Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Regweda (Sanskerta: ऋग्वेद, translit: ṛgveda , IAST: ṛgveda, dari ṛc "(nyanyian) pujian"[2] dan veda "pengetahuan") adalah satu dari kitab suci (śruti) agama Hindu yang empat, ditulis dalam bahasa Weda.[3][4] Reg Weda (atau Rigveda) adalah salah satu dari empat kitab Weda yang paling tua dan penting dalam tradisi agama Hindu. Rigveda terdiri dari himne-himne pujian yang ditujukan kepada dewa-dewa Hindu, dan merupakan salah satu karya sastra terbesar serta sumber ajaran spiritual dalam peradaban Veda.
Regweda | |
---|---|
Informasi | |
Agama | Hindu |
Bahasa | Bahasa Weda |
Periode | kr. 1500–1000 SM[catatan 1] |
Bab atau Surah | 10 mandala |
Ayat | 10.552 mantra[1] |
Bagian dari seri |
Sastra Hindu |
---|
Portal agama Hindu |
Regweda merupakan kitab suci tertua yang tercatat ditulis dalam bahasa Weda,[5] serta merupakan salah satu teks tertua dalam sejarah rumpun bahasa Indo-Eropa.[6][catatan 2] Secara lisan nyanyian dan teks Regweda telah diwariskan turun-temurun sejak milenium kedua SM.[8][9][10] Bukti filologi dan linguistik menunjukkan bahwa sebagian besar Regweda Samhita dibuat di barat laut anak benua India kemungkinan antara ca 1500 dan 1000 SM,[11][12][13] meski ada perkiraan yang lebih luas, ca 1900–1200 SM.[14][15][catatan 1]
Regweda terdiri atas Samhita, Brahmana, Aranyaka, dan Upanisad.[catatan 3] Samhita adalah inti teks, dan terdiri atas 10 kitab (mandala) dengan 1.028 sūkta dalam jumlah 10.600 ayat (yang disebut ṛc, eponim dari nama Regweda). Dalam kitab ke-8 hingga ke-9, yang dibuat paling tua, nyanyian tersebut memuat kosmologi dan memuja dewa-dewi.[16][17] Kitab 1 dan 10 yang lebih akhir dibuat berisi pertanyaan filsafat dan spekulasi,[17] dāna dalam kemasyarakatan,[18] pertanyaan tentang asal usul dewa-dewi dan alam semesta,[19][20] dan persoalan metafisika.[21]
Ayat-ayatnya masih dipakai dalam upacara (seperti pernikahan) dan puja, sehingga menjadi salah satu kitab suci tertua di dunia yang masih digunakan.[22][23]
Secara keseluruhan, Rigveda adalah teks yang sangat penting dalam sejarah agama Hindu dan peradaban India, berisi ajaran yang berhubungan dengan ketuhanan, alam semesta, dan prinsip-prinsip moral yang masih dipelajari dan dipraktikkan hingga hari ini.[24]
Menurut Jamison dan Brereton, dalam terjemahan naskah Rigveda tahun 2014, penanggalan naskah Regweda "telah dan kemungkinan akan terus diperdebatkan dan dipertimbangkan ulang". Usulan tentang penanggalan ini banyak disimpulkan dari gaya dan isi nyanyian itu sendiri.[25] Perkiraan filologis cenderung menanggalkan sebagian besar teks pada paruh kedua milenium ke-2 SM.[catatan 1] Ditulis dalam bahasa Indo-Arya kuno, nyanyian ini diperkirakan berasal dari periode pemisahan Indo-Iran, kira-kira 2000 SM.[26] Penanggalan yang dekat dengan inti naskah Regweda adalah dokumen Kerajaan Mitanni di utara Suriah dan Irak (kr. 1450–1350 SM), yang juga menyebut dewa-dewi Weda seperti Baruna, Mitra, dan Indra.[27][28] Bukti lainnya juga menunjukkan tahun 1400 SM.[29][30]
Inti naskah Regweda diduga berasal dari Zaman Perunggu, menjadikannya salah satu dari sedikit contoh dengan tradisi yang tak terputus. Komposisinya diperkirakan dibuat antara kr. 1500–1000 SM.[catatan 1] Menurut Michael Witzel, kodifikasi naskah Regweda muncul pada periode akhir Regweda antara 1200 dan 1000 SM, pada zaman Kerajaan Kuru awal.[13] Asko Parpola berpendapat bahwa kitab suci ini ditetapkan sekitar 1000 SM, pada zaman pemerintahan Kerajaan Kuru.[31]
Regweda jauh lebih kuno daripada kitab-kitab Indo-Arya lainnya. Hal ini menjadi pusat perhatian para sarjana Barat sejak Max Müller dan Rudolf Roth dan seterusnya. Regveda menjadi tonggak awal agama Weda. Ada kemiripan linguistik dan kebudayaan dengan kitab Avesta, kitab suci agama Majusi,[32][33] diturunkan dari zaman Proto-Indo-Iran,[34] sering dikaitkan dengan kebudayaan Andronovo (atau mungkin kebudayaan Sintashta pada saat Andronovo berlangsung) kira-kira tahun 2000 SM.[35]
Regveda menunjukkan tak ada bukti langsung atas sistem sosial politik pada zaman Weda, apakah orang biasa atau kalangan elite.[36] Petunjuk seperti ternak sapi dan pacuan kuda muncul pada naskah tersebut, dan teks tersebut berisi gambaran umum tentang masyarakat India kuno. Tidak ada bukti, menurut Jamison dan Brereton, warna (sistem kasta) yang cukup rumit, mendalam, atau terstruktur.[36] Stratifikasi sosial masih embrionik, kemudian berubah menjadi tujuan daripada realitas sosial.[36] Masyarakatnya semi-nomaden dan pastoral dengan bukti adanya pertanian karena nyanyian Weda ini menyebut istilah membajak dan menyembah dewa pertanian.[37] Ada pembagian kerja, dan hubungan yang saling melengkapi antara raja dan penyair-brahmana tetapi tidak ada bahasan tentang status dan kelas sosial.[36] Wanita dalam Regweda muncul tidak seimbang sebagai pembicara dalam nyanyian dialog, seperti Indrani, Apsaras Urwasi, atau Yami, serta Apāla treyī (RW 8.91), Godhā (RW 10.134.6), Ghoṣā Kākṣīvatī (RW 10.39.40), Romaśā (RW 1.126.7), Lopāmudrā (RW 1.179.1–2), Viśvavārā Ātreyī (RW 5.28), Śacī Paulomī (RW 10.159), Śaśvatī Āṅgirasī (RW 8.1.34). Wanita dalam naskah ini cukup terang-terangan dan tampil percaya diri secara seksual daripada pria, dalam naskah.[36] Nyanyian yang rumit dan indah tentang pernikahan menunjukkan bahwa ritual peralihan telah berkembang selama periode Regweda.[36] Ada sedikit bukti mahar dan tidak ada bukti sati di dalamnya atau teks-teks Weda terkait.[38]
Nyanyian Regweda menyebutkan nasi dan bubur, dalam nyanyian seperti 8.83, 8.70, 8.77, dan 1.61 dalam beberapa versi teks,[39] tetapi tidak ada bahasan mengenai sawah atau pertaniannya.[37] Kata áyas (logam) ada di Regweda, tetapi tidak jelas apa logamnya.[40] Besi juga tidak disebut, sejumlah sarjana menggunakan patokan ini untuk memberikan bukti bahwa naskah ini dibuat sekitar 1000 SM.[41] Nyanyian 5.63 menyebut "logam berbalut emas", menunjukkan pengerjaan logam telah berkembang dalam budaya Weda.[42]
Dewa-Dewi Weda yang ditemukan dalam Regweda diduga berasal dari agama Proto-Indo-Eropa yang kebanyakan kata-katanya menggunakan akar kata yang mirip dengan bahasa Indo-Eropa lainnya.[43] Namun, kira-kira 300 kata dalam Rigveda bukanlah Indo-Arya maupun Indo-European, menurut sarjana sastra Sanskerta dan Weda Frits Staal.[44] Dari 300, banyak kata – seperti kapardin, kumara, kumari, kikata – berasal dari rumpun bahasa Munda yang muncul di wilayah timur dan timur laut (Assam) di India, yang akarnya berasal dari rumpun bahasa Austroasia. Lainnya dalam 300 kata itu – seperti mleccha dan nir – berasal dari bahasa rumpun Dravida dari India Selatan, atau dari Tibeto-Birma. Sedikit kata non-Indo-Eropa dalam Regweda – seperti unta, sawi, dan keledai – diduga berasal dari bahasa Asia Tengah yang hilang.[44][45][catatan 4] Pembagian linguistik memberikan indikasi yang jelas, kata Michael Witzel, bahwa orang-orang yang berbahasa Sanskerta Regweda telah mengetahui dan berinteraksi dengan penutur Munda dan Dravida.[47]
Naskah paling awal disusun di wilayah barat laut anak benua India, dan teks-teks berikutnya yang lebih filosofis kemungkinan besar disusun di atau di sekitar wilayah yang saat ini adalah negara bagian Haryana.[41]
Teks ini dalam bentuk yang terlestarikan, digubah pada masa Zaman Besi (antara abad ke-9SM sampai abad ke-7SM). Teks yang sudah terikat ini dilestarikan selama lebih dari 1000 tahun hanya oleh tradisi lisan saja dan kemungkinan besar tidak dituliskan sampai pada masa Gupta.[48] Teks ini terlestarikan pada dua cabang atau śākhā utama (maksudnya tradisi atau mazhab) yaitu Śākala dan Bāṣkala. Ditilik dari usianya yang sudah sangat sepuh, cukup mencengangkan bahwa teks ini cukup baik terlestarikan dan tidak terdapatkan korupsi yang berarti. Masih berhubungan dengan Śākala adalah Aitareya-Brahmana. Yang termasuk Bāṣkala ialah Khilani dan Kausitaki-Brahmana berhubungan dengannya.
Kompilasi atau ini redaksi ini meliputi tata aturan dalam kitab-kitab ini termasuk perubahan ortoepik, seperti pemadanan sandhi (disebut oleh Oldenberg sebagai orthoepische Diaskeunase). Hal-hal ini terjadi beberapa abad setelah penggubahan himne-himne tertua, kurang lebih sama waktunya dengan redaksi Weda lainnya.
Dari masa pengubahannya sampai sekarang, teks ini diturunkan dalam dua versi yang berbeda, yaitu: versi Samhitapatha yang memuat semua penerapan hukum sandhi Sanskerta. Versi inilah yang dipakai untuk mengaji atau resitasi. Sedangkan pada versi Padapatha semua kata-kata di... dalam bentuk pausa-nya (jadi tanpa penerapan hukum sandhi) dan dipakai sebagai sarana penghafalan. Seolah-olah Padapatha merupakan kitab komentar terhadap kitab Samhitapatha. Teks asli ini direkonstruksikan berdasarkan alasan-alasan yang sesuai dengan kaidah metrum (maksudnya "orisinal" dalam arti bahwa ini mencoba untuk mencapai apa yang telah dilestarikan oleh para Resi) dan hasilnya terletak di antara kedua versi ini, namun lebih dekat kepada Samhitapada.
Sama seperti Pustaka Weda lainnya, Regweda juga mempunyai struktur 4 bagian yaitu Saṃhitā, Brāhmaṇa, Āraṇyaka, dan Upaniṣad. Setiap bagian tersebut merupakan golongan sastra yang berbeda[49] tapi Saṃhitā menonjol sebagai teks yang paling sakral:
Dua Upaniṣad paling utama yang terkait dengan Regweda adalah Aitareya Upaniṣad dan Kauṣītaki Upaniṣad.[51]
Ātma-Bodha Upaniṣad adalah kumpulan pemujaan, afirmasi dan pernyataan yang membimbing para pencari spiritual menuju mokṣa. Konsepnya utama adalah kesadaran diri untuk mengalahkan tirai ilusi Māyā.
Ātma-Bodha Upaniṣad terdiri dari dua bagian:
Regveda telah diterjemahkan kedalam berbagai bahasa di dunia, dan berikut ini adalah beberapa diantaranya:
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.