Nirwan Dewanto (lahir 28 September 1961 ) adalah seorang budayawan terkemuka yang dikenal sebagai kurator dan pelaku seni rupa, penyair, penulis esai kritik sastra, aktor, dan aktivis yang berasal dari Indonesia. Ia adalah penerima Penghargaan Achmad Bakrie XVIII 2022 untuk kategori Sastra.[1][2]

Fakta Singkat Lahir, Kebangsaan ...
Nirwan Dewanto
Thumb
Nirwan pada tahun 2011
Lahir28 September 1961 (umur 62)
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
KebangsaanIndonesia
AlmamaterInstitut Teknologi Bandung
PekerjaanPenyair, Aktor, Kurator
Tahun aktif1991-sekarang
Discogs: 4235899 Modifica els identificadors a Wikidata
Tutup

Tahun 2018, Dewanto menerima The S.E.A. Write Award untuk buku kumpulan esai Satu Setengah Mata-Mata (2016).[3] Tahun 2018, Buku Jingga (2018) terpilih sebagai fiksi terbaik oleh majalah Tempo. Sebelumnya, ia juga menerima Penghargaan Sastra Badan Bahasa 2014 untuk buku Buli-Buli Lima Kaki.[4] Tahun 2011, buku Buli-Buli Lima Kaki (2010) memenangkan Kusala Sastra Khatulistiwa kategori puisi. Tahun 2008, buku kumpulan puisinya, Jantung Ratu Lebah, memenangkan Kusala Sastra Khatulistiwa. [5]

Saat ini, Dewanto aktif di Komunitas Salihara, yang didirikannya bersama jurnalis pendiri majalah mingguan Tempo dan sastrawan Goenawan Mohammad, jurnalis dan novelis Ayu Utami, musisi Tony Prabowo, dan lain-lain. Ia adalah redaktur sastra untuk Koran Tempo selama 14 tahun sejak mula media itu terbit tahun 2001; media cetak ini menghentikan penerbitannya dengan edisi terakhir pada 31 Desember 2020, mengacu pada perubahan perilaku pembaca surat kabar serta meningkatnya jumlah pelanggan Koran Tempo versi digital.[6]

Latar Belakang Pendidikan

Nirwan dilahirkan di Surabaya, Jawa Timur, pada tanggal 28 September 1961. Saat masih di SMA dia sudah menulis puisi; karya-karyanya diterbitkan di majalah antara lain Kuncung dan Kartini. Nirwan kuliah di Institut Teknologi Bandung di Bandung, Jawa Barat, dari tahun 1980 sampai 1987, dan mulai dikenal sebagai aktivis mahasiswa pro-demokrasi yang memimpin Gerakan Apresiasi Sastra (GAS) ITB tahun 1984, sebelum komunitas tersebut dipimpin oleh Fadjroel Rahman (1985) dan Kurnia Effendi (1986). Setelah meraih gelar Sarjana Geologi, kemudian dia berpindah ke Jakarta.[7][8] Ia adalah alumni dari program residensi International Writing Program tahun 2007 di Universitas Iowa.

Kiprah Kesenian

Pada tahun 1991 Nirwan menjadi pembicara di Konferensi Budaya Nasional. Dia kemudian lebih dikenal untuk banyak membicarakan soal budaya.[8] Nirwan pernah menjadi satu redaktur majalah sastra Horison periode tahun 1990-an, saat susunan dewan redaksi diketuai oleh sastrawan Goenawan Mohamad. Nirwan menjadi redaktur majalah Kalam saat diluncurkan pada bulan Februari 1994, bersama sastrawan Goenawan Mohamad.[9] Pada tahun 1996 Nirwan menerbitkan koleksi esai yang diberi judul Senjakala Kebudayaan.[7] Dua dekade sejak dikemukakan, kelemahan Kebudayaan Indonesia: Pandangan 1991 dibongkar oleh Putri Karyani, blogger Kompasiana, yang menolak premis pascamodernis Nirwan mengenai posisi sains dalam kebudayaan.[10]

Thumb
Nirwan Dewanto dalam BWCF 2019

Nirwan menduduki kursi dewan juri pada penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa pertama pada tahun 2001 yang memenangkan Sajak-sajak Lengkap, 1961-2001, sebuah kumpulan puisi karya Goenawan Mohamad.[11][12][13] Di kemudian hari, Nirwan menyatakan bahwa proses seleksi kurang baik, sampai-sampai dewan juri sering tidak memahami karya yang dinilai dan kadang-kadang menilai karya secara sembarangan.[14] Pada tahun yang sama, Nirwan menghasilkan karya antologi puisi Buku Cacing.[7]

Setelah tidak duduk di kursi dewan juri, Nirwan berhasil memenangkan Kusala Sastra Khatulistiwa pada tahun 2008 untuk antologi puisi Jantung Ratu Lebah; penghargaan ini juga termasuk honorarium senilai Rp 100 juta. Penulis cerita pendek Seno Gumira Ajidarma, seorang juri, menyatakan bahwa antologi tersebut merupakan karya monumental.[5] Pada tahun 2010, Nirwan menghasilkan antologi puisi yang berjudul Buli-Buli Lima Kaki yang kembali memenangkan Kusala Sastra Khatulistiwa 2011 kategori puisi. Tahun berikutnya beberapa karyanya ditampilkan bersama musik oleh Dian HP dan istri Nirwan, penyanyi Nya Ina Raseuki; Nirwan juga membaca puisi pada kegiatan tersebut.[15][8]

Pada tahun 2012, Nirwan berperan sebagai Uskup Agung Semarang, Albertus Soegijapranata, dalam film biopik Soegija yang disutradarai Garin Nugroho.[16] Garin menyatakan bahwa dia pilih Nirwan sebab penyair itu mirip Soegijapranata secara fisik, biarpun Nirwan bukan orang Katolik.[17] Sementara, Nirwan menyatakan bahwa dia "dipaksa" untuk main film.[18] Indah Setiawati, yang menulis dalam The Jakarta Post, menyatakan bahwa peran Nirwan cukup bagus, biarpun ia tampak merasa kurang nyaman memerankan perannya dalam beberapa adegan.[16]

Buku

  • Kebudayaan Indonesia: Pandangan (1991)
  • Senjakala Kebudayaan (1996)
  • Buli-Buli Lima Kaki (2010)
  • Satu Setengah Mata-Mata (2016)
  • Buku Merah (2017)
  • Buku Jingga (2018)
  • Kaki Kata (2020)
  • Dua Marga (2022)

Filmografi

Film

Informasi lebih lanjut Tahun, Judul ...
Tahun Judul Peran Keterangan
2012 Soegija Albertus Soegijapranata
Tutup

Rujukan

Wikiwand in your browser!

Seamless Wikipedia browsing. On steroids.

Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.

Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.