Muhammad Jalaluddin Syah III
From Wikipedia, the free encyclopedia
Dewa Masmawa Sultan Muhammad Jalaluddinsyah III atau Mas Madina Moehammad Djalaloeddin (bin Datu Raja Muda Daeng Maskuncir bin Sultan Amaroe'llah) adalah Sultan Sumbawa ke-16 (1883-1931).[1][2][3][4][5][6][7][8][8][9][10][11] Datu Raja Muda Daeng Maskuncir atau Maskuncir Datu Lolo Daeng Manassa yang telah dikukuhkan untuk mengganti sang ayah Sultan Amrullah akhirnya batal. Peritiwa kebakaran hebat Istana Gunung Setia menjadi penyebab terjadinya depresi mental dimana beliau lebih memilih kehidupan spiritual daripada menjadi seorang sultan. Sehingga hal ini tidak memungkinkan untuk tetap dipertahankan guna dimahkotai sebagai sultan sumbawa. Sehingga pada saat Sultan Amrullah mangkat pada tanggal 23 Agustus 1883, hasil mufakat pangantong limaolas (Majelis 15 orang) memutuskan untuk memilih putra tertua dari Datu Raja Muda Daeng Maskuncir yakni Mas Madina Daeng Raja Dewa untuk dinobatkan sebagai Sultan Sumbawa. Mas Madina Daeng Raja Dewa saat dinobatkan bergelar Dewa Masmawa Sultan Muhammad Jalaluddinsyah III. Pada masa Pemerintahan Beliau, didirikan Istana Dalam Loka yang hingga kini masih dapat kita saksikan hingga dewasa ini dan menjadi kebanggaan masyarakat Sumbawa. Penataan bidang pemerintahan mendapat perhatian khusus dari Sultan Muhammad Jalaluddinsyah III. Beberapa kali sistem pemerintahan mengalami perubahan. Pada Tahun 1920 terjadi perubahan besar dalam sistem perintahan Kesultanan Sumbawa dimana penghapusan district menjadi onderdistrct dan kemudian beralih nama menjadi Kademungan. Dengan perubahan struktur ini maka Kedatuan dalam Kamutar Telu, Seran, Taliwang dan Jereweh dihapus pula dan berubah status menjadi Kademungan. Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Jalaluddinsyah III inilah meletus beberapa peperangan melawan Belanda antara lain Perang Sapugara yang dipimpin oleh La Unru Sinrang Dea Mas Manurung (1906 – 1908) dan Perang Baham dipimpin oleh Baham ( 1906 dan 1921 )[12][13][14][15][16][17][18][19][20][21]
Kontrak politik dengan Hindia Belanda tanggal 5 April 1886 pada masa Gubernur Jenderal Ludolph Anne Jan Wilt Sloet van de Beele.[22][23]
Pada 14 Mei 1905, di Sumbawa diadakan perjanjian antara Bestuurder dari Sumbawa, Mohammad Djalaloedin III, dan Controler Oscar Maurits Goedhard yang mewakili Gubernur Jenderal Joannes Benedictus van Heutsz.[24]