Loading AI tools
pemeran laki-laki asal Indonesia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Kasino Hadiwibowo[lower-alpha 1] (15 September 1950 – 18 Desember 1997 ), lebih dikenal dengan mononim Kasino atau Kasino Warkop, adalah seorang aktor dan pelawak berkebangsaan Indonesia. Ia merupakan salah satu personel dari kelompok lawak Warkop. Lahir di Gombong, Kebumen, Kasino menunjukkan minat terhadap humor sejak masa sekolah. Kariernya sebagai pelawak mulai dirintis ketika masih kuliah di Universitas Indonesia. Bersama Nanu Moeljono dan Rudy Badil, Kasino menjadi pengisi acara Obrolan Malam Jumat di Radio Prambors, yang disiarkan setiap Kamis malam. Acara ini menjadi cikal bakal terbentuknya kelompok lawak Warkop.
Kasino | |
---|---|
Lahir | Kasino Hadiwibowo 15 September 1950 Gombong, Kebumen, Jawa Tengah |
Meninggal | 18 Desember 1997 47) Jakarta Pusat, DKI Jakarta | (umur
Makam | Pemakaman Giritama, Tajurhalang, Bogor, Jawa Barat |
Almamater | Universitas Indonesia |
Pekerjaan | |
Tahun aktif | 1973–1997 |
Suami/istri | Amarmini (m. 1976–1997) |
Anak | 1 |
Kerabat | Hoegeng Iman Santoso (paman) |
Bersama Warkop, Kasino mencapai puncak kesuksesannya dengan berperan dalam 34 film komedi dari tahun 1980 hingga 1995. Ia juga tampil dalam serial televisi Warkop DKI yang diproduksi pada tahun 1996 dan 1997, yang kemudian menjadi penampilan profesional terakhirnya. Kasino meninggal dunia pada Desember 1997 akibat tumor otak.
Kasino Hadiwibowo lahir di Gombong, Kebumen, Jawa Tengah, dari pasangan Notopramono dan Kasiyem.[1] Ia adalah keponakan laki-laki dari Hoegeng Iman Santoso yang pernah menjabat sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dari tahun 1968 hingga 1971.[2] Selama masa sekolah, Kasino sering berpindah-pindah tempat tinggal karena mengikuti penempatan ayahnya yang bekerja sebagai pegawai di PNKA (sekarang PT. KAI).[1] Ia sempat tinggal dan bersekolah di Padalarang, Bandung, sampai kelas tiga SD sebelum kemudian pindah ke SD Budi Utomo, Jakarta. Pendidikan SMP-nya diselesaikan di SMP Negeri 51 Jakarta. Saat memasuki masa SMA, Kasino mengikuti ayahnya yang ditugaskan di Cirebon, sehingga ia bersekolah di SMA Negeri 2 Cirebon sebelum akhirnya kembali ke Jakarta dan menyelesaikan pendidikannya di SMA Negeri 22 Jakarta.[1] Selama bersekolah, Kasino dikenal sebagai siswa yang sangat tertarik pada pelajaran matematika. Selain itu, ia juga dikenal sebagai individu yang religius, dipengaruhi oleh kedua orang tuanya yang rajin mengawasi dan membimbingnya dalam membaca Al-Quran.[3]
Setelah lulus dari SMA, Kasino melanjutkan pendidikannya dengan masuk ke Fakultas Ilmu Sosial, jurusan Ilmu Administrasi Niaga di Universitas Indonesia. Ia berhasil menyelesaikan studinya dan lulus sebagai sarjana pada tahun 1978.[4]
Kasino memiliki minat terhadap humor sejak masa kecilnya, dan ia mengakui bahwa inspirasinya berasal dari kelompok lawak Trio Los Gilos yang beranggotakan Bing Slamet, Mang Cepot, dan Mang Udel.[1] Pada tahun 1973, bersama teman sejawatnya di kampus, Nanu Moeljono, Kasino tampil membawakan lawakan di "Perkampungan Universitas Indonesia", sebuah acara perkemahan mahasiswa di Cibubur.[5] Penampilan mereka yang lucu menarik perhatian Temmy Lesanpura, seorang mahasiswa tingkat akhir UI yang pada saat itu sudah menjadi kepala di Radio Prambors. Temmy mengundang mereka untuk mengisi acara bersama Rudy Badil yang diberi nama Obrolan Malam Jumat (Omamat). Acara ini disiarkan setiap Kamis malam dari pukul 20.30 hingga 21.15 WIB. Tema acara tersebut membahas kondisi politik dan sosial di dalam negeri dengan gaya santai.[4][5]
Sebagai seorang aktivis kampus, Kasino merasa cocok dengan tema acara tersebut. Ia langsung mengumpulkan beragam data dan mengolahnya untuk dijadikan pembahasan setiap minggunya. Selain itu, ia sering membuat topik teka-teki dengan memadukan folklor tradisional Indonesia dan cerita humor modern.[6] Namun, topik tersebut kemudian dianggap usang, yang memaksa Kasino untuk berpikir keras dalam menemukan strategi baru. Ia kemudian mencoba menggabungkan lawakan dengan musik dangdut, mengambil inspirasi dari pengalaman mengikuti festival dangdut di UI bersama beberapa temannya. Hasilnya, mereka mengubah lagu-lagu Barat menjadi bernuansa dangdut.[7] Teman-teman Kasino kemudian membentuk kelompok musik dan lawak terpisah, masing-masing dengan nama Pancaran Sinar Petromak dan Pengantar Minum Racun.[8][9]
Pada tahun 1975, Dono mulai bergabung sebagai pengisi acara, diikuti setahun kemudian oleh Indro.[10] Seiring kedatangan Dono dan Indro, nama acara Omamat berubah menjadi Obrolan Santai di Warung Kopi Prambors (selanjutnya lebih dikenal dengan sebutan "Warkop Prambors").[11] Pada saat itu, acara radio yang mereka isi sudah memiliki banyak penggemar, bahkan mereka diundang untuk tampil di luar kota.[10] Pada tahun 1976, Kasino sempat menjadi pimpinan di sebuah klinik spesialis di Rawamangun, Jakarta Timur, yang dimiliki oleh mertuanya. Kasino mengelola klinik tersebut selama satu tahun setengah, sebelum memilih mundur karena waktunya lebih banyak tersita oleh kegiatan bersama Warkop.[4] Pada tahun 1978, tidak lama setelah lulus kuliah, Kasino dihadapkan pada dua pilihan: bertahan dan melanjutkan karier sebagai pelawak atau mengikuti keinginan orang tuanya untuk menjadi seorang pegawai negeri sipil. Akhirnya, Kasino memilih untuk melanjutkan kariernya sebagai pelawak.[4]
Pada tahun 1979, kelompok Warkop Prambors merilis album kompilasi lawak dan lagu mereka, yang sebenarnya merupakan rekaman dari pertunjukan lapangan di Palembang dan Pontianak.[12] Setahun kemudian, Warkop merambah layar lebar melalui film pertamanya yang berjudul Mana Tahaaan... Film tersebut mendapatkan kesuksesan yang besar saat masa penayangannya di bioskop.[13] Selama periode tahun 1980 hingga 1995, kelompok lawak Warkop Prambors yang kemudian berganti nama menjadi Warkop DKI,[lower-alpha 2] telah membintangi 34 film komedi dan satu film dokudrama. Mereka juga telah mengeluarkan 12 album kompilasi lawak dan lagu, dua di antaranya berkolaborasi dengan kelompok Pancaran Sinar Petromak dan kelompok Srimulat.[12][14] Pada awal kariernya sebagai aktor, Kasino sering dijuluki "Seki" oleh teman-temannya di tim produksi film karena hidungnya yang dinilai pesek.[15]
Di belakang layar, Kasino tampil sebagai "pemimpin" dari kelompok Warkop. Ia bertindak sebagai juru bicara dan negosiator untuk perencanaan strategi konsep dan bisnis yang diambil oleh Warkop.[16] Perbedaan pendapat mengenai strategi sempat membuatnya bermusuhan dengan Dono selama tiga tahun, dari 1988 sampai 1990. Meskipun begitu, keduanya tetap menjaga profesionalitas saat bekerja, dengan Indro berperan sebagai penengah di antara keduanya.[17]
Setelah film Pencet Sana Pencet Sini dirilis pada tahun 1995, Kasino bersama Dono dan Indro sepakat untuk tidak lagi bermain film sebagai tanda solidaritas terhadap industri perfilman Indonesia.[18] Pada saat itu, bisnis perfilman nasional sedang lesu karena banyaknya film bertema dewasa dan serbuan film-film impor dari luar negeri, terutama dari Hollywood, Bollywood, dan Hong Kong.[19][20] Kelompok Warkop kemudian beralih ke media televisi melalui serial Warkop DKI. Serial tersebut diproduksi antara tahun 1996 dan 1997, dan menjadi penampilan profesional terakhir Kasino dalam kariernya.[21]
Semasa membawakan acara di Prambors, Kasino dikenal mampu memerankan beberapa karakter yang berbeda. Karakter yang sering diperankannya antara lain adalah Mas Bei, yang digambarkan sebagai orang Jawa; Acing/Acong, yang digambarkan sebagai orang Tionghoa; Sanwani, yang digambarkan sebagai orang Betawi; dan Buyung, yang digambarkan sebagai orang Minang.[22][23] Saat pertama kali menjadi aktor film, Kasino memerankan karakter Sanwani dalam tiga film awal, yaitu Mana Tahaaan..., Gengsi Dong, dan Gede Rasa. Karakter Sanwani sendiri digambarkan sebagai seorang pemuda yang sok tahu dan sedikit sombong.[24][25]
Ketika produksi film Warkop diambil alih oleh Parkit Film dan kemudian oleh Soraya Intercine Films, Kasino kemudian memerankan karakter "Kasino". Dalam film-film tersebut, ia digambarkan sebagai sosok idealis dengan ide-ide brilian, tetapi sering kali ide-idenya berbalik menjadi bumerang karena sikapnya yang terlalu sok tahu dan kebiasaannya meremehkan orang lain.[25] Selain itu, sesekali ia juga ditampilkan sebagai sosok pemimpin seperti dalam film Manusia 6.000.000 Dollar dan Depan Bisa Belakang Bisa.[16]
Kasino juga dikenal pandai dalam menggubah dan memparodikan lirik lagu untuk memberikan sentuhan humor. Kebiasaan ini berawal dari hobinya menyanyi dan memparodikan lagu saat masih menjadi mahasiswa.[26] Kasino memiliki kemampuan teknik vokal cengkok yang memungkinkannya untuk dengan mudah menyanyikan beragam lagu dalam berbagai bahasa seperti Mandarin, India, Arab, dan juga Inggris.[27] Namun, terkait perannya sebagai Acong atau Acing, Kasino lebih sering memparodikan lagu-lagu berbahasa Inggris dengan mengganti liriknya menjadi bahasa Mandarin.[28] Penyanyi Titiek Puspa sempat tertawa saat mengetahui bahwa lagunya yang berjudul "Saputangan" diplesetkan liriknya oleh Kasino dengan tambahan lirik berbahasa Inggris.[29] Menurut Rudy Badil, Kasino sering menggunakan parodi lagu untuk menyampaikan kritik sosial secara halus kepada pemerintah Orde Baru. Pendapat ini didukung oleh beberapa musisi seperti Chrisye dan Fariz RM, yang melihat Kasino sebagai sosok yang tepat untuk mengkritik industri musik Indonesia yang mereka anggap sedang berada dalam kondisi yang kurang baik pada dekade 1980-an.[30]
Kasino pertama kali bertemu dengan calon istrinya, Amarmini (biasa dipanggil Mieke), pada tahun 1974 di kampus UI. Amarmini adalah seorang wanita berdarah Bali-Jawa. Pada waktu itu, Kasino juga berani berkunjung ke rumah Amarmini dengan sepengetahuan ibunda Amarmini. Pada tahun 1976, meskipun belum lulus kuliah, Kasino menikahi Amarmini.[4] Pernikahan mereka diresmikan dengan Hoegeng Iman Santoso, paman Kasino, sebagai wali nikah.[2] Pasangan tersebut dikaruniai satu orang anak perempuan yaitu Hanna.[31]
Kesehatan Kasino mulai menunjukkan penurunan pada bulan November 1996. Saat sedang mengisi acara di Lembang, Kasino tiba-tiba jatuh pingsan. Dengan bantuan rekan-rekannya, ia kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Advent Bandung.[32] Hasil pemeriksaan rontgen oleh dokter menunjukkan bukti adanya gejala tumor di bagian otak, dan Kasino disarankan untuk menjalani kemoterapi. Anak Kasino, Hanna, mengatakan bahwa tumor yang diderita ayahnya kemungkinan berawal dari insiden kecelakaan saat bersepeda gunung beberapa tahun sebelumnya.[33] Sebagai akibat dari proses kemoterapi, Kasino terpaksa absen dari serial Warkop DKI, dan alur cerita hanya terfokus pada Dono dan Indro. Pada tahun 1997, kesehatan Kasino naik turun tetapi ia tidak patah semangat. Ia mencoba tampil kembali dalam serial Warkop DKI dengan mengenakan wig untuk menutupi kebotakan akibat proses kemoterapi di kepalanya.[34]
Pada bulan November 1997, kondisi kesehatan Kasino kembali memburuk, sehingga ia harus dirawat intensif di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. Setelah hampir satu bulan dirawat, Kasino akhirnya meninggal pada usia 47 tahun pada tanggal 18 Desember 1997, setelah mengidap tumor otak selama satu tahun.[32] Jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Giritama, Tajur Halang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.[35]
Dedi Gumelar alias Miing, salah satu anggota kelompok lawak Bagito, mengenang Kasino sebagai sosok yang sangat berjasa dalam mengawali karier kepelawakannya. Dedi mengatakan bahwa Kasino-lah yang mengajarkan kepadanya seni dan trik melawak, serta sering memberikan bantuan pinjaman uang pada saat-saat sulit.[36] Aktris Nurul Arifin menganggap Kasino memiliki sosok yang menenangkan setiap kali berbicara dengannya.[37] Musisi Franki Raden mengenang Kasino sebagai pria yang bisa memahami situasi dan kondisi. Pada tahun 1986, saat Franki menikah, ia mengundang Kasino sebagai pembawa acara untuk resepsi pernikahannya. Awalnya, Franki berharap Kasino akan membawakan acara tersebut dengan gaya humor, tetapi Kasino memilih untuk menjalankan tugas tersebut dengan gaya formal setelah mengetahui bahwa paman dari Franki adalah mantan dosennya saat kuliah.[38] Pelawak Jimmy Gideon mengenang Kasino sebagai sosok yang memberikan motivasi kepadanya saat menjadi juri dalam acara lomba lawak nasional yang digelar pada tahun 1986 di Universitas Nasional.[38]
Sosok Kasino dimunculkan kembali dalam seri film Warkop DKI Reborn yang diproduksi oleh Falcon Pictures. Dalam film pertama dan kedua, Kasino diperankan oleh Vino G. Bastian. Pada awalnya, Vino sempat menolak untuk memerankan Kasino karena merasa tidak mirip dengannya.[39] Ia menyebut peran sebagai Kasino merupakan salah satu peran tersulit yang pernah dijalani, karena Kasino memiliki ciri khas yang sulit ditiru oleh siapapun, termasuk gaya bicaranya.[40] Dalam film ketiga dan keempat, Adipati Dolken tampil menggantikan Vino sebagai pemeran Kasino. Adipati merasakan sisi positif memerankan karakter Kasino, dengan dirinya yang sering dianggap kaku bisa berubah menjadi lebih ceria.[41] Sama seperti Vino, Adipati juga merasakan bahwa peran Kasino adalah salah satu peran yang paling sulit yang pernah ia jalani.[42]
Pada tahun 2021, publik sempat dihebohkan dengan kemunculan kelompok lawak bernama Warkopi yang dianggap meniru Warkop DKI. Salah satu anggotanya adalah Alfred Dimas Kusnandi yang dianggap memiliki kemiripan dengan Kasino.[43] Kelompok tersebut kemudian bubar setelah mendapatkan somasi dari Lembaga Warkop DKI sebagai pemegang hak komersial kelompok lawak Warkop.[44]
Tahun | Judul album | Catatan |
---|---|---|
1979 | Cangkir Kopi | |
Warung Tenda | ||
Warkop PSP HUT TVRI ke-16 | Kolaborasi bersama Pancaran Sinar Petromak | |
1980 | Mana Tahaaan... | |
1981 | Dokter Masuk Desa | |
1982 | Gerhana Asmara | Kolaborasi bersama Srimulat |
1983 | Semua Bisa Diatur | |
1984 | Pokoknya Betul | |
1985 | Pingin Melek Hukum | |
1986 | Sama Juga Bohong | |
1987 | Makin Tipis Makin Asyik | |
Kunyanyikan Judulku | ||
Sumber:[12] |
Tahun | Judul | Peran |
---|---|---|
1996–1997 | Warkop DKI | Kasino |
Sumber:[21] |
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.