artikel daftar Wikimedia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Bahasa Sanskerta sudah ribuan tahun dikenal di Nusantara yang datang dari India. Bukti tertua yang sekarang masih ada ialah prasasti Yupa yang ada di Kutai, Kalimantan Timur dan kurang lebih berasal dari abad ke-4 atau abad ke-5 Masehi.
Karena keberadaan bahasa Sanskerta di Nusantara sudah lama, sudah tentu banyak kata-kata dari bahasa ini yang diserap dalam bahasa-bahasa setempat. Artikel ini membicarakan kata-kata serapan dalam bahasa Melayu tradisional dan dalam bahasa Indonesia modern.
Karena sudah sangat lama dikenal di Nusantara, kata-kata Sanskerta ini sering kali sudah tidak dikenali sebagai kata-kata asing lagi dan sudah masuk ke kosakata dasar. Oleh karena itu seseorang bisa menulis sebuah cerita pendek yang menggunakan kata-kata Sanskerta saja. Di bawah ini disajikan sebuah cerita kecil terdiri dari kurang lebih 80 kata-kata dalam bahasa Indonesia yang ditulis menggunakan kata-kata Sanskerta saja, kecuali beberapa partikel-partikel. Kata-kata Sanskerta di bawah dicetak tebal:
Karena semua dibiayai dana negara jutaan rupiah, sang mahaguru sastra bahasa Kawi dan mahasiswa-mahasiswinya, duta-duta negeri mitra, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata suami-istri, beserta karyawan-karyawati lembaga nirlaba segera berdharmawisata ke pedesaan di utara kota kabupaten Probolinggo antara candi-candi purba, berwahana keledai di kala senja dan bersama kepala desa menyaksikan para tani yang berjiwa bersahaja serta berbudi nirmala secara berbahagia berupacara, seraya merdu menyuarakan gita-gita mantra, yang merupakan sarana pujian mereka memuja nama suci Pertiwi, Dewi Bumi yang bersedia menganugerahi mereka karunia dan restu, meraksa dari bahaya, mala petaka dan bencana.
Dalam bahasa Indonesia diperkirakan ada sekitar 800 kata-kata dari bahasa Sanskerta. Kata-kata ini ada yang diserap langsung dari bahasa aslinya, namun banyak pula yang diserap dari bahasa Jawa atau bahasa Jawa Kuno. Yang diserap dari bahasa Jawa sering dipakai sebagai pembentukan kata-kata baru dan disebut sebagai neologisme.
Meski kelihatannya hanya sedikit, namun kata-kata ini frekuensinya cukup tinggi dan banyak yang masuk ke kosakata dasar seperti telah dibicarakan di atas ini sehingga tampaknya banyak.
Fonologi bahasa Sanskerta dan bahasa Melayu agak berbeda. Di dalam bahasa Sanskerta dikenal ada 7 vokal pendek dan 6 vokal panjang (secara teoretis ada 7 vokal panjang pula), serta ada 26 konsonan.
Dalam bahasa Melayu tidak ada permasalahan berarti dalam menyesuaikan vokal-vokal Sanskerta. Namun karena dalam bahasa Melayu tidak ada vokal panjang, maka semua vokal panjang berubah menjadi pendek.
Selain itu ada hal menarik dalam penyesuaian vokal /r/. Vokal ini sekarang di India dilafalkan sebagai /ri/ sementara zaman dahulu diperkirakan vokal ini dilafalkan sebagai /rə/ atau /'ər/, mirip seperti dalam bahasa Jawa. Inilah sebabnya mengapa nama bahasa Sanskrta di Indonesia dilafalkan sebagai Sanskerta, tetapi di India sebagai Sanskrit. Dalam bahasa Melayu pada beberapa kasus vokal ini dilafalkan sebagai /ri/, namun pada kasus-kasus lainnya dilafalkan sebagai /'ər/. Selain itu kata-kata Sanskerta yang diserap dari bahasa Jawa sering kali juga memuat pelafalan /'ər/ atau /rə/.
Beberapa contoh:
Kemudian perbendaharaan konsonan bahasa Melayu tidak sebanyak bahasa Sanskerta. Konsonan retrofleks tidak ada padanannya dalam bahasa Melayu sehingga disesuaikan menjadi konsonan dental. Lalu dari tiga sibilan dalam bahasa Melayu yang tersisa hanya satu sibilan saja, meski dalam huruf Jawi sering kali sibilan retrofleks atau palatal ini ditulis menggunakan huruf syin ش. Misalkan kata kesatria yang dalam bahasa Sanskerta dieja sebagai kṣatriya (kshatriya) dalam tulisan Jawi dieja sebagai کشتريا.
Lalu kasus menarik selanjutnya ialah penyesuaian konsonan yang disertai dengan aspirasi atau hembusan. Dalam bahasa Melayu sering kali hembusan ini juga dilestarikan. Sebagai contoh diambil kata-kata:
Hal ini justru tidak dilestarikan dalam bahasa Nusantara lainnya, misalkan bahasa Jawa dan bahasa Bali. Di sisi lain tampaknya hal ini justru ada dalam bahasa Madura yang terlestarikan pada konsonan eksplosiva bersuara.
Kemudian semivokal /y/ dan /w/ pada posisi awal berubah menjadi /j/ dan /b/. Contohnya ialah kata-kata “jantera”, “bareksa”, “berita”, dan “bicara”.
Lalu anusvara /ṃ/ (/m./) dalam bahasa Melayu dilafalkan sebagai /ng/ atau sebagai sengau homorgan.
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.