Pengguna:Argo Carpathians/Bak pasir
From Wikipedia, the free encyclopedia
Kabupaten Poso | |
---|---|
Daerah tingkat II | |
![]() | |
Julukan: Kabupaten Eboni | |
Motto: Sintuwu Maroso | |
![]() Peta | |
Lua error in Modul:Location_map at line 423: Kesalahan format nilai koordinat. | |
Koordinat: Coordinates: Missing latitude Argumen-argumen yang tidak sah telah diberikan kepada fungsi {{#coordinates:}} | |
Negara | ![]() |
Provinsi | Sulawesi Tengah |
Tanggal berdiri | 4 Juli 1959; 65 tahun lalu (1959-07-04) |
Dasar hukum | Undang-Undang No. 29 Tahun 1959 |
Ibu kota | Poso |
Jumlah satuan pemerintahan | Daftar
|
Pemerintahan | |
• Bupati | Darmin Sigilipu |
• Wakil Bupati | Toto Samsuri |
• Ketua DPRD | Ellen Ester Pelealu |
Luas | |
• Total | 7.112,25 km² km2 (Formatting error: invalid input when rounding sq mi) |
Populasi | |
• Total | 235,567 jiwa |
Demografi | |
• Agama | Islam Kristen Katolik Hindu Buddha |
• Bahasa | Pamona Indonesia |
Zona waktu | UTC+08:00 (WITA) |
Kode area telepon | 0452 |
APBD | Rp. 1.003.222.000.000 (2015) |
DAU | Rp. 678.031.865 |
Flora resmi | Eboni Diospyros |
Fauna resmi | Anoa |
Situs web | http://posokab.go.id/ |
![]() |
Dimohon untuk tidak melakukan vandalisme di halaman ini. Penyuntingan hanya boleh dilakukan oleh pemilik halaman ini, Gervant of Shiganshina. Jika Anda ingin menyampaikan pesan, silakan kirim ke halaman pembicaraan saya. Atau jika Anda ingin bereksperimen menyunting, silakan kunjungi Bak pasir. Terima kasih dan Salam Wikipedia! |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
SEDANG DALAM PERBAIKAN
Kabupaten Poso (bahasa Pamona: Rampulemba Poso; bahasa Inggris: Poso Regency; IPA: [pɔsɔ]; pengejaanⓘ), adalah sebuah kabupaten di provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Ibu kota kabupaten sekaligus pusat administrasi terletak di Kota Poso. Kabupaten ini mempunyai luas sebesar 7112,25 km² dan berpenduduk sebanyak 235.567 jiwa pada tahun 2016. Poso adalah kabupaten terluas ke-3, terpadat ke-11, dan memiliki populasi terbanyak ke-5 di Sulawesi Tengah.[1][2][3]
Kabupaten Poso terdiri dari 19 kecamatan dan 180 desa/kelurahan. Poso berbatasan dengan Parigi Moutong di bagian barat laut, Sigi di bagian barat, Sulawesi Selatan di bagian barat daya dan selatan, Morowali Utara di bagian tenggara dan timur, serta Tojo Una-Una di bagian timur laut.[4] Terletak tepat di tengah-tengah pulau, wilayah ini adalah sentral perhubungan di Sulawesi. Poso termasuk daerah vital karena letaknya sangat strategis dan merupakan persimpangan yang menghubungkan Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, hingga Sulawesi Utara. Sektor pertanian pada umumnya memproduksi beras, palawija, sayur dan buah-buahan, cokelat, kopi dan kelapa.[5]
Wilayah pedalaman Poso telah lama dihuni oleh penduduk asli dari kebudayaan de Steenhouwers sejak 3000 SM hingga tahun 1300, dan peninggalan mereka berupa patung batu, menhir dan kalamba.[6] Luwu dan Sigi mulai menancapkan pengaruh mereka terhadap kerajaan-kerajaan lokal pada abad ke-17, sekaligus membawa Islam ke wilayah ini. Abad penemuan yang berlangsung di periode yang sama, membawa kekuatan-kekuatan Eropa ke Indonesia. Pada akhir abad ke-19, Belanda mencoba memperluas pengaruhnya di Sulawesi Tengah. Pada tahun 1894, mereka menempatkan Kontrolir pertama sebagai pengawas di Poso.[7] Keberadaan mereka meningkatkan upaya untuk mengeksplorasi wilayah ini, ditandai dengan kedatangan para peneliti dan penjelajah pada tahun-tahun berikutnya.[8] Periode tahun 1905 hingga 1907 adalah era pasifikasi, saat pasukan Belanda berhasil menguasai seluruh wilayah Sulawesi, membuat suku-suku pedalaman penganut animisme di Poso beralih ke agama Kristen.[9] Kekuasaan Belanda atas Poso berlangsung hingga tahun 1942, saat Jepang menduduki Indonesia. Pada tahun 1948, sebagai hasil dari Pertemuan Dewan Raja Sulawesi Tengah, kota Poso sempat dijadikan ibu kota Sulawesi Tengah, sebelum akhirnya dipindahkan ke Kota Palu.[10] Dekade akhir 1950-an dan awal 1960-an adalah periode pemberontakan berdarah oleh Permesta dan DI/TII, yang mendapatkan perlawanan dari GPST.[11] Pada periode tahun 1970-an, pemerintah pusat mulai melaksanakan pengembangan Jalan Nasional Trans Sulawesi, yang juga melintasi Poso, dan selesai pada awal dekade 1990-an.[12]
Menjelang akhir milenium, konflik antar agama terjadi. Kerusuhan Poso yang berlangsung dari tahun 1998 hingga 2001, membawa dampak sosial ekonomi yang buruk bagi wilayah ini. Angka pemerintah mencatat sekitar 500 orang lebih menjadi korban dan 86 ribu orang mengungsi ke wilayah lain, sementara pihak-pihak lain mencatat angka yang bervariasi.[13] Berawal dari kerusuhan di ibu kota kabupaten, konflik meluas ke wilayah lain di Poso. Pemerintah kemudian melakukan upaya untuk menyelesaikan konflik, dengan mempertemukan kedua pihak yang bertikai pada tanggal 20 Desember 2001 dalam sebuah perjanjian yang kemudian di kenal dengan Deklarasi Malino I.[14] Tahun-tahun berikutnya merupakan periode pemulihan dan peningkatan keamanan, meskipun peristiwa kekerasan teror masih terus terjadi, dan berangsur-angsur menurun sejak awal tahun 2007. Pada tahun 2009, hampir sepuluh tahun sejak kerusuhan, Kabupaten Poso telah mulai meningkatkan kapabilitas ekonominya, dengan situasi keamanan yang sangat kondusif.[15]
Pariwisata di Poso pada umumnya bergantung pada objek dan kawasan wisata. Danau Poso, salah satu danau terbesar dan terdalam ke-3 di Indonesia, terletak di Kabupaten Poso. Festival Danau Poso yang pertama kali dimulai pada tahun 1991, digelar di kota Tentena.[16] Pada tahun 1991, Poso menjadi salah satu daerah yang masuk dalam daerah destinasi wisata Indonesia yang wajib dikunjungi dalam program Visit Indonesia 1991. Poso merupakan salah satu rumah bagi kayu eboni, yang termasuk dalam spesies Diospyros celebica. Termasuk jenis kayu yang sangat langka dan mahal, membuat eksploitasi eboni menjadi semakin sering, terutama karena ornamen warna kayu eboni dari Poso yang lebih disukai.[17]