Loading AI tools
seniman Indonesia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Augustin Sibarani (20 Agustus 1925 – 19 Desember 2014 ) adalah seniman berkebangsaan Indonesia. Namanya dikenal melalui karya lukisan Si Singamangaraja XII yang menjadi dasar ilustrasi pada uang kertas Rp 1.000,-. Agustin juga seorang tentara dengan pangkat terakhir Letnan.[1]
Augustin Sibarani lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara. Sejak kecil sudah mengakrabi dunia seni, utamanya senirupa. Dia sudah mahir melukis pada usia 10 tahun. Waktu itu ia menerima penghargaan Bintang Emas dari Asisten Residen Tichelman karena melukis Pangeran Willem Van Oranje. Pemerintah Hindia Belanda pun pernah memberikan beasiswa kepadanya untuk belajar di Akademi Senirupa Belanda. Sayang sekali, Perang Dunia II mengoyakkan kesempatan itu, sebab Jerman sedang menduduki wilayah Belanda, tahun 1940. Gelora seni lukisnya diredam, ketika ibunya minta agar dia belajar di MIS (Middelbare Landouw School Sekolah Menengah Pertanian) di Buitenzorg, Bogor. Sang ibu berharap anaknya dapat menjadi Ajunct Landbouw Consulent (wakil penyuluh pertanian) di perkebunan milik ayahnya seluas 300 Ha di Pariasan. Bulan April 1945 ia menyelesaikan pendidikannya, kemudian bekerja di perkebunan Merbuh, sebelah Selatan Semarang. Setelah itu menjadi karyawan di United States Information Service (USIS) Jakarta sebagai ilustrator.[2][3][4]
Tahun 1952, ia membuat tiga judul buku ala Walt Disney untuk anak-anak, diterbitkan oleh P.T Timun Mas milik Poppy Sjahrir dan Alex Sutantio. Tahun berikutnya ia menulis buku kartun Senyum Kasih Senyum dan Si Ucok yang diterbitkan oleh penerbitan Belanda, Godfried. Ia juga mendapat kesempatan untuk menggelar pameran di Jerman Barat, Moskow (Uni Sovyet), dan Wina, Austria, tahun 1959. Agustin Sibarani adalah pelukis wajah raja Sisingamangaraja XII pada tahun 1961 berdasarkan riset panjang mengenai sosok pejuang dari Tapanuli ini. Lukisan itu diselesaikannya pada 1962, dan diserahkan kepada pemerintah pada saat diumumkannya pengakuan Sisingamangaraja XII sebagai pahlawan nasional. Karya-karya karikaturnya, pada era 1950-an hingga awal 1970-an tersebar di sejumlah penerbitan dan sering menjadi perbincangan orang. Karena masalah politik, ia tidak bisa mengirimkan karikaturnya ke media massa di dalam negeri waktu itu. Namun demikian, ia terus berkarya dan hasilnya dimuat di sejumlah media luar negeri seperti Le Monde, Reporters Sans Frontiers, L’Humanite (Prancis), dan Jurnal Indonesia (Cornell University, Amerika Serikat).[5]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.