak sesuai dengan akal dan logika, itu bukan agama yang sempurna, agama terakhir.[44]
Bagaimanapun, pidato dan publikasinya merupakan kritikan penggunaan agama sebagai ideologi politik.[32] Dia menyatakan bahwa agama harus sesuai dengan akal, sains dan logika. Masalahnya bukan agama, tetapi bagaimana orang percaya memahami dan menerapkan agama. Agama yang benar tidak dapat dipahami selama adanya nabi-nabi palsu tidak diisolasi dan dengan terisolasinya nabi-nabi palsu maka pengetahuan agama yang benar dapat dicerahkan. Satu-satunya cara untuk berurusan dengan para nabi palsu adalah dengan melawan buta aksara dan prasangka rakyat Turki.[45]
Agama, khususnya Islam, adalah antara seorang individu dan Tuhan di mata Atatürk.[46] Ketika dibandingkan dengan praktik Utsmaniyah (Islam politik yang diintegrasikan ke kehidupan pemerintah melalui Millet), Atatürk percaya pada bentuk Islam yang direformasi (Islam antara individu dan Tuhan). Dia percaya mungkin untuk memadukan tradisi asli (berdasarkan Islam) dan modernisme Barat secara harmonis.[47] Dalam persamaan ini, dia lebih menekankan pada modernisasi. Modernisasi-nya bertujuan untuk mengubah struktur sosial dan mental (tradisi asli Islam) untuk memberantas ide-ide irasional, takhayul gaib dan sebagainya.[47] Atatürk tidak menentang agama tetapi apa yang dia anggap sebagai semua elemen agama dan budaya Utsmaniyah yang membawa batas pada diri orang.[47] Dia memusatkan reformasinya (mengenai kedaulatan rakyat) terhadap hambatan untuk pilihan individu yang tercermin dalam kehidupan sosial. Dia memandang hukum sipil dan penghapusan kekhalifahan sebagai persyaratan untuk refleksi pilihan individu. Dia memandang agama sebagai masalah hati nurani atau ibadah, tetapi bukan politik. Tanggapan terbaik untuk masalah ini berasal dari dirinya sendiri:
Agama adalah masalah hati nurani. Seseorang selalu bebas untuk bertindak sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Kita (sebagai bangsa) menghormati agama. Bukan niat kami untuk membatasi kebebasan beribadah, tetapi lebih untuk memastikan bahwa masalah agama dan urusan negara tidak terjalin.[48]
Atatürk percaya pada kebebasan beragama, tetapi dia adalah seorang pemikir sekuler dan konsepnya tentang kebebasan beragama tidak terbatas. Dia membedakan antara praktik sosial dan pribadi agama. Dia menerapkan pertimbangan sosial (persyaratan sekuler) ketika praktik agama publik dianggap. Dia mengatakan bahwa tidak ada yang bisa memaksa orang lain menerima agama atau sekte apa pun (kebebasan berkeyakinan).[49] Juga, setiap orang memiliki hak untuk melakukan atau mengabaikan, jika ia menghendaki, kewajiban agama apa pun yang ia pilih (kebebasan beribadah), seperti hak untuk tidak berpuasa selama bulan Ramadan.[50]
Menurut sejarawan Kemal Karpat, gerakan-gerakan yang memandang Islam sebagai gerakan politik atau khususnya pandangan Islam sebagai agama politik memegang posisi bahwa Atatürk bukan seorang Muslim (Muslim yang taat). Wajar jika perspektif ini diadaptasi, kata Karpat: "Dia tidak menentang Islam, tetapi mereka yang menentang kekuatan politiknya menggunakan argumen agama."[51]
Andrew Mango menulis dalam bukunya Atatürk: The Biography of the Founder of Modern Turkey (1999):
Saya tidak punya agama, dan kadang-kadang saya berharap semua agama di dasar laut. Dia [Utsmaniyah] adalah penguasa yang lemah yang membutuhkan agama untuk menegakkan pemerintahannya; seolah-olah dia akan menangkap orang-orangnya dalam perangkap. Rakyat saya akan belajar prinsip-prinsip demokrasi, perintah kebenaran dan ajaran sains. Takhayul harus pergi. Biarkan mereka menyembah sesuka mereka; setiap orang dapat mengikuti hati nuraninya sendiri, asalkan itu tidak mengganggu alasan yang waras atau menawarnya terhadap kebebasan sesamanya.[52]
Pada 1 November 1937, pidato Atatürk di parlemen dia berkata:
Diketahui oleh dunia bahwa, dalam administrasi negara kita, program utama kita adalah program Partai Rakyat Republik. Prinsip-prinsip yang dicakupnya [Partai] adalah garis utama yang menerangi kita dalam manajemen dan politik. Tetapi prinsip-prinsip ini tidak boleh dianggap sama dengan dogma-dogma buku yang dianggap telah turun dari langit. Kami telah menerima inspirasi kami langsung dari kehidupan, bukan dari langit atau tidak terlihat.[53]
Atatürk menggambarkan Islam sebagai agama orang Arab dalam karyanya sendiri yang berjudul Vatandaş için Medeni Bilgiler oleh pandangannya yang kritis dan nasionalis:
Bahkan sebelum menerima agama orang Arab, orang-orang Turki adalah bangsa yang hebat. Setelah menerima agama orang-orang Arab, agama ini, tidak berhasil menggabungkan orang-orang Arab, Persia dan Mesir dengan Turki untuk membentuk suatu bangsa. (Agama ini) sebagai gantinya, melonggarkan hubungn nasional Turki, mati rasa nasional. Ini sangat alami. Karena tujuan agama yang didirikan oleh Muhammad, atas semua bangsa, adalah untuk menyeret ke politik nasional Arab.[54]
Selama 1937, indikasi bahwa kesehatan Atatürk semakin buruk mulai muncul. Pada awal 1938, ketika dia dalam perjalanan ke Yalova, dia menderita penyakit serius. Dia pergi ke Istanbul untuk perawatan, di mana dia didiagnosis menderita sirosis hati. Sepanjang sebagian besar hidupnya, dia telah menjadi peminum berat, sering mengkonsumsi setengah liter rakı sehari.[55] Selama tinggal di Istanbul, ia berusaha mengikuti gaya hidup regulernya untuk sementara waktu. Dia meninggal pada 10 November 1938, pada usia 57, di Istana Dolmabahçe, di mana dia menghabiskan hari-hari terakhirnya.[56] Jam di kamar tempat dia meninggal masih diatur ke waktu kematiannya, jam 9:05 pagi.[57]
Pemakaman Atatürk memunculkan kesedihan sekaligus kebanggaan di Turki, dan 17 negara mengirim perwakilan khusus, sementara sembilan menyumbangkan detasemen bersenjata untuk iring-iringan.[58] Jenazah Atatürk semula diletakkan di Museum Etnografi Ankara, dan dipindahkan pada 10 November 1953, 15 tahun setelah kematiannya di sebuah sarkofagus seberat 42 ton, ke sebuah makam yang menghadap ke Ankara,[59] Anıtkabir. Dalam wasiatnya, Atatürk menyumbangkan semua harta miliknya kepada Partai Rakyat Republik, dengan ketentuan bahwa bunga tahunan dari dana itu akan digunakan untuk menjaga saudara perempuannya Makbule dan anak-anak angkatnya, dan mendanai pendidikan tinggi anak-anak İsmet İnönü. Sisa dari minat tahunan ini adalah keinginan untuk Asosiasi Bahasa Turki dan Lembaga Sejarah Turki.
Atatürk meninggal dunia pada 10 November 1938 dalam usia 57 tahun karena kelelahan yang luar biasa akibat berat dan banyaknya tugas yang ada setelah sakit yang berkepanjangan karena sirosis hati.
Penggantinya, İsmet İnönü, memperkuat kultus individu Atatürk secara anumerta, yang telah bertahan hingga sekarang, bahkan setelah Partai Rakyat Republik Atatürk sendiri kehilangan kekuasaan setelah pemilu yang demokratis pada 1950. Wajah dan nama Atatürk terlihat dan terdengar di mana-mana di Turki: potretnya dapat dilihat di semua bangunan umum, di sekolah-sekolah, di segala jenis buku sekolah, di semua uang kertas Turki, dan di rumah-rumah banyak keluarga Turki. Bahkan setelah bertahun-tahun, ada kebiasaan bahwa pada pukul 9:05 pada 10 November (bertepatan dengan saat kematiannya), diadakan upacara-upacara peringatan. Banyak kendaraan dan orang yang akan berhenti selama satu menit, untuk mengenangnya, di seluruh negeri pada pukul 9:05 pagi.[60]
Atatürk dikenang melalui banyak bangunan peringatan di seluruh Turki, seperti Bandara Internasional Atatürk di Istanbul, Jembatan Atatürk di atas Tanduk Emas (Haliç), Bendungan Atatürk, Stadion Atatürk, dan Anıtkabir, mausoleum tempat ia dikebumikan. Patung-patung raksasa Atatürk bertebaran di seluruh sudut kota Istanbul dan berbagai kota lainnya di Turki, dan praktis setiap pemukiman yang besar mempunyai bangunan peringatan sendiri untuknya. Ada pula sejumlah bangunan peringatan bagi Atatürk secara internasional, seperti Atatürk Memorial di Wellington, Selandia Baru (yang juga merupakan bangunan peringatan untuk pasukan ANZAC yang meninggal di Gallipoli). Parlemen Turki mengeluarkan Undang-undang Nomor 5816 yang melarang penghinaan terhadap warisannya ataupun serangan terhadap segala benda yang menggambarkannya. Undang-undang ini kadang-kadang dikritik karena hanya berlaku untuk Atatürk, dan dengan demikian mirip dengan undang-undang yang melindungi para pemimpin dari rezim-rezim diktatorial.
Atatürk berusaha untuk memodernisasi dan mendemokratiskan sebuah Republik Turki yang baru dari sisa-sisa Kesultanan Utsmaniyah. Dalam upayanya ini, Atatürk telah menerapkan pembaruan-pembaruan yang meluas, yang akibatnya telah mendekatkan Turki kepada Uni Eropa sekarang. Tekanan yang diberikan kepada sekularisme dan nasionalisme juga telah menimbulkan konflik pada tingkat tertentu di dalam masyarakat. Sebagian pemeluk Islam yang taat merasa gagasan sekularisme ini bertentangan dengan ajaran Islam, dan warga negara Islamis dan organisasi teroris Islamis membantai warga negara sekuler dan intelektual sekuler.[61][62][63][64][65] Kelompok etnis minoritas seperti orang-orang Kurdi juga telah berusaha memperoleh hak-hak budaya yang lebih besar, yang pada masa lampau telah dibatasi karena dikembangkannya nasionalisme Turki. Meskipun terdapat konflik-konflik ini, Atatürk tetap dihormati di seluruh Turki dan prinsip-prinsipnya tetap merupakan tulang punggung politik Turki modern.
Meskipun reformasi sekuler radikal, Atatürk tetap populer di dunia Muslim.[66] Dia dikenang karena menjadi pencipta negara Muslim baru yang sepenuhnya independen pada saat perambahan oleh kekuatan Kristen, dan karena menang dalam perjuangan melawan imperialisme Barat.[66] Ketika dia meninggal, Liga Muslim India memuji dia sebagai "kepribadian yang benar-benar hebat di dunia Islam, seorang jenderal besar dan negarawan hebat", menyatakan bahwa ingatannya akan "menginspirasi umat Islam di seluruh dunia dengan keberanian, ketekunan dan kejantanan."[66]
Rentang pengagumnya meluas dari Perdana Menteri Inggris Winston Churchill, lawan dalam Perang Dunia I, hingga "pemimpin Nazi" Jerman dan diktator Adolf Hitler, yang juga mencari aliansi dengan Turki,[67] kepada para presiden-presiden Amerika Serikat Franklin D. Roosevelt dan John F. Kennedy, yang membayar upeti kepada Kemal Atatürk pada tahun 1963 pada peringatan 25 tahun kematiannya.[68]
Sebagai panutan yang mendorong kedaulatan nasional, Atatürk secara khusus dihormati di negara-negara yang disebut Dunia Ketiga, yang melihatnya sebagai pelopor kemerdekaan dari kekuatan kolonial, seperti kontemporer Iran Reza Shah Pahlavi, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, Presiden Tunisia Habib Burquibah atau Presiden Mesir Anwar Sadat.[69][70][71] Penyair dan filsuf Pakistan Muhammad Iqbal dan penyair nasional Bengali Kazi Nazrul Islam menulis puisi untuk menghormatinya.
Konferensi Wanita Internasional Keduabelas diadakan di Istanbul, Turki pada 18 April 1935, dan nasionalis-feminis Mesir Huda Sya'rawi adalah presiden dan anggota dua belas wanita. Konferensi tersebut memilih Huda sebagai wakil presiden Persatuan Wanita Internasional dan menganggap Atatürk sebagai panutan bagi dirinya dan tindakannya. Dia menulis dalam memoarnya:
Setelah konferensi Istanbul berakhir, kami menerima undangan untuk menghadiri perayaan yang diadakan oleh Mustafa Kemal Atatürk, pembebas Turki modern ... Di salon di sebelah kantornya, para delegasi yang diundang berdiri dalam bentuk setengah lingkaran, dan setelah beberapa saat pintu terbuka dan memasuki Atatürk dikelilingi oleh aura keagungan dan kebesaran, dan perasaan gengsi menang. Yang terhormat, ketika giliran saya tiba, saya berbicara langsung kepadanya tanpa terjemahan, dan adegan itu unik bagi seorang wanita Muslim oriental yang berdiri untuk Otoritas Wanita Internasional dan memberikan pidato dalam bahasa Turki yang mengungkapkan kekaguman dan terima kasih kepada para wanita Mesir atas pembebasannya. gerakan yang dia pimpin di Turki, dan saya berkata: Ini adalah cita-cita meninggalkan Oh kakak perempuan negara-negara Islam, dia mendorong semua negara di Timur untuk mencoba membebaskan dan menuntut hak-hak perempuan, dan saya berkata: Jika orang-orang Turki menganggap Anda layak sebagai ayah mereka dan mereka memanggil Anda Atatürk, saya katakan bahwa ini tidak cukup, tetapi Anda bagi kami "Atasyarq" [Bapak Bangsa-Bangsa Timur]. Maknanya tidak datang dari kepala delegasi perempuan mana pun, dan sangat berterima kasih kepada saya atas pengaruh besar itu, dan kemudian saya memohon kepadanya untuk memberikan kepada kami foto Yang Mulia untuk dipublikasikan dalam jurnal L'Égyptienne.[72]
Sebagai pemimpin gerakan nasional 1919-1923, Atatürk digambarkan oleh Blok Sekutu dan jurnalis Istanbul yang dikenal secara nasional, Ali Kemal sebagai "kepala perampok", Lord Balfour dalam konteks ini menyebutnya "yang paling mengerikan dari semua orang Turki yang mengerikan" (most terrible of all the terrible Turks).[73]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.