Loading AI tools
minuman khas Indonesia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Bir pletok adalah sejenis minuman penghangat khas masyarakat Betawi. Bahan baku minuman ini utamanya adalah jahe dan secang, serta berbagai macam rempah-rempah lainnya. Pengolahan bir pletok dilakukan dengan cara memilih serta mempersiapkan bahan baku untuk kemudian direbus dan disaring. Sebelum disajikan, bir pletok juga dapat dikocok terlebih dahulu hingga mengeluarkan buih. Warna, aroma, dan rasa bir pletok dapat bervariasi tergantung bahan baku dan cara pengolahannya. Kandungan rempahnya menjadikan bir pletok sebagai minuman yang kaya akan senyawa antioksidatif.
Bir pletok | |
---|---|
Sajian | Minuman |
Tempat asal | Indonesia |
Daerah | Jakarta[1] |
Suhu penyajian | Panas atau dingin |
Bahan utama | air, cengkeh, daun pandan, jahe, kapulaga, kayu manis, garam, gula, pala, secang, serai[2] |
Bahan yang umum digunakan | adas, bunga lawang, cabai jawa, daun jeruk purut, jintan hitam, kayu angin, kayu mesoyi, kencur, lada hitam, temu kunci, temu lawak |
Sunting kotak info • L • B |
Asal-usul bir pletok sendiri tidak tercatat secara pasti, walaupun minuman ini umumnya dianggap bermula dari keinginan masyarakat Betawi untuk membuat minuman perayaan sebagai tiruan serta tandingan bagi anggur dan bir orang-orang Eropa. Namun, meski menggunakan nama "bir", minuman ini tidak mengandung alkohol dan dapat disertifikasi halal. Bir pletok lazim disuguhkan dalam upacara siklus hidup orang Betawi seperti sunat dan pernikahan, serta di tempat-tempat berorientasi wisata budaya. Minuman ini telah diakui sebagai warisan budaya takbenda Indonesia, serta menjadi salah satu ikon kebudayaan Betawi yang didukung pelestariannya oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Terdapat beberapa pendapat mengenai asal-usul nama bir pletok. Istilah bir sendiri tampaknya diserap dari bahasa Belanda bier 'bir',[3] walaupun minuman ini tidak mengandung alkohol[4] dan menggunakan bahan-bahan yang berbeda dari bir pada umumnya.[3] Meski begitu, ada pula anggapan etimologi rakyat bahwa bir yang dimaksud sebenarnya berasal dari kata bahasa Arab biʼrun yang bermakna 'sumber air'.[5] Sementara, sebutan pletok kemungkinan merupakan tiruan bunyi, entah dari tumbukan rempah segar sebelum digodok,[6] dari campuran bahan baku saat proses pengocokan dengan ruas bambu[7][8] maupun kaleng untuk menghasilkan busa,[9] dari tekanan udara ketika sumbat botol minuman tersebut dibuka,[8][10] atau dari beradunya es batu di dalam teko yang digunakan untuk penyajian.[7]
Berdasarkan aturan penamaan produk pangan yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), nama sebuah produk pangan yang ingin disertifikasi halal tidak dapat mengandung hal-hal yang berkonotasi haram atau dilarang bagi pemeluk agama Islam, termasuk kata bir yang aslinya merujuk pada sejenis minuman beralkohol.[11] Akan tetapi, bir pletok dikecualikan dari aturan ini karena telah dianggap sebagai bagian dari ʻurf atau adat-istiadat setempat, dan sudah dikenal secara turun-temurun sebagai minuman penghangat tanpa unsur yang diharamkan dari segi zat.[12][13]
Tidak ada catatan pasti yang menyebut kapan bir pletok pertama kali muncul,[6] walaupun tampaknya minuman ini sudah ada setidaknya sejak masa kolonial.[7] Sejarawan JJ Rizal menyebut bahwa bir pletok mulanya diciptakan oleh masyarakat Betawi sebagai tiruan sekaligus tandingan bagi bir khas Barat.[14] Pada masa kolonial, masyarakat Betawi mengamati bahwa orang-orang Belanda seringkali menyesap bir untuk menghangatkan badan.[8] Ditambah lagi, kemeriahan pesta yang diadakan oleh orang Belanda sering kali diukur dari seberapa banyak minuman beralkohol yang terhidang.[14][15] Paparan terhadap budaya Belanda ini membuat orang Betawi tidak mau kalah. Mereka ingin pula memiliki minuman serupa yang dapat disajikan untuk memeriahkan perayaan. Hanya saja, bagi masyarakat Betawi yang sebagian besarnya beragama Islam, minuman memabukkan adalah hal yang terlarang. Maka terciptalah bir pletok, sebuah minuman penghangat badan yang berwarna merah kecokelatan serupa campuran bir dan anggur, tetapi tidak mengandung alkohol sama sekali.[14][16] Dapat dikatakan bahwa minuman ini merupakan hasil perkawinan dari budaya minum bangsa Eropa dengan penggunaan bahan baku rempah khas Nusantara.[17]
Bir pletok mulai lazim dijual oleh pedagang pikulan keliling pada tahun 1900-an.[18] Dalam perkembangannya, pamor bir pletok mulai memudar akibat masuknya minuman-minuman ala Barat yang tersedia di toko ataupun restoran, terutama sejak dibukanya keran penanaman modal asing pada tahun 1970-an. Untuk mempertahankan hidangan Betawi yang semakin terpinggirkan, pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun menyokong kehadiran kuliner khas Betawi dalam berbagai festival, terutama Pekan Raya Jakarta sebagai perhelatan tahunan paling akbar. Bir pletok pun mengalami banyak pengembangan lanjutan, dengan berbagai produk turunan hasil olahannya. Namun, usaha-usaha pengembangan ini relatif masih belum terlalu berdampak luas. Pengrajin bir pletok pada umumnya hanya menyelenggarakan usaha dengan skala kecil, sehingga tidak memiliki kapasitas untuk produksi massal tanpa dukungan yang cukup. Hal ini diperparah dengan pupusnya ketenaran hidangan Betawi di Jakarta, karena mayoritas orang Betawi telah tergusur ke pinggiran kota.[19]
Minuman ini diakui sebagai warisan budaya takbenda di tingkat nasional pada tahun 2014.[1] Melalui Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2015 serta Peraturan Gubernur Nomor 11 tahun 2017, pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga menetapkan bir pletok sebagai salah satu dari delapan ikon kebudayaan Betawi yang wajib didukung pelestariannya.[20] Merebaknya pandemi Covid-19 di Indonesia pada tahun 2020 membuat penjualan bir pletok meningkat, sebab masyarakat percaya bahwa minuman ini berkhasiat meningkatkan daya tahan tubuh.[21] Pada tahun 2022, resep bir pletok menduduki peringkat ketiga dari sepuluh resep paling banyak dicari melalui Google Search oleh warganet Indonesia.[22]
Bahan baku bir pletok dapat berbeda-beda tergantung daerah dan pengrajin, tetapi jahe dan secang umumnya selalu ada.[23][24] Jahe sebagai komponen dengan porsi paling besar menyumbang rasa pedas dan hangat yang dominan.[25] Sementara, penggunaan secang sebagai pewarna menjadi pembeda utama antara bir pletok Betawi dan bir kocok khas Bogor.[26] Beberapa di antara rempah segar yang lazim digunakan dalam pembuatan bir pletok adalah daun pandan wangi, daun jeruk purut, dan serai dapur,[27][28] sementara rempah keringnya mencakup adas, bunga lawang, cabai jawa, cengkeh, jintan hitam, kapulaga, kayu angin, kayu manis, kayu mesoyi, lada hitam, hingga pala.[2][21][27] Ragam jahe yang digunakan mencakup jahe emprit, jahe gajah, jahe merah, atau kombinasi di antaranya.[25][27] Rimpang selain jahe seperti kencur, temu lawak, dan temu kunci juga dapat digunakan sebagai campuran untuk menambah sentuhan pada rasa minuman.[29]
Biarpun minuman ini dianggap khas Betawi, tidak semua orang Betawi menyukai rasa dan wangi rempahnya yang pekat.[30][31] Oleh karena itu, penggunaan bahan-bahan rempah dapat divariasikan agar mendapatkan rasa dan aroma yang diinginkan, begitu pula penambahan garam dan pemanis.[2] Misalnya, ada pengrajin yang sengaja tidak menggunakan serai, atau bahkan menambahkan kental manis ke dalam campuran.[31] Ada pula pengrajin yang membuatkan varian rasa yang lebih ringan bagi anak kecil dan orang yang kurang suka herbal.[21] Rasa manis pada bir pletok pada umumnya didapat dari gula pasir, gula merah, campuran keduanya,[32] atau bisa juga dari pengganti gula, tentunya dengan kadar yang berbeda-beda tergantung pengrajin dan permintaan konsumen.[33][34]
Perbedaan dalam bahan baku yang digunakan dalam pembuatan bir pletok tidak hanya menyumbang keragaman rasa dan aroma, tetapi juga warna; mulai dari yang merah jingga, merah kecoklatan, hingga merah keunguan.[36] Bahan utama pewarna alami digunakan dalam bir pletok mencakup kayu secang dan daun pandan.[32] Secara khusus, penggunaan kayu secang dapat menghasilkan warna berbeda tergantung tingkat keasaman larutan. Jika asam maka warnanya akan kekuningan, jika netral maka warnanya merah terang, dan jika basa maka warnanya akan merah keunguan.[37]
Ragam bahan baku bir pletok mencerminkan persinggungan kemajemukan budaya yang mempengaruhi masyarakat Betawi.[38] Minuman serupa yang berbahan rebusan herbal dapat ditemui dalam berbagai kebudayaan Nusantara, seperti misalnya jamu khas Jawa serta loloh khas Bali. Sementara, unsur rempah seperti kapulaga dan kayu manis lazim digunakan dalam hidangan Arab dan hidangan India, yang turut menyumbang pengaruh dalam hidangan Betawi.[39] Bersama dengan kerak telor, JJ Rizal menyebut bir pletok sebagai "mahakarya paling orisinal" masyarakat Betawi.[40] Sebagaimana kerak telor menunjukkan kentalnya budaya agraris Betawi melalui penggunaan bahan baku hasil tani dan ternak, bir pletok mencerminkan peran ranah Betawi sebagai pusat perdagangan melalui penggunaan beragam rempah hasil niaga.[40][41]
Proses pembuatan bir pletok dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu persiapan bahan baku, perebusan, dan penyaringan.[28] Sebagai persiapan, bahan baku yang tersedia disortir terlebih dahulu. Rempah segar yang dipilih adalah yang tidak busuk dan tidak kering, sementara rempah kering yang dipilih adalah yang utuh dan bersih tanpa jamur.[42][43] Ruas jahe juga dapat dibakar terlebih dahulu sebelum diolah.[44] Setelah semua bahan tersedia, rempah segar dan rempah kering dibersihkan. Khusus jahe, ada yang membersihkannya cukup dengan mencuci tanpa mengupas kulitnya, agar rasa dan aroma yang dihasilkan dari proses perebusan lebih kuat. Untuk memperoleh hasil ekstraksi yang maksimal selama proses perebusan, bahan baku yang ada dapat diiris, diparut, atau dimemarkan.[42] Jahe dan sereh dapat dipotong dan ditumbuk, sedangkan rempah seperti pala cukup diiris-iris saja.[45] Semakin kecil ukuran potongan bahan-bahan, akan semakin bagus pula hasil ekstraksinya.[42]
Langkah-langkah dalam tahap perebusan bervariasi tergantung pengrajin. Ada yang mencampurkan semua bahan rempah ke dalam air dan direbus selama 15 menit, kemudian disaring. Hasil saringan pertama ini ditambahkan daun pandan dan pemanis, direbus sekali lagi hingga mendidih, lalu disaring untuk kedua kalinya.[44] Perebusan dalam dua tahap juga ditemui dalam pengolahan produk turunan bir pletok seperti sirop dan serbuk siap seduh. Hanya saja, tahapan perebusan kedua dilakukan hingga air rebusan mengental atau memadat menjadi kristal.[46] Sementara, dalam resep lain, perebusan dilakukan sekali dengan melarutkan gula terlebih dahulu bersama rebusan jahe, sebelum kemudian ditambahkan secang, rempah-rempah, dan serai untuk dipanaskan dengan api kecil selama 1 jam.[47] Ada pula yang hanya mencampurkan secang selama 5 menit terakhir perebusan, setelah bahan-bahan lain ditiriskan, agar warna merah dari secang dapat diserap sepenuhnya oleh air rebusan.[42]
Proses penyaringan yang dilakukan di akhir merupakan tahapan penting untuk menapis unsur-unsur halus yang tak larut dan membuat minuman terlihat keruh. Jenis saringan yang dapat digunakan antara lain adalah kain saring berbahan nilon serupa yang digunakan dalam industri sablon.[42] Setelah disaring, bir pletok siap saji dapat dikemas dengan botol-botol kaca berjenama.[4][44] Pengolahan lebih lanjut juga dapat dilakukan untuk menghasilkan berbagai produk turunan. Selain dari sirop dan serbuk siap seduh yang telah disebutkan, bir pletok juga dapat dijadikan konsentrat, minuman bersoda, hingga gula-gula.[24][44][48] Bahan-bahan baku bir pletok pun dapat dikemas dalam bentuk kering untuk diramu secara mandiri.[21]
Pada awalnya, bir pletok lebih lazim disajikan sebagai penghangat badan di malam hari, terutama pada saat musim penghujan.[49] Dominasi rasa jahe yang menyegarkan membuat minuman ini cocok disajikan dengan suhu hangat atau panas.[28] Namun, sejak es batu mulai marak digunakan di Jakarta pada pertengahan abad ke-20, minuman ini juga seringkali disajikan dingin sebagai penyejuk di kala gerah.[4][50] Sebelum dihidangkan, bir pletok dapat dikocok terlebih dahulu hingga berbuih. Pengocokan ini dilakukan dengan wadah tabung yang terbuat dari bambu[7][8] atau kaleng.[9]
JJ Rizal menyebut bahwa bir pletok pada mulanya lebih umum disajikan saat acara-acara besar masyarakat Betawi, tidak seperti teh dan kopi yang rutin diminum di kala pagi dan sore hari.[51] Hajatan Betawi seperti sunatan, pernikahan, dan upacara yang berkaitan dengan kematian lazim menyuguhkan bir pletok sebagai minuman.[41] Di antara ketiga jenis hajatan ini, yang paling wajib menyajikan bir pletok adalah pernikahan, sebagai perhelatan dengan gengsi paling tinggi. Melimpahnya suguhan bir pletok menjadi tolok ukur kemegahan sebuah acara pernikahan Betawi, layaknya peran anggur dalam pesta-pesta Eropa.[51] Dalam adat perkawinan Betawi, bir pletok juga amat dianjurkan untuk diminum oleh kedua pengantin,[52] khususnya bagi mempelai wanita setelah prosesi tangas atau kum (mandi uap) sebagai perawatan kecantikan sebelum acara inti.[53][54]
Selain dalam perayaan-perayaan budaya, bir pletok kini juga lazim dijajakan di tempat-tempat yang berorientasi wisata, misalnya kawasan Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan.[55] Dalam industri ramah-tamah di Indonesia, minuman ini juga disajikan sebagai suguhan penyambut di beberapa hotel dan sanggraloka, terutama yang mengedepankan warisan budaya sebagai nilai lebihnya.[56]
Sebagai minuman berbahan rempah, bir pletok kaya akan kandungan senyawa fenol antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas. Dalam sebuah kajian terhadap bahan rempah bir pletok yang dilakukan oleh Wibawa dkk. (2019), kadar total fenol tertinggi ditemui pada hasil ekstraksi cengkih, diikuti oleh kayu manis dan pala.[57] Sementara, Ishartani, Kawiji & Khasanah (2012) menemukan bahwa penambahan rempah tertentu seperti kapulaga dapat meningkatkan kadar fenol pada bir pletok. Penggunaan jenis gula yang berbeda juga berpengaruh pada kadar fenol minuman. Dengan takaran rempah yang sama, bir pletok berpemanis gula merah memiliki kadar fenol yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan bir pletok berpemanis gula pasir. Ditambah lagi, penggunaan gula merah dan secang secara bersamaan menghasilkan "efek sinergisme" antara senyawa antioksidan dari kedua unsur tersebut, sehingga meningkatkan aktivitas penangkapan radikal bebas pada bir pletok.[58] Permanasari, Sari & Aslam (2021) menemukan bahwa penambahan gula pasir dengan konsentrasi 4% menghasilkan kapasitas antioksidan tertinggi bila dibandingkan dengan bir pletok tanpa gula ataupun yang menggunakan gula dengan konsentrasi lebih tinggi.[59]
Mutu, asal, dan rentang waktu perebusan rempah dapat berpengaruh terhadap sifat antioksidan dari bir pletok.[60] Bir pletok dalam bentuk cair memiliki kadar fenol yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan bir pletok dalam bentuk serbuk instan, sebab proses pemanasan yang terlalu lama dapat menyebabkan rusaknya komponen senyawa tersebut.[58] Wibawa dkk. (2019) berpendapat bahwa durasi ekstraksi terbaik untuk mengoptimalkan khasiat rempah bir pletok adalah selama 30 menit, dengan bahan rempah yang segar dan minim oksidasi.[60]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.